Anda di halaman 1dari 33

MANAGEMENT MASALAH KESEHTAN MELALUI INVESTIGASI KLB

KASUS
PENDAHULUAN
Pada awal bulan Desember 2013, Dokter Praktek Swasta di Desa Kusamba
mendapatkan 4 pasien dewasa dengan gejala yang hampir sama yaitu demam naik
turun, nyeri sendi yang dominan, ruam pada tangan dan kaki serta mual-mual. Kasus
semakin meningkat di pertengahan bulan Desember 2013 sehingga mencapai 10
kasus. Di lain pihak, poliklinik Puskesmas II Dawan juga mendapatkan kasus yang
serupa dan pasien semua berasal dari desa Kusamba. Hingga akhir bulan
Desember 2013, kasus mencapai 21 kasus, baik dewasa dan anak-anak.

(1) Apakah situasi di atas adalah suatu KLB? Jelaskan jawaban Anda disertai
dengan alasan yang evidence-based.

Jawaban.

Meskipun secara deskriptif kasus diatas menguraikan telah munculnya serta


meningkatnya kejadian kesakitan (penyakit) yang bermakna secara epidemiologi
berupa penemuan kasus pada daerah yang sama serta menunjukkan trend
peningkatan kasus dalam kurun waktu tertentu yaitu Desember 2013 yang dapat
menjurus pada terjadinya wabah. Namun kasus diatas belum bisa di pastikan
mengalami KLB, karena harus dilakukan penyelidikan KLB terlebih dahulu.
Berdasarkan Kemenkes RI, 2013 ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan
terdahulu sebelum memastikan terjadinya KLB. Adapun tahapan tersebut adalah
sebagai berikut:

a. Menegakkan atau memastikan diagnosis.


Mengapa hal ini perlu dilakukan karena:
1) Kemungkinan adanya kesalahan diagnosis mengingat tanda dan
gejala masih bersifat umum. Tanda dan gejala pada kasus diatas bisa
ditemukan pada beberapa penyakit infeksi sehingga penegakan
diagnosa kasus sulit dilakukan. Oleh karena itu, bila mungkin harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis.
Namun karena beberapa konfirmasi laboratorium terkadang
membutuhkan waktu maka penegakan diagnosis bisa berdasarkan
kriteria tanda dan gejala. Penetapan kriteria diagnosis bisa ditetapkan
dengan menghitung distribusi frekuensi gejala‑gejala yang paling
banyak diderita. Selanjutnya dibuat definisi kasus yang meliputi kriteria
klinis (tanda dan gejala spesifik dan menonjol) dibatasi oleh waktu,
tempat dan orang. Kesalahan penegakan diagnosa dapat menyebabkan
terjadinya positif palsu atau negatif palsu sehingga sangat
mempengaruhi penetapan KLB.
2) Kemungkinan dokter praktek swasta di Desa Kusamba dan poliklinik
Puskesmas II Dawan, tidak melaporkan adanya kasus melainkan
adanya tersangka atau adanya orang yang memiliki sindrom tertentu

1
3) Informasi dari yang bukan kasus (yaitu kasus yang dilaporkan tetapi
diagnosanya tidak dapat dipastikan) sehingga harus dikeluarkan dari
informasi kasus yang digunakan untuk memastikan ada/tidaknya suatu
KLB.

b. Menghitung jumlah kasus dan insiden yang terjadi.

Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa setiap kasus
benar-benar memenuhi kriteria kasus yang telah ditetapkan. Selanjutnya
dilakukan perhitungan awal dari kasus yang tengah berjalan untuk
memastikan bahwa kasus tersebut adalah kasus baru dan sama serta jumlah
insiden kasus yang sama dapat diketahui.

c. Memastikan terjadinya KLB

Setelah diagnosis kasus diatas dan jumlah kasus/insiden ditentukan


selanjutnya dibuatkan grafik epidemiologi. Untuk penetapan status KLB, harus
memenuhi beberapa kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan menteri
Kesehatan R.I No. 1501/Menkes/Per/X/2010. Dengan kriteria sebagai berikut:

1) Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada


atau tidak dikenal pada suatu daerah.
2) Ada peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 kurun waktu
dalam jam, hari, minggu maupun bulan berturut-turut menurut
penyakitnya.
3) Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, minggu maupun bulan
berturut-turut menurut penyakitnya.
4) Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata
perbulan dalam tahun sebelumnya.
5) Rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan selama 1 tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6) Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50 % atau lebih dibandingkan
dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.
7) Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

Setelah melakukan beberapa tahapan diatas baru bisa ditentukan secara pasti
apakah kejadian kesakitan tersebut merupakan KLB atau tidak.

2
Hingga pertengahan bulan Januari 2014, telah terlaporkan 45 kasus yang serupa.
Terdapat satu kasus balita mengalami kelumpuhan dan dirujuk ke RSUD Klungkung.
Kepala Puskesmas II Dawan memerintahkan petugas P2 puskesmas untuk
melakukan investigasi ke Desa Kusamba.

(2) Apakah informasi yang perlu digali di Desa tersebut oleh petugas P2
puskesmas? Siapa kiranya informan kunci yang dipandang layak memberikan
informasi?

Jawaban.

a. Karena pelaporan kasus berasal dari wilayah yang sama yaitu Desa
Kusamba, petugas P2 puskesmas harus menggali kasus-kasus yang
telah diketahui beserta orang-orang disekitarnya. Mereka merupakan
sumber informasi penting untuk mencari kasus tambahan yang mungkin
belum atau tidak terdiagnosis atau tidak dilaporkan. Selanjutnya kasus
temuan di wawancarai sehingga bisa memberikan petunjuk bagi petugas
P2 kearah terjadinya kasus subklinis maupun klinis diantara keluarganya,
sanak keluarga ataupun tetangga.Hasil wawancara tersebut mungkin
dapat menuntun petugas P2 puskesmas dalam penemuan sumber infeksi
atau kontak menjadi sakit dari kasus yang diwawancarai.
b. Petugas P2 puskesmaas harus mencari sumber pencatatan kasus
tambahan di daerah sekitar Desa Kusamba seperti praktek dokter dan
bidan, rumah sakit, klinik dan laboratorium. Kadang praktisi menemukan
kasus tetapi tidak dilaporkan atau penemuan kasus tersangka yang
diagnosisnya belum dapat ditegakkan, sehingga laporan rumah sakit dan
laboratorium dapat memberikan informasi klinis mengenai kasus-kasus
yang dirawat.

Dari informasi yang didapat tersebut, Kepala Puskesmas memutuskan untuk


melaporkan hal ini ke Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung dan mendapatkan
feedback positif dari petugas P2 Dikes. Petugas P2 Dikes memberi arahan untuk
segera melakukan penelusuran epidemiologi ke Desa tersebut dengan menyebarkan
kuesioner pada semua pasien yang terlaporkan dan melakukan pemeriksaan
laboratorium yang spesifik.

(3) Apa kiranya pemeriksaan spesifik yang dibutuhkan untuk memastikan


kemungkinan penyebab kondisi di atas? Jelaskan jawaban Anda.

Jawaban.

Berdasarkan tanda dan gejala umum kasus diatas maka perlu dilakukan
beberapa langkah pemeriksaan yaitu:

3
a. Menggambarkan karakteristik kasus menurut variabel waktu, tempat dan
orang sehingga dapat disusun hipotesis terhadap sumber, cara penularan
dan lamanya kasus berlangsung. Setelah menegakkan hipotesis selanjutnya
dikumpulkan informasi lebih lanjut tentang kriteria klinis yang spesifik untuk
memastikan atau menolaknya dan menyingkirkan serta memastikan
penjelasan yang lain. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium sesuai hipotesis kasus.
b. Melakukan pemeriksaan penunjang berupa;
1) Hematologi rutin meliputi;
 Pemeriksaan Kadar Hemoglobin.
 Pemeriksaan Trombosit, untuk mengetahui adanya trombositopenia
 Pemeriksaan Hematokrit, Ht normal atau meningkat bila penderita
mengalami dehidrasi akibat muntah
 Pemeriksaan Leukosit, mungkin terjadi leukopenia atau juga
leukositosis sehingga bisa diidentifikasi penyebab penyakit virus atau
bakteri sesuai fase akut/kronis.
 Pemeriksaan Laju Endap Darah, umumnya meningkat meningkat
karena adanya infeksi
2) Kimia Klinik seperti CK (Creatinin Kinase) yang meningkat karena adanya
nyeri otot.
3) Pemeriksaan serologis, deteksi Antibodi (IgM dan atau IgG) untuk
memastikan penyakit, karena gejala klinis mengarah pada beberapa
hipotesis penyakit infeksi mengingat gejala klinis secara umum mirip pada
beberapa penyakit infeksi virus, untuk memastikan apakah penyebab kasus
sehingga dapat diterima dan teruji dengan baik bahwa tersangka memiliki
penyakit infeksi akut tertentu.

