Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan salah satu mahluk yang tinggal dibumi pada jaman
dahulu kala. Mereka hidup dengan cara berburu, bercocok tanam, hingga
mengenal teknologi dan kepercayaan. Pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan, manusia tinggal di alam terbuka seperti hutan, di tepi sungai, di
gunung, di gua dan di lembah-lembah. Kemampuan berpikir manusia untuk
mempertahankan kehidupannya mulai berkembang. Munculnya kelompok-
kelompok manusia dalam jumlah yang lebih banyak serta menetap di suatu
tempat. Munculnya bentuk kehidupan semacam itu berawal dari upaya manusia
untuk menyiapkan persediaan bahan makanan yang cukup dalam satu masa
tertentu. Dalam kehidupan menetap itu manusia mulai hidup dari hasil bercocok
tanam dengan menanam jenis-jenis tanaman yang semula tumbuh liar untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Disamping itu, mereka mulai
menjinakkan hewan-hewan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti
kuda, anjing, kerbau, sapi, dan babi. Dari pola kehidupan bercocok tanam ini,
manusia sudah dapat menguasai alam lingkungannya beserta isinya. Dalam
makalah ini akan dibahas tentang kehidupan masyarakat dizaman dulu dengan
lebih ringkas.

B. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran sejarah
2. Mengidentifikasi kehidupan manusia pada zaman dulu

C. MANFAAT
1. Dapat mengetahui kehidupan masyarakat di jaman dulu.
2. Sebagai bahan referensi tambahan di bidang pendidikan khusunya mata
pelajaran sejarah tentang kehidupan masyarakat di jaman dulu

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kehidupan Masyarakat Berburu Dan Mengumpulkan Makanan


1. Lingkungan Alam Kehidupan
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia tinggal di alam
terbuka seperti hutan, di tepi sungai, di gunung, di gua dan di lembah-lembah.
Manusia melakukan perjalanannya cenderung melalui atau menyusuri tepi-tepi
sungai. Timbul di dalam benak pikiran mereka untuk membuat rakit-rakit dan
mereka dapat menciptakan perahu sebagai sarana perjalanan untuk melalui
sungai.
2. Kehidupan Sosial
Masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan telah mengenal
kehidupan kelompok, kelompok sekitar 10-15 orang. Mereka hidup selalu
berpindah-pindah semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hubungan antar anggota kelompok sangat erat. Masing-masing kelompok itu
memiliki pemimpin yang sangat di taati dan sangat di hormati oleh anggota
kelompoknya. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan telah terlihat
adanya tanda-tanda kehidupan sosial dalam suatu kelompok masyarakat,
walaupun tingkatannya masih sangat sederhana.
3. Kehidupan Budaya
Pada kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan, manusia
lebih senang memilih goa-goa sebagai tempat tinggalnya. Mereka mulai
membuat alat-alat berburu, alat pemotong, alat pengeruk tanah, dan alat lainnya.
Para ahli menafsirkan bahwa pembuat alat-alat tersebut adalah jenis manusia
Pithecanthropus dan kebudayaannya di sebut tradisi Paleolitikum (batu tua).
Alat-alat tersebut banyak di temukan di Kali Basoka, daerah Kabupaten Pacitan
(Jawa Timur) dan kemudian di sebut budaya Pacitan. Benda-benda hasil
kebudayaan tersebut adalah sebagai berikut. Kapak Perimbas Kapak perimbas
tidak memiliki tangkai dan digunakan dengan cara menggenggam. Penelitian
terhadap kapak ini di lakukan di daerah Punung (Kabupaten Pacitan) oleh Von
Koenigswald (1935). Para ahli mengambil kesimpulan bahwa alat-alat itu

2
berasal dari lapisan yang sama dengan Pithecanthropus erectus dan di perkirakan
juga bahwa Pithecanthropus erectus inilah pembuatnya. Kapak Penetak Kapak
penetak ini bentuknya lebih besar dari kapak perimbas dan cara pembuatannya
masih kasar. Kapak ini berfungsi untuk membelah kayu, pohon, dan bambu.
Kapak Genggam bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas dan kapak
penetak. Tetapi bentuknya jauh lebih kecil. Kapak genggam di buat masih sangat
sederhana dan belum di asah. Pahat Genggam Pahat genggam memiliki bentuk
lebih kecil dari kapak genggam. Pahat genggam mempunyai fungsi untuk
menggemburkan tanah. Alat Serpih alat serpih mempunyai bentuk yang sangat
sederhana dan berdasarkan bentuknya alat-alat di duga di gunakan sebagai pisau,
gurdi dan alat penusuk. Alat serpih ini juga di temukan oleh Von Koenigswald
pada tahun 1934 di daerah Sangiran (Kabupaten Surakarta). Alat serpih
berukuran antara 10-20 centimeter. Alat-alat dari Tulang alat-alat dari tulang di
buat dari tulang-tulang binatang buruan. Peralatan dari tulang itu banyak di
temukan di Ngandong.
4. Kehidupan Ekonomi Masyarakat
Pada masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan, manusia bekerja
bersama-sama dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
5. Kehidupan Kepercayaan Masyarakat
Penemuan kuburan dari masa berburu dan mengumpulkan makanan
menunjukkan bahwa masyarakat pada masa itu sudah memiliki anggapan
tertentu dan memberikan penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal.
Dan pada masa itu manusia telah dapat menggunakan akal pikirannya, walaupun
terbatas hanya pada hal-hal tertentu saja.

B. Kehidupan Masyarakat Berternak dan Bercocok Tanam


1. Lingkungan Alam Sekitar
Kemampuan berpikir manusia untuk mempertahankan kehidupannya mulai
berkembang. Hal ini mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok manusia
dalam jumlah yang lebih banyak serta menetap di suatu tempat. Munculnya
bentuk kehidupan semacam itu berawal dari upaya manusia untuk menyiapkan
persediaan bahan makanan yang cukup dalam satu masa tertentu. Dalam

3
kehidupan menetap itu manusia mulai hidup dari hasil bercocok tanam dengan
menanam jenis-jenis tanaman yang semula tumbuh liar untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Disamping itu, mereka mulai menjinakkan hewan-hewan
yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kuda, anjing, kerbau, sapi,
dan babi. Dari pola kehidupan bercocok tanam ini, manusia sudah dapat
menguasai alam lingkungannya beserta isinya. Kehidupan bercocok tanam yang
pertama kali di kenal oleh manusia adalah berhuma. Berhuma adalah teknik
bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanamnya, setelah
tanah tidak subur mereka pindah dan mencari bagian hutan yang lain. Namun
dalaman perkembangan berikutnya, manusia mulai memikirkan kembali untuk
hidup menetap dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, manusia mulai
menerapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan.
2. Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan yang
cukup pesat. Mereka memilih tempat tinggal pada suatu tempat tertentu. Hal ini
di maksudkan agar hubungan antara manusia di dalam kelompok masyarakatnya
semakin erat. Eratnya hubungan antar manusia di dalam kelompok
masyarakatnya, merupakan suatu cermin bahwa manusia tidak dapat hidup
sendiri tanpa anggota kelompok masyarakat yang lainnya. Hal ini di sebabkan
karena manusia adalah makhluk sosial. Manusia selau tergantung dengan
manusia lainnya, sehingga masing-masing manusia saling melengkapi, saling
membantu dan saling berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kehidupan sosial yang di lakukan oleh maasyarakat pada masa bercocok tanam
ini terlihat dengan jelas melalu cara bekerja dengan bergotong-royong,
membangun rumah sebagai tempat tinggal dan lain-lain. Cara hidup bergotong-
royong itu merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat yang bersifat agraris.
Hingga sekarang, terutama pada masyarakat-masyarakat di daerah pedesaan atau
pegunungan, budaya hidup bergotong-royong itu masih di pertahankan.
Walaupun sebagian orang menyadari bahwa kehidupan bergotong royong dapat
mempererat hubungan di antara anggota-anggota masyarakat. Mereka ini
biasanya mendapat sanksi dari anggota-anggota masyarakat lainnya. Sanksi
tersebut kebanyakan lebih bersifat sanksi moral. Pola hidup menetap telah

