Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN ELIMINASI PADA PASIEN NY. S DENGAN


STROKE ISKEMIK DI RUANGAN STROKE CENTER RSUD
NGUDI WALUYO WLINGI KABUPATEN BLITAR

Oleh :
ARVINA UMAIYA ZAHRO
NIM. 40219004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Arvina Umaiya Zahro

Nim : 40219004

Prodi : Pendidikan Profesi Ners

Pembimbing Institusi PembimbingLahan

(...................................) (.................................)
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Gangguan
Eliminasi
A. Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik
yang berupa urine maupun fecal. (Tarwoto & Wartonah, 2006). Eliminasi dalah
produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk
fungsi normal tubuh.perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainya (Potter dan Perry, 2006).

B. Tujuan Pemberian
Untuk mengeluarkan zat sisa pencernaan tubuh agar tidak mengganggu proses
metabolisme

C. Anatomi Fisiologi
a. Saluran gastrointestinal bagian atas
Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut
dan di lambung dengan bantuan enzim, asam lambung. Selanjutnya
makanan yang sudah dalam bentuk chyme didorong ke usus halus (Tarwoto
& Wartonah, 2006).
b. Saluran gastrointestinal bagian bawah
Saluran gastrointestinal bagian bawah meliputi usus halus dan usus besar.
Usus halus terdiri atas duadenum, jejunum, dan ileum yang panjangnya
kira-kira 6 meter dan diameter 2,5 cm. Usus besar terdiri atas cecum, colon,
dan rectum yang kemudian bermuara pada anus. Panjang usus besar sekitar
1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Usus menerima zat makanan
yang sudah berupa chyme (setengah padat) dari lambung untuk
mengabsorbsi air, nutrien, dan elektrolit. Usus sendiri mensekresi mucus,
potassium, bikarbonat, dan enzim.Chyme bergerak karena adanya
peristaltik usus dana akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari
makan sampai mencapai rektum normalnya diperlukan waktu 12 jam.
Gerakan kolon terbag menjadi tiga bagian, yaitu : Haustral Shuffing adalah
gerakan untuk mencampur chyme untuk membantu absorpsi air, Kontraksi
Haustral adalah gerakan gerakan untuk mendorong materi cair dan semi
padat sepanjang kolon, Gerakan Peristaltik adalah berupa gelombang,
gerakan maju ke anus (Tarwoto & Wartonah, 2006).

D. Klasifikasi
Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : eliminasi urine dan eliminasi fekal.
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh.
Pembuangan dapat melalui urine dan bowel (Tarwoto, Wartonah, 2006)
E. Manifestasi klinis terjadinya gangguan
Menurut Akmal, dkk (2010), ada beberapa tanda dan gejala yang umum
ditemukan:
a. Perut terasa begah, penuh dan kaku
b. Tubuh tidak fit, terasa tidak nyaman, lesu, cepat lelah sehingga malas
mengerjakan sesuatu bahkan terkadang sering mengantuk
c. Sering berdebar-debar sehingga memicu untuk cepat emosi, mengakibatkan
stress, rentan sakit kepala bahkan demam
d. Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi kurang percaya diri, tidak
bersemangat, tubuh terasa terbebani, memicu penurunan kualitas, dan
produktivitas kerja
e. Feses lebih keras, panas, berwarna lebih gelap, dan lebih sedikit daripada
biasanya
f. Feses sulit dikeluarkan atau dibuang ketika air besar, pada saat bersamaan
tubuh berkeringat dingin, dan terkadang harus mengejan atupun
menekannekan perut terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan dan
membuang feses ( bahkan sampai mengalami ambeien/wasir)
g. Bagian anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan bagai terganjal
sesuatu disertai rasa sakit akibat bergesekan dengan feses yang kering dan
keras atau karena mengalami wasir sehingga pada saat duduk tersa tidak
nyaman
h. Lebih sering bung angin yang berbau lebih busuk daripada biasanya
i. Usus kurang elastis ( biasanya karena mengalami kehamilan atau usia
lanjut), ada bunyi saat air diserap usus, terasa seperti ada yang mengganjal,
dan gerakannya lebih lambat daripada biasanya
j. Terjadi penurunan frekuensi buang air besar

