Anda di halaman 1dari 35

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

PAPER
PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA

Disusun oleh:
Zsizsi Akbarinda
140100012

Pembimbing:
Dr. dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked (Oph), Sp.M (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
paper ini dengan judul “Primary Open Angle Glaucoma”. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing penulis
Dr. dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked (Oph), Sp.M(K), yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan
paper ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasa, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam
penulisan paper selanjutnya.
Paper ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat
menjadi referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.

Medan, Januari 2020

Penulis
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Anatomi Mata............................................................................................. 3
2.1.1 Sudut Bilik Mata Depan .................................................................. 3
2.1.2 Badan Siliar ...................................................................................... 4
2.2 Fisiologi Aqueous Humour ........................................................................ 5
2.2.1 Produksi Aqueous Humour .............................................................. 5
2.2.2 Aliran Keluar Aqueous Humour ....................................................... 6
2.2.3 Tekanan Intraokular ........................................................................ 8
2.3 Glaukoma ................................................................................................... 8
2.3.1 Definisi ............................................................................................ 8
2.3.2 Klasifikasi......................................................................................... 9
2.4 Glaukoma Primer Sudut Terbuka............................................................... 9
2.4.1 Definisi ............................................................................................. 9
2.4.2 Epidemiologi .................................................................................... 9
2.4.3 Faktor Risiko .................................................................................... 10
2.4.4 Patofisiologi ..................................................................................... 11
2.4.5 Manifestasi Klinis ............................................................................ 13
2.4.6 Diagnosis .......................................................................................... 14
2.4.7 Diagnosis Banding ........................................................................... 21
2.4.8 Penatalaksanaan ............................................................................... 22
2.4.9 Pencegahan, Komplikasi dan Prognosis ........................................... 26
BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 29
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Anatomi Bola Mata .................................................................................. 3
2.2 Sudut Bilik Mata Depan .......................................................................... 4
2.3 Tampilan Posterior Lensa, Zonula, Badan Siliar, dan Ora Serrata .......... 5
2.4 Aliran Keluar Aquoeus Humor ................................................................ 8
2.5 Patofisiologi Glaukoma............................................................................ 13
2.6 Tonometri Aplanasi Goldmann ............................................................... 16
2.7 Tonometri Schiotz .................................................................................... 16
2.8 Pemeriksaan Gonioskopi Menggunakan Lensa Goldmann .................... 17
2.9 Perbandingan Cawan Diskus Optikus Pada Mata Normal Dan Pada
Mata Glaukoma ....................................................................................... 18
2.10 Gambaran Skotoma Pada Mata Dengan Glaukoma ................................ 20
2.11 Profil RNFL Pasien Dengan Suspek Glaukoma ..................................... 21
2.12 Algoritma Penanganan Glaukoma Sudut Terbuka .................................. 25
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Penanganan Glaukoma Sudut Terbuka Berdasarkan Tingkat
Keparahannya ........................................................................................... 22
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai


oleh pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan
pandang, biasanya disertai peningkatan tekanan intraokular. Berdasarkan
etiologinya, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu
glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder, dan glaukoma
absolut. Sementara berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan
intraokular, glaukoma terbagi menjadi glaukoma sudut terbuka dan
glaukoma sudut tertutup.1
Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan di dunia setelah
katarak. Saat ini sekitar 60 juta penduduk dunia menderita glaukoma dimana
8,4 juta orang telah mengalami kebutaan. Primary Open Angle Glaucoma
(POAG) merupakan tipe glaukoma yang paling banyak dijumpai.
Diperkirakan angka ini akan meningkat menjadi 11 juta orang pada tahun
2020.2
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan jenis glaukoma yang
paling sering terjadi dan mempunyai prevalensi yang lebih tinggi
dibandingkan glaukoma jenis lainnya. Pada orang dewasa yang berusia
lebih dari 40 tahun, prevalensi glaukoma sudut terbuka primer adalah
sebesar 1,86%, dengan insidensi 2,4 juta orang setiap tahunnya.3 Glaukoma
sudut terbuka primer memiliki perjalanan penyakit yang bersifat lama
(kronis) sehingga biasanya tidak menimbulkan tanda dan gejala
(asimptomatik). Akibatnya, POAG menjadi sulit terdeteksi sampai terjadi
pengecilan lapang pandang yang ekstensif. Untuk itu, diperlukan skirining
dan pemeriksaan mata secara teratur.4
Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya diberikan terapi dan
efektivitas terapi ditentukan dengan melakukan pengukuran tekanan
intraokular, inspeksi diskus optikus, dan pengukuran lapangan pandang
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

secara teratur. Terapi ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular, dan


apabila mungkin memperbaiki sebab yang mendasarinya. Adapun
manajemen yang dapat dilakukan berupa pemberian obat-obatan untuk
menurunkan produksi dan meningkatkan aliran keluar akuos, atau
pembuatan pintas sistem drainase melalui pembedahan.1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI MATA


Bola mata dapat dibagi menjadi dua segmen, yaitu segmen anterior
dan segmen posterior. Segmen anterior terdiri atas lensa kristalin dan
struktur anterior dari mata seperti iris, kornea, bilik anterior dan bilik
posterior. Bilik anterior dibatasi oleh kornea di bagian depan, dan iris serta
badan siliaris di bagian belakang. Bilik posterior merupakan suatu ruangan
segitiga yang dibatasi oleh iris dan badan siliaris di bagian depan, lensa
kristalin dan zonula di bagian belakang, dan badan siliaris di bagian lateral.
Segmen posterior terdiri atas bagian posterior dari lensa, vitreous humour,
retina, koroid dan diskus optikus.5

Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata.6

2.1.1 Sudut Bilik Mata Depan


Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer
dan pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis schwalbe,
anyaman trabekula, dan taji sklera.1
Garis schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman
trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang
mengarah ke korpus siliaris. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan
pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal schlemm. Bagian dalam
anyaman yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai anyaman
uvea, sedangkan bagian luar yang berada di dekat kanal schlemm disebut
anyaman korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke
dalam anyaman trabekula tersebut. Taji sklera merupakan penonjolan sklera
ke arah dalam di antara korpus siliaris dan kanal schlemm, tempat iris dan
korpus siliaris menempel. Saluran-saluran eferen dari kanal schlemm
(sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) berhubungan dengan
sistem vena episklera.1

Gambar 2.2 Sudut Bilik Mata Depan.1

2.1.2 Badan Siliar


Badan siliar merupakan bagian dari traktus uveal yang berada diantara
iris dan koroid. Pada potongan sagital, badan siliar berbentuk segitiga. Di
tengah badan siliar terdapat iris. Iris akan membagi rongga aqueous menjadi
bilik posterior dan anterior. Pertemuan antara iris, sklera dan kornea disebut
sebagai sudut bilik anterior. Sisi dalam segitiga dibagi menjadi dua bagian
yaitu bagian anterior (sekitar 2 mm) yang memiliki tonjolan silia seperti jari
disebut pars plicata dan bagian posterior yang halus (sekitar 4 mm) disebut
pars plana.1,7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

Prosesus siliaris berasal dari pars plicata. Terdapat 2 lapisan epitel


siliaris yaitu satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam yang merupakan
perluasan neuroretina ke anterior dan satu lapisan berpigmen di sebelah luar
yang merupakan perluasan lapisan epitel pigmen retina. Prosesus siliaris dan
epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueous
humour.1

Gambar 2.3 Tampilan posterior lensa, zonula, badan siliar, dan ora serrata.1

2.2 FISIOLOGI AQUEOUS HUMOUR


2.2.1 Produksi Aqueous Humour
Aqueous humour adalah cairan jernih yang mengisi ruangan bola
mata anterior dengan volume 0,25 ml dan ruangan posterior dengan volume
0,06 ml. Laju produksi aqueous sekitar 2,5 mcL/menit. Aqueous humour
berperan dalam mempertahankan tekanan intraokular yang sesuai serta
memainkan peran menyediakan substrat dan mengeluarkan metabolit dari
kornea avaskular dan lensa kristalin.1,5
Aqueous humour diproduksi di badan siliaris. Aqueous humour
berasal dari plasma di dalam kapiler-kapiler dari prosesus siliaris. Produksi
aqueous humour meliputi mekanisme difusi, ultrafiltrasi, dan sekresi
sebagai berikut:5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

1. Ultrafiltrasi
Sebagian besar substansi plasma dikeluarkan dari dinding kapiler dan
jaringan ikat longgar. Oleh karena itu, filtrat plasma (dialisat)
berakumulasi di belakang epitelium berpigmen dan tidak berpigmen
dari prosesus siliaris.
2. Sekresi
Dialisat plasma ditransportasi ke dalam pigmen epitel. Sambungan
antar sel epitel tidak berpigmen menciptakan bagian blood aqueous
barrier. Substansi tertentu ditransportasi secara aktif (disekresi)
melewati sawar ini ke bilik posterior. Substansi yang ditransportasi
secara aktif termasuk natrium, klorida, kalium, asam askorbat, asam
amino, dan bikarbonat.
3. Difusi
Transport aktif dari substansi ini melalui epitel siliaris tidak berpigmen
menghasilkan suatu gradasi osmotik yang menyebabkan pergeseran isi
plasma lain ke kamera posterior melalui ultrafiltrasi dan difusi.
Aliran aqueous humour dari kamera posterior ke kamera anterior
melalui pupil melawan sedikit resistensi fisiologis. Sudut kamera anterior
memainkan peranan yang penting dalam proses drainase aqueous. Sudut ini
dibentuk oleh akar iris, bagian paling anterior dari badan siliaris, spur
sklera, trabekular meshwork, dan garis schwalbe (ujung dari membran
descement kornea).

2.2.2 Aliran Keluar Aqueous Humour


Aliran keluar aqueous humour terdiri dari:5,8
1. Anyaman Trabekula
Anyaman trabekula adalah struktur seperti saringan dimana
merupakan aqueous humour keluar dari mata. Anyaman ini terdiri dari
tiga lapisan dengan lapisan dari dalam ke luar adalah anyaman uveal,
anyaman korneosklera dan anyaman juxtakanalikular.
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

 Anyaman uveal membentuk bagian terdalam dari anyaman


trabekula dan merupakan perpanjangan dari ujung iris dan badan
siliaris ke garis schwalbe.
 Anyaman korneosklera membentuk bagian tengah yang lebih besar
yang merupakan pepanjangan dari taji sklera ke dinding sulkus sklera
lateral.
 Anyaman juxtakanalikular membentuk bagian terluar dari anyaman
trabekula dimana anyaman ini terdiri dari ruang juxtakanalikular dan
sel. Anyaman ini menghubungkan anyaman korneosklera dengan
kanal schlemm.
2. Kanal Schlemm
Merupakan saluran oval dengan endotel yang melingkar di sulkus
sklera. Sel-sel endotel dari dinding bagian dalam tidak teratur,
berbentuk spindel dan mengandung vakuola raksasa dan/atau katup
aqueous. Dinding luar dilapisi oleh sel-sel skuamous dan terhubung ke
saluran pengumpul (collector channels).
3. Collector Channels
Sering disebut juga saluran air intrasklera, dengan jumlah sekitar 25-
35 dan meninggalkan kanal schlemm pada sudut miring untuk
berakhir ke vena episklera. Saluran air intraskleral ini dapat dibagi
menjadi dua sistem.
 Sistem direk: saluran yang lebih besar (vena aqueous) dengan jalur
intrasklera yang singkat dan berakhir langsung menjadi vena
episklera.
 Sistem indirek: collector channels yang lebih kecil yang
membentuk pleksus intrasklera sebelum akhirnya masuk ke vena
episkleral.5,8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

Gambar 2.4 Aliran keluar aqueous humour.5


2.2.3 Tekanan Intraokular
Tekanan intraokular merupakan tekanan yang diberikan oleh cairan
intraokular terhadap lapisan bola mata. Nilai normal tekanan intraokular
bervariasi antara 10-21 mmHg. Nilai normal tersebut dipertahankan melalui
suatu dynamic equilibrium antara pembentukan dan aliran keluar aquous
humour. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular,
diantaranya:6
1. Kecepatan pembentukan aquous humour
2. Tahanan terhadap aliran keluar aquous humour
3. Peningkatan tekanan episklera
4. Dilatasi pupil

2.3 GLAUKOMA
2.3.1 Definisi
Glaukoma bukan merupakan suatu proses penyakit tunggal, namun
merupakan kelompok gangguan yang ditandai oleh neuropati optik progresif
yang menghasilkan penampilan yang karakteristik cupping optic disc dan
pola spesifik cacat ireversibel di bidang visual tetapi tidak selalu dengan
peningkatan TIO. Dengan demikian, TIO adalah faktor risiko yang paling
umum tetapi tidak satu-satunya faktor risiko untuk perkembangan
glaukoma. Akibatnya istilah hipertensi okular digunakan untuk kasus yang
terus-menerus meningkatkan TIO tanpa ada terkait kerusakan glaukoma.7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

2.3.2 Klasifikasi
Glaukoma dapat diklasifikasikan berdasarkan sudut kamera anterior
dan ada atau tidaknya penyakit yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular dan faktor penyerta. Pada dasarnya, glaukoma dapat
diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, dimana tidak ada penyebab lain
yang menyebabkan peningkatan TIO, glaukoma sekunder, dimana
peningkatan TIO akibat penyakit okular lain, penyakit sistemik, atau
penggunaan obat, dan glaukoma kongenital, dimana elevasi TIO merupakan
akibat dari kelainan kongenital di sudut kamera anterior selama masa
embrionik.9

2.4. Glaukoma Sudut Terbuka Primer


2.4.1 Definisi
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan suatu neuropati optik
anterior yang bersifat kronis dan progresif, ditandai dengan pencekungan
dan atrofi dari diskus optikus, penurunan atau hilangnya lapangan pandang,
sudut terbuka dan tanpa penyebab yang jelas. Secara umum, pada glaukoma
terjadi peningkatan tekanan intraokular diatas nilai normal yang
menandakan adanya hambatan atau penurunan aliran keluar aqueous
humour, meskipun pada beberapa kasus justru dijumpai tekanan intraokular
yang normal.7

2.4.2 Epidemiologi
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan jenis glaukoma yang
paling sering dijumpai. Hampir 45 juta penduduk dunia menderita glaukoma
jenis ini, dimana 8 juta diantaranya telah menjadi buta. Diperkirakan angka
kebutaan ini akan meningkat menjadi 11 juta orang pada tahun 2020. 2
Berdasarkan penelitian di USA pada orang dengan usia lebih dari 40 tahun
diperkirakan prevalensi glaukoma primer sudut terbuka sekitar 1,86%.
Dengan meningkatnya populasi usia lanjut, jumlah pasien glaukoma juga
akan meningkat 50% dari 3,36 juta pada tahun 2020.3
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

Di Indonesia, prevalensi untuk glaucoma sudut terbuka primer


adalah sebesar 0,48% berdasarkan Jakarta Uban Eye Health Study tahun
2008. Namun, dapat diduga bahwa sebagian besar penderita glaukoma
belum terdeteksi/terdiagnosis dan tentunya belum tertangani.10

2.4.3 Faktor Risiko

1. Tekanan Intra Okular (TIO)


Berdasarkan penelitian epidemiologis pada populasi yang besar,
diketahui bahwa TIO rata-rata manusia adalah 15,5 mmHg dengan
rentang nilai normal yang didapatkan adalah 10-21 mmHg. Peningkatan
TIO adalah faktor risiko yang penting pada glaukoma primer sudut
terbuka. Akan tetapi pada 30-50% penderita glaukoma dengan optik
neuropati dan hilang lapangan pandang ditemukan TIO dibawah 22
mmHg.3
2. Diskus Optikus dan Hilang Lapangan Pandang
Meskipun masih merupakan faktor risiko utama pada glaukoma primer
sudut terbuka, peningkatan TIO tidak lagi dipertimbangkan sebagai
yang terpenting untuk diagnosis. Gambaran diskus nervus optikus dan
kehilangan lapangan pandang lebih menentukan dalam diagnosis
glaukoma sudut terbuka. Pada kerusakan nervus optikus, terdapat pola
khas pada kehilangan lapangan pandang. Evaluasi pada kedua hal
tersebut sangat penting dilakukan pada follow up pasien glaukoma.3
3. Usia
Survei oleh The Baltimore Eye menunjukkan bahwa prevalensi
glaukoma meningkat seiring bertambahnya umur, terutama pada ras
berkulit hitam yaitu lebih dari 11% pada umur 80 tahun keatas. Pada
penelitian Collaborative Initial Glaukoma Treatment, defek pada
lapangan pandang tujuh kali lipat lebih sering terjadi pada pasien 60
tahun keatas daripada pasien yang berumur 40 tahun.3
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

4. Ras
Prevalensi glaukoma pada ras kulit hitam adalah 3-4 kali lebih besar
daripada ras lainnya. Kebutaan akibat glaukoma juga empat kali lebih
sering pada ras kulit hitam daripada ras kulit putih.3
5. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang positif juga merupakan faktor risiko pada
glaukoma primer sudut terbuka. Survei pada penelitian The Baltimore
Eye juga menunjukkan bahwa diperkirakan risiko glaukoma primer sudut
terbuka 3,7 kali lipat lebih besar pada individu dengan saudara kandung
yang mengidap penyakit tersebut.3
6. Faktor Risiko Lainnya
Beberapa kondisi seperti miopi, diabetes mellitus, penyakit
kardiovaskular, dan oklusi vena sentral diduga berhubungan dengan
glaukoma. Namun, keadaan-keadaan tersebut bukan merupakan faktor
risiko utama dan memiliki hubungan yang kurang signifikan dengan
glaukoma dibandingkan faktor risiko sebelumnya.3

2.4.4 Patofisiologi

Terdapat dua teori yang menjelaskan patofisiologi glaukoma, yaitu


mekanisme peningkatan tekanan intraokular dan mekanisme atrofi serta
pencekungan saraf optik yang terjadi secara progresif.7

1. Berkurangnya Aliran Keluar Aqueous Humour


Hal ini berhubungan dengan meningkatnya tahanan aliran keluar pada
bilik anterior dan lumen dari kanal schlemm, dimana jaringan
jukstakanalikular sebagai lokasi dengan tahanan tertinggi. Terdapat
beberapa teori yang menjelaskan mengapa terjadi peninggian tahanan aliran
keluar dari aqueous humour pada lokasi tersebut:7
- Obstruksi pada anyaman trabekular oleh material asing
Lutjen-Drecol dan Rohen mengatakan bahwa adanya akumulasi material
yang mengandung kolagen dan elastin pada anyaman trabekular
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

mengakibatkan terjadinya peningkatan tahanan terhadap aliran keluar


aqueous humour.
- Hilangnya sel endotel trabekular
Pada glaukoma dijumpai sel endotel yang lebih sedikit dibandingkan
dengan mata yang normal. Hilangnya sel ini mengganggu beberapa
fungsi penting dari trabecular seperti fagositosis dan degradasi
markomolekul.
- Berkurangnya ukuran dan densitas pore dinding endotel dari kanal
schlemm dijumpai pada kasus glaukoma sudut terbuka.
- Hilangnya giant vacuoles dinding endotel dari kanal Schlemm
Giant vacuoles memiliki peran yang penting dalam memindahkan cairan
dari anyaman trabekular kedalam lumen kanal schlemm, sehingga apabila
giant vacuoles berkurang atau menghilang, maka dapat meningkatkan
tahanan terhadap aliran keluar aqueous.
- Hilangnya phagocytic activity
Fagositosis terjadi pada anyaman trabekula secara terus-menerus dan
bertindak sebagai pembersih filter dari anyaman trabekula.
- Gangguan mekanisme umpan balik neurologis
Mekanisme ini sebenarnya masih belum jelas, namun diduga akibat
adanya peninggian tekanan intraokular, terjadi pengaruh umpan balik
neurologis yang menyebabkan penurunan produksi dan penurunan
kecepatan aliran keluar aqueous humour.

2. Atrofi dan Pencekungan Saraf Optik


Pencekungan diskus optikus dan atrofi merupakan teori lain yang
membahas patofisiologi dari glaukoma primer sudut terbuka. Pencekungan
ditandai dengan melengkungnya lamina kribrosa ke arah belakang,
pemanjangan laminar beams, dan hilangnya sel ganglion akson pada neural
tissue. Pencekungan merupakan penanda penting dari glaucomatous
damage, meskipun dapat juga dijumpai pada keadaan iskemik dan lesi
kompresi pada saraf optik posterior. Berdasarkan studi histologi, terdapat
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

tiga elemen yang hilang pada pencekungan saraf optik yaitu akson,
pembuluh darah, dan sel glial.11
Adanya peningkatan tekanan intraokular mengakibatkan kompresi secara
langsung dan terjadinya gangguan vaskularisasi pada diskus optikus.
Gangguan vaskularisasi tersebut menimbulkan suatu keadaan iskemi yang
dapat berujung pada kematian sel ganglion saraf. Pada respon terhadap
iskemia atau hipoksia karena peningkatan tekanan intraokular, respon utama
sel ganglion adalah dengan produksi glutamat berlebihan. Hasil dari
peningkatan glutamat ini mencetuskan serangkaian jalur molekular yang
menyebabkan apoptosis.11

Gambar 2.5 Patofisiologi Glaukoma.11

2.4.5 Manifestasi Klinis


a. Gejala
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan suatu penyakit yang
terselubung, berkembang lambat namun progresif dan terjadi secara
bilateral. Dikatakan terselubung karena pada kebanyakan pasien dengan
penyakit ini tidak memiliki keluhan atau gejala (asymptomatic) hingga
penyakit memasuki stadium lanjut. Pada beberapa kasus, dapat dijumpai
adanya edema kornea, halo vision, atau penurunan lapangan pandang.
Kualitas hidup tidak terlalu terpengaruh pada perjalanan awal glaukoma,
namun seiring perjalanan penyakit atau penanganan yang semakin agresif,
kualitas hidup dapat menjadi terganggu.7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

b. Tanda
Glaukoma sudut terbuka primer sering dijumpai asimetris, dimana
salah satu mata mengalami kerusakan yang sedang hingga berat, dan mata
lainnya mengalami kerusakan yang minimal atau tidak dijumpai kerusakan.
Pada kebanyakan pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer dijumpai
peningkatan tekanan intraokular dengan rentang 22-40 mmHg, sebagian
kecil mencapai tekanan yang lebih tinggi yaitu 60 atau di atas 80 mmHg,
dan sebagian lainnya tanpa peningkatan tekanan intraokular.7

i. Diagnosis
a. Anamnesis
Informasi mengenai kronologis perjalanan penyakit mencakup onset,
durasi, lokasi dan gejala, merupakan hal yang penting dalam membantu
menegakkan diagnosis dari glaukoma. Kebanyakan pasien tidak memilik
gejala atau keluhan sama sekali sehingga penyakit ini sulit untuk dideteksi.
Pasien baru datang ke dokter setelah terjadi penurunan lapangan pandang.
Namun, beberapa gejala lain yang dapat dikeluhkan berupa nyeri pada mata,
nyeri kepala, fotofobia, mata kabur, ataupun mata merah (hiperemis). Selain
itu, perlu ditanyakan riwayat dari penggunaan kortikosteroid, riwayat
penyakit mata, riwayat operasi mata, dan juga riwayat keluarga yang
menderita penyakit glaukoma.12,13

b. Pemeriksaan Fisik pada Mata


1. Ketajaman Visual (Visual Acuity)
Tes ketajaman visual merupakan pemeriksaan yang penting dalam
menentukan fungsi penglihatan pasien, meskipun dalam tahap awal dari
perjalanan penyakit glaukoma, kebanyakan ketajaman visual tidak
terganggu.11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

2. Pupil
Penilaian yang cermat terhadap pupil harus dilakukan untuk
mengungkapkan adanya cacat aferen relatif.11

3. Tonometri
Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular. Rentang tekanan
intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka
primer, 32-50% individu yang terkena akan memperlihatkan tekanan
intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya,
peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien
mengidap glaukoma sudut terbuka primer untuk menegakkan diagnosis
diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya diskus optikus glaukomatosa atau
kelainan lapangan pandang.11
a. Tonometri Aplanasi
Tonometri aplanasi goldmann dipasang pada slitlamp dan mengukur
besarnya gaya yang diperlukan untuk meratakan apeks kornea dengan beban
standar. Makin tinggi tekanan intraokular, makin besar gaya yang
dibutuhkan.12
Setelah anestesi topikal dan pemberian fluoresin, pasien
didudukkan di depan slitlamp dan tonomoter disiapkan. Agar dapat melihat
fluoresin, dipakai filter biru cobalt dengan penyinaran paling terang. Setelah
memasang tonometer di depan kornea, pemeriksa melihat melalui slitlamp
okular saat ujungnya kontak dengan kornea. Sebuah pegas counterbalance
yang dikendalikan secara manual akan mengubah-ubah gaya yang diberikan
pada ujung tonometer.12
Setelah berkontak, ujung tonometer akan meratakan bagian tengah
kornea dan menghasilkan garis fluoresin tipis yang melingkar. Sebuah
prisma di ujung memecah lingkaran ini secara visual menjadi dua setengah-
lingkaran yang tampak hijau melalui okular slitlamp. Tenaga tonometer
diatur secara manual sampai kedua setengah lingkaran tersebut tampak
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

bertumpuk. Besarnya tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan ini


diterjemahkan skala menjadi tekanan dalam millimeter air raksa.12

Gambar 2.6 Tonometri Aplanasi Goldmann.12


b. Tonometri Schiotz
Keuntungan cara ini adalah kesederhanaannya hanya memerlukan
instrumen portabel genggam yang relatif tidak mahal. Pasien tidur
terlentang dan diberi anestesi topikal pada kedua mata. Ketika pasien
menatap lurus ke depan, kelopak mata ditahan agar tetap terbuka dengan
menarik kulit palpebra secara hati-hati pada tepian tulang orbita. Tonometer
diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung cekung laras menyentuh
kornea. Dengan tekanan yang ditetapkan oleh beban yang terpasang,
tonjolan plunger berujung tumpul sedikit melekukkan pusat kornea.
Semakin tinggi tekanan intraokular, semakin besar tahanan kornea terhadap
indentasi, dan plunger akan semakin terdesak ke atas. Semakin plunger
terdesak, semakin jauh jarum penunjuk bergeser di sepanjang skala yang
telah terkalibrasi. Digunakan sebuah kartu konversi untuk menterjemahkan
nilai pada skala ke dalam milimeter air raksa.12

Gambar 2.7 Tonometri Schiotz.14


PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

c. Tonometri Non Kontak


Tonometer jenis ini tidak seteliti tonometer aplanasi. Dihembuskan
sedikit udara pada kornea. Udara yang terpantul dari permukaan kornea
mengenai membran penerima tekanan pada alat ini. Metode ini tidak
memerlukan anestesi karena tidak ada bagian alat yang mengenai mata.12

4. Gonioskopi
Gonioskopi adalah metode pemeriksaan anatomi sudut bilik mata
depan dengan pembesaran binokular dan sebuah lensa gonio khusus. Lensa-
gonio jenis goldmann dan posner/zeiss memiliki cermin khusus yang
membentuk sudut sedemikian rupa sehingga menghasilkan garis pandangan
yang pararel dengan permukaan iris, cermin tersebut diarahkan ke perifer ke
arah lekukan sudut ini.1
Setelah diberi anestesi lokal, pasien didudukkan pada slitlamp dan
lensa gonio dipasang pada mata. Detil sudut bulik mata depan diperbesar
dan divisualisasikan secara stereoskopik. Dengan memutar cermin, dapat
diperiksa semua bagian sudut hingga mencapai 360 derajat.1
Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera, dan prosesus
iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis schwalbe
atau sebagian kecil dari anyaman trabekular yang dapat terlihat, sudut
dinyatakan sempit. Apabila garis schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan
tertutup.1

Gambar 2.8 Pemeriksaan Gonioskopi menggunakan lensa Goldmann.7


PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

5. Pemeriksaan Fundus
a. Pemeriksaan Oftalmoskop Langsung
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya
cawan fisiologik yang ukurannya tergantung pada jumlah relatif serat
penyusun nervus optikus terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati
oleh serat-serat tersebut. Pada glaukoma, mungkin terdapat pembesaran
konsentrik cawan optik atau pencekungan (cupping) superior dan inferior
dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus.
Kedalaman cawan optik juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser ke
belakang. Seiring dengan pembentukan cekungan, pembuluh retina di
diskus tergeser kearah hidung. Hasil akhir proses pencekungan pada
glaukoma adalah apa yang disebut sebagai cekungan “bean-pot”, yang
tidak memperlihatkan jaringan saraf bagian tepinya.7
Rasio cawan diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat
ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah
perbandingan antara ukuran cawan optik terhadap diameter diskus. Apabila
terdapat kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokular,
rasio cawan diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetris yang bermakna
antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.7