4
membuat hubungan sosial masyarakat terjalin dan terorganisasi dengan lebih
baik. Biasanya terdapat seorang pemimpin yang di sebut kepala suku, sosok
kepala suku merupakan orang yang sangat di percaya dan di taati untuk
memimpin sebuah kelompok masyarakat.
3. Kehidupan Ekonomi
Pada masa kehidupan bercocok tanam, kebutuhan hidup masyarakat semakin
bertambah, namun tidak ada satu anggota masyarakat pun yang dapat memenuhi
seluruh kebutuhan hidupnya sendiri. Oleh karena itu mereka menjalin hubungan
yang lebih erat lagi dengan sesama anggota masyarakat. Mereka juga menjalin
hubungan dengan masyarakat yang berada di luar daerah tempat tinggalnya.
Masyarakat yang berada di daerah pegunungan membutuhkan hasil yang di
peroleh dari pantai seperti garam, ikan laut, dan lain-lain. Dalam rangka
memenuhi kebutuhannya masing-masing di adakan pertukaran barang dengan
barang (sistem barter). Pertukaran barang dengan barang ini menjadi awal
munculnya sistem perdagangan atau sistem perekonomian dalam masyarakat.
Bahkan untuk memperlancar kegiatan perdagangan, di butuhkan suatu tempat
khusus yang dapat di jadikan sebagai tempat pertemuan antara pedagang dan
pembeli. Tempat itu di kenal dengan sebutan pasar.
4. Sistem Kepercayaan Masyarakat
Perkembangan sistem kepercayaan masyarakat pada masa kehidupan bercocok
tanam dan menetap, merupakan kelanjutan kepercayaan yang telah muncul pada
masa kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan. Kehidupan
bercocok tanam kepercayaan masyarakat semakin bertambah. Mereka percaya
bahwa orang-orang yang meninggal rohnya pergi ke suatu tempat yang tidak
jauh dari tempat tinggalnya atau roh orang yang meninggal itu tetap berada di
sekitar wilayah tempat tinggalnya, sehingga sewaktu-waktu dapat di panggil
untuk di minati bantuannya dalam kasus tertentu seperti menanggulangi wabah
penyakit atau mengusir pasukan-pasukan musuh yang ingin menyerang wilayah
tempat tinggalnya. Inti kepercayaan ini berkembang dari zaman ke zaman.
Penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang merupakan suatu
kepercayaan yang berkembang di seluruh dunia. Di Indonesia kepercayaan dan
pemujaan kepada roh nenek moyang terlihat melalui peninggalan-peninggalan