Bila kriteria klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium atau kriteria lainnya bagi
penyakit tertentu yang dicurigai telah dipenuhi oleh setiap kasus dan tidak ada
penyakit lain yang dapat memenuhi kriteria yang ditegakkan untuk penyakit
tersebut.

(4) Apa kiranya pemeriksaan spesifik tambahan untuk pasien balita? Jelaskan
jawaban Anda.

Jawaban.

a. Riwayat imunisasi campak dan pengkajian kasus campak, karena secara


umum gejala klinis mirip seperti adanya ruam kulit. Pada kasus campak tanda
yang khas yang sering muncul hampir sama yaitu bercak berwarna merah
berbentuk makulo popular selama tiga (3) hari yang sebelumnya didahului
panas badan 38 derajat dan mata berwarna merah. Disamping itu perlu juga
dilakukan pengkajian tambahan lainnya seperti ada tidaknya batuk, pilek
mengingat penularan penyakit campak dapat terjadi 1-3 hari sebelum demam
melalui batuk dan sekresi hidung. Dan dilakukan pemeriksaan laboratorium
serologis dimana IgM (+) atau adanya kenaikan titer antibody 4 kali dan
pengkajian kontak langsung dengan kasus confirm campak dalam periode 1-2
minggu sebelumnya.

4
b. Pengkajian terhadap penyakit polio, karena secara umum tanda dan gejala
yang muncul adalah sama, ditambah adanya laporan satu kasus balita
mengalami kelumpuhan dan dirujuk ke RSUD Klungkung.

(5) Apa saja kira-kira kecurigaan diagnosis yang muncul dari informasi yang di dapat
oleh petugas tersebut?

Berdasarkan tanda dan gejala umum seperi demam mendadak, nyeri sendi yang
dominan, ruam pada tangan dan kaki serta mual-mual maka ada empat (4)
diagnosa yaitu demam dengue, demam berdarah dengue, demam Chik
(chikungungunya) dan campak.

Tabel 1. Diagnosa Banding Berdasarkan Tanda Klinis

Karakteristik Demam Dengue Campak Polio Demam


Tanda dan /Demam Chikungunya
Gejala Berdarah
dengue
Demam Ya, panas Ya, (38 Ya Ya, selama 2-4
mendadak selama derajat hari
2-7 hari bersifat celcius /
biphasic lebih)
Menggigil Ya Ya Tidak selalu Ya
Nyeri sendi Ya, tetapi jarang Tidak Ya Ya, sering dan
dan berlangsung bisa berlangsung
singkat lebih dari 1 bulan
Nyeri otot Ya, tetapi jarang Tidak Ya Ya
dan berlangsung
singkat
Ruam Jarang, dalam Ya, Tidak Ya, berbentuk
bentuk makulo (kemerahan makulo papular
papular tetapi berbentuk timbul 1-10 hari
berupa Bintik makulo setelah nyeri
merah di kulit papular sendi dan
(petekie) selama 3 bertahan 7-10
hari/lebih hari mengarah ke
menyebar bagian anggota
di seluruh gerak,
tubuh telapak tangan
dan telapak kaki)
Sakit kepala ya Tidak Pusing ya
Mual ya - ya ya
Muntah ya - ya ya
Gatal Ya Kadang tidak ya
Mata merah tidak Ya tidak ya
Sumber: Pedoman Penyelidikan Dan Penanggulangan KLB Penyakit Menular
Dan Keracunan Depkes RI, 2009.

5
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, hanya 10 orang yang bersedia di periksa dan
memenuhi kriteria (lebih dari 5 hari onset gejala), dimana semua hasil adalah negatif.
Hasil dari kuesioner, terdapat pada data [Data SPSS: UA KLB 2016].

(6) Apa saja tindakan yang harus dilakukan pada tahap ini?

Bila pada pemeriksaan laboratorium pertama memberikan hasil negatif IgM (-)
dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, maka pemeriksaan bisa diulang pada
10-14 hari kemudian karena antibodi IgM dapat dideteksi dari hari ke-4 infeksi
sampai beberapa minggu waktu lamanya serta antibodi IgG masih dapat
dideteksi pada hari ke-15 (Kemenkes RI, 2013). Dengan interpretasi bila hasil
pemeriksaan ulang IgM (+) IgG (-) berarti infeksi sedang terjadi infeksi akut
primer.

Bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan laboratorium pada kasus baru


yang memenuhi kriteria (lebih dari 5 hari onset gejala) serta bersedia untuk
dilakukan uji laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan agar ditemukan etiologi sehingga


bisa ditegakkan kasus confirm. Namun bila hal tersebut sulit dilakukan maka
kriteria tanda dan gejala yang ada bisa digunakan untuk menegakkan diagnosa
kasus berupa diagnosa probable case.

(7) Bagaimana pendapat Anda terhadap jumlah kasus tersebut? Apakah situasi
tersebut merupakan KLB?

Meskipun berdasarkan gejala klinik sudah menunjukkan adanya peningkatan


trend kesakitan, namun belum bisa dipastikan mengalami KLB sehingga masih
perlu dilakukan penyelidikan KLB terlebih dahulu yang diawali dengan penetapan
definisi kasus berdasarkan gejala klinik karena hasil pemeriksaan laboratorium
masih negatif sehingga kasus confirm belum bisa ditegakkan, menghitung insiden
kasus serta membuat grafik epidemiknya.

(6) Bagaimana distribusi gejala klinis dari data tersebut?

Tabel. 2 Distribusi Gejala Klinis

Gejala Frekuensi Persentase (%)


Demam 249 99.20%
Menggigil 110 43.82%
Nyeri sendi 249 99.20%
Nyeri otot 181 72.11%
Ruam 126 50.20%
Sakit kepala 122 48.61%
Mual 91 36.25%
Muntah 29 11.55%
Gatal 74 29.48%
Mata merah 61 24.30%
Sumber: Data KLB UAS 2016

6
Berdasarkan tabel. 2, maka ada empat (4) gejala klinis dominan berupa demam
dan nyeri sendi yang dialami oleh 249 orang (99.20%), nyeri otot sejumlah 181
orang (72.11%) serta ruam sejumlah 126 orang (50.20%).

(7) Bagaimana sebaiknya kepala puskesmas menetapkan diagnosis kasusnya? Apa


kelemahan dan kelebihan penetapan diagnosis?

a. Menetapkan diagnosis
Ada tiga (3) cara penetapan diagnosis kasus yang bisa dilakukan oleh
kepala puskesmas yaitu
1) Kasus Tersangka (Suspected case/ Possible case), penderita dengan
sebagian kriteria klinis.
2) Kasus mungkin (probable): penetapan kasus harus memenuhi semua
ciri klinis penyakit dan kriteria epidemiologis, tanpa pemeriksaan
laboratorium.
3) Kasus pasti (Confirmed): yang mana penetapan kasus harus
disertakan pemeriksaan lab hasil (+)

Karena hasil laboratorium spesifik belum ada akibat konfirmasi laboratorium


hasilnya masih negatif dan memerlukan tes laboratorium ulang pada 10-14
hari kemudian sehingga membutuhkan waktu, maka kepala puskesmas bisa
memakai kriteria klinis (tanda-tanda dan gejala) yang ada berdasarkan
distribusi gejala klinis pada tabel 2 diatas untuk menegakkan diagnosa
lapangan (kasus mungkin/ probable) yaitu: demam mendadak > 38
derajat celcius, nyeri sendi/otot (severe athralgia) hebat dan atau dapat
disertai ruam (rash). Penegakan diagnosa ini telah sesuai dengan
rekomendasi Kemenkes RI, 2012 meliputi tiga gejala utama yaitu demam,
nyeri persendian dan ruam.

b. Kelemahan dan kelebihan penetapan diagnosis

1) Kelemahan
Penetapan diagnosis kasus mungkin/probable yang dilakukan oleh kepala
puskesmas hanya berdasarkan atas pemeriksaan klinis saja sehingga
kemungkinan salah dalam penetapan kasus besar, dimana sensitifitas
tinggi tapi spesifisitas rendah sehingga kemungkinan positif palsu tinggi.
Hal ini disebabkan karena penetapan kasus lebih longgar dibandingkan
dengan penetapan kasus confirm. Tanda dan gejala kasus masih bersifat
umum/ tidak begitu khas untuk menegakkan suatu diagnosis. Beberapa
penyulit lain seperti banyaknya serotipe dari penyakit yang disebabkan
oleh virus bisa terjadi bersamaan di masyarakat. Oleh karena itu, bila
mungkin harus dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan
diagnosa confirm. Kondisi ini menyebabkan banyak orang yang
seharusnya tidak menjadi kasus tetapi ditetapkan sebagai kasus sehingga
akan mengganggu dalam identifikasi faktor risiko, penyebab, sumber dan
cara penularan.

7
2) Kelebihan.
Dibandingkan penetapan kasus meragukan/possible penetapan kasus
yang telah dilakukan oleh kepala puskesmas tentu lebih baik karena
dengan dilakukan penetapan diagnosis lapangan secara klinis sedini
mungkin, maka selanjutnya dapat ditetapkan orang-orang yang memenuhi
kriteria tanda dan gejala sesuai dengan definisi kasus sebaliknya orang-
orang yang tidak memenuhi kriteria/gejala dapat dikeluarkan dari kasus.
Setelah definisi kasus ditetapkan selanjutnya bisa dilakukan perhitungan
jumlah kasus sehingga bisa memastikan terjadinya KLB. Dengan
demikian bisa dibuat perencanaan penanganan KLB sedini mungkin.

Berdasarkan data awal tersebut, Dinkes dan Puskesmas menduga kejadian tersebut
adalah KLB Chikungunya dan memutuskan untuk melakukan investigasi secara
menyeluruh di wilayah Desa Kusamba.

(8) Dari hasil penelusuran kepustakaan, serta data yang ada, mengapa pihak Dinkes
dan puskesmas menduga kasus tersebut merupakan KLB Chikungunya?
Jelaskan alasannya dengan ditunjang bukti dan penelusuran pustaka.

Grafik1. Distribusi Kasus Menurut Onset (dalam hari) di Desa Kusamba 2013-2014

Sumber: Data KLB UAS 2016

8
Tabel 3. Masa Inkubasi Penyakit Dengan Manifestasi Klinis Sama

Penyakit Etiologi Masa inkubasi


Demam Chikungunya Virus chikungunya (genus Masa inkubasi intrinsik
alphavirus”group A” antara 3-7 hari (range 1-12
antrophod-borne Hari)
viruses(flavivirus, famili Masa inkubasi ekstrinsik
Togaviridae adalah 10 hari
Demam Berdarah Dengue Virus dengue termasuk Masa inkubasi intrinsik 4-6
famili flaviviridae hari pada tubuh manusia
Masa inkubasi ekstrinsik 8-
10 hari pada kelenjar liur
nyamuk
Campak Virus golongan 1-13 hari, rata-rata 10 hari
paramyxoviridae
Sumber: Pedoman penyelidikan KLB Depkes RI, 2009; WHO PAHO,2011)

Ada beberapa hal yang menyebabkan pihak Dinkes dan puskesmas menduga
kasus tersebut merupakan KLB Chikungunya diantaranya:

a. Berdasarkan grafik 1. distribusi kasus menurut onset kejadian dalam hari


menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit ini adalah 1- 10 hari, dengan
masa inkubasi dominan adalah 1-2 hari. Masa inkubasi ini sesuai dengan
tabel.3 bahwa masa inkubasi ini mengarah pada penyakit demam
chikungunya dimana masa inkubasi intrinsik yang merupakan periode sejak
seseorang terinfeksi virus chik sampai timbulnya gejala klinis. Sedangkan
masa inkubasi ekstrinsik adalah periode sejak nyamuk terinfeksi virus chik
samapai virus dapat menginfeksi orang lain melalui gigitan.
b. Berdasarkan tabel. 2 distribusi gejala klinis, maka tanda dan gejala yang
dialami/dikeluhkan oleh kasus mengarah pada demam chik meliputi demam,
sakit persendian, nyeri otot, bercak kemerahan (rash) pada kulit, sakit kepala,
mual, muntah dan mata merah (Depkes RI, 2009; WHO PAHO,2011)
c. Berdasarkan diagnosa lapangan yang ditegakkan oleh kepala puskesmas
maka definisi (kasus mungkin/probable) demam chikungunya yaitu: demam
mendadak > 38 derajat celcius, nyeri sendi/otot (severe athralgia) hebat dan
atau dapat disertai ruam (rash). Definisi kasus sesuai dengan definisi kasus
probable demam chikungunya yang ditetapkan oleh Kemenkes RI, 2012.
d. Berdasarkan laporan pada awal bulan Desember 2013, dokter praktek swasta
di Desa Kusamba mendapatkan 4 pasien dewasa dengan gejala yang hampir
sama yaitu demam naik turun, nyeri sendi yang dominan, ruam pada tangan
dan kaki serta mual-mual. Kasus semakin meningkat di pertengahan bulan
Desember 2013 sehingga mencapai 10 kasus. Di lain pihak, poliklinik
Puskesmas II Dawan juga mendapatkan kasus yang serupa dan pasien
semua berasal dari desa Kusamba. Hingga akhir bulan Desember 2013,
kasus mencapai 21 kasus, baik dewasa dan anak-anak. Hal ini secara umum
menunjukkan adanya trend peningkatan kesakitan/penyakit tertentu.

Beberapa uraian diatas menjadi dasar bagi pihak Dinkes dan puskesmas
menduga kasus tersebut merupakan KLB Chikungunya

9
(9) Idealnya, apa yang harus dilakukan oleh kepala puskesmas terhadap dugaan
KLB tersebut?

Melakukan penyelidikan KLB untuk memastikan adanya KLB, mengetahui


gambaran epidemologinya, mengetahui sumber dari penyebab penyakit dan cara
penularannya, mengidentifikasi populasi yang mempunyai peningkatan risiko
infeksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi serta menetapkan
cara-cara penanggulangan yang efektif dan efisien.

Kasus yang muncul terus meningkat. Hingga akhir bulan Februari 2016, tercatat 169
kasus dan hingga akhir April 2016 telah tercatat 251 kasus. Melihat situasi tersebut,
Kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan segera mengambil sikap untuk menelusuri
faktor risikonya. Diambil sebanyak 133 kasus yang berhasil dideteksi awal oleh
petugas surveilans ditetapkan sebagai kasus, dan menetapkan tetangga kasus yang
tidak sakit sebagai kontrol [Data SPSS: UA case control 2016]

(10) Apa yang harus disiapkan untuk melakukan penelusuran faktor risiko?

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam penelurusan faktor risiko
(Gregg edisi 3):

1. Merumuskan suatu pertanyaan / hipotesis terhadap faktor risiko yang


mau dicari.
2. Membuat protokol yang komplit dan rinci seperti ketersediaan dana
yang akan mempengaruhi pemilihan metode survei, pemilihan sampel,
besar sampel dan panjang kuisioner. Termasuk dalam protokol adalah
tujuan penelitian/survei/penelusuran faktor risiko, metodelogi (daftar
informasi yang akan dicari, rancangan penelitian, rencana sampling, dan
rencana analisis data), rancangan analisis (termasuk program analisis yang
mungkin dibutuhkan) logistik untuk melaksanakan penelusuran termasuk
personal dan peralatan.
3. Memilih metode survei/penelitian/penelusuran faktor risiko, ada tiga
metode yang umumya dilakukan yaitu survei melalui pos (mail survey),
survei melalui telepon (telephon surveys) dan survey melalui wawancara
langsung (face-to-face intervew survey). Metode survei yang relevan di
bidang epidemiologi lapangan adalah face-to-face intervew survey
4. Mengembangkan kuesioner.
5. Merancang dan memilih sampel yang representatif, karena penelusuran
faktor risiko dilakukan pada populasi kecil (Desa Kusamba) maka pemilihan
sampel yang baik adalah melakukan penelusuran faktor risiko pada setiap
kasus yang ada di dalam populasi tersebut. Sehingga mampu
meminimalkan sampling eror dan hasilnya bisa di generalisaikan ke
populasi target. Pemilihan sampel bisa dilakukan dengan probability
sampling atau non probability sampling.
6. Menentukan besar sampel, sebaiknya besar sampel ideal dengan biaya
survei yang tersedia dan harus memadai dengan tujuan penelitian faktor
risiko. Besar sampel ditentukan berdasarkan tingkat kepercayaan yang

10
diinginkan dan perkiraan presisi serta variasi karakteristik yang diukur di
populasi.
7. Melatih pewawancara perlu dilakukan karena pewawancara yang akan
melakukan pengumpulan data. Pewawancara yang dipilih adalah yang
mudah berinteraksi dengan orang lain, memiliki sifat empati dan aman bagi
responden. Pada kondisi lain pewawancara yang dipilih memiliki
karakteristik sosial demografi yang mirip dengan responden misal dalam
hal umur maupun etnis. Ada beberapa hal yang perlu dilatih yaitu;
bagaimana cara mencari alamat responden, bagaimana cara melakukan
pendekatan dengan responden agar mendapatkan informed consent, cara
menjelaskan pada responden tentang aspek anonimus dan kerahasian
data yang diberikan, cara menanyatakan pertanyaan sesuai dengan
kuisioner, memberikan definisi terhadap istilah-istilah di kuisioner, cara
menghadapi situasi di lapangan bila ada kesalahan pada kuisioner atau
prosedur wawancara, cara mengisi kuisioner, penampilan dan cara
melakukan wawancara serta bagaimana cara memeriksa kuisioner yang
telah dilengkapi.

