Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK), merupakan rentang waktu mulai
saat konsepsi hingga tahun kedua seseorang yang penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Periode ini merupakan rentang waktu yang optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangan otak yang paling cepat dan periode plastisitas
tertinggi, tepatnya pada trimester terakhir kehamilan dan dua tahun pertama
kehidupan. Maka dari itu, perlu perhatian khusus supaya terjadi pertumbuhan dan
perkembangan yang maksimal. Salah satu hal yang sangat berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan manusia pada 1000 HPK adalah asupan nutrisi
yang mencukupi.
Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang
dihadapi di dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang. Stunting
menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya
kesakitan dan kematian, perkembangan otak suboptimal sehingga perkembangan
motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental.
Dilansir dari Databooks.com balita yang mengalami stunting pada tahun 2015
sebesar 36,4%. Berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG) pada tahun 2017, balita
yang mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 angka stunting mencapai 30,8%, sedangkan
pada tahun 2019 stunting mengalami penurunan sebesar 27,67. Di mojokerto pada
tahun 2017, balita yang mengalamii stunting sebanyak 87 kasus. Jumlah tersebut
tersebar di 11 kecamatan. Jumlahnya menurun, jika dibandingkan dengan tahun
2016 sebanyak 238 kasus.
Remaja yang terkena stunting memiliki tingkat kecemasan, gejala depresi,
serta merasa memiliki harga diri yang rendah dibandingkan dengan remaja yang
tidak terhambat pertumbuhannya. Anak-anak yang terhambat pertumbuhannya
sebelum berusia 2 tahun memiliki hasil yang lebih buruk dalam emosi serta
perilakunya pada masa akhir remaja. Oleh karena itu stunting merupakan prediktor
buruknya kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya akan berpengaruh
terhadap perkembangan potensi bangsa.
Standar yang ditetapkan Nasional mengacu pada standar yang telah
ditetapkan oleh WHO terkait maksimal terjadinya stunting sebesar 20%, sedangkan
di Indonesia saat ini angka stunting belum memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Bagaimana seorang tenaga kesehatan memangkas angka stunting dengan cara
social model atau biasa disebut dengan pendekatan secara sosial. Pendekatan
tersebut dilakukan dengan cara mengidentifikasi hambatan sistemik, sikap negatif
dari lingkungan sekitar, dimana secara tidak langsung lingkungan menjadi hambatan
bagi penderita stunting. Peran tenaga kesehatan, terutamanya peran bidan sangat di
butuhkan dalam memangkas angka stunting agar sesuai dengan standar yang telah
di tetapkan dengan berfokus pada lingkungan yang didalamnya masih ditemukan
kasus stunting.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bidan memberikan social model dalam kasus stunting?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting?
3. Bagaimana cara mengurangi terjadinya angka stunting?
4. Apa kaitan stunting dengan pemberian ASI eklusif pada 1000 HPK?
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Social Model


2.2 Stunting
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu yang cukup lama dan memiliki dampak
bukan hanya gangguan pertumbuhan fisik anak, tetapi mempengaruhi pula
pertumbuhan otak balita. Faktor penyebab stunting terdiri dari faktor basic seperti
faktor ekonomi dan pendidikan ibu, kemudian faktor intermediet seperi jumlah
anggota keluarga, tinggi badan ibu, usia ibu, dan jumlah anak ibu. Selanjutnya
adalah faktor proximal seperti pemberian ASI ekslusif, usia anak dan BBLR (Darteh
dkk, 2014:2).
Pertumbuhan linier yang tidak sesuai umur, merefleksikan masalah kurang
gizi. Gannguan pertumbuhan linier (stunting) akan berdampak pada pertumbuhan,
perkembangan, kesehatan, dan produktivitas. Masalah kurang gizi jika tidak
ditangani maka akan menimbulkan masalah yang lebih besar, bangsa Indonesia
akan mengalami last generation.(Riskesdes, 2013)
Dampak dari stunting bukan hanya gangguan pertumbuhan fisik anak, tapi
mempengaruhi pula pertumbuhan otak balita. Lebih banyak anak ber-IQ rendah di
kalangan anak stunting dibanding dengan di kalangan anak yang tumbuh dengan
baik. Stunting berdampak seumur hidup terhadap anak. Stunting memunculkan
kekhawatirasn terhadap perkembangan anak-anak, karena adanya efek jangka
panjang. Kesadaran masyarakat akan kasus ini sangat diperlukan. Peran bidan
dalam upaya pencegahan stunting adalah dengan mengontrol remaja putri yang
baru menikah sehingga di saat mengandung bisa dilakukan upaya pemberian
informasi lanjut dari upaya-upaya pencegahan stunting agar bayi yang di kandung
akan selalu sehat (Eko, 2015:1).
Penanggulangan stunting dimulai sejak dalam kandungan sampai anak usia 2
tahun yang disebut dengan periode emas. Pada periode kritis ini perbaikan gizi
sangat diprioritaskan yaitu pada 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada
kehidupan pertama bayi yang dilahirkan. Salah satu perbaikan gizi secara langsung
pada bayi yang dilahirkan adalah dengan pemberian ASI esklusif dan memberikan
gizi yang optimal sesuai kebutuhannya (Kemenkes, 2013:1).

Pertumbuhan pada dua


tahun pertama
kehidupan dicirikan
dengan pertambahan
gradual,
baik pada percepatan
pertumbuhan linear
maupun
laju pertambahan berat
badan. Pertumbuhan bayi
cenderung ditandai
dengan pertumbuhan
cepat
(growth spurt) yang
dimulai pada usia 3 bulan
hingga
usia 2 tahun, kemudian
pertumbuhan pada anak
pada usia 2 tahun sampai
usia anak 5 tahun menjadi
lebih lambat
dibandingkan dengan
ketika masih
bayi, walaupun
pertumbuhan terus
berlanjut dan
akan memengaruhi
kemampuan motoris,
sosial,
emosional, dan
perkembangan kognitif.
(Astari,
2006). Stunting juga
dapat merugikan
kesehatan
jangka panjang, dan
pada saat dewasa dapat
mempengaruhi
produktivitas kerja,
komplikasi
persalinan, dan
meningkatnya risiko
kegemukan
dan obesitas yang dapat
memicu penyakit sindrom
metabolik seperti penyakit
jantung koroner, stroke,
hipertensi, dan diabetes
mellitus tipe 2
(Stuijvenberg ,
2015. WHO, 2014).
Pertumbuhan linear yang
tidak sesuai umur
merefleksikan masalah
gizi kurang. Gangguan
pertumbuhan linier
(stunting) akan
berdampak
terhadap pertumbuhan,
perkembangan,
kesehatan,
dan produktivitas.
Masalah gizi kurang jika
tidak
ditangani akan
menimbulkan masalah
yang lebih
besar, bangsa Indonesia
dapat mengalami lost
generation.(Riskesdas,
2013)
Pertumbuhan pada dua
tahun pertama
kehidupan dicirikan
dengan pertambahan
gradual,
baik pada percepatan
pertumbuhan linear
maupun
laju pertambahan berat
badan. Pertumbuhan bayi
cenderung ditandai
dengan pertumbuhan
cepat
(growth spurt) yang
dimulai pada usia 3 bulan
hingga
usia 2 tahun, kemudian
pertumbuhan pada anak
pada usia 2 tahun sampai
usia anak 5 tahun menjadi
lebih lambat
dibandingkan dengan
ketika masih
bayi, walaupun
pertumbuhan terus
berlanjut dan
akan memengaruhi
kemampuan motoris,
sosial,
emosional, dan
perkembangan kognitif.
(Astari,
2006). Stunting juga
dapat merugikan
kesehatan
jangka panjang, dan
pada saat dewasa dapat
mempengaruhi
produktivitas kerja,
komplikasi
persalinan, dan
meningkatnya risiko
kegemukan
dan obesitas yang dapat
memicu penyakit sindrom
metabolik seperti penyakit
jantung koroner, stroke,
hipertensi, dan diabetes
mellitus tipe 2
(Stuijvenberg ,
2015. WHO, 2014).
Pertumbuhan linear yang
tidak sesuai umur
merefleksikan masalah
gizi kurang. Gangguan
pertumbuhan linier
(stunting) akan
berdampak
terhadap pertumbuhan,
perkembangan,
kesehatan,
dan produktivitas.
Masalah gizi kurang jika
tidak
ditangani akan
menimbulkan masalah
yang lebih
besar, bangsa Indonesia
dapat mengalami lost
generation.(Riskesdas,
2013)
Pertumbuhan pada dua
tahun pertama
kehidupan dicirikan
dengan pertambahan
gradual,
baik pada percepatan
pertumbuhan linear
maupun
laju pertambahan berat
badan. Pertumbuhan bayi
cenderung ditandai
dengan pertumbuhan
cepat
(growth spurt) yang
dimulai pada usia 3 bulan
hingga
usia 2 tahun, kemudian
pertumbuhan pada anak
pada usia 2 tahun sampai
usia anak 5 tahun menjadi
lebih lambat
dibandingkan dengan
ketika masih
bayi, walaupun
pertumbuhan terus
berlanjut dan
akan memengaruhi
kemampuan motoris,
sosial,
emosional, dan
perkembangan kognitif.
(Astari,
2006). Stunting juga
dapat merugikan
kesehatan
jangka panjang, dan
pada saat dewasa dapat
mempengaruhi
produktivitas kerja,
komplikasi
persalinan, dan
meningkatnya risiko
kegemukan
dan obesitas yang dapat
memicu penyakit sindrom
metabolik seperti penyakit
jantung koroner, stroke,
hipertensi, dan diabetes
mellitus tipe 2
(Stuijvenberg ,
2015. WHO, 2014).
Pertumbuhan linear yang
tidak sesuai umur
merefleksikan masalah
gizi kurang. Gangguan
pertumbuhan linier
(stunting) akan
berdampak
terhadap pertumbuhan,
perkembangan,
kesehatan,
dan produktivitas.
Masalah gizi kurang jika
tidak
ditangani akan
menimbulkan masalah
yang lebih
besar, bangsa Indonesia
dapat mengalami lost
generation.(Riskesdas,
2013)
Pertumbuhan pada dua
tahun pertama
kehidupan dicirikan
dengan pertambahan
gradual,
baik pada percepatan
pertumbuhan linear
maupun
laju pertambahan berat
badan. Pertumbuhan bayi
cenderung ditandai
dengan pertumbuhan
cepat
(growth spurt) yang
dimulai pada usia 3 bulan
hingga
usia 2 tahun, kemudian
pertumbuhan pada anak
pada usia 2 tahun sampai
usia anak 5 tahun menjadi
lebih lambat
dibandingkan dengan
ketika masih
bayi, walaupun
pertumbuhan terus
berlanjut dan
akan memengaruhi
kemampuan motoris,
sosial,
emosional, dan
perkembangan kognitif.
(Astari,
2006). Stunting juga
dapat merugikan
kesehatan
jangka panjang, dan
pada saat dewasa dapat
mempengaruhi
produktivitas kerja,
komplikasi
persalinan, dan
meningkatnya risiko
kegemukan
dan obesitas yang dapat
memicu penyakit sindrom
metabolik seperti penyakit
jantung koroner, stroke,
hipertensi, dan diabetes
mellitus tipe 2
(Stuijvenberg ,
2015. WHO, 2014).
Pertumbuhan linear yang
tidak sesuai umur
merefleksikan masalah
gizi kurang. Gangguan
pertumbuhan linier
(stunting) akan
berdampak
terhadap pertumbuhan,
perkembangan,
kesehatan,
dan produktivitas.
Masalah gizi kurang jika
tidak
ditangani akan
menimbulkan masalah
yang lebih
besar, bangsa Indonesia
dapat mengalami lost
generation.(Riskesdas,
2013)
Pertumbuhan pada dua
tahun pertama
kehidupan dicirikan
dengan pertambahan
gradual,
baik pada percepatan
pertumbuhan linear
maupun
laju pertambahan berat
badan. Pertumbuhan bayi
cenderung ditandai
dengan pertumbuhan
cepat
(growth spurt) yang
dimulai pada usia 3 bulan
hingga
usia 2 tahun, kemudian
pertumbuhan pada anak
pada usia 2 tahun sampai
usia anak 5 tahun menjadi
lebih lambat
dibandingkan dengan
ketika masih
bayi, walaupun
pertumbuhan terus
berlanjut dan
akan memengaruhi
kemampuan motoris,
sosial,
emosional, dan
perkembangan kognitif.
(Astari,
2006). Stunting juga
dapat merugikan
kesehatan
jangka panjang, dan
pada saat dewasa dapat
mempengaruhi
produktivitas kerja,
komplikasi
persalinan, dan
meningkatnya risiko
kegemukan
dan obesitas yang dapat
memicu penyakit sindrom
metabolik seperti penyakit
jantung koroner, stroke,
hipertensi, dan diabetes
mellitus tipe 2
(Stuijvenberg ,
2015. WHO, 2014).
Pertumbuhan linear yang
tidak sesuai umur
merefleksikan masalah
gizi kurang. Gangguan
pertumbuhan linier
(stunting) akan
berdampak
terhadap pertumbuhan,
perkembangan,
kesehatan,
dan produktivitas.
Masalah gizi kurang jika
tidak
ditangani akan
menimbulkan masalah
yang lebih
besar, bangsa Indonesia
dapat mengalami lost
generation.(Riskesdas,
2013)
BAB III
PEBAHASAN
A. Tinjauan Kasus
Stunting merupakan kumpulan gejala yang menjadi permasalahan utama di
Indonesia.
“Penyebab langsung Stunting ada dua. Gizi kurang tepat dan infeksi sakit
yang berulang ulang. Ciri-ciri penderita Stunting adalah pendek anaknya, IQ nya
lebih rendah karena pertumbuhan otaknya tidak baik, dan daya tubuh kurang. Jadi
Stunting adalah kumpulan gejala. Anak Stunting belum tentu kurus, bisa juga gemuk.
” terang dr Utami Roesli.

Peran bidan dalam mencegah stunting

Peran Bidan Mencegah Stunting Dengan Mengoptimalkan 1000 HPK” dengan


tema, Bidan Melindungi Hak Kesehatan Reproduksi Melalui Pemberdayaan
Perempuan Dan Optimalisasi Pelayanan Kebidanan.Kendati belum ditemukan obat
untuk menyembuhkan Stunting, lanjut dr Utami Roesli, sindrome tersebut bisa
dicegah dan dihindari dengan memberikan bayi gizi yang cukup.
Dengan pemberian ASI kepada bayi secara eksklusif pada 1000 HPK (Hari
Pertama Kelahiran). Usai melahirkan, bayi ditaruh di dada dan dipeluk oleh ibu
minimal satu jam. Karena berdasarkan suatu penelitian, dada dan pelukan ibu bisa
menghangatkan bayi. Selama ditaruh di dada, Bayi akan mencari puting susu
dengan sendirinya.
Menurut Utami, Bayi yang diberi ASI eksklusif mengalami pertumbuhan yang sangat
berbeda bila dibandingkan dengan bayi yang diberikan susu botol. “Karena melalui
ASI, bukan hanya daya tahan tubuh dan gizi saja yang diterima oleh bayi. Tapi
kedekatan antara seorang ibu dan bayi juga menjadi bertambah sehingga, bayi
tumbuh menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya,” ujarnya.
Utami menambahkan, selain diberikan ASI eksklusif, bayi juga diberikan makanan
yang bergizi. Menurutnya, makanan yang bergizi bukan sebuah makanan yang
mahal.
“ASI eksklusif dilakukan selama 2 tahun. Diteruskan dengan pemberian
makanan gizi yang dibuat sendiri. Bukan makanan pabrikan, itu akan memastikan
gizi bayi tidak akan terganggu. Jadi melalui ASI dan makanan bergizi, anak anak
akan terhindar dari berbagai penyakit. Termasuk Stunting,” imbuhnya.
Utami Roesli menilai, peran bidan sangat penting sekali dalam mencegah
Penyakit Stunting. Dengan memberikan pendampingan kepada ibu hamil dan
menyusui secara langsung.
“Kalau mau menurunkan angka Penyakit Stunting, para bidan ini harus ikut terlibat
dan dicampurkan dengan ahli gizi dan dokter terkait. Karena penanganan pertama
adalah bidan. Baru setelah itu dokter dan lain sebagainya,” ujarnya.
Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Mojokerto, Rani Juliastuti,
mengatakan, tujuan digelarnya kegiatan tersebut adalah memberikan pengetahuan
penanganan bayi dalam mencegah penyakit Stunting.
“Biar teman teman tahu hubungan antara ASI eksklusif dan Stunting dengan 1000
Hari Kehidupan Pertama. Selama ini teman teman mengira Stunting ditandai
dengan fisik tubuh yang pendek. Ternyata lebih dari itu,” ujarnya.
Terkait penyajian menu gizi kepada bayi, lanjut Rani Juliastuti, menu
makanan gizi dibuat dengan cara yang sederhana. ” Makanan gizi mudah ditemui
dimana saja. Tidak perlu harga yang mahal. Contoh saja ikan laut, itu mengandung
protein yang tinggi,” imbuhnya.
Untuk pencegahan penyakit Stunting di Kabupaten Mojokerto, IBI telah
menyiapkan beberapa tindakan kepada masyarakat.
“Kami memberikan penyuluhan di Posyandu Balita, Posyandu Remaja,
Posyandu Lansia dan Kelas Ibu Hamil. Di Posyandu ini kami memberikan informasi
seperti kesiapan reproduksi, pra nikah, persiapan hamil, tentang gizi bayi dan ibu
hamil. Melalui penyuluhan ini, masyarakat tahu apa saja gizi yang dibutuhkan
selama hamil, melahirkan dan menyusui. Dan yang terlibat bukan hanya bayi dan
perempuan saja, tapi suami juga terlibat,” imbuhnya.
Melalui kegiatan tersebut, Rani berharap, peserta seminar bisa berbagi
informasi dan materi yang telah disampaikan oleh Ketua Dewan Pembina Sentra
Laktasi Indonesia (Selasi), dr Utami Roesli, kepada masyarakat dan teman
seprofesi.
“Melalui kegiatan ini, ASI eksklusif sangat penting sekali. Jadi bukan hanya
kebutuhan gizi si bayi terpenuhi saja. Tapi juga mempererat hubungan kedekatan
antara bayi dan ibu. Apalagi susu buatan pabrik sendiri tidak baik bagi bayi dan si
ibu.
B. PEMBAHASAN

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat


adanya akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari
kehamilan sampai usia jani 24 bulan (Hoffman Et Al, 2000 ; Bloem Et Al, 2013).

Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada balita.


Penyebab langsung Stunting ada dua. Gizi kurang tepat dan infeksi sakit yang
berulang ulang. Ciri ciri penderita Stunting adalah memiliki tubuh yang pendek, IQ
nya lebih rendah karena pertumbuhan otaknya tidak baik, dan daya tahan tubuh
kurang. Jadi Stunting adalah kumpulan gejala. Anak Stunting belum tentu kurus, bisa
juga gemuk.

Selain itu masyarakat belum menyadari anak pendek merupakan suatu


masalah karena anak pendek di masyarakat terlihat sebagai anak-anak dengan
aktivitas yang normal, tidak seperti anak kurus yang harus ditanggulangi. Demikian
pula halnya gizi ibu hamil, masyarakat belum menyadari pentingnya gizi selama
kehamilan berkontribusi terhadap gizi bayi yang akan dilahirkannya kelak (UNICEF
Indonesia, 2013).

Menurut artikel yang telah ditelaah dapat disimpulkan bahwa ada dua cara
pencegahan yang bisa dilakukan antara lain memberikan Air Susu Ibu (ASI)
eksklusif dan memberikan Makanan Tambahan ASI (MTA). Manfaat memberikan ASI
eksklusif pada bayi antara lain sebagai berikut :

1. Dapat menjaga sistem kekebalan tubuh bayi, Air Susu Ibu (ASI) mengandung
zat antibodi pembentuk kekebalan tubuh yang bisa membantunya melawan
bakteri dan virus, jadi bayi yang diberikan Air Susu Ibu (ASI) lebih kecil
resikonya terserang penyakit.

2. Membuat tulang bayi lebih kuat, bayi yang diberikan Air Susu Ibu (ASI)
eksklusif selama 6 bulan memiliki tulang leher dan tulang belakang yang
lebih kuat dibandingkan dengan bayi yang diberikan Air Susu Ibu (ASI)
kurang dari 6 bulan. Karena itulah Air Susu Ibu (ASI) sangat berperan
penting dalam menunjang pertumbuhan tulang bayi.

3. Melindungi bayi dari kuman, saluran cerna bayi mulai dihuni oleh bakteri
beberapa jam setelah lahir. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif membuat
saluran cerna bayi dihuni oeh bakteri baik. Air Susu Ibu (ASI) juga
mengandung protein yang berfungsi melindungi bayi dari infeksi kuman
sehingga dapat mengurangi angka kematian bayi oleh penyakit.

4. Menyediakan nutrisi lengkap pada bayi, kandungan dalam Air Susu Ibu (ASI)
meliputi air, karbhohidrat. protein, lemak, vitamin, mineral, sel-sel darah putih
(leukosit), enzim, dan asam amino.

5. Mencegah mal nutrisi (kekurangan nutrisi), bayi baru lahir rentan tertular
penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya yang kurang sempurna.
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif akan mencukupi kebutuhan yang
diperlukan bayi seperti nutrisi-nutrisi penting sehingga terhindar dari mal
nutrisi atau kekurangan nutrisi.

Manfaat pemberian makanan tambahan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi antara
lain sebagai berikut :

1. Untuk perkembangan otak, bayi yang mengonsumsi zat besi selama dua
tahun kehidupan pertamanya memiliki kemampuan lebih cepat saat belajar,
membaca, dan menulis dibandingkan dengan bayi yang kekurangan zat besi.
Ada beberapa nutrisi pada makanan yang membantu membangun kinerja
otak diantaranya zat besi pada bayam, omega 3 pada ikan yang berlemak,
jeruk, jambu, semangka, brokoli, dan tomat karena mengandung vitamin C
untuk membantu penyerapan zat bayi. Iodine pada ikan dan telur, protein
pada telur, ayam, daging dan antioksidan pada apel.

2. Untuk mennguatkan tulang, Tulang bayi akan terus bertumbuh dan berubah,
selayaknya anggota tubuh yang lain dengan nutrisi tepat dalam MPA,
kesehataan tulangnya akan terus terjaga. Pada waktu 18 bulan tulang lunak
di antara tengkorak kepala bagian atas dan belakang bayi akan tertutup.
Menngonsumsi kalsium dan vitamin D akan membantu membangun massa
tulang bayi.
3. Membantu pertumbuhan gigi yang baik
Bayi akan mulai tumbuh gigi pada usia sekita 8 bulan. Pertumbuhan gigi pada
setiap bayi akan berbeda, namun dengan nutri MPASI yang baik, bayi akan
mendapatkan gigi yang kuat dan sehat, MPASI juga akan membantu bayi
untuk berlatih mengigit dan mencoba berbagai tekstur makanan.
4. Meningkatkan daya tahan tubuh bayi.
Melalui ASI, untuk meningkatkatkan sistem imunitas dalam tubuh bayi, ia juga
membutuhkan nutrisi dan vitamin dari MPASI.
Ada beberapa bahan makanan alami yang membantu meningkatkan sistem
imunitas tubuh bayi, diantaranya: kacang kedelai, bawang, dan sereal dengan
prebiotik.
DAFTAR PUSTAKA

Darteh E.K., Acquah E. dan Kyereme A.K. 2014. Correlates of Stunting among
children in Ghana terdapat dalam Jurnal BMC Public Health 2014, 14:504

Eko Dardirdjo. 2015. Sinergitas Kua, Bidan, Puskesmas Dalam Penurunan Angka
Stunting. Diperoleh pada 19 Desember 2019, dari
http://celotehlarangan.com/sinergitas-kua-bidan-puskesmas-
dalampenurunan-angka-stunting/

Kemenkes RI. 2013. 1000 Hari: Mengubah Hidup, Mengubah Masa Depan.
Diperoleh Pada 19 Desember 2019, dari http://gizi.depkes.go.id/1000-
harimengubah-hidup-mengubah-masadepan

Anda mungkin juga menyukai