Gambar 2.9 Perbandingan cawan diskus optikus pada mata normal (atas) dan pada
mata glaukoma (bawah).7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

b. Pemeriksaan Oftalmoskop Tidak Langsung


Alat ini digunakan untuk melengkapi pemeriksaan oftalmoskop
langsung. Oftalmoskop tidak langsung dipasang dikepala pemeriksa dan
memungkinkan pandangan binokular melalui sepasang lensa dengan
kekuatan lengkap. Pasien diminta melihat kearah kuadran yang diteliti.
Sebuah lensa cembung dipegang beberapa inchi dari mata pasien dengan
arah yang tepat sehingga serentak memfokuskan cahaya pada retina. Alat ini
memberikan lapangan pandang yang jauh lebih lebar dengan pembesaran
yang lebih lemah.7

6. Pemeriksaan Lapangan Pandang


a. Perimetri
Perimetri digunakan untuk memeriksa lapangan pandang perifer dan
sentral. Teknik ini, yang dilakukan terpisah pada setiap mata, mengukur
fungsi retina, nervus optikus, dan jaras visual intrakranial secara bersama.
Alat ini secara klinis digunakan untuk mendeteksi atau memonitor
hilangnya lapangan pandang akibat penyakit di suatu tempat tersebut.1
Lapangan pandang mata diukur dan dipetakan menurut derajat
kelengkungan. Pengukuran derajat kelengkungan itu tetap konstan, tidak
tergantung jarak bidang dari mata yang diperiksa. Sensitivitas penglihatan
paling besar di pusat lapangan pandang (sesuai dengan fovea) dan paling
kecil di perifer.1
Saat mata pasien difiksasi pada objek sentral, objek-objek pengujian
disajikan secara acak pada lokasi yang berbeda-beda dalam lapangan
pandang. Jika objek-objek tadi terlihat, pasien harus berespons secara verbal
atau memberi tanda dengan alat yang dipegang. Dengan mengubah ukuran
atau kecerahan objek, sensitivitas visual berbagai daerah berbeda dalam
lapangan pandang dapat diukur. Makin kecil atau makin gelap sasaran yang
dilihat, makin baik sensitivitas di lokasi itu.1
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai
30 derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

semakin nyatanya bintik buta. Perluasan kontinyu ke lapisan pandang


daerah Bjerrum 15 derajat dari fiksasi membentuk skotoma Bjerrum,
kemudian skotoma arkuata. Pengecilan lapangan pandang perifer cenderung
berawal di perifer nasal sebagai kontriksi isopter. Selanjutnya, mungkin
terdapat hubungan ke defek arkuata menimbulkan breaktrthrough perifer.
Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru
terpengaruh pada stadium lanjut penyakit.1

Gambar 2.10 Gambaran skotoma pada mata dengan glaucoma.7

b. Optical Coherence Tomography (OCT)


Penilaian retinal nerve fibre layer (RNFL) menggunakan OCT
belakangan ditemukan penting dalam konfirmasi diagnosis dan menilai
progresi dari penyakit tersebut. Penilaian RNFL mungkin lebih sensitif
dibandingkan dengan penilaian diskus optikus dalam menentukan kerusakan
akibat glaukoma. Informasi yang didapat dari OCT harus selalu
diinterpretasikan dengan hati-hati.11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

Gambar 2.11 Profil RNFL pasien dengan suspek glaukoma.14

2.4.7 Diagnosis Banding


Adapun beberapa diagnosis banding dari glaukoma sudut terbuka
primer antara lain:15
1. Normal tension glaucoma
Merupakan penyakit yang identik dengan glaukoma sudut terbuka
primer, namun tekanan intraokularnya tidak pernah mencapai diatas 22
mmHg.
2. Ocular hypertension
Terjadi peningkatan tekanan intraokular secara signifikan tanpa
memperlihatkan tanda-tanda adanya kerusakan nervus optik atau
gangguan lapangan pandang. Diagnosis ditegakkan bila terdapat
kenaikan tekanan intraokular diatas 21 mmHg.
3. Chronic/intermitten angle-closure glaucoma
Terdapat peripheral anterior synechiae, sudut tertutup, bersifat
symptomatic, dan adanya peningkatan tekanan okular yang terjadi
secara episodik.
4. Exfoliation glaucoma
Terdapat perubahan pada kapsul lensa anterior, defek
transiluminasi pada batas (margin) pupil.
5. Pigmentary glaucoma
Adanya krukenberg spindle, pengendapan pigmen pada anyaman
trabekular, defek transiluminasi pada midperipheral iris, gejala timbul
dengan aktivitas atau midriasis.
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

2.4.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penanganan glaukoma sudut terbuka primer
adalah mempertahankan fungsi penglihatan sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien. Hal tersebut dapat tercapai dengan menurunkan
tekanan intraokular sampai pada batas dimana proses kerusakan nervus
optikus dan hilangnya lapangan pandang mata dapat berkurang atau terhenti.
Penanganan glaukoma sudut terbuka primer juga harus memaksimalkan
tercapainya tujuan terapi dan kenyamanan pasien, disamping meminimalisir
efek samping yang ditimbulkan oleh terapi tersebut.7
Adapun target penurunan tekanan intraokular ditentukan oleh
beberapa pertimbangan, diantaranya nilai tekanan intraokular sebelum
diterapi, derajat dari pencekungan diskus optikus serta hilangnya lapangan
pandang, adanya riwayat keluarga dengan glaukoma, dan kondisi lain yang
memperburuk perjalanan penyakit dari glaukoma seperti diabetes melitus
dan gangguan vaskular. Secara umum, target penurunan tekanan intraokular
adalah sekitar 20-30% dari nilai tekanan intraokular sebelum diterapi.
Target penurunan tekanan intraokular tersebut harus dinilai ulang secara
periodik.7
Tabel 2.1 Penanganan Glaukoma Sudut Terbuka Berdasarkan Tingkat
Keparahannya.16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

a. Terapi Farmakologi
Terapi glaukoma sudut terbuka biasanya dilakukan secara
konservatif dengan obat-obatan. Sampai saat ini terdapat 5 kelas obat yang
dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular, diantaranya adalah
analog prostaglandin, penyekat adrenergik beta, penghambat anhidrase
karbon, agonis adrenergik dan kolinergik. Obat yang biasa dipakai antara
lain adalah:1,17
- Penyekat adrenergik beta bekerja dengan menurunkan produksi cairan
aqueous humour dengan memblokade reseptor adrenergik beta pada
epiterl-epitel siliaris. Salah satu obat yang pertama kali dan paling
banyak digunakan hingga sekarang adalah timolol. Timolol terbukti
dapat menurunkan tekanan intrakorneal 20-35%. Penyekat adrenergik
bloker ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasikan dengan obat
lain. Larutan timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, metipronolol 0,3%, serta carteolol
1% dua kali sehari dan gel timolol maleat 0,1%, 0,25% dan 0,5% sekali
setiap pagi. Kontraindikasi utama pemakaian obat ini adalah penyakit
obstruksi jalan napas kronik, terutama asma dan defek hantaran jantung.
- Agonis adrenergik-2 bekerja dengan meningkatkan outflow disertai
dengan menekan produksi aqueous humour untuk menurunkan tekanan
intraaokular (TIO). Apraclonidine (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1%
sebelum dan sesudah terapi laser) adalah suatu agonis adrenergik-2
selektif yang menurunkan pembentukan aqueous humour tanpa
menimbulkan efek pada aliran keluar. Ini terutama berguna untuk
mencegah peningkatan tekanan intraokular pascaterapi laser segmen
anterior dan dapat diberikan sebagai terapi jangka pendek pada kasus-
kasus yang susah disembuhkan. Brimonidine (larutan 0,2% dua kali
sehari) adalah suatu agonis adrenergik- yang terutama menghambat
pembentukan aqueous humour dan juga meningkatkan pengaliran
aqueous keluar.
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

- Penghambat anhidrase karbonat bekerja dengan menghambat secara


selektif isoenzim anhidrase karbonik II pada epitelium siliaris untuk
menurunkan TIO. Dorzolamide hydrochloride larutan 2% dan
brinzolamide 1% (dua atau tiga kali sehari) adalah penghambat
anhidrase karbonat topikal yang terutama efektif bila diberikan sebagai
tambahan.
- Analog prostaglandin: larutan bimatoprost 0,003%, latanoprost 0,005%,
dan travoprost 0,004%, masing-masing sekali setiap malam, dan larutan
unoprostone 0,15% dua kali sehari-meningkatkan aliran keluar akuos
melalui uveosklera. Semua analog prostaglandin dapat menimbulkan
hiperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbita, pertumbuhan
bulu mata, dan penggelapan iris yang permanen.
- Obat kolinergik atau parasimpatomimetik bekerja dengan menghambat
asetilkolinesterase, meningkatkan aliran keluar aqueous humour dengan
bekerja pada anyaman trabekular melalui kontraksi otot siliaris.
Pilocarpine diberikan dalam bentuk larutan 0,5-6% yang diteteskan
hingga empat kali sehari atau bentuk gel 4% yang diberikan sebelum
tidur. Carbachol adalah obat kolinergik alternatif. Obat-obat
parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai pengelihatan suram.
- Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan
aliran keluar aqueous humour dan sedikit banyak disertai penurunan
pembentukan aqueous humour.

b. Operasi
Penggunaan obat-obatan anti glukoma jangka panjang dapat
menyebabkan penurunan ekonomi pada beberapa negara berkembang.
Tindakan operasi dapat menjadi pemecah masalah ekonomi tersebut. Dan
apabila terapi dengan medikamentosa tidak berhasil dan terjadi kerusakan
diskus optikus serta kehilangan lapangan pandang yang progresif, maka
perlu dilakukan operasi untuk menurunkan tekanan bola mata. Terdapat
beberapa teknik operasi untuk mengatur tekanan intraokular. Pada dasarnya,
tujuan dari operasi adalah untuk membuat jalan keluar alternatif bagi
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

aqueous humour. Teknik yang paling banyak digunakan adalah


trabekulektomi dan trabekuloplasti laser.7,18

Gambar 2.12 Algoritma Penanganan Glaukoma Sudut Terbuka.19

1. Trabekulektomi
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan
untuk memintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses
langsung aqueous humour dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva
dan orbita. Komplikasi yang utama adalah fibrosis jaringan episklera, yang
menyebabkan penutupan jalur drainase baru tersebut. Terapi adjuvan pra-
dan pascaoperasi dengan antimetabolit, seperti 5-fluorouracil dan mitomycin
memperkecil risiko kegagalan bleb dan dikaitkan dengan kontrol tekanan
intraokular yang baik.1

2. Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser untuk menimbulkan bakaran melalui suatu lensa-
gonio ke anyaman trabekular akan memudahkan aliran keluar aqueous
humour. Hal ini terjadi karena efek yang dihasilkan pada anyaman
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

trabekular dan kanal schlemm, atau adanya proses-proses seluler yang


meningkatkan fungsi anyaman trabekular. Penurunan tekanan biasanya
memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah
glaukoma. Trabekuloplasti laser dapat digunakan dalam terapi awal
glaukoma sudut terbuka primer. Pada sebagian besar kasus, tekanan
intraokular perlahan-lahan akan kembali ke tingkat praterapi dalam 2-5
tahun.1

2.4.9 Pencegahan, Komplikasi dan Prognosis


a. Pencegahan
Angka kejadian kasus glaukoma menunjukkan adanya keterlambatan
pasien berobat, dikarenakan gejala klinis yang belum signifikan. Untuk
mencegah keterlambatan ini, terdapat program skrining untuk mendeteksi
pada tahap awal. Faktor usia, jenis kelamin, rutinitas untuk melakukan
pemeriksaan mata dan presentasi dari gejala klinis yang terlambat
mempengaruhi angka kejadian dari glaukoma. Berdasarkan rekomendasi
American Academy of Ophthalmology, pemeriksaan mata oleh spesialis
mata untuk populasi umum sebagai berikut:20
1. Usia 40 tahun: 1 kali pemeriksaan pada orang tanpa tanda atau faktor
risiko penyakit mata.
2. Usia 51-54 tahun: setiap 2-4 tahun.
3. Usia 55-64 tahun: setiap 1-3 tahun.
4. >64 tahun: setiap 1-2 tahun.

b. Komplikasi dan Prognosis


Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang
secara perlahan hingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat
tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular mata yang belum
mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosisnya akan baik
(walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut pada tekanan
intra okular yang telah normal). Apabila dengan proses penyakit terdeteksi
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani baik secara
medis. Trabekulektomi merupakan pilihan yang baik bagi pasien yang
mengalami perburukan medis meskipun telah menjalani terapi medis.1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

BAB III
KESIMPULAN

Glaukoma sudut terbuka primer merupakan suatu neuropati optik


anterior yang bersifat kronis dan progresif, ditandai dengan pencekungan
dan atrofi dari diskus optikus, penurunan atau hilangnya lapangan pandang,
sudut terbuka dan tanpa penyebab yang jelas. Secara umum, pada glaukoma
terjadi peningkatan tekanan intraokular diatas nilai normal yang
menandakan adanya hambatan atau penurunan aliran keluar akuos humor.
Glaukoma sudut terbuka primer memiliki insiden tertinggi dan
penyebab kedua terjadinya kebutaan. Beberapa faktor risiko terjadinya
glaukoma sudut terbuka primer adalah peningkatan tekanan intraokular,
usia, ras, riwayat keluarga, dan kondisi penyakit tertentu seperti miopia,
diabetes melitus, gangguan vaskular.
Mendiagnosis glaukoma sudut terbuka primer meliputi anamnesis
yang tepat serta pemeriksaan mata yang meliputi ketajaman visual, pupil,
tonometri, funduskopi, gonioskopi, pemeriksaan lapangan pandang dan
optical coherence tomography (OCT). Adapun penangangan glaukoma
dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan untuk menekan
pembentukan dan meningkatkan aliran keluar aqueous humour, atau melalui
pembedahan seperti trabekulektomi dan laser trabekuloplasti.
Komplikasi utama dari glaukoma sudut terbuka primer adalah
kebutaan, dimana bila dengan proses penyakit terdeteksi secara dini,
sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani baik secara medis.
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Augsburger J. Vaughan & Asbury's General


Ophthalmology. 19th ed. New York: McGraw-Hill Education LLC.;
2018.
2. Alloco A, Ponce J, Riera M, Magurno M. Clinical Pathway for
Primary Open Angle Glaucoma Diagnosis. Int J Opthalmol
2017;10(6): 968-72.
3. American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science
Course Section 10: Glaucoma. 2014-2015. p. 8-10,73-6.
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;2013. p. 216-20.
5. Khurana A, Khurana A, Khurana B. Comprehensive ophthalmology.
New Delhi: Jaypee, The Health Sciences Publisher; 2015.
6. Forrester J. The Eye. Basic Sciences and Practice. 4th Edition.
Newyork: Elsevier; 2016. p. 14.
7. Stamper R, Lieberman M, Drake M. Becker-Shaffer's diagnosis and
therapy of the glaucomas..Aqueous humor formation.[Edinburgh]:
Mosby/Elsevier; 2009.
8. Jogi R. Basic Ophthalmology. Jaypee Brothers Medical Publishers
(P) Ltd.; 2009.
9. Prum B, Herndon L, Moroi S, Mansberger S, Stein J, Lim M et al.
Primary Angle Closure Preferred Practice Pattern® Guidelines.
American Academy of Ophthalmology. 2016;123(1):P1-P40.
10. Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis Glaukoma.
Infodatin;2015.
11. Weinreb R, Khaw P. Primary Open Angle Glaucoma. Lancet;
2004:363: 1712-3.
12. Yanoff M, Duker J. Opthalmology. 4thEdition. Elsevier;2014:1019-
21,1024-25,1031.
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : Zsizsi Akbarinda
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS USU MEDAN NIM : 140100012

13. Abe H, Kitazawa Y, Kuwayama Y, Shirakashi M, Shirato S,


Tanihara H et al. Guidelines for Glaucoma. 2nd ed. Tokyo: Japan
Glaucoma Society; 2006.
14. Cheung CYL, Leung CK. A Practical Guide for Interpretation of
Optical Coherence Tomography Retinal Nerve Fiber Layer
Measurement. Journal of Current Glaucoma Practice. January-april
2011;3(1):9-13.
15. Shern K, Saidel M. Opthalmology Review Manual. 2ndEdition.
Philadelpia: Wolters Kluwer; 2012. p. 276.
16. International Council of Opthalmology. ICO Guidelines for
Glaucoma Eye Care. 1stEdition. 2016. p. 10.
17. Cheema, A, Chang, RT, Shirasyava, A, . Update of the Medical
Treatment of Primary Open-Angle Glaucoma. The Asia-Pacific
Journal of Ophthalmology. January/February 2016;5(1):53-55.
18. Tatjana, SV, Katarina, J. Primary Open-Angle Glaucoma and
Pharmacoeconomics.Sanamed. 2016; 11(3):243-248.
19. Asia Pacific Glaucoma Society. Asia Pacific Glaucoma Guidelines.
3rdEdition. Australia: Kugler Publication; 2016. p. 39.
20. Kulkarni, U. Early Detection of Primary Open Angle Glaucoma: Is
It Happening?.2016.667-670.

Anda mungkin juga menyukai