F. Faktor Yang Mempengaruhi


Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), factor-faktor yang mempengaruhi
defekasi diantaranya adalah :
1. Usia
Pada usia anak kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia
lanjut kontrol defekasi menurun.
2. Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan
yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi defekasi.
3. Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras,
disebabkan karena absorpsi cairan yang meningkat.
4. Aktivitas
Tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma akan sangat membantu proses
defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak
sepanjang kolon.
5. Fisiologis
Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltik, sehingga
menyebabkan diare
6. Pengobatan
Beberapa jenis obat seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan
aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.
7. Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur,
fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar.
8. Prosedur diagnostik
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostik biasanya dipuasakan atau
dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat buang ari besar kecuali setelah
makan.
9. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi
lainnya. Selain itu efek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena
cedera serebrospinalis, CVA, pola defekasi yang tidak teratur, nyeri saat
defekasi karena hemoroid, menurunnya peristaltic karena stress psikologis,
penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksatif, atau anastesi,
proses penuaan (Hidayat, 2006).
10. Anestesi dan pembedahan
Anestesi umum dapat mempengaruhi inpuls parasimpatis, sehingga kadang-
kadang dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung
selama 24-48 jam.
11. Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur
os pubis, episiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.
12. Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan spinal cord dan head injury akan menimbulkan penurunan
stimulus sensorik untuk defekasi.

G. Masalah-Masalah Yang Terjadi


a. Konstipasi
Gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya feses yang kering dan keras
melalui usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak
teratur, penggunaan laksatif yang lama, stres psikologis, obat-obatan,
kurang aktivitas, usia.
b. Fecal imfaction
Masa feses yang keras di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan
akumulasi material feses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh
konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat,
dan kelemahan tonus otot.
c. Diare
Keluarnya feses cairan dan meningkatkan frekuensi buang air besar akibat
cepatnya chyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak
mempunyai waktu cukup untuk menyerap air. Diare dapat disebabkan
karena stres fisik, obat-obatan, alergi, penyakit kolon dan iritasi intestinal.
d. Inkontinensia fekal
Hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas
yang melalui spinter anusakibat kerusakan fungsi spinter atau persyarafan
di daerah anus. Penyebabnya karena penyakit-penyakit neuromuskuler,
trauma spinal cord, tumor spinter anus eksterna.
e. Kembung
Flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi
intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obat-obatan
(barbiturat, penurunan ansietas, penurunan aktivitas intestinal),
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gas dapat berefek
anestesi.
f. Hemorroid
Pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di
daerah tersebut. Penyebabnya adalah konstipasi kronis, peregangan
maksimal saat defekasi, kehamilan dan obesitas (Tarwoto & Wartonah,
2006).

H. Patofisiologi
Stroke Infark, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis (terbentuknya
ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-
macam manifestasi klinik dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom
c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak di
bagian distal sumbatan. Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau
embolus, maka area sistem saraf pusat (SSP) yang dialiri akan mengalami
infark jika tidak ada aliran darah yang adekuat. Iskemia SSP dapat disertai oleh
pembengkakan karena dua alasan: Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada
sel-sel glia dan neuron yang rusak; Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan
ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak. Edema otak dapat
menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke mayor,
akibat peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur di
sekitarnya (Smith et al, 2001). Arteri cerebri media terganggu menyebabkan
disfungsi nervus assesoris menurukan fungsi motorik dan muskuloskeletal
sehingga mengakibatkan ketidakmampuan klien dalam mengubah posisi tubuh
dan hanya berbaring di tempat tidur sehingga akan mengalami perubahan
fungsi biologis yang akan berpengaruh pada fungsi metabolisme normal,
menurunnya laju metabolisme, dan dapat menyebabkan penurunan peristaltik
usus sehingga menekan motilitas usus dan berdampak pada pasase feses. Feses
akan menjadi keras dan kering sehingga sulit dikeluarkan melalui anus
(Mubarok dkk, 2015)

J. Penatalaksanaan
1. Memberikan huknah rendah dan huknah tinggi
2. Memberikan gliserin
3. Melakukan ROM pasif
K. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian pada keperawatan pada klien dengan gangguan eliminasi fekal
difokuskan pada riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
diagnostik.
a. Riwayat Keperawatan
1. Pola defekasi
a) Frekuensi (berapa kali per hari/minggu?)
b) Apakah frekuensi tersebut pernah berubah?
c) Apa penyebabnya?
2. Perilaku defekasi
a) Apakah klien menggunakan laksatif?
b) Bagaimana cara klien mempertahankan pola defekasi?
3. Deskripsi feses
a) Warna
b) Tekstur
c) Bau
4. Diet
a) Makanan apa yang mempengaruhi perubahan pola defekasi klien?
b) Makanan apa yang biasa klien makan?
c) Makanan apa yang klien hindari/pantang?
d) Apakah klien makan secara teratur?
5. Cairan
Jumlah dan jenis minuman yang dikonsumsi setiap hari
6. Aktivitas
a) Kegiatan sehari-hari (misal olahraga)
b) Kegiatan spesifik yang dilakukan klien (misal penggunaan
laksatif, enema, atau kebiasaan mengonsumsi sesuatu sebelum
defekasi)
7. Penggunaan medikasi
Apakah klien bergantung pada obat-obatan yang dapat
mempengaruhi pola defekasinya?
8. Stres
a) Apakah klien mengalami stres yang berkepanjangan?
b) Koping apa yang klien gunakan dalam menghadapi stres?
c) Bagaimana respon klien terhadap stres? Positif atau negatif?
9. Pembedahan atau penyakit menetap
a) Apakah klien pernah menjalani tindakan bedah yang dapat
mengganggu pola defekasinya?
b) Apakah klien pernah menderita penyakit yang mempengaruhi
sistem gastrointestinalnya?
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pada daerah abdomen,
rektum, anus, dan feses
1. Abdomen
Pemeriksaan dilakukan pada posisi telentang, hanya bagian
abdomen saja yang tampak.
a. Inspeksi
Amati abdomen untuk melihat bentuknya, simetrisitas, adanya
distensi atau gerak peristaltik.
b. Auskultasi
Dengarkan bising usus, lalu perhatikan intensitas, frekuensi,
dan kualitasnya.
c. Perkusi
Lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui adanya
distensi berupa cairan, massa, atau udara. Mulailah pada bagian
kanan atas dan seterusnya.
d. Palpasi
Lakukan palpasi untuk mengetahui konsistensi abdomen serta
adanya nyeri tekan atau massa di permukaan abdomen.
2. Rektum dan Anus
Pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atau sims.
a. Inspeksi
Amati daerah perienal untuk melihat adanya tanda-tanda
inflamasi, perubahan warna, lesi, lecet, fistula, konsistensi,
hemoroid.
b. Palpasi
Palpasi dinding rektum dan rasakan adanya nodul, massa, nyeri
tekan. Tentukan lokasi dan ukurannya.
c. Feses
Amati feses klien dan catat konsistensi, bentuk, bau, warna,
dan jumlahnya. Amati pula unsur abnormal yang terdapat pada
feses.
c. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d ateriosklerosis aorta
2. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular
4. Resiko gangguan integritas kulit b.d penurunan mobilisasi
5. Konstipasi b.d aktivitas harian kurang dari yang dianjurkan
d. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Resiko perfusi Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi
serebral tidak keperawatan selama 3x a. Identifikasi penyebab
efektif b.d 24 jam perfusi serebral peningkatan TIK
ateriosklerosis meningkat dengan b. Monitor peningkatan
aorta kriteria hasil : TD
a. Tingkat c. Monitor frekuensi
kesadaran penurunan frekuensi
membaik jantung
b. Kognitif d. Monitor iregulitas
meningkat irama napas
c. TIK, sakit kepala, e. Monitor penurunan
gelisah, tingkat kesadaran
kecemasan, f. Monitor perlambatan
demam menurun atau ketidak simetrisan
d. Tekanan darah respon pupil
sustolik dan 2. Terapeutik
diastolik a. Pertahankan posisi
membaik kepala dan leher netral
e. Refleks saraf b. Ambil sampel drainase
membaik cairan serebrospinalis
c. Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dari
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi
komunikasi keperawatan selama ... x a. Identifikasi prioritas
verbal b.d 24 jam komunikasi metode komunikasi yang
penurunan verbal pasien meningkat digunakan sesuai dengan
sirkulasi dengan kriteria hasil: kemampuan
serebral a. Kemampuan bicara, b. Identifikasi sumber
mendengar meningkat pesan secara jelas
b. Kesesuaian ekspresi 2. Terapeutik
wajah atau tubuh a. Fasilitas
meningkat mengungkapkan isi
c. Pelo, gagap, afasia pesan dengan jelas
menurun b. Fasilitas penyampaian
struktur pesan secara
logis
c. Dukungan pasien dan
keluarga menggunakan
komunikasi efektif
3. Edukasi
a. Jelaskan perlunya
komunikasi efektif
b. Ajarkan
memformulasikan pesan
dengan dengan tepat
c. Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi
mobilitas fisik asuhan keperawatan a. Monitor kondisi kulit
b.d gangguan selama 3x 24 jam b. Monitor komplikasi
neuromuskular kemampuan gerakan tirah baring
fisik 1 atau lebih 2. Terapeutik
ekstremitas secara c. Tempatkan pada kasur
mandiri meningkat terapeutik
dengan kriteria hasil : d. Posisikan senyaman
a. Pergerakan mungkin
ekstremitas e. Berikan latihan gerak
meningkat aktif dan pasif
b. Kekuatan otot f. Fasilitas pemenuhan
meningkat kebutuhan sehari-hari
c. Rentang ROM 3. Edukasi
meningkat a. Jelaskan tujuan
d. Nyeri menurun dilakukan tirah baring
e. Kaku sendi menurun
4. Resiko Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi
gangguan keperawatan selama c. Identifikasi penyebab
integritas kulit 3x24 jam keutuhan kulit gangguan integritas
b.d penurunan atau jaringan meningkat kulit
mobilisasi dengan kriteria hasil: 2. Terapeutik
a. Perfusi jaringan a. Ubah posisi tiap 2 jam
meningkat jika tirah baring
b. Kerusakan jaringan b. Gunakan produk
dan lapisan kulit berbahan ringan dan
menurun alami pada kulit sensitif
c. Suhu kulit membaik c. Gunakan minyak pada
kulit kering
3. Edukasi
a. Anjurkan
menggunakan
pelembab
b. Anjurkan minum air
yang cukup
c. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi

5. Konstipasi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi


aktivitas harian keperawata selama ... x a. Identifikasi masalah
kurang dari 24 jam proses defekasi usus dan penggunaan
yang membaik dengan kriteria obat pencahar
dianjurkan hasil : b. Identifikasi pengobatan
a. Kontrol pengeluaran ynag berefek pada
feses meningkat kondisi gastrointestinal
b. Distensi abdomen c. Monitot tanda gejal
menurun diare, konstipasi atau
c. Nyeri abdomen impaksi
menurun 2. Terapeutik
d. Peristaltik usus a. Berikan air hangat
membaik setelah makan
b. Sediakan makan tinggi
serat
3. Edukasi
a. Anjurkan
meningkatkan aktifitas
fisik sesuai toleransi
b. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
c. Jelaskan jenis
makanan yang
membantu
meningkatkan
keteraturan peristaltik
usus
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
obat supositoria
DAFTAR PUSTAKA

A Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,.


Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.

Akmal, Mutaroh, dkk,. 2010. Ensiklopedi Kesehatan untuk Umum,. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.

Alimul Hidayat, A. Azis. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi.


Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Koniyo, Mira. 2011. Efektifitas ROM pasif dalam mengatasi konstipasi pada pasien
stroke di ruang neuro badan layanan umum daerah (BLUD) RSU DR. M.M
DUNDA Kabupaten Gorontalo. Diakses dari
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JHS/article/view/24/21 pada 26 Agustus 2019

Mubarak W.I., Lilis I., Joko S. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.

Smith, W.S., Hauser, S.L., Easton, J.D., 2001. Cerebrovascular Dissease. New York:
McGraw-Hill pp 1269-77.

Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Edisi Ke-3. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai