Anda di halaman 1dari 53

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan merupakan proses akhir dalam proses akuntansi yang

mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah

perusahaan. Perusahaan-perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan yang

go public diharuskan membuat laporan keuangan setiap periodenya. Laporan

keuangan tersebut mempunyai tujuan untuk memberikan informasi tentang

posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi

sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-

keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship)

manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada

mereka.

Laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan adalah salah satu

sumber informasi yang penting bagi para investor. Melalui laporan keuangan,

investor dapat menganalisis hasil kinerja manajemen dan juga dapat melakukan

prediksi atau mengestimasi arus kas yang akan datang dengan laporan keuangan.

Para pelaku ekonomi dalam memprediksi kondisi perusahaan masa depan

membutuhkan data historis atas laporan keuangan, yang dapat membantu para

pelaku ekonomi dalam memprediksi kinerja perusahaan pada masa mendatang.

Tuntutan untuk menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit

dalam jangka waktu yang telah ditentukan menyebabkan permintaan akan jasa

1
audit meningkat. Perusahaan tentunya ingin mendapatkan opini audit yang baik

dan dalam jangka waktu sesingkat mungkin. Dalam melakukan proses audit,

auditor harus mengikuti Standar Profesional Akuntan Publik. Hal ini

menyebabkan proses audit memakan waktu yang cukup panjang. Lamanya

waktu penyelesaian proses audit yang diukur dari tanggal tutup buku perusahaan

sampai dengan tanggal dikeluarkannya laporan audit disebut audit delay

(Harjanto, 2017).

Perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini

audit dalam laporan keuangan mengindikasikan tentang lamanya waktu

penyelesaian pekerjaan auditnya. Sehigga tertundanya penyampaian atau publikasi

laporan keuangan dapat dipengaruhi oleh jangka waktu pelaporan audit. Menurut

Naimi dalam Wardhani dan Rahardja (2013), panjang-pendeknya audit delay yang

terjadi akan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan inverstor, karena dengan

adanya penundaan informasi kepada investor dapat mempengaruhi kepercayaan

investor di pasar modal. Hal ini sesuai dengan kesimpulan dari Dyer dan McHugh

(1975) yang menyatakan bahwa ketepatan waktu pelaporan keuangan merupakan

elemen pokok bagi laporan keuangan.

Laporan keuangan dikatakan bermanfaat ketika dapat mencerminkan

informasi yang andal dan relevan, yakni tersedia saat dibutuhkan. Menurut

Pourali, et.al. (2013) nilai dari ketepatan waktu pelaporan laporan keuangan

merupakan faktor yang penting dari kemanfaatan laporan keuangan tersebut.

Semakin lama laporan keuangan disampaikan, semakin berkurang

2
kemanfaatannya. Penyampaian laporan keuangan juga berhubungan dengan

reaksi investor (Khalatbari, et.al. 2013).

Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan akan mengakibatkan

reaksi positif dari investor yang mengakibatkan kenaikan harga saham perusahaan.

Sebaliknya, keterlambatan penyampaian laporan keuangan akan mendapatkan

reaksi negatif dari investor yang berdampak pada penurunan harga saham

perusahaan. Ketepatan waktu juga merupakan sinyal yang mengindikasikan adanya

good news yang menguntungkan bagi para investor dan keterlambatan

mengindikasikan adanya bad news atau hal yang ditutup-tutupi dan membuat

relevansinya diragukan.

Sejak 29 Juli 2016, OJK mengeluarkan peraturan Nomor 29/POJK.04/2016

yang menyatakan bahwa emiten atau perusahaan publik yang pernyataan

pendaftarannya telah menjadi efektif wajib menyampaikan laporan keuangan

tahunan kapada OJK paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir. Bila

didapati adanya pihak yang melanggar ketentuan peraturan OJK, maka OJK

berwenang mengenakan sanksi administatif berupa peringatan tertulis; denda yaitu

kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu, pembatasan kegiatan usaha,

pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha, pembatalan persetujuan, dan

pembatalan pendaftaran.

Namun, walaupun telah ditetapkannya aturan tentang laporan tahunan

emiten atau perusahaan publik beserta sanksinya masih saja terdapat fenomena

pada beberapa perusahaan pertambangan yang terlambat dalam menyampaikan

laporan keuangan untuk setiap tahunnya.

3
Tabel 1. Fenomena Keterlambatan Penyampaian Laporan Keuangan Pada
Perusahaan Pertambangan BEI
Nama Periode
Kode
Perusahaan Keterlambatan
Ratu Prabu Energi Tbk ARTI 31 Desember 2014
Benakat Integra Tbk BIPI 31 Desember 2014
Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk BORN 31 Desember 2014
Bumi Resources Tbk BUMI 31 Desember 2014
Cakra Mineral Tbk CKRA 31 Desember 2014
Energi Mega Persada Tbk ENRG 31 Desember 2014
Bara Jaya International Tbk. ATPK 31 Desember 2015
Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk BORN 31 Desember 2015
Samindo Resources Tbk MYOH 31 Desember 2015
Ratu Prabu Energi Tbk ARTI 31 Desember 2016
Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk BORN 31 Desember 2016
Energi Mega Persada Tbk ENRG 31 Desember 2016
Garda Tujuh Buana Tbk GTBO 31 Desember 2016
Bara Jaya International Tbk. ATPK 31 Desember 2017
Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk BORN 31 Desember 2017
Cakra Mineral Tbk CKRA 31 Desember 2017
Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk BORN 31 Desember 2018
Cakra Mineral Tbk CKRA 31 Desember 2018
Sumber: Bursa Efek Indonesia

Perusahaan-perusahaan seperti yang terdapat dalam tabel di atas merupakan

perusahaan yang terlambat dalam memberikan laporan keuangan tahunan untuk

periode tertentu. Bahkan perusahaan Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk terlihat

sepanjang tahun 2014 sampai 2018 terus mengalami keterlambatan dalam

penyampaian laporan keuangannya. Fenomena mengenai keterlambatan

perusahaan sektor pertambangan dalam menyampaikan laporan keuangan di atas

menandakan bahwa di setiap akhir tahun dalam periode pentutupan buku,

perusahaan-perusahaan publik masih saja terkendala dalam penyampaian laporan

keuangan tahunan dan menyebabkan timbulnya audit delay yang panjang.

Faktor yang diduga dapat mempengaruhi audit delay salah satunya

adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan suatu indikator yang

4
dapat menunjukkan suatu kondisi atau karakteristik suatu perusahaan dimana

terdapat beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran

(besar atau kecilnya) suatu perusahaan, seperti banyaknya jumlah karyawan

yang digunakan dalam perusahaan untuk melakukan aktivitas operasional

perusahaan, jumlah asset yang dimiliki perusahaan, total penjualan yang dicapai

oleh perusahaan dalam suatu periode, serta jumlah saham yang beredar.

Hal ini terjadi karena perusahaan yang lebih besar mempunyai

pengendalian internal yang lebih baik. Perusahaan yang memiliki pengendalian

internal yang lebih baik akan mempermudah auditor sehingga hal ini dapat

mengurangi kesalahan auditor dalam mengerjakan laporan auditnya. Selain itu,

Pourali, et.al (2013) juga menjelaskan bahwa manajemen pada perusahaan besar

akan memiliki dorongan untuk mengurangi audit delay dan penundaan

penyampaian laporan keuangan yang lebih besar, yang disebabkan karena

perusahaan-perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas

permodalan dan pemerintah.

Hasil dari penelitian Ashton, et.al (1987); Khalatbari, et.al (2013);

Febrianty (2011); dan Indriyani dan Supriyati (2012) menyebutkan bahwa

perusahaan besar melaporkan lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan

kecil. Dengan demikian dapat dikatakan ukuran perusahaan merupakan faktor

yang mempengaruhi audit delay. Demikian juga penelitian Kartika (2009); dan

Apriyana dan Rahmawati (2017) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap audit delay.

5
Faktor kedua yang diduga dapat mempengaruhi audit delay adalah

profitabilitas. Weygandt et al. (2015) menjelaskan bahwa “profitability ratios

measure the income or operating success of a company for a given period of

time”. Definisi dari Weygandt et al. (2015) tersebut berarti bahwa rasio

profitabilitas dapat digunakan untuk mengukur pendapatan atau kesuksesan

operasi suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Atau dengan kata lain

profitabilitas dapat menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam memperoleh

keuntungan. Sehingga tingkat profitabilitas yang rendah dapat berpengaruh

terhadap audit delay.

Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi

membutuhkan waktu audit lebih cepat karena adanya pertanggungjawaban

untuk menyampaikan kabar baik kepada publik. Hal ini terjadi karena

perusahaan yang lebih besar mempunyai pengendalian internal yang lebih baik.

Perusahaan yang memiliki pengendalian internal yang lebih baik akan

mempermudah auditor sehingga hal ini dapat mengurangi kesalahan auditor

dalam mengerjakan laporan auditnya. Selain itu, Estrini dan Laksito (2013) juga

menjelaskan bahwa auditor yang mengaudit perusahaan yang mengalami

kerugian memiliki respon cenderung lebih berhati-hati selama proses audit jika

dibandingkan dengan perusahaan yang menghasilkan tingkat profitabilitas yang

lebih tinggi.