(11) Bagaimana strategi mengembangkan pertanyaan dalam instrumen penelusuran


faktor risiko?

Pengembangan kuisioner disesuaikan dengan hipotesis faktor resiko yang ingin


diketahui, setelah definisi dari variabel/faktor resiko ditetapkan selanjutnya bisa
dilakukan pengembangan kuisioner. Adapun strategi mengembangkan
pertanyaan dalam instrumen penelusuran faktor risiko adalah sebagai berikut:

a.Membuat pertanyaan
Membuat definisi varibel/faktor risiko yang ingin diketahui, sehingga
membantu peneliti dalam mengembangkan pertanyaan yang dibutuhkan
dan sekaligus menghindari pertanyaan peneliti yang tidak perlu. Selain itu
peneliti juga harus mengetahui tipe analisis dan metode pengumpulan
data yang direncanakan karena akan menentukan bentuk respon dari
pertanyaan dalam kuesioner. Misal, jika yang akan dihitung suatu
proporsi, maka yang diinginkan adalah respon yang bersifat kategorikal.
Sebaliknya, jika akan dihitung suatu rata-rata, maka respon yang harus
dikumpulkan adalah berupa variabel skala (interval). Jika diinginkan suatu
analisis konten pada data kualitatif, maka yang harus dikumpulkan adalah
respon dari pertanyaan yang bersifat terbuka.
Metode pengumpulan data akan menentukan bagaimana pertanyaan
dituliskan, jenis respon yang akan muncul, panjang kuesioner dan format
keseluruhan dari kuesioner tersebut. Aturan dalam penulisan format
pertanyaan kuesioner:
1) Pertanyaan terstruktur (structured) atau tertutup (close-ended). Dalam
pertanyaan terstruktur ada alternatif jawaban untuk dipilih salah
satunya pilihan ganda (multiple-choice) serta benar salah. Prinsip
aturan dasarnya adalah opsi jawaban harus lengkap dan bernilai
sama.
2) Pertanyaan tidak terstruktur atau pertanyaan terbuka. Format ini akan
memberikan keleluasaan responden untuk menjawab sesuai dengan

11
versi mereka. Pertanyaan jenis ini memungkinkan munculnya respon
jawaban yang akurat karena akan mencegah kemungkinan
responden menebak atau salah paham terhadap obsi jawaban yang
telah dibuat oleh peneliti. Namun kelemahannya adalah pada proses
koding dan analisis jawaban pertanyaan terbuka sangat sulit dan
lama.
3) Pertanyaan terbuka yang telah dicoding (precoded open-ended).
Pertanyaan ini tidak menyediakan opsi jawaban untuk responden
tetapi menyediakan opsi jawaban untuk pewawancara untuk dilingkari
atau diberi tanda.
Untuk mendapatkan jawaban yang akurat dari responden ada beberapa
yang harus diperhatikan dalam membuat kuesioner (1). Pertanyaan tidak
boleh bermakna ganda/ambigous;(2).Penggunaan kata-kata dalam
kuisioner dipersepsikan sama dengan responden;(3)Jika pewawancara
dilibatkan dalam pengisian kuesioner, mereka harus dilatih untuk tidak
mempengaruhi responden dalam memberikan jawaban;(4). Pertanyaan
dari kuesioner yang pernah dipakai sebelumnya pada populai target harus
digunakan sebanyak mungkin; (5) Perlu dilakukan uji coba kuesioner
untuk mengetahui dengan pasti bahwa responden mempunyai kesamaan
pemahaman dengan peneliti terhadap pertanyaan dan konsep yang ada
pada kuesioner.

b. Membuat format kuesioner


Urutan pertanyaan bervariasi tergantung pada metode pengumpulan
datanya. Hendaknya urutan pertanyaan dimulai dari beberapa
pertanyaan yang mudah dan tidak sensitif. Pertanyaan sensitif harus
diminimalkan dan diletakkan paling belakang dengan harapan bila
responden menolak untuk menjawab point pertanyaan tersebut
harapannya beberapa informasi penting lainnya sudah didapatkan dari
pertanyaan sebelumnya. Pada format kuisioner bisa digunakan
pertanyaan penyaring dan pola loncatan bila ada beberapa pertanyaan
yang tidak bisa dijawab oleh responden. Peneliti sebaiknya tidak
menyediakan opsi ”tidak tahu”.
Sistematika penulisan juga perlu diperhatikan seperti besar huruf,
spasi, cetak miring dll sehingga mudah dipahami alurnya. Penempatan
opsi jawaban harus konsisten dalam seluruh pertanyaan dan diletakkan
secara vertikal. Pada sampul kuisioner sebaiknya ada kode terhadap
status kuesioner, lengkap;alamat tidak ditemukan; ditolak; ada jam dan
alamat sehingga akan sangat bermanfaat bila harus dilakukan
wawancara ulang.

c.Uji coba kuesioner


Terutama kuesioner yang sebelumnya belum pernah dipakai di populasi,
dilakukan pada sejumlah sampel kecil (25-100 sampel) yang dipilih secara
purposif dan diambil dari populasi dimana sampel direncanakan akan
diambil. Sampel yang digunakan saat uji coba kuesioner tidak dilibatkan
lagi dalam pengisian kuesioner selanjutnya. Dengan adanya uji coba
kuisioner maka diketahui pertanyaan-pertanyaan yang harus dikeluarkan
dari kuesioner sehingga lebih spesifik mengarah pada tujuan faktor risiko

12
yang ingin dicari. Uji coba ini juga mampu memperkiraakan kesediaan
responden, lama wawancara yang akan dilakukan dll.

(12) Bagaimana distribusi kasus tersebut menurut variabel orang, tempat, dan waktu
jika diketahui distribusi populasinya adalah sebagai tersaji dalam tabel berikut?
Untuk distribusi berdasarkan waktu, dapat dibuatkan kurva epidemiologinya.
Berikan interpretasinya untuk angka yang Anda peroleh.

Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin per Dusun di Desa


Kusamba Tahun 2013
No Dusun Laki-Laki Perempuan Jumlah Penduduk
1 Dusun Pande 657 687 1344
2 Dusun Presatria 353 371 724
3 Dusun Rame 939 998 1937
4 Dusun Bingin 1313 1308 2621
5 Dusun Bias 584 588 1172
Total 3846 3952 7798
Sumber: Data Penduduk Siak Kusamba, 2013

Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di


Desa Kusamba tahun 2013
Kelompok Umur Jumlah Penduduk
No Total
(tahun) Laki-laki Perempuan
1 0-5 248 239 487
2 6-12 512 465 977
3 13-18 382 351 733
4 >18 2704 2897 5601
Total 3846 3952 7798
Sumber: Data Penduduk Siak Kusamba, 2013

a. Distribusi Kasus Menurut Variabel Orang


Tabel 4. Distribusi Insiden Demam Chikungunya Berdasarkan Jenis Kelamin di
Desa Kusamba 2013-2014

Jenis Jumlah Jumlah penduduk Attack


Kelamin penderita rate(%)
- Laki-laki 56 3846 1,5
- Perempuan 77 3952 1,9
Total 133 7798 1,7

Distribusi kasus demam chikungunya berdasarkan jenis kelamin tersaji pada


tabel 4, menunjukkan bahwa distribusi insiden demam chikungunya lebih tinggi
pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.

13
Tabel 5. Distribusi Insiden Demam Chikungunya Berdasarkan kelompok Umur
di Desa Kusamba 2013-2014
Kelompok Jumlah Jumlah penduduk Attack rate
umur penderita (%)
- 0-5 th 0 487 0
- 6-12 th 1 977 0,1
- 13-18 th 9 733 1,22
- >18 th 123 5601 2,2
Total 133 7798 1,70

Berdasarkan kelompok umur, menunjukkan distribusi insiden demam


chikungunya tinggi pada kelompok umur > 18 tahun dengan attack rate 2,2%.
Kondisi ini menunjukkan adanya kecenderungan tertentu berdasarkan
kelompok umur. Yang cukup penting dicermati disini adalah adanya penderita
pada kelompok umur < 18 tahun, hal ini menunjukkan indikasi terjadinya
penularan bersifat lokal/setempat (indigenous).

b. Distribusi Kasus Menurut Karakteristik Tempat


Tabel 6. Distribusi Insiden Demam Chikungunya Berdasarkan Desa di Desa
Kusamba 2013-2014
Dusun Jumlah Jumlah penduduk Attack rate (%)
penderita
Rame 76 1937 3,92
Pande 39 1344 2,90
Bingin 2 2621 0,007
Presatria 16 724 2,20
Bias 0 1172 0
Total 133 7798 1,70

Berdasarkan tabel 6. distribusi kasus demam chikungunya menurut tempat


tinggal menunjukkan distribusi kasus-kasus tersebut tampak lebih terkelompok
di Dusun Rame. Sebanyak 76 kasus tersebar di Dusun Rame atau dengan
Angka Insiden (AI) 3,29 per 1000, sedangkan sisanya tersebar di Dusun Pande
sebanyak 39 kasus dengan AI 2,90 per 1000, di Dusun Bingin sebanyak 2
kasus dengan AI 0,007 per 1000 dan Dusun Presatria sebanyak 16 kasus
dengan AI 2,20 per 1000.

14
Tabel 7. Distribusi Jumlah Demam Chikungunya Berdasarkan Wilayah di Desa
Kusamba 2013-2014
Wilayah Jumlah penderita Persentase %
n=133
- Dalam Desa Kusamba 116 87,22%
- Luar Desa Kusamba 17 12,78%
Total 133 100%

Tingginya jumlah kasus demam chikungunya di Dusun Rame serta tingginya


insiden demam chikungunya di dalam Desa Kusamba bisa saja menunjukkan
kemungkinan sumber penularan ada di wilayah ini. Biasanya penularan virus
demam chikungunya terjadi dalam satu rumah, tetangga dan dengan cepat
menyebar ke satu wilayah RT/RW/dusun/desa (Depkes RI, 2009).

c. Distribusi Kasus Menurut Karakteristik Waktu dan Kurva Epidemik

Grafik 2. Jumlah Penderita Demam Chikungunya di Desa Kusamba 2013-2014


50

48

44

40
40
30
Frequency

20
20

15 15
14
13
11
9
10

8
5 5
3
1
0

01 Dec 13 01 Jan 14 01 Feb 14 01 Mar 14 01 Apr 14 01 May 14


tanggal mulai gejala

Sumber: Data KLB UAS 2016

Berdasarkan grafik 1. diketahui bahwa tipe kurva epidemik (epidemic curve)


adalah tipe propagated source, yang berarti terjadi penularan terus menerus
dalam satu tempat dan penularan dari orang ke orang. Hal ini memberikan
gambaran bahwa sumber penularan bukan merupakan faktor tunggal dengan
kata lain bahwa sumber penularan lebih dari satu orang atau telah terjadi
penularan penderita demam chikungunya secara terus menerus dari kasus –
nyamuk – orang sehat. Jika diperkirakan paparannya dengan menggunakan
masa inkubasi rata-rata 1-10 hari, kasus-kasus yang terjadi tampaknya
memiliki rata-rata inkubasi antara 1-2 hari (grafik. 1) dimana pada beberapa
kasus generasi ke dua dan ketiga terjadi, interval diantara puncaknya
menunjukkan mendekati masa inkubasi rata-rata. Berdasarkan selisih masa

15
inkubasi maksimum dan minimum, lamanya KLB penyakit ini yang disebabkan
oleh paparan singkat yaitu 9 hari (10-1).
Berdasarkan definisi kasus yang dibuat oleh kepala puskesmas bahwa
ini merupakan kasus demam chikungunya berdasarkan penegakan diagnosis
kasus mungkin/ probable yaitu: demam mendadak > 38 derajat celcius, nyeri
sendi/otot (severe athralgia) hebat dan atau dapat disertai ruam (rash).
Berdasarkan distribusi kasus menurut karakteristik orang distribusi
insiden demam chikungunya lebih tinggi pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki. Kasus terjadi pada hampir semua kelompok umur sehingga
hal ini menunjukkan indikasi terjadinya penularan bersifat lokal/setempat
(indigenous), berdasarkan tempat distribusi kasus-kasus tersebut tampak
lebih terkelompok di Dusun Rame dan insiden kasus lebih tinggi di dalam
Desa Kusamba bisa saja menunjukkan kemungkinan sumber penularan ada
di wilayah ini dan waktu serta diketahui bahwa tipe kurva epidemik (epidemic
curve) adalah tipe propagated source, yang berarti terjadi penularan terus
menerus dalam satu tempat dan penularan dari orang ke orang. Hal ini
memberikan gambaran bahwa sumber penularan bukan merupakan faktor
tunggal dengan kata lain bahwa sumber penularan lebih dari satu orang atau
telah terjadi penularan penderita demam chikungunya secara terus menerus
dari kasus – nyamuk – orang sehat.
Kurve epidemik (grafik 2) menjelaskan:
1) Telah timbulnya suatu penyakit menular (demam chikungunya) yang
sebelumnya tidak ada di Desa Kusamba pada awal bulan Desember
2013.
2) Ada peningkatan kejadian kesakitan (demam chikungunya) terus menerus
selama 3 kurun waktu dalam minggu berturut-turut semenjak minggu ke 2
(bulan Desember 2013) sampai minggu ke 6 (akhir bulan Januari 2014).
3) Peningkatan kejadian kesakitan (demam chikungunya) dua kali atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu minggu
berturut-turut yaitu pada minggu ke -7 sejumlah 1 kasus dan kemudian
meningkat pada minggu ke 8 sejumlah 15 kasus dan minggu ke 9
sejumlah 44 kasus.

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan telah terjadi suatu kejadian luar
biasa (KLB) demam chikungunya di Desa Kusamba Klungkung yang
ditularkan dari orang ke orang mulai awal Desember 2013 sampai Mei 2014.
Berdasarkan grafik 1. Maka selisih masa inkubasi maksimum dan minimum,
lamanya KLB penyakit demam chikungunya di Desa Kusamba yang
disebabkan oleh paparan singkat yaitu 9 hari (10-1).

16
(13) Bagaimana hasil penelusuran faktor risiko dengan studi kasus kontrol?
a. Interpretasikan hasil analisis chi-square dan OR-nya untuk faktor risiko
tersebut.

Tabel 8. Hasil Analisis Bivariat KLB Demam Chikungunya di Desa Kusamba


2013-2014
Variabel p-value OR 95% CI
Jenis kelamin 0,621 0,88 0,54-1.43
Umur 0,006* 2,20 1,25-3,90
Pekerjaan 0,478 0,94 0,80-1,10
Pendidikan 0,602 0,87 0,52-1,45
Kepadatan dalam satu 0,033* 2,09 1,06-4,14
rumah
Wilayah kerja atau sekolah 0,387 1,35 0,68-2,68
Anggota keluarga yang sakit 0,000* 7,89 3,79-16,42
di rumah
Perilaku PSN di rumah 0,104* 2,01 0,86-4,70
Penggunaan kasa nyamuk 0,004* 2,95 1,40-6,22
Gantungan baju dirumah 0,036* 2,03 1,04-3,96
Tumpukan sampah di rumah 0,160* 1,43 0,86-2,37
sebagai sarang nyamuk
Penggunaan bubuk abate 0,106* 1,82 0,87-3,80
dirumah
Keberadaan jentik di TPA di 0,060* 2,77 0,95-8,01
rumah
Keterangan:
Uji statistik Chi – Square