5
tugu-tugu batu atau bangunan-bangunan megalitikum. Bangunan-bangunan
megalitikum itu banyak di temukan pada tempat-tempat yang lebih tinggi yaitu
di puncak bukit, di lereng gunung atau tempat-tempat yang lebih tinggi dari
dataran sekitarnya. Untuk menelusuri kepercayaan masyarakat Indonesia dari
masa bercocok tanam, para ahli mengadakan penelitian dari berbagai bangunan
megalitikum atau kuburan manusia yang berasal dari masa itu. Dari hasil
penelitian itu, para ahli sejarah berhasil mendapat gambaran mengenai berbagai
kebiasaan yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat pada masa itu,
hingga sekarang ini kita masih dapat lihat upacara-upacara tradisi Megalitikum
dari beberapa suku bangsa di Indonesia. Berdasarkan kepercayaan itu, seorang
kepala suku memiliki kekuasaan dan tanggung jawab penuh terhadap kelompok
sukunya. Seorang kepala suku dapat mengatur dan melindungi kelompok
sukunya dari segala bentuk ancaman, seperti ancaman dari binatag buas,
ancaman dari kelompok lainnya, ancaman dari wabah penyakit dan sebagainya.
5. Kekuasaan Budaya
Perkembangan kebudayaan pada masa bercocok tanam semakin bertambah
pesat, karena manusia mulai dapat mengembangkan dirinya untuk menciptakan
kebudayaan yang lebih baik. Beliung persegi merupakan hasil kebudayaan
manusia dari masa kehidupan masyarakat bercocok tanam. Beliung persegi di
temukan dalamjumlah yang cukup besar. Daerah-daerah tempat penemuannya
antara lain Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Kapak
Lonjong terbuat dari kali yang bewarna kehitam-hitaman, cara pembuatannya
adalah dengan diupam sampai halus. Kapak lonjong ini di temukan oleh para
ahli sejarah di Maluku, Papua dan sebagian daerah Sulawesi Utara. Di lur
wilayah Indonesia kapak lonjong di temukan di kepulauan Filipina, Taiwan dan
Cina. Mata panah merupakan salah satu dari perlengkapan berburu maupun
menangkap ikan. Sisi-sisi mata panah dari zaman kehidupan masyarakat
bercocok tanam berhasil di temukan di dalam goa-goa yang ada di pinggir
sungai. Kemungkinan juga ada mata panah yang di buat dari kayu seperti yang
masih di gunakan oleh para penduduk asli Papua. Gerabah terbuat dari tanah liat
yang di bakar. Alat-alat itu di gunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda-

6
benda perhiasan. Gerabah hampir di temukan pada setiap rumah tangga di
seluruh Indonesia.
6. Perhiasan
Pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam telah di kenal berbagai bentuk
perhiasan. Bahan dasar pembuatan perhiasan di ambil dari bahan-bahan yang
ada di sekitar lingkungan alam tempat tinggalnya, seperti tanah liat, batu
kalsedon, yaspur dan agat. Dari bahan-bahan itu masyarakat membuat berbagai
bentuk perhiasan yang di inginkannya seperti kalung, gelang dan lain-lain. Di
samping kebudayaan-kebudayaan yang telah berhasil di temukan oleh para ahli
tersebut, juga berkembang kebudayaan yang terbuat dari batu-batu besar atau
kebudayaan megalitikum pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam.
Wujud bangunan megalitikum di antaranya sebagai berikut :
 Menhir adalah tugu batu tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang
 Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga di buat
dari batu utuhn dan banyak di temukan di daerah Sulawesi Tengan dan
Utara.
 Dolmen adalah meja batu yang meletakkan sesaji yang di persembahkan
kepada roh nenek moyang.
 Punden Berundak-undak merupakan bangunan suci tempat pemujaan
terhadap roh nenek moyang yang di buat dalam bentuk bertingkat-tingkat.
 Sarkofagus adalah peti jenazah yang terbuat dari batu bulat ( batu tunggal ).
 Kubur Batu adalah peti jenazah yang terbuat dari batu pipih.
 Arca dari masa megalitikum menggambarkan binatang dan manusia.

C. Perkembangan Teknologi Masyarakat Awal Indonesia


1. Keadaan Alam Lingkungan Kehidupan Manusia
Pada masa ini, manusia telah mengenal teknologi, meski teknologi itu masih
terbatas pada upaya untuk memenuhi peralatan-peralatan sederhanan yang di
butuhkan dalam aktivitas kehidupannya. Ketika manusia mulai mengenal logam,
manusia telah dapat menggunakan peralatan-peralatan yang terbuat dari logam,
seperti peralatan rumah tangga, peralatan pertanian, berburu, berkebun dan lain-
lain. Orang yang ahli membuat alat-alat dari logam itu disebut undagi dan