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Soedarsa dan

Nurdiawansyah (2017) menunjukkan bahwa profitabilitas terbukti memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap audit delay. Beberapa penelitian terdahulu

6
lainnya juga menemukan hal yang sama yaitu penelitian yang dilakukan oleh

Susilawati dkk (2012); Miradhi dan Juliarsa (2016); Murti (2016) dan Apriyana

dan Rahmawati (2017) yang menyatakan bahwa profitabilitas memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap audit delay.

Faktor terakhir yang diduga dapat mempengaruhi audit delay adalah

audit tenure. Audit tenure merupakan jangka waktu masa perikatan kerja antara

auditor dengan kliennya dalam pemeriksaan laporan. Tenure yang panjang dari

suatu KAP dapat meningkatkan pemahaman bagi auditor tentang bisnis kliennya

(Giri, 2010). Mengganti auditor bisa mempengaruhi kualitas audit yang

dihasilkan. Hal tersebut terjadi karena auditor mempunyai pemahaman yang

kurang memadai tentang kliennya dan industri selama tahun-tahun awal

perikatan audit. Sementara itu, beberapa peneliti menyatakan bahwa auditor

yang memiliki tenure panjang bisa memiliki sifat yang kurang objektif dan

skeptis, sehingga bisa memberikan pengaruh terhadap kualitas audit.

Dalam penelitiannya, Dao dan Pham (2014) mencoba untuk memperluas

penelitian sebelumnya dan memberikan bukti lebih lanjut tentang hubungan

antara audit delay dengan audit tenure. Hasil penelitian Dao dan Pham (2014)

tersebut menunjukan bahwa audit tenure memiliki pengaruh yang negatif dan

signifikan terhadap audit delay. Hasil penelitian terdahulu lainnya juga

menyatakan bahwa audit tenure dapat mempengaruhi audit delay secara

signifikan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Habib dan Bhuiyan (2011);

Mariani dan Latrini (2016); Michael dan Rohman (2017); dan Wulandari dan

Wiratmaja (2017).

7
Dalam penelitian ini, financial distress akan dijadikan sebagai variabel

pemoderasi. Hal ini bukan tanpa alasan, seperti diketahui financial distress

merupakan salah satu kendala yang menyebabkan terjadinya keterlambatan

penerbitan laporan keuangan. Sofiana, dkk. (2018) menyatakan bahwa

perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) cenderung

menyampaikan laporan keuangan tidak tepat waktu dibandingkan perusahaan

yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Kondisi financial distress yang

terjadi pada perusahaan dapat meningkatkan risiko audit pada auditor

independen khususnya risiko pengendalian dan risiko deteksi. Dengan

meningkatnya risiko itu maka auditor harus melakukan pemeriksaan risiko (risk

assessment) sebelum menjalankan proses audit, tepatnya pada fase perencanaan

audit (audit planning). Hal ini dapat mengakibatkan lamanya proses audit dan

berdampak pada bertambahnya audit delay.

Beberapa penelitian terdahulu yang juga mengangkat financial distress

sebagai variabel moderating diantaranya adalah penelitian Wulandari dan

Wiratmaja (2017); dan Pradnyaniti dan Suardikha (2019). Dari hasil penelitian-

penelitian tersebut, maka dapat diketahui bahwa financial distress dapat

dijadikan sebagai variabel pemoderasi dalam pengaruh variabel independen

terhadap audit delay. Sehingga penelitian ini kembali akan menggunakan

financial distress sebagai variabel pemoderasi dalam model yang telah

dibangun. Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan di atas, maka

penelitian mengenai “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Audit

Tenure Terhadap Audit Delay Dengan Financial Distress Sebagai Variabel

8
Moderating Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang Terdaftar BEI”

menjadi menarik untuk dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Adanya masalah keterlambatan penyampaian laporan keuangan yang telah

diaudit oleh perusahaan-perusahaan pertambangan mengindikasikan bahwa sampai

saat ini masih terdapat masalah pada audit delay di perusahaan Sektor

Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal ini pula yang

memotivasi peneliti untuk mengangkat sebuah penelitian yang membahas tentang

pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas dan audit tenure terhadap audit delay

pada perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di BEI.

Selain itu, guna memberikan kebaharuan penelitian, peneliti juga

menambahkan variabel moderating yaitu financial distress yaitu kondisi dimana

perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan. Financial distress diduga

dapat memoderasi pengaruh dari ukuran perusahaan, profitabilitas dan audit

tenure terhadap audit delay perusahaan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah dalam penelitian ini,

maka pertanyaan penelitian yang dapat dibentuk adalah:

1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan

Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

2. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan

Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

9
3. Apakah audit tenure berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan Sektor

Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

4. Apakah financial distress dapat dijadikan sebagai pemoderasi dalam pengaruh

ukuran perusahaan terhadap audit delay pada perusahaan Sektor Pertambangan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

5. Apakah financial distress dapat dijadikan sebagai pemoderasi dalam pengaruh

profitabilitas terhadap audit delay pada perusahaan Sektor Pertambangan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

6. Apakah financial distress dapat dijadikan sebagai pemoderasi dalam pengaruh

audit tenure terhadap audit delay pada perusahaan Sektor Pertambangan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan terhadap audit delay pada

perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh profitabilitas terhadap audit delay pada

perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh audit tenure terhadap audit delay pada perusahaan

Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4. Untuk mengetahui apakah financial distress dapat dijadikan sebagai

pemoderasi dalam pengaruh ukuran perusahaan terhadap audit delay pada

perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

10
5. Untuk mengetahui apakah financial distress dapat dijadikan sebagai

pemoderasi dalam pengaruh profitabilitas terhadap audit delay pada

perusahaan Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

6. Untuk mengetahui apakah financial distress dapat dijadikan sebagai

pemoderasi dalam pengaruh audit tenure terhadap audit delay pada perusahaan

Sektor Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.5 Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak,

yaitu:

1. Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan mampu

meningkatkan pemahaman peneliti pribadi terkait dengan faktor yang dapat

mempengaruhi audit delay pada perusahaan Pertambangan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia.

2. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan

sumbangan informasi bagi para pengambil keputusan dalam menjalankan roda

perusahaan terkait dengan kebijakan yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti yaitu audit delay.

3. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi

pengembangan ilmu pengetahuan yang nantinya dapat dijadikan sebagai

referensi bagi penelitian selanjutnya.

11
1.6 Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Wulandari dan Wiratmaja

(2017) yang melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Audit Tenure dan

Ukuran Perusahaan Klien Terhadap Audit Delay dengan Financial Distress Sebagai

Pemoderasi”. Penelitian tersebut menggunakan dua variabel independen, satu

variabel dependen dan satu variabel pemoderasi. Berikut beberapa perbedaan antara

penelitian ini dan juga penelitian yang telah dilakukan Wulandari dan Wiratmaja

(2017).

Tabel 1.2 Originalitas Penelitian

Penelitian Terdahulu
No Keterangan Wulandari dan Penelitian Saat Ini
Wiratmaja (2017)
Variabel Independen
Variabel Independen - Ukuran Perusahaan
- Audit Tenure (X1)
(X1)
Variabel - Ukuran Perusahaan
1 (X2) - Profitabilitas (X2)
Penelitian - Audit Tenure (X3)
Variabel Moderating
- Financial Distress (Z) Variabel Moderating
- Financial Distress (Z)
Perusahaan
Perusahaan Manufaktur
2 Sampel Penelitian Pertambangan Bursa
Bursa Efek Indonesia
Efek Indonesia
3 Tahun Penelitian 2012-2015 2015-2018
Teknik Analisis Analisis Regresi Linear Partial Least Square
4
Data Berganda (PLS)
5 Software SPSS SmartPLS

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Signalling Theory

Menurut Brigham dan Houston (2014) isyarat atau signal adalah suatu

tindakan yang diambil perusahaan untuk memberi petunjuk bagi investor tentang

bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Spence (1973)

menjelaskan bahwa signalling theory menekankan bahwa informasi yang lengkap,

relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal

sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi yang dikeluarkan oleh

perusahaan bagi keputusan investasi pihak diluar perusahaan. Informasi merupakan

unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakikatnya

menyajikan keterangan, catatan atau gambaran tentang keadaan masa lalu, saat ini

maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan

dan mengenai pasaran efeknya.

Menurut Jogiyanto (2015), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu

pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan

investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan

pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Pada

waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi

tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis

informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news).

13
Jika pengumuman informasi tersebut sebagai signal baik bagi investor, maka terjadi

perubahan dalam volume perdagangan saham.

Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat

menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah

laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa

informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan

informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan

keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan

mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna

laporan baik pihak dalam maupun pihak luar.

Sinyal atas informasi keuangan ini nantinya akan mempengaruhi nilai

perusahaan dimata investor. Apabila informasi keuangan perusahan

mengindikasikan sinyal good news, maka nantinya akan meningkatkan harga

saham perusahaan tersebut. Begitu sebaliknya, apabila informasi keuangan

perusahaan mengindikasikan sinyal bad news maka akan menurunkan harga saham

perusahaan. Kaitan antara teori ini dengan masalah yang diangkat dalam penelitian

ini berkaitan tentang akurasi dan ketepatan waktu perusahaan dalam menyajikan

laporan keuangannya ke publik yang merupakan suatu sinyal perusahaan yang

nantinya akan bermanfaat pada keputusan investasi. Apabila audit delay

perusahaan semakin panjang, maka pihak investor akan mulai melihat hal tersebut

sebagai signal yang kurang baik.

14
2.2 Audit Delay

Menurut Mulyadi (2013), secara umum auditing adalah proses sistematik

untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-

pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk

menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan

kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada para

pemakai yang berkepentingan.

Sedangkan Arens et al. (2017) memberikan pengertian audit sebagai

berikut: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about

information to determine and report on the degree of correspondence between the

information and established criteria. Auditing should be done by a competent,

independent person”.

Definisi menurut Arens et al. tersebut berarti audit adalah proses

mengumpulkan dan mengevaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan

melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan peraturan yang

berlaku. Sehingga audit seharusnya dilakukan oleh orang yang kompeten dan

independen.

Tujuan audit secara umum atas laporan keuangan oleh auditor adalah untuk

menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi 20

keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku

umum di Indonesia. Kewajaran laporan keuangan dinilai berdasarkan asersi yang

terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan. Asersi

15
adalah pernyataan manajemen yang terkandung dalam komponen laporan keuangan

yang dapat bersifat implisit atau eksplisit (Arens et al. 2017).

Menurut Agoes (2016), pada akhir pemeriksaannya, dalam suatu

pemeriksaan umum KAP (Kantor Akuntan Publik) akan memberikan suatu laporan

akuntan. Tanggal laporan akuntan harus sama dengan tanggal selesainya pekerjaan

lapangan dan tanggal surat pernyataan langganan, karena menunjukkan sampai

tanggal berapa akuntan bertanggungjawab untuk menjelaskan hal-hal penting yang

terjadi.

Audit delay atau bisa disebut juga audit report lag sering terjadi dalam

perusahaan besar maupun perusahaan kecil yang bisa di karenakan oleh buruknya

kandungan isi dalam laporan keuangan. Audit delay atau audit report lag adalah

selisih waktu antara berakhirnya tahun fiskal dengan tanggal diterbitkannya laporan

audit. Iskandar dan Trisnawati (2010) menjelaskan bahwa audit delay adalah

rentang waktu pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan, yang dapat diukur

berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor

independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan, sejak tanggal tutup

tahun buku perusahaan yaitu 31 Desember sampai tanggal yang tertera pada laporan

auditor independen.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa audit delay

adalah rentang waktu (jarak hari) dari tanggal neraca perusahaan ke tanggal

penerbitan laporan audit dan berarti di dalamnya terdapat proses audit yang

membutuhkan waktu yang tidak singkat dan proses audit ini tercermin dalam

prosedur audit yang diambil oleh auditor.

16
Audit delay inilah yang dapat mempengaruhi ketepatan informasi yang

dipublikasikan dalam laporan keuangan perusahaan, sehingga akan berpengaruh

terhadap tingkat ketidak pastian keputusan yang berdasarkan informasi yang

dipublikasikan. Keterkaitan lamanya waktu yang dibutuhkan akuntan publik untuk

menyelesaikan proses pengauditan hingga penyajian opininya atas laporan

keuangan tahunan, merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi proses

penyajiannya ke publik, di bawah ketentuan batas waktu yang telah ditentukan.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay

2.3.1 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah peningkatan dari kenyataan bahwa

perusahaan besar akan memiliki kapitalisasi pasar yang besar, nilai buku yang

besar dan laba yang tinggi. Sedangkan pada perusahaan kecil akan memiliki

kapitalisasi pasar yang kecil, nilai buku yang kecil dan laba yang rendah.

Menurut Brigham dan Houston (2014) ukuran perusahaan adalah ukuran besar

kecilnya sebuah perusahaan yang ditunjukan atau dinilai oleh total asset, total

penjualan, jumlah laba, beban pajak dan lain-lain.

Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa ukuran perusahaan

adalah besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya total asset yang dimiliki,

dapat pula diukur berdasarkan nilai ekuitas, nilai penjualan atau laba. Dalam

penelitian ini, ukuran perusahaan diproksikan dengan total aset yang dimiliki

perusahaan. Total aset dipilih karena lebih menggambarkan ukuran perusahaan

dibandingkan pendapatan. Total aset memperlihatkan kekayaan yang dikelola

17
perusahaan sejak pertama kali didirikan, sedangkan pendapatan hanya

merupakan hasil yang didapatkan oleh perusahaan dalam satu periode.

Pourali, et.al (2013) menyatakan bahwa manajemen perusahaan besar

akan memiliki dorongan untuk mengurangi audit delay dan penundaan

penyampaian laporan keuangan, yang disebabkan karena perusahaan-

perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas

permodalan dan pemerintah.

Perusahaan besar diduga akan menyelesaikan proses auditnya lebih

cepat dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor

yaitu manajemen perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif

untuk mengurangi audit delay dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut

dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan dari pemerintah.

Pihak-pihak ini sangat berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam

laporan keuangan.

Perusahaan yang lebih besar lebih banyak disorot oleh masyarakat

dibandingkan perusahaan kecil. Oleh karena itu perusahaa besar cenderung

menjaga image perusahaan dimata masyarakat, untuk menjaga image tersebut

maka perusahaan-perusahaan besar berusaha menyampaikan laporan keuangan

secara tepat waktu. Selain itu, audit delay juga akan semakin lama apabila

ukuran perusahaan yang akan diaudit semakin besar. Ini berkaitan dengan

semakin banyaknya jumlah sampel yang harus diambil dan semakin luasnya

prosedur audit yang dilakukan.

18
Hasil dari penelitian terdahulu yang dilakukan Ashton, et.al (1987);

Khalatbari, et.al (2013); Febrianty (2011); dan Indriyani dan Supriyati

(2012) berhasil membuktikan bahwa perusahaan besar akan melaporkan

lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa ukuran perusahaan merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi audit delay. Demikian juga hasil penelitian lainnya yang

dilakukan oleh Kartika (2009); dan Apriyana dan Rahmawati (2017) yang

menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap audit delay.

2.3.2 Profitabilitas

Profitabilitas merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis

kinerja manajemen. Para investor di pasar modal sangat memperhatikan

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan dan meningkatkan profit, hal ini

merupakan daya tarik investor dalam melakukan jual beli saham, oleh karena

itu manajemen harus mampu memenuhi target yang telah di tetapkan. Menurut

Hanafi dan Halim (2012): “Profitabilitas adalah mengukur kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (profitabilitas), baik dalam

hubungan dengan penjualan, asset dan modal saham tertentu”.

Sedangkan menurut Harahap (2013): “Profitabilitas menggambarkan

kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan,

sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan,

jumlah cabang dan sebagainya”. Sartono (2014) menambahkan bahwa:

19
“profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam

hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri”.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa profitabilitas

adalah kemampuan sebuah perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan

sumber daya perusahaan yang dimiliki. Kemampuan perusahaan untuk

memperoleh laba tergantung pada efisiensi dan efektifitas pelaksanaan operasi,

serta sumber daya yang tersedia untuk melakukannya. Karena itu, analisis

profitabilitas secara umum memfokuskan pada hubungan antara hasil operasi,

seperti yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi, dan sumber daya yang

tersedia bagi perusahaan, seperti yang dilaporkan dalam neraca.

Profitabilitas menunjukan keberhasilan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profit

merupakan berita baik bagi perusahaan. Perusahan tidak akan menunda

penyampaian informasi yang berisi berita baik. Perusahaan yang memiliki

tingkat profitabilitas yang lebih tinggi membutuhkan waktu dalam pengauditan

laporan keuangan lebih cepat dikarenakan keharusan untuk menyampaikan

kabar baik secepatnya kepada publik. Mereka juga memberikan alasan bahwa

auditor yang menghadapi perusahaan yang mengalami kerugian memiliki

respon yang cenderung lebih berhati-hati dalam melakukan proses

pengauditan. Jika perusahaan menghasilkan tingkat profitabilitas yang lebih

tinggi maka audit delay akan lebih pendek dibandingkan perusahaan dengan

tingkat profitabilitas yang lebih rendah.

20
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Soedarsa dan

Nurdiawansyah (2017) berhasil menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap audit delay. Beberapa penelitian

terdahulu lainnya juga menemukan hal yang sama yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Susilawati dkk (2012); Miradhi dan Juliarsa (2016); Murti

(2016) dan Apriyana dan Rahmawati (2017) yang menyatakan bahwa

profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap audit delay.

2.3.3 Audit Tenure

Audit tenure merupakan jangka waktu perikatan yang terjalin

antara auditor dari sebuah kantor akuntan publik (KAP) dengan auditee

yang sama (Werastuti, 2013). Indonesia merupakan salah satu Negara yang

menetapkan batasan masa perikatan Kantor Akuntan Publik, pembatasan

tersebut dimaksudkan untuk menjaga agar KAP tidak terlalu akrab dengan

klien, karena keakraban yang berlebihan dianggap dapat membuat

independensi KAP berkurang. Batasan masa perikatan KAP di Indonesia

diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

17/PMK.01/2008.

Peraturan tersebut menjelaskan bahwa KAP hanya boleh

melakukan audit atas laporan keuangan klien selama 6 (enam) tahun

berturut-turut, KAP boleh kembali menerima penugasan setelah satu tahun

buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien

tersebut. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008

merupakan penyempurnaan dari Keputusan Menteri Keuangan Republik

21
Indonesia Nomor 423/KMK.06/2002 dan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 359/KMK.06/2003.

Di dalam KMK-RI No.423 tahun 2002 dan KMK-RI No.359 tahun

2003, masa jabatan untuk Kantor Akuntan Publik adalah 5 (lima) tahun

berturut-turut untuk satu klien yang sama. Namun menurut Peraturan

Pemerintah 1 Juni 2015 pasal 10 tentang pembatasan jasa audit, KAP bisa

selamanya menjalin perikatan dengan auditee, hanya saja masa tenure untuk

auditor adalah maksmal 5 tahun berturut-turut.

Audit tenure merupakan jumlah tahun atau periode antara KAP dan

kliennya dalam pelaksanaan perikatan audit. Untuk dapat memahami klien dan

industri yang diaudit, auditor membutuhkan waktu yang lebih panjang pada

tahun-tahun awal perikatan audit, yang menyebabkan audit delay semakin

panjang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa audit delay yang panjang dapat

disebabkan karena audit tenure yang pendek.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dao dan Pham (2014)

menunjukan bahwa audit tenure memiliki pengaruh yang negatif dan

signifikan terhadap audit report lag. Hasil penelitian terdahulu lainnya juga

menyatakan bahwa audit tenure dapat mempengaruhi audit delay secara

signifikan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Habib dan Bhuiyan (2011);

Mariani dan Latrini (2016); Michael dan Rohman (2017); dan Wulandari dan

Wiratmaja (2017).

Mengganti auditor bisa mempengaruhi kualitas audit yang

dihasilkan. Hal tersebut terjadi karena auditor mempunyai pemahaman yang

22
kurang memadai tentang kliennya dan industri selama tahun-tahun awal

perikatan audit. Sementara itu, beberapa peneliti menyatakan bahwa auditor

yang memiliki tenure panjang bisa memiliki sifat yang kurang objektif dan

skeptis, sehingga bisa memberikan pengaruh terhadap kualitas audit.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dao dan Pham (2014)

mencoba untuk memperluas penelitian sebelumnya dan memberikan bukti

lebih lanjut tentang hubungan antara audit delay dengan audit tenure. Dan

hasil yang diperoleh dalam penelitian Dao dan Pham (2014) tersebut

menunjukan bahwa audit tenure memiliki pengaruh yang negatif dan

signifikan terhadap audit delay. Hasil penelitian terdahulu yang lainnya

yang dilakukan oleh Habib dan Bhuiyan (2011); Mariani dan Latrini (2016);

Michael dan Rohman (2017); dan Wulandari dan Wiratmaja (2017) juga

menyatakan bahwa audit tenure memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap audit delay.

2.4 Financial Distress

Seringkali kondisi financial distress disamakan dengan kebangkrutan,

padahal financial distress dan kebangkrutan adalah dua hal yang berbeda. Kesulitan

keuangan (financial distress) merupakan indikasi awal sebelum terjadinya

kebangkrutan perusahaan. Indikasi terjadinya financial distress dapat diketahui dari

kinerja keuangan yang tercermin dari laporan keuangan suatu perusahaan.

Financial distress dimulai dengan ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban-

kewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek seperti kewajiban

likuiditas dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas.

23
Financial distress merupakan proses yang mana perusahaan mengalami

kesulitan keuangan, sehingga perusahaan tidak mampu dalam memenuhi

kewajibannya. Perusahaan akan mengalami financial distress jika arus kas operasi

perusahaan tidak mampu mencukupi pemenuhan kewajiban jangka pendek seperti

pembayaran bunga kredit yang telah jatuh tempo. Semakin besar kewajiban yang

dimiliki perusahaan, akan menyebabkan semakin besarnya risiko terjadinya

financial distress.

Menurut Hapsari (2012), definisi dari financial distress adalah suatu situasi

dimana arus kas operasi perusahaan tidak memadahi untuk melunasi kewajiban-

kewajiban lancar (seperti hutang dagang atau beban bunga) dan perusahaan

terpaksa melakukan tindakan perbaikan. Sedangkan menurut Fahmi (2012) definisi

dari financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi

sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.

Berdasarkan uraian di atas mengenai definisi dari financial distress dapat

ditarik kesimpulan bahwa financial distress merupakan suatu masalah keuangan

yang dihadapi oleh sebuah perusahaan, financial distress merupakan salah satu

tahapan sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan dan kondisi financial

distress terjadi sebelum perusahaan benar-benar mengalami kebangkrutan

tersebut.

Financial distress dapat digambarkan dari dua titik ekstrem yaitu kesulitan

likuiditas jangka pendek sampai insolvabel. Kesulitan keuangan jangka pendek

biasanya bersifat jangka pendek, tetapi bisa berkembang menjadi parah. Indikator

24
kesulitan keuangan dapat dilihat dari analisis aliran kas, analisis strategi

perusahaan, dan laporan keuangan perusahaan.

Oleh karena itu, setiap perusahaan harus melakukan prediksi financial

distress karena kondisi financial distress ini mungkin akan membantu perusahaan

mengatahui kondisi kesehatan perusahaan yaitu kondisi kebangkrutan perusahaan.

Penyebab terjadinya financial distress menurut Fahmi (2012) adalah dimulai dari

ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama kewajiban

yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas dan juga termasuk

kewajiban dalam kategori solvabilitas.

Kemudian permasalahan terjadinya insolvency yang dapat timbul karena

faktor berawal dari kesulitan likuiditas. Ketidakmampuan tersebut dapat ditujukkan

dengan 2 (dua) metode, yaitu Stock-based insolvency dan Flow-based insolvency.

Stock-based insolvency adalah kondisi yang menunjukkan suatu kondisi ekuitas

negatif dari neraca perusahaan (negative net wort), sedangkan Flow-based

insolvency ditujukkan oleh kondisi arus kas operasi (operating cash flow) yang

tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban lancar perusahaan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dilakukan Ratnaningsih dan Dwirandra (2016)

berjudul “Spesialisasi Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi Pengaruh Audit

Tenure dan Pergantian Auditor Pada Audit Delay”. Penelitian tersebut bertujuan

untuk menganalisis faktor perikatan (audit tenure), pergantian auditor pada

terjadinya audit delay dengan dimoderasi oleh spesialisasi auditor pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2014. Sampel

25
penelitian diperoleh dengan metode purposive sampling dari 141 perusahaan

manufaktur yang terdaftar di BEI yang melaporkan laporan keuangan auditan

periode penelitian tahun 2009-2014 secara lengkap. Penelitian ini menggunakan

teknik analisis uji MRA (Moderating Regression Analysis) dengan program SPSS

13.0. Hasil penelitian ini adalah spesialisasi auditor mampu memoderasi pengaruh

audit tenure dan pergantian auditor. Audit tenure yang dimoderasi menghasilkan

audit delay yang lebih pendek. Spesialisasi auditor mampu memperlemah

hubungan pergantian auditor pada audit delay. Secara parsial audit tenure dan

spesialisasi auditor berpengaruh negatif pada audit delay, dan pergantian auditor

berpengaruh positif pada audit delay.

Praptika dan Rasmini (2016) melakukan sebuah penelitian yang berjudul

“Pengaruh Audit Tenure, Pergantian Auditor dan Financial Distress Pada Audit

Delay Pada Perusahaan Consumer Goods”. Penelitian tersebut bertujuan untuk

mengetahui pengaruh audit tenure, pergantian auditor dan financial distress pada

audit delay. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan Consumer Goods yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2014. Sampel dipilih menggunakan

metode purposive sampling, dengan jumlah pengamatan sebanyak 144 sampel

penelitian. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergantian auditor dan financial distress

berpengaruh positif pada audit delay, sedangkan audit tenure tidak memiliki

pengaruh yang signfikan terhadap audit delay.

Harjanto (2017) melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh

Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Solvabilitas, dan Ukuran Kantor Akuntan Publik

26
Terhadap Audit Delay (Studi Empiris terhadap Perusahaan Sektor Manufaktur yang

Terdaftar di BEI Periode 2013-2015)”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menguji

pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, solvabilitas, dan ukuran perusahaan

akuntansi terhadap audit delay. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan

properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode

2013-2015. Sampel dipilih dengan metode purposive sampling. Ada 42 perusahaan

yang dipilih sebagai sampel. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder seperti laporan keuangan yang sudah diaudit. Analisis data menggunakan

regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran

perusahaan, profitabilitas, dan solvabilitas tidak berpengaruh terhadap audit delay,

sedangkan ukuran perusahaan akuntansi memiliki pengaruh positif signifikan

terhadap audit delay. Hasilnya juga menunjukkan bahwa ukuran perusahaan,

profitabilitas, solvabilitas, dan ukuran perusahaan akuntansi secara simultan

mempengaruhi audit delay.

Wulandari dan Wiratmaja (2017) melakukan sebuah penelitian yang

berjudul “Pengaruh Audit Tenure dan Ukuran Perusahaan Klien Terhadap Audit

Delay dengan Financial Distress Sebagai Pemoderasi”. Tujuan penelitian tersebut

adalah untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh antara audit tenure dan ukuran

perusahaan klien terhadap audit delay dengan financial distress sebagai

pemoderasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan

manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2012-2015.

Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel 332

sampel. Teknik analisis data yang digunakan adalah Moderated Regression

27
Analysis (MRA). Hasil analisis yang diperoleh menunjukan bahwa audit tenure

berpengaruh positif pada audit delay, ukuran perusahaan klien berpengaruh negatif

pada audit delay, financial distress berpengaruh negatif terhadap audit delay,

financial distress mampu memperlemah pengaruh ukuran perusahaan klien pada

audit delay.

Sawitri dan Budiartha (2018) melakukan sebuah penelitian yang berjudul

“Pengaruh Audit Tenure dan Financial Distress pada Audit Delay dengan

Spesialisasi Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi”. Tujuan dari penelitian tersebut

adalah untuk menganalisis spesialisasi auditor memoderasi pengaruh audit tenure

dan financial distress pada audit delay pada perusahaan Pertambangan di Bursa

Efek Indonesia tahun 2012-2016. Sampel ditentukan menggunakan metode

purposive sampling. Populasi penelitian ini berjumlah 42 perusahaan. Meneliti

sebanyak 25 perusahaan yang termasuk dalam sampel. Penelitian ini menggunakan

teknik analisis data uji Moderating Regression Analysis (MRA). Hasil penelitian

ini yaitu spesialisasi auditor tidak memoderasi pengaruh audit tenure pada audit

delay. Spesialisasi auditor memperlemah pengaruh financial distress pada audit

delay. Audit tenure tidak berpengaruh pada audit delay. Financial distress

berpengaruh positif pada audit delay.

Pradnyaniti dan Suardikha (2019) melakukan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Audit Tenure dan Auditor Switching Pada Audit Delay Dengan

Financial Distress Sebagai Variabel Pemoderasi”. Penelitian tersebut bertujuan

untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh audit tenure dan auditor switching

pada audit delay dengan financial distress sebagai variabel pemoderasi. Metode

28
penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Jumlah sampel

yang diperoleh sebanyak 23 perusahaan pertambangan di BEI tahun 2013-2017.

Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji Moderated Regression Analysis

(MRA). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa audit tenure berpengaruh

negatif pada audit delay. Auditor switching tidak berpengaruh pada audit delay.

Financial distress memperlemah pengaruh audit tenure pada audit delay.

Financial distress tidak memoderasi pengaruh auditor switching pada audit delay.

Implikasi teoritis penelitian ini adalah sebagai tambahan referensi penelitian

selanjutnya mengenai penelitian yang berkaitan dengan audit delay dan teori

sinyal serta teori kepatuhan.

29
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangka berpikir yang dapat

digunakan sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah. Secara umum

kerangka penelitian ini menggunakan pendekatan ilmiah dan memperlihatkan

hubungan antar variabel dalam proses analisisnya. Adapun kerangka konseptual

dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut.

Ukuran Perusahaan
(X1)

Profitabilitas Audit Delay


(X2) (Y)

Audit Tenure
(X3)

Financial Distress
(Z)

Pengaruh Parsial
Pengaruh Moderating

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

30
3.2 Hipotesis Penelitian

3.2.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Audit Delay

Ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya perusahaan yang diukur

dengan menggunakan total aset yang dimiliki perusahaan atau total aset

perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan yang telah diaudit

dengan menggunakan logaritma. Semakin besar total aset yang dimiliki

perusahaan, maka semakin besar pula ukuran perusahaan.

Perusahaan yang besar biasanya lebih konsisten untuk tepat waktu

dibandingkan perusahaan kecil dalam menginformasikan laporan

keuangannya. Disamping itu perusahaan besar akan menyelesaikan proses

auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan

manajemen pada perusahaan besar cenderung diberikan insentif untuk

mengurangi audit report lag dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut

diawasi secara ketat oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap

informasi yang termuat dalam laporan keuangan. Berdasarkan pernyataan di

atas, maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka

audit report lag justru akan semakin pendek.

Pourali, et.al (2013) menyatakan bahwa manajemen perusahaan besar

akan memiliki dorongan untuk mengurangi audit report lag dan penundaan

penyampaian laporan keuangan, yang disebabkan karena perusahaan-

perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas

permodalan dan pemerintah.

31
Selain itu, perusahaan yang lebih besar lebih banyak disorot oleh

masyarakat dibandingkan perusahaan kecil. Oleh karena itu perusahaa besar

cenderung menjaga image perusahaan dimata masyarakat, untuk menjaga

image tersebut maka perusahaan-perusahaan besar berusaha menyampaikan

laporan keuangan secara tepat waktu. Selain itu, audit delay juga akan semakin

lama apabila ukuran perusahaan yang akan diaudit semakin besar. Ini berkaitan

dengan semakin banyaknya jumlah sampel yang harus diambil dan semakin

luasnya prosedur audit yang dilakukan.

Hasil dari penelitian terdahulu yang dilakukan Ashton, et.al (1987);

Khalatbari, et.al (2013); Febrianty (2011); dan Indriyani dan Supriyati

(2012) berhasil membuktikan bahwa perusahaan besar akan melaporkan

lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa ukuran perusahaan merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi audit delay. Demikian juga hasil penelitian lainnya yang

dilakukan oleh Kartika (2009); dan Apriyana dan Rahmawati (2017) yang

menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif

terhadap audit delay.

H1: Ukuran Perusahaan Berpengaruh Negatif Terhadap Audit Delay Pada

Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI

3.2.2 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Audit Delay

Profitabilitas adalah kemampuan sebuah perusahaan dalam

menghasilkan laba berdasarkan sumber daya perusahaan yang dimiliki.

Kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba tergantung pada efisiensi dan

32
efektifitas pelaksanaan operasi, serta sumber daya yang tersedia untuk

melakukannya. Karena itu, analisis profitabilitas secara umum memfokuskan

pada hubungan antara hasil operasi, seperti yang dilaporkan dalam laporan

laba-rugi, dan sumber daya yang tersedia bagi perusahaan, seperti yang

dilaporkan dalam neraca.

Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi

membutuhkan waktu audit lebih cepat karena adanya pertanggungjawaban

untuk menyampaikan kabar baik kepada publik. Hal ini terjadi karena

perusahaan yang lebih besar mempunyai pengendalian internal yang lebih

baik. Perusahaan yang memiliki pengendalian internal yang lebih baik akan

mempermudah auditor sehingga hal ini dapat mengurangi kesalahan auditor

dalam mengerjakan laporan auditnya. Selain itu, Estrini dan Laksito (2013)

juga menjelaskan bahwa auditor yang mengaudit perusahaan yang

mengalami kerugian memiliki respon cenderung lebih berhati-hati selama

proses audit jika dibandingkan dengan perusahaan yang menghasilkan

tingkat profitabilitas yang lebih tinggi.

Profitabilitas menunjukan keberhasilan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profit

merupakan berita baik bagi perusahaan. Perusahan tidak akan menunda

penyampaian informasi yang berisi berita baik. Perusahaan yang memiliki

tingkat profitabilitas yang lebih tinggi membutuhkan waktu dalam pengauditan

laporan keuangan lebih cepat dikarenakan keharusan untuk menyampaikan

kabar baik secepatnya kepada publik. Mereka juga memberikan alasan bahwa

33
auditor yang menghadapi perusahaan yang mengalami kerugian memiliki

respon yang cenderung lebih berhati-hati dalam melakukan proses

pengauditan. Jika perusahaan menghasilkan tingkat profitabilitas yang lebih

tinggi maka audit delay akan lebih pendek dibandingkan perusahaan dengan

tingkat profitabilitas yang lebih rendah.

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Soedarsa dan

Nurdiawansyah (2017) berhasil menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap audit delay. Beberapa penelitian

terdahulu lainnya juga menemukan hal yang sama yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Susilawati dkk (2012); Miradhi dan Juliarsa (2016); Murti

(2016) dan Apriyana dan Rahmawati (2017) yang menyatakan bahwa

profitabilitas berpengaruh negatif terhadap audit delay.

H2: Profitabilitas Berpengaruh Negatif Terhadap Audit Delay Pada

Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI

3.2.3 Pengaruh Audit Tenure Terhadap Audit Delay

Lamanya masa perikatan kerja auditor dengan kliennya dalam

pemeriksaan laporan keuangan disebut dengan audit tenure. Regulasi yang

mengatur audit tenure berdasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor

17/PMK.01/2008 yakni mengenai pembatasan masa pemberian jasa oleh

Akuntan Publik dan KAP. Hal ini sesuai dengan yang tertera pada pasal 3

ayat 1 yang menyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan

keuangan suatu entitas oleh KAP tertentu adalah selama 6 (enam) tahun buku

berturut-turut, serta 3 (tiga) tahun berturut-turut oleh seorang Akuntan Publik.

34
Mariani dan Latrini (2016) menyatakan bahwa semakin meningkat

tenure audit maka pemahaman auditor atas operasi, risiko bisnis, serta

sistem akuntansi perusahaan akan turut meningkat sehingga menghasilkan

proses audit yang lebih efisien. Sebaliknya jika auditor melakukan perikatan

audit pada klien baru maka jangka waktu penyelesaian audit akan lebih

panjang. Dalam penelitian Lee, et al. (2009) kemudian menguji kembali

penelitian Ashton, et al. (1987), dalam penelitian tersebut menemukan

bahwa audit tenure yang panjang akan berhubungan dengan efisiensi audit

yang lebih tinggi, sehingga akan menghasilkan audit delay yang lebih

pendek.

Dalam penelitiannya, Dao dan Pham (2014) mencoba untuk

memperluas penelitian sebelumnya dan memberikan bukti lebih lanjut

tentang hubungan antara audit delay dengan audit tenure. Hasil penelitian

Dao dan Pham (2014) tersebut menunjukan bahwa audit tenure memiliki

pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap audit delay. Hasil penelitian

terdahulu lainnya juga menyatakan bahwa audit tenure dapat mempengaruhi

audit delay secara signifikan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Habib dan

Bhuiyan (2011); Mariani dan Latrini (2016); Michael dan Rohman (2017);

dan Wulandari dan Wiratmaja (2017).

H3: Audit Tenure Berpengaruh Negatif Terhadap Audit Delay Pada

Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI

35
3.2.4 Financial Distress Dalam Memoderasi Pengaruh Ukuran

Perusahaan Terhadap Audit Delay

Audit delay merupakan lamanya waktu penyelesaian audit dari tanggal

penutupan tahun buku sampai tanggal penyelesaian laporan auditor

independen. Lamanya pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor disebabkan

karena adanya perbedaan padangan dalam masalah akuntansi dan auditing

antara manajemen klien dengan auditor.

Sedangkan ukuran perusahaan merupakan ukuran besar kecilnya

sebuah perusahaan yang ditunjukan atau dinilai oleh total aset, total penjualan,

jumlah laba, beban pajak dan lain-lain. Umumnya, semakin besar suatu

perusahaan maka perusahaan tersebut akan melaporkan hasil laporan

keuangannya yang telah di audit dengan lebih cepat jika dibandingkan dengan

perusahaan kecil karena perusahaan besar memiliki banyak sumber informasi

dan memiliki sistem pengendalian internal yang lebih baik sehingga dapat

mengurangi tingkat kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan yang

memudahkan auditor dalam melakukan audit laporan keuangan.

Selain itu, perusahaan besar cenderung memiliki audit delay yang

pendek jika dibandaingkan dengan perusahaan yang lebih kecil, karena

perusahaan besar diperhatikan oleh pihak investor, kreditor, pengguna laporan

keuangan dan masyarakat sehingga perusahaan besar dituntut untuk

menyelesaikan laporan keuangannya dengan lebih cepat.

Seperti diketahui, financial distress adalah kondisi yang

menggambarkan bahwa hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk memenuhi

36
kewajiban perusahaan. Sehingga perusahaan yang mengalami financial

distress akan lebih cenderung menyampaikan laporan keuangan tidak tepat

waktu dibandingkan perusahaan yang sedang tidak mengalami financial

distress, walaupun peryusahaan tersebut termasuk dalam perusahaan besar

sekalipun. Dengan begitu, pengaruh ukuran perusahaan terhadap audit delay

akan semakin diperlemah jika perusahaan mengalami kondisi financial

distress.

H4: Financial Distress Memperlemah Pengaruh Ukuran Perusahaan

Terhadap Audit Delay Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di

BEI

3.2.5 Financial Distress Dalam Memoderasi Pengaruh Profitabilitas

Terhadap Audit Delay

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang

menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu

perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakaian dalam

pengambilan keputusan ekonomi (IAI, 2012). Agar informasi yang disediakan

bermanfaat, maka informasi tersebut harus relevan. Ketepatan waktu tidak

menjamin relevansi, tetapi relevansi tidaklah mungkin tanpa ketepatan waktu.

Oleh karena itu ketepatan waktu adalah batasan penting pada publikasi laporan

keuangan.

Pelaksanaan audit atas laporan keuangan bertujuan untuk menentukan

apakah suatu laporan keuangan itu telah disajikan dan dilaporkan sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum. Peran auditor disini adalah untuk

37
memeriksa dan memastikan bahwa tidak terdapat salah saji dalam suatu

laporan keuangan.

Audit delay adalah perbedaan tanggal tahun tutup buku dengan tanggal

penyelesaian laporan audit independen pada laporan keuangan perusahaan

klien. Diukur berdasarkan jumlah hari dari tanggal tahun tutup buku sampai

ditandatanganinya laporan keuangan oleh auditor independen. Oleh karena itu,

semakin lama auditor menyelesaikan tugasnya maka semakin panjang pula

audit delaynya.

Seperti diketahui, profitabilitas adalah profitabilitas adalah kemampuan

perusahaan menghasilkan laba yang dikaitkan dengan penjualan, aset atau

modal perusahaan. Dalam penelitian ini yang menjadi tolak ukur tingkat

profitabilitas yaitu ROA (return on assets). ROA adalah suatu rasio yang

digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian perusahaan didalam

operasional bisnisnya dengan memanfaatkan sumber daya asetnya. Semakin

tinggi nilai rasio ini menunjukkan bahwa semakin tinggi keuntungan yang

diperoleh perusahaan dari hasil investasi pada asetnya dan begitu pula

sebaliknya.

Perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi

cenderung ingin segera mempublikasikannya karena akan mempertinggi nilai

perusahaan dimata pihak-pihak yang berkepentingan. Sementara perusahaan

yang memiliki tingkat profitabilitas yang rendah kecenderungan yang terjadi

adalah kemunduran publikasi laporan keuangan.

38
Sedangkan financial distress adalah kondisi dimana perusahaan sedang

mengalami masalah dalam keuangannya. Jadi, jika sebuah perusahaan

memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi maka perusahaan tersebut akan

memiliki tingkaty financial distress yang rendah. Dan tingkat financial distress

yang rendah ini akan menyebabkan perusahaan memiliki audit delay yang lebih

rendah pula.

H5: Financial Distress Memperkuat Pengaruh Profitabilitas Terhadap Audit

Delay Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI

3.2.6 Financial Distress Dalam Memoderasi Pengaruh Audit Tenure

Terhadap Audit Delay

Berdasarkan teori signalling, apabila laporan keuangan disampaikan

tepat waktu oleh sebuah perusahaan, maka itu akan menggambarkan singal

good news sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan tersebut dimata

investor. Selain itu, diketahui pula audit tenure yang panjang akan menambah

kemungkinan pada suatu KAP untuk memperoleh pengetahuan yang lebih

mendalam tentang perusahaan sehingga auditor dapat memahami bisnis

perusahaan dan dapat merencanakan program audit yang lebih baik. Sehingga

semakin lama masa penugasan KAP dengan perusahaan akan meningkatkan

efisiensi audit terhadap auditor sehingga dapat mempercepat proses audit.

Hasil penelitian Mariani dan Latrini (2016); Michael dan Rohman

(2017); dan Wulandari dan Wiratmaja (2017) menyatakan bahwa audit

tenure memiliki pengaruh yang negatif terhadap audit delay, karena saat

auditor memiliki perikatan dengan waktu yang lebih lama dengan perusahaan

39
klien, maka auditor akan lebih mudah memahami mengenai karakteristik

perusahaan, sehingga dapat mempersingkat audit delay.

Namun kondisi ini akan terganggu jika perusahaan mengalami masalah

financial distress. Kondisi perusahaan yang sedang mengalami financial

distress biasanya akan merugikan shareholder. Karena perusahaan yang

sedang mengalami financial distress akan cenderung digambarkan sebagai

perusahaan yang telah mengalami kegagalan ekonomi (Gholizadeh et al, 2011).

Kondisi financial distress pada perusahaan inilah yang dapat meningkatkan

resiko audit, khususnya resiko pengendalian dan resiko deteksi. Sehingga akan

mengakibatkan lamanya proses audit dan berdampak pada bertambahnya audit

delay.

H6: Financial Distress Memperlemah Pengaruh Audit Tenure Terhadap

Audit Delay Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI

40
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal, yaitu

penelitian yang menyatakan adanya hubungan sebab akibat antara variabel

independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini terdapat variabel

independen (variabel yang mempengaruhi variabel dependen) dan variabel

dependen (variabel yang dipengaruhi variabel independen), serta variabel

moderating yang dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen.

Sesuai dengan tujuan penelitian, jenis penelitian ini dapat digunakan untuk

membuktikan secara empiris pengaruh variabel independen yaitu ukuran

perusahaan, profitabilitas dan audit tenure terhadap variabel dependen yaitu audit

delay dengan financial distress sebagai variabel moderating pada perusahaan

pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2015-2018.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan adalah pada seluruh perusahaan pertambangan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Waktu penelitian dimulai sejak bulan

Desember 2019 sampai dengan selesai.