Hasil analisis bivariat pada beberapa faktor risiko tersebut disajikan di


Tabel 8. Faktor-faktor risiko dikelompokkan menjadi tiga belas(13) yaitu
faktor jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, kepadatan dalam satu
rumah, anggota keluarga yang sakit di rumah, perilaku PSN di rumah,
penggunaan kasa nyamuk, gantungan baju dirumah , tumpukan sampah di
rumah sebagai sarang nyamuk, penggunaan bubuk abate dirumah serta
keberadaan jentik di TPA di rumah. Dari 13 faktor tersebut, terdapat
sembilan (9) faktor yang akan dimasukkan kedalam analisis regresi logistic
(multivariat) yaitu variabel yang memiliki nilai p value < 0,25. Adapun faktor

17
risiko tersebut adalah umur, kepadatan dalam satu rumah, anggota keluarga
yang sakit di rumah, perilaku PSN, penggunaan kasa nyamuk dan
gantungan baju di rumah, tumpukan sampah di rumah sebagai sarang
nyamuk, penggunaan bubuk abate dirumah dan keberadaan jentik di TPA di
rumah.
Setelah ditemukan beberapa faktor risiko yang secara statistik
bermakna (p< 0.25) selanjutnya dilakukan analisis logistik regresi untuk
semua faktor risiko tersebut. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar peranan faktor-faktor tersebut secara bersama-sama.
Selanjutnya ditentukan faktor mana paling dominan secara statistik terhadap
kejadian KLB demam chikungunya. Hasil uji multivariat faktor-faktor risiko
penularan Demam Chikungunya bisa dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 9. Hasil Analisis Multivariat KLB Demam Chikungunya di di Desa


Kusamba 2013-2014

Variabel p- OR 95% CI
value
Umur 0,015 2,19 1,16-4,12
Kepadatan dalam satu rumah 0,206 1,63 0,76-3,50
Anggota keluarga yang sakit di rumah 0,000* 8,27* 3,72-18,38*
Perilaku PSN di rumah 0,217 1,83 0,70-4,81
Penggunaan kasa nyamuk 0,002* 3,99* 1,63-9,711*
Gantungan baju dirumah 0,058 2,11 0,97-4,57
Tumpukan sampah di rumah sebagai 0,242 1,43 0,78-2,62
sarang nyamuk
Penggunaan bubuk abate dirumah 0,130 1,94 0,82-4,58
Keberadaan jentik di TPA di rumah 0,337 1.81 0,53-0,02

Berdasarkan tabel 9. faktor risiko yang berpengaruh terhadap


terjadinya KLB demam chikungunya ada dua (2) karena secara statistik
bermakna berdasarkan nilai p < 0,01, nilai OR dan CI 95%. Adapun faktor
risiko tersebut yaitu anggota keluarga yang sakit dirumah dan penggunaan
kasa nyamuk.
Anggota keluarga yang sakit di rumah sebagai faktor risiko terhadap
kejadian demam chikungunya, mengingat penularan virus chikungunya
terjadi apabila penderita yang sakit (dalam keadaan viremia /2 hari sebelum
demam dan sampai 5 hari setelah demam) digigit oleh nyamuk aedes
aegypty betina, selanjutnya virus akan berkembangbiak pada kelenjar liur
nyamuk dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Bila

18
nyamuk yang sudah terinfeksi virus chik menggigit orang lain/keluarga
terdekat maka dengan mudah akan menularkan. Biasanya penularan
terjadinya dalam satu rumah, tetangga dan dengan cepat menyebar ke
RT/RW/dudun/desa mengingat kemampuan terbang nyamuk aedes aegepty
betina rata-rata 40 meter. Nyamuk ini umumnya tersebar di daerah tropis
dan tersebar luas didaerah perumahan. Penggunaan kasa nyamuk terutama
bagi penderita yang sakit di rumah merupakan faktor risiko terjadinya
demam chikungunya karena memiliki kemampuan untuk memutuskan mata
rantai penularan kasus-nyamuk - orang lain.
Wilayah kerja tidak terbukti sebagai faktor risiko demam cikungunya
meskipun nilai OR=1,35 namun hasil secara statistik tidak bermakna dimana
nilai (p=0,206) dan CI 95%= 0,76-3,50 sehingga bukan merupakan faktor
resiko demam chikungunya.
Meskipun sumber dan cara penularan terjadi dalam satu wilayah
rumah/tetangga namun kejadian di dalam ataupun di luar desa bukan
merupakan faktor risiko pada penelusuran ini. Gantungan baju, tumpukan
sampah di rumah sebagai sarang nyamuk, perilaku PSN di rumah,
penggunaan bubuk abate dirumah dan keberadaan jentik di TPA di rumah
bukan merupakan faktor risiko kejadian demam chikungunya meskipun hasil
analisis secara statistik bermakna dengan nilai OR > 1, namun beberapa
nilai p>0,01 serta nilai CI 95% masih mencakup angka satu (tabel 9).
Namun demikian, perlu diingat bahwa perilaku PSN di rumah,
penggunaan bubuk abate dirumah dan keberadaan jentik di TPA, gantungan
baju, tumpukan sampah di rumah sebagai sarang nyamuk juga merupakan
kondisi yang mendukung perkembangbiakan nyamuk aedes aegypty yang
berperan sebagai vektor penyebar dari virus chik. Sehingga bisa saja hal ini
juga mendukung mekanisme penularan demam chikungunya di Desa
Kusamba. Apalagi pada pada bulan-bulan musim penghujan dimana
populasi aedes aegypty akan meningkat karena telur yang tadinya belum
sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakan mulai terisi
air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga
mampu meningkatkan penularan demam chikungunya.

b. Akhirnya, apa kesimpulan Anda untuk penyebab terjadinya KLB ini?


Faktor risiko terhadap terjadinya KLB demam chikungunya adalah:
1) Anggota keluarga yang sakit dirumah dengan nilai p= 0,000 yang
menunjukkan secara statistik ada hubungan yang bermakna antara
anggota keluarga yang sakit dirumah dengan kejadian demam
chikungunya. Adanya anggota keluarga yang sakit dirumah
mempunyai kemungkinan 8,27 kali mengalami demam chikungunya
dibandingkan tidak ada anggota keluarga yang sakit dirumah.
Anggota keluarga yang sakit dirumah merupakan faktor risiko
terjadinya demam chikungunya dengan CI 95 % 3,72-18,38.
2) Kasa nyamuk dengan nilai p= 0,002, menunjukkan secara statistik
ada hubungan yang bermakna antara penggunaan kasa nyamuk
dengan kejadian demam chikungunya. Penggunaan kasa nyamuk

19
mampu menurunkan 3,99 kali mengalami demam chikungunya
dibandingkan tanpa menggunakan kasa nyamuk. Penggunaan kasa
nyamuk merupakan faktor risiko terjadinya demam chikungunya
dengan CI 95%1,63-9,711.

c. Apakah hasil tersebut dapat diimplementasikan pada populasi secara


keseluruhan?
Tabel 10. Gambaran Karakteristik Kelompok Kasus dan Kontrol
Karakteristik Kasus Kontrol
n=133 n=133
- Mean umur 0,42 0,45
Kategori umur
- 0-5 th 0 (0%) 4(3,01%)
- 6-12 th 1 (0,75%) 8(6,02%)
- 13-18 th 9 (6,77%) 10(7,52%)
- >18 th 123 (92,48%) 111(83,46%)

Bisa, karena pemilihan kasus dan kontrol dilakukan secara acak


dimana pengambilan sampel sebanyak 133 kasus dari total 251 kasus
berdasarkan kasus yang berhasil dideteksi awal oleh petugas surveilans dan
menetapkan tetangga kasus yang tidak sakit sebagai kontrol. Setelah
dilakukan analisis terhadap komparabilitas kedua kelompok berdasarkan
kelompok umur dan jenis kelamin, ternyata gambaran karakteristik subyek
pada kasus dan kontrol hampir sama/komparabel (tabel 10. Berdasarkan hal
tersebut maka generalisasi hasil penelusuran bisa digeneralisasikan pada
populasi dimana sampel diambil (Desa Kusamba). Namun hasil penelusuran
faktor resiko ini belum bisa digeneralisasikan pada keseluruhan populasi di
luar Desa Kusamba.

(14) Bagaimana peran laboratorium dalam penelusuran KLB Chikungunya ini?


Jelaskan dengan detail!
Untuk memastikan diagnosis demam chikungunya perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium dengan beberapa metode yaitu: Isolasi virus dari
inokulasi serum fase akut, pemeriksaan serologis dengan cara ELISA,
pemeriksaan IgG dan IgM dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA),
pemeriksaan materi genetik dengan Polymerase Chain Reaction (PCR),
pemeriksaan antibodi dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (H.I Test)
menggunakan serum diambil pada masa akut ( hari ke 5 mulai demam ) dan
serum konvalesen pada minggu ke 2 sesudah demam serta sequencing
(Depkes RI,2009).
Pada penelusuran ini sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium pada
10 orang pasien yang memenuhi kriteria (onset pada hari ke lima), namun
semua hasil menunjukkan negatif. Dari data Data SPSS: UA KLB 2016 tidak
ada menunjukkan hasil laboratorium lanjutan sehingga pada penelusuran ini
kepala puskesmas memakai kriteria klinis (tanda-tanda dan gejala) yang ada

20
berdasarkan distribusi gejala klinis pada tabel 2 dalam menegakkan
diagnosa lapangan (kasus mungkin/ probable) yaitu: demam mendadak > 38
derajat celcius, nyeri sendi/otot (severe athralgia) hebat dan atau dapat
disertai ruam (rash). Sehingga dapat disimpulkan pemeriksaan laboratorium
belum berperan dalam penelususran kasus demam chikungunya di Desa
Kusamba.
(15) Apakah kemungkinan kelemahan-kelemahan penelusuran KLB ini?
a. Menetapkan kriteria diagnosis yang sensitif dan spesifik secara klinis untuk
penyakit demam chikungunya sulit dilakukan. Karena banyaknya gejala klinis
bersifat umum serta mirip dengan beberapa penyakit lainnya disamping hal
tersebut untuk pemeriksaan serologis membutuhkan dana yang besar
sehingga sulit menegakkan diagnosa confirm. Beberapa penyulit lain
banyaknya serotipe dari penyakit yang disebabkan oleh virus bisa terjadi
bersamaan di masyarakat. Oleh karena itu, bila mungkin harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa confirm. Kondisi ini
menyebabkan banyak orang yang seharusnya tidak menjadi kasus tetapi
ditetapkan sebagai kasus sehingga akan mengganggu dalam identifikasi
faktor risiko, penyebab, sumber dan cara penularan
b. Penelusuran ini dilakukan pada rentang waktu yang cukup lama yaitu April
2014, sedangkan kasus awal sudah dilaporkan pada awal bulan Desember.
Pengambilan 133 sampel yang dilakukan dari dideteksi awal kasus oleh
petugas surveilans, sehingga konsekuensi sulitnya memperoleh hasil
pemeriksaan laboratorium yang akurat karena harus memenuhi kriteria lebih
dari 5 hari onset gejala. Sehingga pada akhirnya hanya 10 orang yang
bersedia di periksa dan harus memenuhi kriteria (lebih dari 5 hari onset
gejala), dengan hasil adalah negatif. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
ulang pada 10-14 hari kemudian karena antibodi IgM dapat dideteksi dari
hari ke-4 infeksi sampai beberapa minggu waktu lamanya serta antibodi IgG
masih dapat dideteksi pada hari ke-15 (Kemenkes RI, 2013). Keadaan ini
akan menghambat penerimaa hasil laboratorium untuk menegakkan
diagnosa comfirm dan mengghambat proses penyelidikan epidemiologi
kasus sehingga menyebabkan keterlambatan penanggulangan dan tidak
bisa melakukan pencegahan KLB berulang.
c. Data hasil penelusuran faktor risiko tidak akurat teruma antara kelompok
umur dengan jenis pekerjaan serta pendidikan sehingga akan
mempengaruhi hasil analisis data ketika menentukan faktor risiko kasus.
d. Tidak dijelaskan secara jelas tentang tehnik pengambilan sampel di
populasi, sehingga sulit ditentukan apakah hasil penelusuran ini bisa
digeneraliasaikan pada populasi atau tidak meskipun dari hasil analisis data
karakteristik responden comparable.

21
(16) Bagaimana tindak lanjut setelah ada hasil investigasi ini? Jelaskan dengan
detail!
Setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi yang meliputi penegakan
diagnosis kasus, distribusi kasus berdasarkan orang, waktu dan tempat serta
pengkajian faktor risiko sampai ditetapkan sedang terjadi KLB demam
chikungunya. Maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah
perencanaan upaya penanggulangan:
a. Upaya Penanggulangan
Penanggulangan KLB demam chikungunya dilaksanakan terhadap 3
kegiatan utama yaitu penyelidikan KLB, upaya pengobatan dan upaya
pencegahan KLB serta penegakan sistem surveilans selama periode KLB
demam chikungunya.
Demam chik belum ditemukan obat, sehingga pasien dapat sembuh
sendiri sehingga pengobatan bersifat simtomatis dengan pemberian obat
penurun panas dan obat pengghilang nyeri serta beristirahay selama fase
akut (pada umumnya pasien tidak memerlukan perawatan di rumah)
Untuk memeutuskan mata rantai penularan kasus-nyamuk-orang lain perlu
dilakukan tindakan yang sama dengan upaya pemberantasan KLB DBD
yaitu gerakan pemberantasan sarang nyamuk, pemberian larvasida,
memelihara pemakan jentik, perlindungan diri menggunakan obat nyamuk
dan penggunaan kelambu terutama penderita yang sakit dirumah agar
tidak digigit nyamuk dan menularkan pada orang sekitar. Pada daerah
terjadinya KLB (Desa Kusamba) dilakukan pengasapan (fogging) untuk
membunuh nyamuk dewasa terinfeksi yang dilakukan di daerah KLB
sebanyak 2 kali pengasapan dengan interval satu minggu.

b. Surveilans ketat pada KLB


Dilakukan survei kasus, dimana perkembangan kasus demam
chikungunya setiap hari disampaikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Klungkung . Dilakukan analisis mingguan terhadap perkembangan kasus.
Dilakukan survei vektor untuk mengetahui ada atau tidaknya penularan
kasus setempat dalam kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan untuk
mengetahui tingkat kepadatan vektor Chikungunya melalui kegiatan survey
berdasarkan faktor risiko (iklim, tingkat kepadatan vektor, mobilisasi
masyarakat). Selain itu kegiatan ini dapat digunakan sebagai evaluasi
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan oleh
masyarakat melalui kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).

22
(17) Cantumkan daftar pustaka yang telah Anda baca untuk mendukung
penelusuran kasus ini!

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Pedoman dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit
Menular dan Keracunan. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Depkes RI, 2009.

Depkes RI. Pedoman Nasional Pemeriksaan Laboratorium Mendukung Sistim


Kewaspadaan Dini Dan Respons. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik; 2009.

Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. 1501/Menkes/Per/X/2010, tentang Jenis


Penyakit Menular Tertentu yang dapat menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangaaan.

Kemenkes RI. Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya. Edisi 2. Jakarta:


Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan RI; 2012.

Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 3, Salemba Medika

Sitepu et.al. (2014). Faktor Risiko Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Chikungunya
Di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara Tahun
2014

23
Lampiran analisa data

Analisis gejala klinis

tab Demam

Demam | Freq. Percent Cum.


------------+-----------------------------------
tidak | 2 0.80 0.80
ya | 249 99.20 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 251 100.00

. tab Menggigil

Menggigil | Freq. Percent Cum.


------------+-----------------------------------
tidak | 141 56.18 56.18
ya | 110 43.82 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 251 100.00

. tab Nyeri_Sendi

Nyeri_Sendi | Freq. Percent Cum.


------------+-----------------------------------
tidak | 2 0.80 0.80
ya | 249 99.20 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 251 100.00

. tab Nyeri_Otot

Nyeri_Otot | Freq. Percent Cum.


------------+-----------------------------------
tidak | 70 27.89 27.89
ya | 181 72.11 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 251 100.00

. tab Ruam

Ruam | Freq. Percent Cum.


------------+-----------------------------------
tidak | 125 49.80 49.80
ya | 126 50.20 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 251 100.00

. tab Sakit_kepala

Sakit_kepal |
a | Freq. Percent Cum.
------------+-----------------------------------
tidak | 129 51.39 51.39
ya | 122 48.61 100.00

24
------------+-----------------------------------
Total | 251 100.00

. tab Mual

Mual | Freq. Percent Cum.


------------+-----------------------------------
tidak | 160 63.75 63.75
ya | 91 36.25 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 251 100.00

. tab Muntah

Muntah | Freq. Percent Cum.


------------+-----------------------------------
tidak | 222 88.45 88.45
ya | 29 11.55 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 251 100.00

. tab Gatal

Gatal | Freq. Percent Cum.


------------+-----------------------------------
tidak | 177 70.52 70.52
ya | 74 29.48 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 251 100.00

. tab Mata_merah

Mata_merah | Freq. Percent Cum.