7
tempat pembuatan alat-alat di sebut perundagian. Logam campuran disebut
dengan logam perunggu. Benda-benda yang terbuat dari perunggu ini ada yang
di buat di wialyah Indonesia oleh masyarakat Indonesia sendiri. Alat cetak dari
tanah liat terlebih dahulu di bentuk dengan lilin sesuai dengan barang yang akan
di buat, kemudian di balut dengan tanah liat.
2. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
Kehidupan pada masa manusia telah mengenal logam di kenal sebagai masa
perundagian. Masa perundagian sangat penting karena pada masa ini terjalin
hubungan dengan daerah-daerah di sekitar kepulauan Indonesia. Masa
perundagian juga menjadi dasar bertumbuh kembangnya kerajaan-kerajaan di
Indonesia seperti kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram dan
kerajaan-kerajaan lainnya. Kemakmuran masyarakat di ketahui melalui
perkembangan teknik pertanian. Bentuk alat-alat pertanian seperti pisau, bajak,
cangkul dan sebagainya.
3. Kehidupan Budaya Masyarakat
Peninggalan-peninggalan budaya masyarakat Indonesia yang berasal dari benda-
benda logam merupakan kekayaan dan keanekaragaman budaya yang telah
tumbuh dan berkembang pada masa itu. Di antaranya : Nekara Perunggu,
nekara merupakan sebuah benda kebudayaan yang terbuat dari perunggu.
Bentuknya seperti sebuah dandang yang tertelungkup, berfungsi sebagai
pelengkap upacara untuk memohon turunnya hujan. Nekara di hias
beranekaragam dengan pola binatang, pola geometri, pola tumbuh-tumbuhan
dan lain sebagainya. Nekara di temukan pada daerah Indonesia bagian timur,
yaitu Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Selayar, Papua. Nekara tersebut bergaris
tengah 160 cm dan tinggi 198 cm. Rakyat setempat menyebut Nekara itu dengan
nama “Bulan Pejeng”. Nekara yang terkecil di sebut moko. Moko sering di
anggap keramat dan bahkan di jadikan sebagai mas kawin pada tradisi upacara
perkawinan di daerah Nusa Tenggara. Kapak Perunggu, bentuk kapak perunggu
beraneka ragam, ada yang berbentuk pahat, jantung dan tembilang. Pola
hiasanya berupa topang mata dan pola geometri. Bejana Perunggu, bentunya
mirip gitar Spanyol, tetapi tanpa tangkai. Pola hiasan adalah hiasan anyaman dan
menyerupai huruf “J”. Arca Perunggu, bentuk arca ( patung ) beraneka ragam,

8
seperti menggambarkan orang sedang menari, naik kuda dan memegang busur
panah. Perhiasan, perhiasan yang terbuat dari perunggu, emas, dan besi banyak
di temukan di wilayah Indonesia. Bentuk perhiasan beranekaragam dan di
gunakan sebagai gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul dan lain-
lain. Tempat penemuan benda-benda dari besi antara lain gunung Kidul
(Yogyakarta), Bogor, Besuki dan Punung (Jawa Timur).

D. Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia


1. Kepercayaan Terhadap Roh Nenek Moyang
Perkembangan sistem kepercayaan pada masyarakat Indonesia berawal dari
kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan. Masyarakat pada
masa itu selalu hidup berpindah-pindah untuk mencari tempat tinggal yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka mulai berdiam lama / tinggal pada suatu
tempat pada goa-goa. Pada goa-goa itu di temukan sisa-sisa budaya mereka,
berupa alat-alat kehidupan. Dari hasil penemuan itu dapat di ketahui pada masa
itu orang sudah mempunyai pandangan tertentu mengenai kematian. Penguburan
kerangka manusia di dalam goa-goa merupakan wujud penghormatan kepada
orang yang meninggal, penghormatan kepada orang yang telah pergi atau
penghormatan kepada roh. Megalitikum berfungsi sebagai tempat-tempat
pemujaan atau penghormatan kepada kepada roh nenek moyang. Sebelum
masuknya pengaruh Hindhu-Budha, masyarakat Indonesia telah memberikan
penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang.
2. Kepercayaan bersifat Animisme
Animisme merupakan suatu kepercayaan masyarakat terhadap suatu benda yang
di anggap mempunyai roh atau jiwa. Masyarakat banyak yang percaya bahwa
sebilah keris pusaka memiliki roh atau jiwa, sehingga benda-benda seperti itu di
anggap dapat memberi petunjuk tentang berbagai hal yang berkembang dalam
masyarakat. Selain benda-benda tersebut diatas, terdapat banyak hal yang di
percaya oleh masyarakat, antara lain bangunan gedung tua, bangunan candi,
pohon besar dan lainnya sebagainya