4.3 Populasi dan Sampel

Doanne dan Seward (2011), menyatakan bahwa population is all of the

items that we are interested in. Populasi merupakan totalitas dari suatu karakteristik

41
tertentu yang ditentukan oleh penulis untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya

(Sudarmanto, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan

pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu sebanyak 41

perusahaan.

Sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti.

Sampel adalah bagian dari suatu populasi yang diambil dengan cara tertentu

sebagaimana yang ditetapkan oleh peneliti. Pengambilan sampel dalam penelitian

ini menggunakan teknik non-probability sampling dengan cara purposive sampling

yaitu teknik pengambilan sampel penelitian dengan menggunakan kriteria atau

pertimbangan tertentu. Kriteria pemilihan sampel pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama

periode 2015-2018.

2. Perusahaan pertambangan yang mempublikasikan laporan keuangan secara

lengkap untuk periode 31 Desember tahun 2015-2018 dalam situs Bursa Efek

Indonesia (BEI) dalam mata uang Rupiah (IDR).

3. Data-data mengenai variabel penelitian yang akan diteliti tersedia lengkap

dalam laporan keuangan/laporan tahunan perusahaan.

Berdasarkan kriteria tersebut maka jumlah sampel dalam penelitian ini

dapat diketahui berdasarkan perhitungan berikut.

42
Tabel 4.1 Sampel Penelitian

No Keterangan Jumlah
Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa
1 41
Efek Indonesia
Perusahaan yang terdaftar berturut-turut sejak 2015
2 (4)
hingga 2018
Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan
3 keuangan secara lengkap dan tidak dalam mata (11)
uang rupiah
Perusahaan yang memiliki data tidak lengkap untuk
4 (5)
penelitian ini
5 Perusahaan sampel 21
6 Tahun pengamatan 4
Jumlah Sampel Selama Periode Pengamatan 84
Sumber: Data diolah, 2019.

4.4 Definisi Operasional

4.4.1 Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang perubahan nilainya

dipengaruhi oleh variabel independen (variabel bebas). Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah audit delay. Audit delay merupakan rentang waktu

pelaksanaan audit pada laporan keuangan tahunan perusahaan. Audit delay dapat

diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan

auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan, yaitu sejak

tanggal tutup tahun buku perusahaan yaitu 31 Desember sampai dengan tanggal

yang tertera pada laporan auditor independen.

4.4.2 Variabel Independen

1. Ukuran Perusahaan (X1)

Ukuran perusahaan adalah ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan yang

ditunjukan atau dinilai oleh total aset, total penjualan, jumlah laba, beban pajak

dan lain-lain. Perusahaan besar biasanya cenderung lebih cepat dalam

43
menyelesaikan proses auditnya. Pada umumnya perusahaan besar dimonitor

oleh investor, pengawas permodalan, dan pemerintah sehingga terdapat

kecenderungan mengurangi audit delay. Ukuran besar atau kecilnya

perusahaan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan logaritma

natural dari total aset yang dimiliki perusahaan.

2. Profitabilitas (X2)

Profitabilitas adalah kemampuan sebuah perusahaan dalam menghasilkan laba

berdasarkan sumber daya perusahaan yang dimiliki. Dalam penelitian ini yang

menjadi tolak ukur tingkat profitabilitas yaitu return on assets (ROA).

3. Audit Tenure (X3)

Audit tenure merupakan jangka waktu masa perikatan kerja antara auditor

dengan kliennya dalam pemeriksaan laporan keuangan. Tenure yang panjang

dari suatu KAP dapat meningkatkan pemahaman bagi auditor tentang bisnis

kliennya. Audit tenure diukur dengan cara menghitung jumlah tahun perikatan

dari KAP yang sama melakukan perikatan audit terhadap auditee, tahun

pertama perikatan dimulai dengan angka 1 dan ditambah dengan satu untuk

tahun-tahun berikutnya.

4.4.3 Variabel Moderating

Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau

memperlemah hubungan antara satu variabel dengan variabel lain. Dalam

penelitian ini, variabel moderating yang digunakan adalah financial distress.

Financial distress merupakan proses yang mana perusahaan mengalami kesulitan

keuangan, sehingga perusahaan tidak mampu dalam memenuhi kewajibannya.

44
Perusahaan akan mengalami financial distress jika arus kas operasi perusahaan

tidak mampu mencukupi pemenuhan kewajiban jangka pendek seperti pembayaran

bunga kredit yang telah jatuh tempo. Semakin besar kewajiban yang dimiliki

perusahaan, akan menyebabkan semakin besarnya risiko terjadinya financial

distress. Financial distress dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio Earning

Per Share (Sulastri dan Zannati, 2018).

Penggunaan Earning Per Share (EPS) sebagai proksi variabel financial

distress dikarenakan EPS menggambarkan seberapa besar perusahaan mampu

menghasilkan keuntungan per lembar saham yang akan dibagikan kepada pemilik

saham, dimana keuntungan tersebut diperoleh dari kegiatan operasinya (Sulastri

dan Zannati, 2018). Jika earning per share sebuah perusahaan diketahui negatif,

berarti perusahaan tersebut sedang mengalami rugi usaha, yang diakibatkan

pendapatan yang diterima perusahaan dalam periode tersebut lebih kecil daripada

biaya yang timbul. Oleh karena itu, dapat disimpulkan keadaan seperti itu

menandakan perusahaan masuk dalam kategori financial distress.

Tabel 4.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian


Variabel Definisi Indikator
Skala
Penelitian Operasional Pengukuran
Ukuran perusahaan
adalah ukuran besar
kecilnya sebuah
Ukuran perusahaan yang
Perusahaan ditunjukan atau dinilai 𝐿𝑁 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 Rasio
(X1 ) oleh total aset, total
penjualan, jumlah laba,
beban pajak dan lain-
lain.

45
Variabel Definisi Indikator
Skala
Penelitian Operasional Pengukuran
Profitabilitas adalah
kemampuan sebuah
perusahaan dalam
Profitabilitas 𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛
menghasilkan laba 𝑅𝑂𝐴 = Rasio
(X2 ) 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
berdasarkan sumber daya
perusahaan yang
dimiliki.
Audit tenure merupakan Jumlah tahun perikatan
jangka waktu masa audit, tahun pertama
Audit Tenure perikatan kerja antara dimulai dengan angka 1
Rasio
(X3 ) auditor dengan kliennya dan ditambah dengan 1
dalam pemeriksaan untuk tahun-tahun
laporan keuangan. berikutnya
Financial distress
merupakan proses yang
mana perusahaan
Financial
mengalami kesulitan 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔𝑠
Distress 𝐸𝑃𝑆 = Rasio
keuangan, sehingga 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒
(Z)
perusahaan tidak mampu
dalam memenuhi
kewajibannya.
Audit delay merupakan
rentang waktu Audit Delay = Tanggal
Audit Delay
pelaksanaan audit pada Laporan Auditor - Tanggal Rasio
(Y)
laporan keuangan Tutup Buku
tahunan perusahaan.

4.5 Jenis dan Sumber Data

Sumber data dalam sebuah penelitian merupakan segala sesuatu yang dapat

memberikan informasi mengenai data yang diperlukan. Berdasarkan sumbernya,

data dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.

Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang telah

dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat

pengguna data.

46
Sumber data dalam penelitian ini adalah Laporan Tahunan dan Laporan

Keuangan perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada

situs www.idx.co.id pada tahun 2015-2018. Metode pengumpulan data yang

dipakai dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu pengumpulan data

dalam bentuk laporan-laporan yang telah dipublikasikan dalam periode pengamatan

kemudian dikumpulkan, dicatat dan dikaji.

4.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode

dokumentasi, yaitu pengumpulan data dalam bentuk laporan-laporan yang telah

dipublikasikan dalam periode pengamatan kemudian dikumpulkan, dicatat dan

dikaji.

4.7 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan menggunakan

software SmartPLS yang dijalankan dengan media komputer. PLS (Partial Least

Square) merupakan analisis persamaan struktural (SEM) berbasis varian yang

secara simultan dapat melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian

model struktural. Model pengukuran digunakan untuk uji validitas dan reabilitas,

sedangkan model struktural digunakan untuk uji kausalitas (pengujian hipotesis

dengan model prediksi).

Lebih lanjut, Ghozali (2014) menjelaskan bahwa PLS adalah metode

analisis yang bersifat soft modeling karena tidak mengasumsikan data harus

dengan pengukuran skala tertentu, yang berarti jumlah sampel dapat kecil

(dibawah 100 sampel). Terdapat beberapa alasan yang menjadi penyebab

47
digunakan PLS dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini alasan-alasan

tersebut yaitu: pertama, PLS (Partial Least Square) merupakan metode analisis

data yang didasarkan asumsi sampel tidak harus besar, yaitu jumlah sampel

kurang dari 100 bisa dilakukan analisis, dan residual distribution. Kedua, PLS

(Partial Least Square) dapat digunakan untuk menganalisis teori yang masih

dikatakan lemah, karena PLS (Partial Least Square) dapat digunakan untuk

prediksi.

1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif, yaitu analisis empiris secara deskripsi tentang informasi

yang diperoleh untuk memberikan gambaran atau menguraikan tentang suatu

kejadian (siapa atau apa, kapan, dimana, bagaimana, berapa banyak) yang

dikumpulkan dalam penelitian. Data tersebut berasal dari jawaban yang

diberikan oleh responden atas item-item yang terdapat dalam kuesioner.

Selanjutnya penulis akan mengolah data-data yang ada dengan cara

dikelompokkan dan ditabulasikan kemudian diberi penjelasan.

2. Pengujian Hipotesis

Hipotesis penelitian ini diuji dengan menggunakan PLS. Hal ini disebabkan

pada metode penelitian ini mengandung pengujian hipotesa. Menguji hipotesis

dapat dilihat dari nilai t-statistik dan nilai probabilitas. Untuk pengujian

hipotesis menggunakan nilai statistik maka untuk alpha 5% nilai t-statistik

yang digunakan adalah 1,96. Sehingga kriteria penerimaan/penolakan Hipotesa

adalah Ha diterima dan H0 di tolak ketika t-statistik > 1,96. Untuk

48
menolak/menerima Hipotesis menggunakan probabilitas maka Ha diterima jika

nilai p < 0,05.

49
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, S. (2016). Auditing, Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor


Akuntan Publik. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat.

Apriyana, N. dan Rahmawati, D. (2017). Pengaruh Profitabilitas, Solvabilitas,


Ukuran Perusahaan, dan Ukuran KAP Terhadap Audit Delay Pada
Perusahaan Properti dan Real Estate Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2013-2015. Jurnal Nominal. 6 (2). 108-124.

Arens, A. A., Elder, R. J., Beasley, M.S., dan Hogan, C.E. (2017). Auditing and A
Assurance Services. United Kingdom: Pearson.

Ashton, R. H., Willingham, J. J., dan Elliott, R. K. (1987). An Empirical


Analysis of Audit Delay. Journal of Accounting Research. 25 (2): 275-
292.

Brigham, E. F., dan Houston, J. F. (2014). Dasar-dasar Manajemen Keuangan.


Jakarta: Salemba Empat.

Dao, M., dan Pham, T. (2014). Audit Tenure, Auditor Specialization and Audit
Report Lag. Managerial Auditing Journal. 29 (6): 490-512.

Dyer, J. C. dan McHugh, A. J. (1975). The Timeliness of the Australian Annual


Report. Journal of Accounting Research. 13 (2). 204-219.

Estrini, D. H. dan Laksito, H. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Audit Delay (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011). Diponegoro
Journal of Accounting. 2 (2). 1-10.

Febrianty. (2011). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Audit Delay


Perusahaan Sektor Perdagangan Yang Terdaftar di BEI Periode 2007-
2009. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi (JENIUS). 1 (3): 294-
320.

Gholizadeh, M. H., Mohammad, M., Bahmani, A., & Dizaji, B. S. (2011).


Corporate Financial Distress Prediction Using Artificial Neural Networks
and Using Microlevel Financial Indicators. Interdisciplinary Journal of
Contemporary Research in Business. 3(5).

50
Ghozali, I. (2014). Structural Equation Modeling, Metode Alternatif dengan Partial
Least Square (PLS). Edisi Keempat. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

Giri, F. E. (2010). Pengaruh Tenur Kantor Akuntan Publik (KAP) dan Reputasi
KAP Terhadap Kualitas Audit: Kasus Rotasi Wajib Auditor di
Indonesia. Seminar Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto.

Habib, A., dan Bhuiyan, M. B. U. (2011). Audit Firm Industry Specialization


And The Audit Report Lag. Journal of International Accounting,
Auditing and Taxation. 20 (1). 32-44.

Hanafi, M., dan Halim, A. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: (UPP)
STIM YKPN.

Harahap, S. S. (2013). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Cetakan Kesebelas.


Jakarta: Penerbit Rajawali Pers.

Harjanto, K. (2017). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Solvabilitas,


dan Ukuran Kantor Akuntan Publik Terhadap Audit Delay. Jurnal
Ultima Accounting. 9 (2).

Ikatan Akuntan Indonesia. (2012). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba


Empat.

Indriyani, R. E. dan Supriyati. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit


Report Lag Perusahaan Manufaktur di Indonesia dan Malaysia. The
Indonesian Accounting Review. 2 (2): 185-202.

Iskandar, M. J., dan Trisnawati, E. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Audit Report Lag Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 12 (3). 175-186.

Jogiyanto, H. (2015). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: Penerbit


BPFE.

Kartika, A. (2009). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay di


Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan-Perusahaan LQ 45 Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta). Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), 16
(1). 1-17.

Khalatbari, A., Ramezanpour, I., dan Haghdoost, J. (2013). Studying the


Relationship of Earnings Quality and Audit Delay in Accepted

51
Companies in Tehran Securities. International Research Journal of
Applied and Basic Sciences. 6 (5): 549-555.

Lee, H. Y., Mande, V. & Son, M. (2009). Do Lengthy Auditor Tenure and The
Provision of Non-audit Service by External Auditor Reduce Audit Report
Lags?. International Journal of Auditing. 13 (7). 87-104.

Mariani, K. dan Latrini, M. Y. (2016). Komite Audit sebagai Pemoderasi


Pengaruh Reputasi Auditor dan Tenure Audit terhadap Audit Report
Lag. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 16 (3). 2122-2148.

Michael, C. J., dan Rohman, A. (2017). Pengaruh Audit Tenure dan Ukuran
KAP Terhadap Audit Report Lag Dengan Spesialisasi Industri Auditor
Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-
2015). Diponegoro Journal of Accounting. 6 (4). 1-12.

Miradhi, M. D., dan Juliarsa, G. (2016). Ukuran Perusahaan Sebagai Pemoderasi


Pengaruh Profitabilitas dan Opini Auditor Pada Audit Delay. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, 16 (1). 388-415.

Mulyadi. (2013). Auditing. Buku Pertama, Edisi Keenam. Jakarta: Salemba Empat.

Murti, A. S. (2016). Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas Pada Audit


Delay Dengan Reputasi KAP Sebagai Variabel Pemoderasi. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, 16 (1). 275-305.

Pourali, M. R., Jozi, M., Rostami, K. H., Taherpour, G. R., dan Niazi, F. (2013).
Investigation of Effective Factors in Audit Delay: Evidence from
Tehran Stock Exchange (TSE). Research Journal of Applied Sciences,
Engineering and Technology. 5 (2): 405-410.

Pradnyaniti, L. P. Y., dan Suardikha, I. M. S. (2019). Pengaruh Audit Tenure


dan Auditor Switching Pada Audit Delay Dengan Financial Distress
Sebagai Variabel Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana. 26 (3). 2098-2122.

Praptika, P. Y. H., dan Rasmini, N. K. (2016). Pengaruh Audit Tenure, Pergantian


Auditor dan Financial Distress Pada Audit Delay Pada Perusahaan
Consumer Goods. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 15 (3). 2052-
2081.

52
Ratnaningsih, N. M. D., dan Dwirandra, A. A. N. B. (2016). Spesialisasi Auditor
Sebagai Variabel Pemoderasi Pengaruh Audit Tenure dan Pergantian
Auditor Pada Audit Delay. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 16
(1). 18-44.

Sartono, A. (2014). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat .


Cetakan Ketujuh. Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Sawitri, N. M. D. C., dan Budiartha, I. K. (2018). Pengaruh Audit Tenure dan


Financial Distress pada Audit Delay dengan Spesialisasi Auditor Sebagai
Variabel Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 22 (3).
1965-1991.

Soedarsa, H. G. dan Nurdiawansyah. (2017). Pengaruh Faktor Internal dan


Eksternal Pada Audit Delay (Studi Empiris Pada Perusahaan Makanan
dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Akuntansi & Keuangan. 8 (2). 67-89.

Sofiana, E., Suwarno, dan Hariyono, A. (2018). Pengaruh Financial Distress,


Auditor Switching dan Audit Fee Terhadap Audit Delay. Journal of
Islamic Accounting and Tax. 1 (1): 64-79.

Spence, M. (1973). Job Market Signaling. The Quarterly Journal of Economics. 87


(3). 355-374.

Sulastri, E., dan Zannati, R. (2018). Prediksi Financial Distress Dalam Mengukur
Kinerja Perusahaan Manufaktur. Jurnal Manajemen Strategi dan Aplikasi
Bisnis. 1 (1). 27-36.

Wardhani, A. P., dan Raharja, S. 2013. Analisis Pengaruh Corporate Governance


Terhadap Audit Report Lag. Diponegoro Journal of Accounting. 2 (3).

Weygandt, J. J., Paul, D. K., Donald, E. K. (2015). Financial Accounting. United


States of America: John Wiley & Sons.

Wulandari, N. P. I., dan Wiratmaja. I. D. N. (2017). Pengaruh Audit Tenure dan


Ukuran Perusahaan Klien Terhadap Audit Delay Dengan Financial
Distress Sebagai Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana. 21 (1). 701-729.

53

Anda mungkin juga menyukai