------------+-----------------------------------
tidak | 190 75.70 75.70
ya | 61 24.30 100.00
------------+-----------------------------------
Total | 251 100.00

Analisis kejadian kasus menurut orang

tab cc jk

case | jenis kelamin


control | perempuan laki-laki | Total
-----------+----------------------+----------
kontrol | 73 60 | 133
kasus | 77 56 | 133
-----------+----------------------+----------
Total | 150 116 | 266

25
tab cc umur_kat

case | kategori umur


control | 0 - 5 tah 6 - 12 ta 13 - 18 t > 18 tahu | Total
-----------+--------------------------------------------+----------
kontrol | 4 8 10 111 | 133
kasus | 0 1 9 123 | 133
-----------+--------------------------------------------+----------
Total | 4 9 19 234 | 266

Analisis kejadian kasus menurut tempat

tab cc wil_kerja

| wilayah kerja atau


case | sekolah
control | dalam des luar desa | Total
-----------+----------------------+----------
kontrol | 111 22 | 133
kasus | 116 17 | 133
-----------+----------------------+----------
Total | 227 39 | 266

tab Dusun

alamat dusun | Freq. Percent Cum.


----------------+-----------------------------------
Dusun Rame | 141 53.01 53.01
Dusun Pande | 60 22.56 75.56
Dusun Bingin | 22 8.27 83.83
Dusun Presatria | 43 16.17 100.00
----------------+-----------------------------------
Total | 266 100.00

26
Analisis kejadian kasus menurut waktu
.04
.03
Density

.02
.01
0

01 Dec 13 01 Jan 14 01 Feb 14 01 Mar 14 01 Apr 14 01 May 14


tanggal mulai gejala
50

48

44

40
40
30
Frequency

20
20

15 15
14
13
11
9
10

8
5 5
3
1
0

01 Dec 13 01 Jan 14 01 Feb 14 01 Mar 14 01 Apr 14 01 May 14


tanggal mulai gejala

27
Uji normalitas

sfrancia jk if kasus ==0

. Shapiro-Francia W' test for normal data

Variable | Obs W' V' z Prob>z


-------------+--------------------------------------------------
jk | 133 1.00000 -0.000 . 0.00001

. sfrancia jk if cc ==1

Shapiro-Francia W' test for normal data

Variable | Obs W' V' z Prob>z


-------------+--------------------------------------------------
jk | 133 1.00000 -0.000 . 0.00001

. sum jk if cc ==0

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max


-------------+--------------------------------------------------------
jk | 133 .4511278 .4994871 0 1

. sum jk if cc ==1

Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max


-------------+--------------------------------------------------------
jk | 133 .4210526 .4955946 0 1

28
Analisis Bivariat

. logistic cc jk

-----------------------------------------------------------------------
-------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
-------------+---------------------------------------------------------
-------
jk | .8848485 .2189163 -0.49 0.621 .5448501
1.437013
_cons | 1.054795 .1723085 0.33 0.744 .7658043
1.452841
-----------------------------------------------------------------------
-------

. logistic cc umur_kat

-----------------------------------------------------------------------
-------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
-------------+---------------------------------------------------------
-------
umur_kat | 2.208619 .6409162 2.73 0.006 1.250581
3.900586
_cons | .047753 .0540215 -2.69 0.007 .0052007
.4384694
-----------------------------------------------------------------------
-------

. logistic cc Pekerjaan

-----------------------------------------------------------------------
-------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
-------------+---------------------------------------------------------
-------
Pekerjaan | .945558 .0746777 -0.71 0.478 .809958
1.103859
_cons | 1.192818 .3307522 0.64 0.525 .6927036
2.054002
-----------------------------------------------------------------------
-------

29
. logistic cc Pendidikan

-----------------------------------------------------------------------
-------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
-------------+---------------------------------------------------------
-------
Pendidikan | .8729097 .2276804 -0.52 0.602 .5235414
1.455418
_cons | 1.095238 .2337471 0.43 0.670 .7208485
1.664076
-----------------------------------------------------------------------
-------

. logistic cc kepadatan_rmh

-----------------------------------------------------------------------
--------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
--------------+--------------------------------------------------------
--------
kepadatan_rmh | 2.097778 .7278392 2.14 0.033 1.062745
4.140855
_cons | .8898305 .1193779 -0.87 0.384 .6840876
1.157452
-----------------------------------------------------------------------
--------

. logistic cc wil_kerja

-----------------------------------------------------------------------
-------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
-------------+---------------------------------------------------------
-------
wil_kerja | 1.352411 .4721983 0.86 0.387 .682196
2.68107
_cons | .7727274 .24953 -0.80 0.425 .4103508
1.455115
-----------------------------------------------------------------------
-------

30
. logistic cc sakitdirumah

-----------------------------------------------------------------------
-------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
-------------+---------------------------------------------------------
-------
sakitdirumah | 7.896296 2.951425 5.53 0.000 3.795482
16.42782
_cons | .6585366 .0942323 -2.92 0.004 .4974833
.8717287
-----------------------------------------------------------------------
-------

. logistic cc perilaku_psn

-----------------------------------------------------------------------
-------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
-------------+---------------------------------------------------------
-------
perilaku_psn | 2.019157 .8722662 1.63 0.104 .8658749
4.708527
_cons | .5294118 .2182401 -1.54 0.123 .2359944
1.187642
-----------------------------------------------------------------------
-------

. logistic cc kasa_nyamuk

Logistic regression Number of obs =


-----------------------------------------------------------------------
-------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
-------------+---------------------------------------------------------
-------
kasa_nyamuk | 2.957575 1.12366 2.85 0.004 1.404566
6.227727
_cons | .3928572 .139795 -2.63 0.009 .1955877
.7890923
-----------------------------------------------------------------------
-------

31
. logistic cc gantungan_baju

-----------------------------------------------------------------------
---------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
---------------+-------------------------------------------------------
---------
gantungan_baju | 2.039062 .691916 2.10 0.036 1.048557
3.965237
_cons | .5517241 .1718182 -1.91 0.056 .299668
1.015789
-----------------------------------------------------------------------
---------

. logistic cc sampah_menumpuk

-----------------------------------------------------------------------
----------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
----------------+------------------------------------------------------
----------
sampah_menumpuk | 1.435417 .3692299 1.41 0.160 .8670112
2.376464
_cons | .7924529 .163709 -1.13 0.260 .5286008
1.188007
-----------------------------------------------------------------------
----------

. logistic cc penggunaan_abate

-----------------------------------------------------------------------
-----------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95%
Conf. Interval]
-----------------+-----------------------------------------------------
-----------
penggunaan_abate | 1.829522 .6838594 1.62 0.106 .8793582
3.806356
_cons | .5909091 .2067149 -1.50 0.133 .2976795
1.172985
-----------------------------------------------------------------------
-----------

32
. logistic cc jentik

-----------------------------------------------------------------------
-------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.
Interval]
-------------+---------------------------------------------------------
-------
jentik | 2.773333 1.501367 1.88 0.060 .9598358
8.013221
_cons | .9375 .1191246 -0.51 0.612 .7308231
1.202625
-----------------------------------------------------------------------
-------

Analisis Multivariat

. logistic cc umur_kat kepadatan_rmh sakitdirumah perilaku_psn


kasa_nyamuk gantungan_baju sampah_menumpuk penggunaan_abate jentik

-----------------------------------------------------------------------
-----------
cc | Odds Ratio Std. Err. z P>|z| [95%
Conf. Interval]
-----------------+-----------------------------------------------------
-----------
umur_kat | 2.19387 .7075322 2.44 0.015 1.16599
4.127879
kepadatan_rmh | 1.635161 .6360051 1.26 0.206 .762923
3.504614
sakitdirumah | 8.270364 3.371041 5.18 0.000 3.720237
18.38563
perilaku_psn | 1.836386 .9033301 1.24 0.217 .700249
4.815878
kasa_nyamuk | 3.990053 1.810842 3.05 0.002 1.639344
9.711518
gantungan_baju | 2.110746 .833253 1.89 0.058 .9736655
4.57575
sampah_menumpuk | 1.434486 .4423948 1.17 0.242 .7837654
2.625466
penggunaan_abate | 1.940927 .8503655 1.51 0.130 .8223899
4.580791
jentik | 1.813363 1.124347 0.96 0.337 .5379114
6.113063
_cons | .0012029 .0018529 -4.36 0.000 .0000588
.0246259
-----------------------------------------------------------------------
-----------

33

Anda mungkin juga menyukai