9
3. Kepercayaan bersifat Dinamisme
Dinamisme merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap benda memiliki
kekuatan gaib. Sejak berkembangnya kepercayaan terhadap roh nenek moyang
pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam, maka berkembang pula
kepercayaan yang bersifat dinamisme. Misalnya, sebuah batu cincin di pandang
mempunyai kekuatan untuk melemahkan lawan.
4. Kepercayaan bersifat Monoisme
Kepercayaan monoisme adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Kepercayaan ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalana dari masyarakat.

10
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN :
Kemampuan berpikir manusia untuk mempertahankan kehidupannya mulai
berkembang. Mereka tidak lagi berpindah-pindah tempat untuk mencari hewan-
hewan buruan, tetapi sebaliknya mereka mulai menetap dan mengolah tanah
disekitarnya untuk ditanami dengan berbagai jenis tanaman yang dapat mereka
makan. Selain itu, mereka mulai menjinakan hewan-hewan yang dapat membantu
kebutuhan hidupnya seperti kuda, kerbau, babi, sapi, anjing dan sebagiannya. Dari
pola bercocok tanam ini manusia sudah dapat menguasai alam lingkunagn serta
isinya.

Terlepas dari mana asal usul nenek moyang bangsa Indonesia dan kapan
mereka mulai tinggal di wilayah Indonesia, kita harus percaya bahwa nenek
moyang bangsa Indonesia telah ribuan tahun sebelum masehi telah hidup di
wilayah Indonesia. Kehidupan mereka mengalami perkembangan yang teratur
seperti bangsa - bangsa di belahan dunia lain.

Kehidupan sosial, masyarakat semi nomaden setingkat lebih baik dari pada
masyarakat nomaden. Jumlah anggota kelompok semakin bertambah besar dan
tidak hanya terbatas pada keluarga tertentu. Kenyataan ini menunjukkan bahwa rasa
kebersamaan di antara mereka mulai dikembangkan. Rasa kebersamaan ini sangat
penting dalam mengembangkan kehidupan yang harmonis, tenang, aman, tentram,
dan damai. Nilai - nilai kehidupan, seperti gotong royong, saling membantu, saling
mencintai sesama manusia, saling menghargai dan menghormati telah berkembang

B. SARAN
1. Kita Harus Bersyukur Karena kita tidak perlu bersusah keras lagi untuk
mencari makanan kini kita tinggal membeli apa yang kita inginkan .
2. Kita mumpunyai rumah jika ingin tinggal.
3. Masa kita sekarang adalah masa yang modern tentunya perlu di syukuri dan
dinikmati sesuai kebutuhan.
4. Jangan lupa bersyukur selalu kepada tuhan yang menciptakan langit dan bumi.
.

11
DAFTAR PUSTAKA

- http://koleksimakalahterbaru.blogspot.com/2015/12/makalah-masa-pra-aksara.html

- http://www.referensitugas.com/2017/11/makalah-kehidupan-masa-praaksara-

di.html

- https://www.scribd.com/doc/280247356/MAKALAH-SEJARAH-Kehidupan-

Awal-Masyarakat-Indonesia

- https://blogmakalahkaryatulis.blogspot.com/2018/06/makalah-sejarah-kehidupan-

awal.html

- https://eecckkoo.wordpress.com/2011/02/21/sejarah-kehidupan-awal-masyarakat-

indonesia/

- https://lusysry.wordpress.com/2012/03/04/sejarah-perkembangan-bumi-dan-

kemunculan-makhluk-hidup/

12

Anda mungkin juga menyukai