Anda di halaman 1dari 7

DEFINISI

Acquired Immune Deficiency Syndromeatau AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit


yang timbul karena kekebalan tubuh yang menurunyang disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat
menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena
penyakit seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran penernaan, otak dan
kanker. (KPAD Kab. Jember, 2015).

EPIDEMIOLOGI

Sejak target pengobatan global pertama ditetapkan pada tahun 2003, kematian terkait
AIDS tahunan telah menurun sebesar 43%. Di wilayah yang paling terdampak di dunia, Afrika
timur dan selatan, jumlah orang yang menggunakan pengobatan meningkat lebih dari dua kali
lipat sejak 2010, mencapai hampir 10,3 juta orang. Kematian terkait AIDS di wilayah ini telah
menurun 36% sejak 2010. Tetapi pada tahun 2015 ada 2,1 juta [1,8 juta - 2,4 juta] infeksi HIV
baru di seluruh dunia, menambahkan hingga total 36,7 juta [34,0 juta - 39,8 juta] orang yang
hidup dengan HIV. (WHO, 2016)

Menurut data Kemenkes RI (2015), pada tahun 2010-2012 jumlah kasus baru HIV positif
di Indonesia cukup stabil, kemudian pada tahun 2013 dan 2014 kembali mengalami peningkatan
secara signifikan. Pada tahun 2010 jumlah kasus baru HIV positif sebesar 21.591 kasus
kemudian meningkat secara signifikan pada tahun 2014 yaitu sebesar 32.711 kasus baru.
Peningkatan jumlah kasus baru AIDS selalu terjadi setiap tahunnya, hingga puncaknya pada
tahun 2013 tercatat 10.163 kasus kemudian terjadi penurunan jumlah kasus baru pada tahun 2014
yaitu sebesar 5.494 kasus dengan jumlah kumulatif kasus AIDS sampai dengan akhir 2014
sebesar 65.790 kasus.

Estimasi prevalensi HIV orang dewasa secara nasional pada tahun 2015 adalah 0,3% (di
kelompok usia 15-49 tahun). Menunjukkan adanya peningkatan yang terus terjadi meskipun
kecil sampai tahun 2010 dan angka yang lebih stabil sebesar sekitar 49.000 infeksi baru per
tahun. Diestimasi bahwa terdapat 613.435 orang yang hidup dengan HIV (ODHIV) di Indonesia
pada tahun 2015.
Angka prevalensi HIV nasional pada orang berusia 15 tahun ke atas diestimasi sebesar
0,33% pada tahun 2015. Estimasi prevalensi HIV provinsi berkisar dari 0,1% sampai lebih dari
2,0%. Jumlah absolut ODHIV tertinggi ditemukan di Jakarta dan di provinsi dengan populasi
padat di pulau Jawa serta di Papua dan Papua Barat. Meskipun awalnya dipicu oleh pemakaian
jarum bersama di kalangan Penasun, HIV saat ini lebih ditularkan melalui hubungan seksual.
(Kemenkes RI, 2016)
ETIOLOGI

AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus RNA berbentuk sferis yang
termasuk retrovirus dari famili Lentivirus. Strukturnya tersusun atas beberapa lapisan dimana
lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp120 yang melekat pada glikoprotein gp41.
Selubung glikoprotein ini berafinitas tinggi terhadap molekul CD4 pada permukaan T-helper
lymphosit dan monosit atau makrofag. Lapisan kedua di bagian dalam terdiri dari protein p17.
Inti HIV dibentuk oleh protein p24. Di dalam inti ini terdapat dua rantai RNA dan enzim
transkriptase reverse (reverse transcriptase enzyme). ( Merati TP dkk,2006)

Ada dua tipe HIV yang dikenal yakni HIV-1 dan HIV-2. Epidemi HIV global terutama
disebabkan oleh HIV-1 sedangkan tipe HIV-2 tidak terlalu luas penyebarannya. Tipe yang
terakhir ini hanya terdapat di Afrika Barat dan beberapa negara Eropa yang berhubungan erat
dengan Afrika Barat. (Merati TP dkk,2006)

Sumber : Fauci AS at al, 2005


FAKTOR RESIKO

Faktor risiko epidemiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut :


1. Perilaku berisiko tinggi :

 Hubungan seksual dengan pasangan berisiko tinggi tanpa menggunakan kondom


 Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum secara bersama tanpa
sterilisasi yang memadai.

 Hubungan seksual yang tidak aman : multi partner, pasangan seks individu yang
diketahui terinfeksi HIV, kontaks seks per anal.

2. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.

3. Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa penapisan.

4. Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak disterilisasi.
Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan
cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air
mata dan lain-lain. (Elizabeth, 2013)

PATOFISIOLOGI

Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV karena virus
mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi
mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting sehingga bila terjadi kehilangan
fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun yang progresif. (Djoerban Z dkk,
2006)
Namun beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan secara in vitro dan
invivo adalah megakariosit, epidermal langerhans, peripheral dendritik, folikular dendritik,
mukosa rectal, mukosa saluran cerna, sel serviks, mikrogilia, astrosit, sel trofoblast, limfosit
CD8, sel retina dan epitel ginjal. (Merati TP dkk, 2006)
Infeksi HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan reseptor utama HIV dengan
bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T atau monosit, atau melalui kompleks molekul adhesi
pada sel dendrit. Kompleks molekul adhesi ini dikenal sebagai dendritic-cell specific
intercellular adhesion molecule-grabbing nonintegrin (DC-SIGN). Akhir-akhir ini diketahui
bahwa selain molekul CD4 dan ko-reseptor kemokin, terdapat integrin α4β7 sebagai reseptor
penting lainnya untuk HIV. Antigen gp120 yang berada pada permukaan HIV akan berikatan
dengan CD4 serta ko-reseptor kemokin CXCR4 dan CCR5, dan dengan mediasi antigen gp41
virus, akan terjadi fusi dan internalisasi HIV. Di dalam sel CD4, sampul HIV akan terbuka dan
RNA yang muncul akan membuat salinan DNA dengan bantuan enzim transkriptase reversi.
Selanjutnya salinan DNA ini akan berintegrasi dengan DNA pejamu dengan bantuan enzim
integrase. DNA virus yang terintegrasi ini disebut sebagai provirus. Setelah terjadi integrasi,
provirus ini akan melakukan transkripsi dengan bantuan enzim polimerasi sel host menjadi
mRNA untuk selanjutnya mengadakan transkripsi dengan protein-protein struktur sampai
terbentuk protein. mRNA akan memproduksi semua protein virus. Genomik RNA dan protein
virus ini akan membentuk partikel virus yang nantinya akan menempel pada bagian luar sel.
Melalui proses budding pada permukaan membran sel, virion akan dikeluarkan dari sel inang
dalam keadaan matang. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di
peredaran darah tepi. (Djoerban Z dkk, 2006)

Siklus replikasi virus HIV digambarkan secara ringkas melalui gambar 2.


Pada pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan untuk melihat defisiensi imun,
akan terlihat gambaran penurunan hitung sel CD4, inverse rasio CD4-CD8 dan
hipergammaglobulinemia. Respon imun humoral terhadap virus HIV dibentuk terhada berbagai
antigen HIV seperti antigen inti (p24) dan sampul virus (gp21, gp41). Antibodi muncul di
sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi. Secara umum dapat dideteksi pertama kali
sejak 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV. Masa tersebut disebut masa jendela.
Antigen gp120 dan bagian eksternal gp21 akan dikenal oleh sistem imun yang dapat membentuk
antibodi netralisasi terhadap HIV. Namun, aktivitas netralisasi antibodi tersebut tidak dapat
mematikan virus dan hanya berlangsung dalam masa yang pendek. Sedangkan respon imun
selular yang terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T sitolitik yang sebagian besar adalah sel T
CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas sel T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan
terus laju replikasi HIV. (Djoerban Z dkk, 2006)
Perjalanan penyakit infeksi HIV disebabkan adanya gangguan fungsi dan kerusakan
progresif populasi sel T CD4. Hal ini meyebabkan terjadinya deplesi sel T CD4. Selain itu,
terjadi juga disregulasi repsons imun sel T CD4 dan proliferasi CD4 jarang terlihat pada pasien
HIV yang tidak mendapat pengobatan antiretrovirus. (Djoerban Z dkk, 2006)

DAFTAR PUSTAKA

Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Jember. 2015. Mengenal & Menanggulangi HIV &
AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba. Jember: Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten
Jember.

UNAIDS-WHO. Global AIDS Response Progress Reporting (GARPR) 2016: UNAIDS 2016.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87
Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral.

Merati TP, Djauzi S. Respon imun infeksi HIV. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006

Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and related disorders. In:
Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hause SL, Jameson JL. editors. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 17th ed. The United States of America: McGraw-Hill
Elizabeth A, Fajar B. (2013). Hubungan antara viral load dengan CD4 pada pasien HIV/AIDS di
RSUP dr. Kariadi Semarang.

Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006

Anda mungkin juga menyukai