Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERILAKU KEKERASAN

1. M. Zainul Hakam 19020050


2. Nilla Noviasari 19020060
3. Novi Dian ayu 19020062
4. Novi Linda Lestari 19020063
5. Nur Faridatin 19020064

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Dr.SOEBANDI JEMBER YAYASAN
PENDIDIKAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)
2019
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga penanganannya
secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan gaib.
Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang
manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan intelegensi. Salah satu gangguan
jiwa tersebut adalah gangguan perilaku kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap
kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan kemarahan
dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu
tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan bahkan merusak diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta keluarga sangat penting,
namun perawatan merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.

II. Tujuan Masalah


a. Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan
keperawatan pada pasien perilaku kekerasan.
b. Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
1. Memahami konsep dasar asuhan keperawatan jiwa pada pasien perilaku
kekerasan.
2. Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan.
3. Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan.
4. Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan.
5. Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan.
6. Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Marah


Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak
marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula
mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak
terpenuhi.
1. Frustasi: sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2. Hilangnya harga diri: pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk
dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa
rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3. Kebutuhan akan status dan prestise: Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
Tanda dan Gejala:
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut
botak karena terapi)
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin
klien akan mengakiri kehidupannya. (Budiana Keliat, 1999)

2.2. Pengertian Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka
perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et
al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada
suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Berkowitz, 1993).
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai

2.3. Rentang Respons Marah


Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau
tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi
dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat
menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa
setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan
perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

2.4. Faktor Predisposisi


Faktor psikologis
1. Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotifasi PK.
2. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak
menyenangkan
3. Frustasi.
4. Kekerasan dalam rumah atau keluarga.

2.5. Faktor Presipitasi


Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury
secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut.
1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam,
baik internal dari perusahaan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising.
A. Tanda dan gejala
1. Fisik
2. Mata melotot
3. Pandangan tajam
4. Tangan mengepal
5. Rahang mengatup
6. Wajah memerah
7. Postur tubuh kaku
B. Verbal
1. Mengancam
2. Mengumpat dengan kata-kata kotor
3. Suara keras
4. Bicara kasar, ketus

C. Perilaku
1. Menyerang orang
2. Melukai diri sendiri/orang lain
3. Merusak lingkungan
4. Amuk/agresif

2.6. Proses Marah


Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.

2.7. Gejala Marah


Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan,
tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang
timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah:
1. Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat,
tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi,
refleks tendon tinggi.
2. Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak
tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3. Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk,
nada suara keras dan kasar.
2.8. Perilaku Kekerasan
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah
merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan
saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti
rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.

2.9. Mekanisme Koping


Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa
mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan
akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya
Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

2.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi
dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi
keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis
dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut :
A. Pengkajian
a) Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks
cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b) Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan
menuntut.
c) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
d) Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e) Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal
yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang
dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada
efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
B. Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/ amuk.
a) Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
b) Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Perilaku kekerasan / amuk dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
a) Data Subjektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak
dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b) Data Objektif
1. Mata merah, wajah agak merah.
2. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4. Merusak dan melempar barang barang.

D. Rencana tindakan keperawatan/intervensi


Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi
perawat dalam melakukan intervensi yang tepat. Pada karya tulis ini akan
diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
f. Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
g. Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
h. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
i. Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat,
ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal,
bersikap empati. Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada
perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.
3. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal.
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan
menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
4. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian
masalah yang konstruktif pula.
5. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk
intervensi.
6. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
7. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
8. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
9. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
10. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
11. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
12. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
13. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat. Rasional : mendorong pengulangan
perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
14. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a. Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau
pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b. Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan
asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
d. Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar
diberi kesabaran. Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol
kemarahan klien.
15. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien. Rasional : memotivasi klien
dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
16. Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih. Rasional : mengetahui respon
klien terhadap cara yang diberikan.
17. Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut. Rasional : mengetahui kemampuan
klien melakukan cara yang sehat.
18. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
19. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
20. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama ini. Rasional : memotivasi keluarga dalam
memberikan perawatan kepada klien.
21. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien. Rasional : menambah pengetahuan
bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.
22. Jelaskan cara-cara merawat klien.Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan
secara konstruktif. Sikap tenang, bicara tenang dan jelas. Bantu keluarga mengenal
penyebab marah. Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien
secara bersama
23. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien. Rasional : mengetahui sejauh
mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
24. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
25. Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ,
haloperidol, Artame. Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat
dan fungsinya.
26. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat
penyembuhan.
27. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan
dengan orang lain :

Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
d. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
E. Tindakan keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada
perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien. Rasional :
mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
3. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien
dalam hidupnya.
4. Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek
positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
6. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah
sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
7. Berikan pujian. Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa
diperhatikan.
8. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah
sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai
kemampuan yang dimiliki.
9. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh. Rasional : menuntun
klien dalam melakukan kegiatan.
10. Beri pujian atas keberhasilan klien. Rasional : meningkatkan motivasi
untuk berbuat lebih baik.
11. Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
12. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya
menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
13. Beri pujian atas keberhasilan klien. Rasional : meningkatkan harga diri
klien.
14. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah. Rasional : mendorong
pengulangan perilaku yang diharapkan.
15. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
16. Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien
secara bersama.
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat. Rasional :
meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan
harga diri rendah.
17. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah. Rasional : memotivasi
keluarga untuk merawat klien.
F. Implementas
Ada 5 prinsip utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien
khususnya, pada kien amuk/ kekerasan yaitu:
a) Psikoterapiutik
- Membina hubungan saling percaya
- Membantu meningkatkan harga dir
-Membantu koping klien
b) Lingkungan terapiutik
-Lingkungan yang bersahabat
-Pujian atas keberhasilan klien
c) Kegiatan hidup sehari-hari
-Membantu memenuhi aktivitas sehari-hari
-Membimbing klien dalam perawatan diri.
d) Somati
Memberi obat sesuai ketentuan, membujuk klien untuk minum obat.
Pendidikan kesehatan :
- Membantu klien mengenal penyakitnya.
-Mengikutsertakan keluarga dalam mengatasi masalah klien
G. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur tujuan dan kriteria yang sudah tercapai dan
yang belum sehingga dapat menentukan intervensi lebih lanjut. Bentuk evaluasi yang
positif adalah sebagai brikut :
1. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan.
2. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut.
3. Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada orang lain.
4. Buatlah komentar yang kritikal.
5. Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda.
6. Klien mampu menggunakan aktifitas secara fisik untuk mengurangi perasaan
marahnya.
7. Konsep diri klien sudah meningkat.
8. Kemandirian berpikir dan aktivitas meningkat.
BAB III
PENUTUPAN

3.1. KESIMPULAN
Perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah dan
bermusuhan sebagai respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau
melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas saran yang dapat kami buat yaitu untuk lebih
memperdalam lagi tentang asuhan keperawatan dengan resiko perilaku kekerasan dan perilaku
kekerasan karena dalam makalah kami tentunya masih banyak kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Kelliat, 2005, “Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa”, Jakarta. EGC
Keliat, B.A. (1999). “Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial, Menarik diri”. Jakarta :
FKUI
Keliat, B.A. (1999). “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta :EGC
Stuart GW, Sunden . 1998 . “Buku Saku Keperawatan Jiwa” . Jakarta EGC
Maramis, WF.1998, Proses keperawatan Kesehatan jiwa, (Terjemahan ).Penerbit Buku
Kedokteran,EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai