Anda di halaman 1dari 20

PORTOFOLIO

VULNUS MORSUM ET CAUSA GIGITAN ANJING

Presentan
dr. Vanny Asrytuti

Pendamping
dr. Murniati
dr. Hauna Alan Fitri

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RSUD RASIDIN
PADANG
2019-2020
PORTOFOLIO KASUS VULNUS MORSUM ET CAUSA GIGITAN
ANJING

Nama Peserta : dr. Vanny Asrytuti


Nama Wahana : RSUD Dr. Rasidin Padang
Nama Pasien : M.D
Tanggal Presentasi :
Nama Pendamping : dr. Murniati
dr. Hauna Alan Fitri
Spesialis Pendamping : dr.Fauzil, Sp.B
Tempat Presentasi : RSUD dr. Rasidin Padang
Objektif Presentasi : Keilmuan
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan diskusi
Borang Portofolio Kasus Medikal

Topik: VULNUS MORSUM ET CAUSA GIGITAN ANJING

5 September
Tanggal (kasus): Presenter : dr. Vanny Asrytuti
2019
dr. Murniati
Tanggal Presentasi: Pendamping :
dr. Hauna Alan Fitri
Tempat Presentasi: RSUD dr. Rasidin Padang
Objektif
Presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ □ □
□ Neonatus □Anak □Remaja □ Bumil
Bayi Dewasa Lansia
Laki-laki, usia 9 tahun, dengan keluhan os digigit anjing pada kaki
Deskripsi kiri 1 jam sebelum masuk rumah sakit. OS di-diagnosis dengan:
Vulnus Morsum ec Gigitan Anjing
Mengenali, melakukan penegakan diagnosis, pengobatan,
Tujuan komplikasi yang dapat terjadi pada Vulnus Morsum ec Gigitan
Anjing
Bahan □Tinjauan
□ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan : Pustaka
Cara □ □ Presentasi dan
□ E-mail □ Pos
Membahas Diskusi Diskusi
Data OS : Nama : An. IK, laki-laki, 9 tahun No. Registrasi : 1001128
Nama RS : RSUD Rasidin Padang Telp : - Terdaftar sejak : 2019

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


1. Diagnosis: Vulnus Morsum ec Gigitan Anjing

2. Gambaran Klinis:
 Luka gigitan pada kaki kiri sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
 Pasien digigit saat pasien lewat disamping anjing tersebut tanpa ada
pencetus anjing langsung menggigit kaki kiri pasien
3. Riwayat Pengobatan:
OS sebelumnya berobat ke puskesmas, luka dibersihkan di puskesmas dan
setelah itu ke RSUD Rasidin

4. Riwayat Kesehatan/penyakit:
OS belum pernah digigit anjing sebelumnya, riwayat Rabies (-)

5. Riwayat Keluarga:
-
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik:
Pengambiran RT01 rw 05
Daftar Pustaka:

1. CenterforDiseaseControlandPrevention.Rabies.Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/rabies/prevention/index.html[Diunduh
pada tanggal 1 September 2019, pukul 19.00].
2. World Health Organization. WHO:Guides for post-exposure
prophylaxis.Diunduh dari:
http://www.who.int/rabies/human/postexp/en/[diunduh pada1Juni 2014,
pukul 20.00].

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia .Petunjuk


Perencanaan dan Penatalaksanaan Kausu Gigitan Hewan
Tersangka/ Rabies di Indonesia.Bakti Husada. 2011

4. Mardjono, M. & Sidharta, P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan Ke-


13. Jakarta: PT.Dian Rakyat. p 169-170.

5. Depkes. Petunjuk Perencanaan dan Penatalaksanaan Kasus Gigitan


Hewan Tersangka Rabies di Indonesia. Diunduh dari
http://www.depkes.go.id/downloads/ Petunjuk%20Rabies.pdf. Pada
tanggal 20 Agustus 2012.

6. Sudomo, A., Kusuma, M., & Maryuni, V. 2009. Program Kreativitas


Mahasiswa.Pemanfaatan Habbatus Sauda Untuk Terapi Penunjang
Pencegah Rabies Pada Anjing.Bogor: IPB.

7. Deptan. Patofisiologi Rabies. Diunduh dari


http://www.deptan.go.id/rabies.pdf. Pada tanggal 20 Agustus 2012.

8. Smith, Jean S. 1996. New Aspects of Rabies with Emphasis on


Epidemiology, Diagnosis and Prevention of the Disease in the United
States. Clinical Microbiology Reviews, Vol.9, No. 2.

9. Hiswani. 2003. Pencegahan dan Pemberantasan Rabies. Diunduh dari


http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani10.pdf. Pada tanggal 21
Agustus 2012.

Hasil Pembelajaran:
1. Untuk mengetahui kasus Vulnus Morsum ec Gigitan Anjing ,
2. Dapat menegakkan diagnosis Vulnus Morsum ec Gigitan Anjing
3. Untuk mengetahui penanganan awal di igd kasus Vulnus Morsum ec
Gigitan Anjing
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan Vulnus Morsum ec Gigitan Anjing
5. Untuk mengetahui tentang komplikasi akibat Vulnus Morsum ec Gigitan
Anjing (Rabies)
6. Untuk mengetahui penegertian,etiologi, gejala klinis , penatalaksanaan dan
prognosis dari Rabies
7.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

 Subjektif:

Keluhan Utama:
 Luka gigitan pada kaki kiri sejak 1 jam sebelu masuk rumah sakit

Riwayat penyakit Sekarang


 Luka gigitan pada kaki kiri sejak 1 jam sebelu masuk rumah sakit
 Pasien digigit saat pasien lewat disamping anjing tersebut tanpa ada
pencetus

 Demam (-)
 Nyeri kepala (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


OS belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan OS.

Riwayat sosial ekonomi


 OS adalah pelajar SD di Kota Padang

1. Objektif :

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit Ringa
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Gizi baik
Tekanan darah : 110/70 mmHg.
Nadi : 94 kali / menit.
Suhu : 37,1oC
Pernapasan : 20 kali / menit.

Status Generalisata
Kulit : Turgor kulit baik, tidak ikterik, tidak sianosis
KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB di leher.
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring hiperemis
Gigi dan Mulut : Caries dentis (-) Mukosa mulut dan bibir basah
Leher : Tidak ditemukan kelainan
Thoraks
a. Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, dalam keadaan statis dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler di kedua lapangan paru, ronkhi (-/-), wheezing
(-/-).
b. Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat.
Palpasi : tidak ditemukan kelainan
Perkusi : tidak ditemukan kelainan
Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : Tidak ditemukan kelainan.
Palpasi : Distensi tidak ada, hepar membesar 2 jari b.a.c., lien tidak
teraba membesar.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time < 2 detik, edema (-/-)
Cruris sinistra: Pada Distal cruris tampak luka bekas gigitan berjumlah 2 buah
dengan ukuran diameter luka pertama 5 mm, ukuran dalam 2 mm dan luka
kedua dengan ukuran diameter 7 mm, ukuran dalam 2 mm.
• Look : Vulnus morsum et regio cruris sinistra,
• Feel : perabaan hangat, krepitasi tidak ada, nyeri sumbu tidak ada
• Movement : ROM (+) bebas ke segala arah

2. Assesment
Diagnosis Kerja : Vulnus Morsum et Cruris sinistra ec Gigitan
Anjing
4. Plan
1) Umum
Istirahat
2) Khusus
 Cuci bersih dengan air sabun selama 10 menit
 Irigasi Luka dengan NaCL 0,9%lalu di cuci dengan H2O2 3%,
setelah itu diirigasi lagi dengan NaCL 0,9%
 Injeksi Anti Tetanus Serum
 Cefixime sirup 2x 1 cth
 Paracetamol 3 x 1 ¼ cth
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. MANAGEMENT GIGITAN HEWAN

Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan
cepat dan sesegera mungkin.1 Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang
masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan
dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau diteregent selama 10-15 menit,
kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 % dan betadine) .

Secara umum berikut adalah tatalaksana awal untuk gigitan anjing;

 Segera luka dibersihkan, bisa menggunakan sabun/deterjen, dibilas dengan


air bersih mengalir 5-10 menit. Lalu dikeringkan dgn kain/tissue bersih
dan dapat ditambahkan antiseptik betadin ataupun alkohol 70%.
 Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir
selama 10-15 menit dan beri anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat
merah, dan lain-lain).
 Lakukan eksplorasi pada luka. Lakukan pembersihan dengan NaCl 0,9%,
atau dengan H2O2 3%.
 Luka yang ada tidak disarankan untuk dijahit, kalau luka terlalu lebar bisa
dilakukan penjahitan secara longgar dengan menggunakan benang non
absorbable, dan dipasang drain.
 Pemberian vaksin rabies, 0,5 ml im pada hari 1, 3, 7, 14 dan hari ke-28 .
Tidak ada pembedaan dosis untuk anak-anak dan dewasa. Dapat
dikombinasikan dengan antibiotik, untuk mencegah adanya infeksi kuman
atau bakteri yang lain

Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit. Bila memang perlu sekali
untuk dijahit, maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang
disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya
disuntikan secara intra muskuler. Disamping itu harus dipertimbangkan perlu
tidaknya pemberian serum/ vaksin anti tetanus, antibiotik untuk mencegah infeksi,
pemberian ATS, dan pemberian analgetik.2,3
Pemberian profilaksis tetanus dan antibiotic dipertimbangkan pada luka
resiko tinggi antara lain: luka dengan gigitan multiple, luka dalam dan lebar, luka
didsaerah muka, kepla, leher , jari tangan/jari kakidan jilatan pada mukosa. Luka
dengan risiko rendah seperti: jilatan pad kulit , luka garukan atau lecet( erosi,
ekskoriasi) luka kecil disekitar tangan , badan dan kaki cukup diberikan VAR saja.
5,6,8

II. Rabies Akibat Gigitan Anjing


A. Definisi
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh
virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat. Hewan berdarah panas
dan manusia.1,4,8 Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular
dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR
(Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang
terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau jilatan.

B. Etiologi
Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia
Rhabdoviridae, genus Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah
satu ujungnya berbentuk kerucut dan pada potongan melintang berbentuk bulat
atau elip (lonjong). Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah,
memiliki membrane selubung (amplop) dibagian luarnya yang pada
permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah.
Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak yang tinggi. Virus
berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak
antara spikes 4-5 nm. Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak,
alkohol 70 %, yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1
tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam
dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40 C dapat
tahan selamabeberapa tahun.

C. Epidemiologi
Rabies terdapat dalam dua bentuk epidemiologik : urban, disebarluaskan
terutama oleh anjing, dan/atau kucing rumah yang tidak diimunisasi, dan sylvatic,
disebarluaskan oleh sigung (skunk), rubah, raccoon, luwak (mongoos), serigala,
dan kelelawar. Infeksi pada binatang yang jinak biasanya menunjukkan kelebihan
reservoar infeksi sylvatic, dan manusia dapat terinfeksi oleh salah satunya. Oleh
karena itu infeksi pada manusia cenderung terjadi pada tempat rabies bersifat
enzootik atau epizootik, yaitu jika terdapat banyak populasi binatang jinak yang
tidak diimunisasi, dan manusia kontak dengan udara terbuka.
Kematian karena rabies hanya sekitar 1000 dilaporkan oleh World Health
Organization (WHO) setiap tahun, sedangkan insidensi rabies di seluruh dunia
diperkirakan lebih dari 30.000 kasus pertahun. Asia tenggara, Philipina, Afrika
dan Amerika Selatan tropik adalah area tempat penyakit biasanya terjadi. Pada
beberapa area endemik 1 sampai 2% dari pasien yang diotopsi menunjukkan tanda
– tanda rabies. Peningkatan penyebaran rabies yang hidup di darat dan
peningkatan perjalanan ke negara – negara yang didalamnya terdapat rabies
perkotaan telah membuat perhatian mengenai rabies klinis dan pencegahannya. Di
Amerika, rabies manusia sangat jarang, dan sebagian besar kasus sekarang berasal
dari gigitan binatang yang terpajan di negara – negara yang didalamnya terdapat
endemik rabies anjing.

D.Patogenesis
Kejadian pertama pengenalan hidup melalui epidermis atau ke dalam
membran mukosa. Replikasi viral awal tampak terjadi dalam sel otot lurik di
daerah inokulasi. Sistem saraf perifer terpajan pada berkas neurotendinal dan/atau
neuromuskuler. Virus kemudian menyebar secara sentripetal naik ke saraf sampai
sistem saraf pusat, mungkin melalui aksoplasma saraf perifer dengan kecepatan
3mm/jam. Secara eksperimen, viremia terbukti terjadi, tetapi tidak dianggap
mempunyai peranan pada penyakit yang secara alami didapat. Sekali virus
mencapai sistem saraf pusat, virus melakukan replikasi secara eksklusif dalam
substansia kelabu dan kemudian lewat secara sentrifugal sepanjang saraf autonom
untuk mencapai jaringan – jaringan lain termasuk kelenjar saliva, medula
adrenalis, ginjal, paru-paru, hepar, otot rangka, kulit dan jantung. Perjalanan
menuju kelenjar saliva menyebabkan transmisi lanjutan penyakit melalui saliva
yang terinfeksi. Virus juga tersebar pada air susu dan urine.
Periode inkubasi rabies sangat bervariasi, antara 10 hari sampai lebih dari
1 tahun (rata – rata 1 sampai 2 bulan). Periode waktu tampak tergantung pada
jumlah virus yang masuk, jumlah jaringan yang terserang, mekanisme pertahanan
penjamu dan jarak sesungguhnya virus berjalan dari daerah inokulasi ke sistem saraf
pusat. Kasus rabies manusia dengan periode inkubasi yang panjang ( 2 sampai dengan
7 tahun) telah dilaporkan tapi jarang terjadi. Respons imun penjamu dan strain viral
juga dapat mempengaruhi ekspresi penyakit. Respons imun yang diperantai sel
dicatat pada pasien dengan ensefalitis rabies, tetapi tidak ada pasien dengan rabies
paralitik.
Neuropati rabies menyerupai penyakit viral lain pada sistem saraf pusat: hiperemia,
berbagai derajat kromatolisis, piknosis nuklear dan neurofagia sel saraf; diinfiltrasi
oleh limposit dan sel plasma ruang Virchow-Robin; infiltrasi mikroglia dan area
parenkim destruksi sel saraf. Pada model hewan eksperimental, sering terjadi infeksi
adenohipofisis karena virus rabies, dengan pengurangan pada hormon pertumbuhan
dan pelepasan vasopresin. Lesi rabies yang patognomik adalah badan negri. Massa
eosinofilik ini, berukuran sekitar 10nm tersusun atas matriks fibilar halus dan partikel
virus rabies. Badan negri tersebar di seluruh otak, terutama kornu Ammon, korteks
serebral, otak tengah, hipotalamus, sel purkinje serebelum dan ganglia dorsalis
medulla spinalis. Badan negri tidak ditemukan pada sedikitnya 20% kasus rabies dan
tidak adanya badan negri ini pada material otak tidak menyingkirkan diagnosis.

E. Diagnosis
Diagnosis rabies hanya berdasarkan gejala klinis sangat sulit dan kurang
bisa dipercaya, kecuali terdapat gejala klinis yang khas yaitu hidrofobia dan
aerofobia. Diagnosis pasti rabies hanya bisa didapat dengan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dikerjakan:5,9

1 Darah rutin
Dapat ditemukan peningkatan leukosit (8000-13000/mm) dan penurunan
hemoglobin serta hematokrit.
2 Urinalisis
Dapat ditemukan albuminuria dan sedikit leukosit.
3 Mikrobiologi
Kultur virus rabies dari air liur penderita dalam waktu 2 minggu setelah
onset.
4 Histologi
Dapat ditemukan tanda patognomonik berupa badan Negri (badan inklusi
dalam sitoplasma eosinofil) pada sel neuron, terutama pada kasus yang
divaksinasi dan pasien yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2
minggu. Antigen, badan negri dan virus banyak ditemukan pada sel saraf
(neuron) sedangkan kelenjar ludah dapat mengandung antigen dan virus
tetapi badan negri tidak selalu dapat ditemukan pada kelenjar ludah anjing.
Adanya kontaminasi pada specimen dapat mengganggu pemeriksaan dan
khususnya untuk ”isolasi virus” pengiriman harus dilakukan sedemikian
rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam specimen tetap terjamin
sampai ke laboratorium. Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala,
otak, hippocampus, cortex cerbri dan cerebellum, preparat pada gelas
objek dan kelenjar ludah. Bila negri body tidak ditemukan, supensi otak
(hippocampus) atau kelenjar ludah sub maksiler diinokulasikan
intrakranial pada hewan coba (suckling animals), misalnya hamster, tikus
(mice) atau kelinci (rabbits).
F.Manifestasi Klinis

Masa inkubasi rabies 95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi bisa bervariasi
antara 7 hari hingga 7 tahun, hanya 1% kasus dengan inkubasi 1-7 tahun. Karena
lamanya inkubasi kadang-kadang pasien tidak dapat mengingat kapan terjadinya
gigitan. Pada anak-anak masa inkubasi biasanya lebih pendek daripada orang dewasa.
Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan besarnya luka gigitan, lokasi
luka gigitan (jauh dekatnya ke sistem saraf pusat), derajat patogenitas virus dan
persarafan daerah luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi 25-48 hari, dan pada
ekstremitas 46-78 hari.
Manifestasi klinis rabies dapat dibagi menjadi 4 stadium: (1) prodromal non
spesifik, (2) ensefalitis akut yang mirip dengan ensefalitis virus lain. (3) disfungsi
pusat batang otak yang mendalam yang menimbulkan gambaran klasik ensefalitis
rabies, dan (4) jarang, sembuh.
Periode prodromal biasanya menetap selama 1 sampai 4 hari dan ditandai dengan
demam, sakit kepala, malaise, mialgia, mudah terserang lelah (fatigue), anoreksia,
nausea, dan vomitus, nyeri tenggorokan dan batuk yang tidak produktif. Gejala
prodromal yang menunjukkan rabies adalah keluhan parestesia dan/atau fasikulasi
pada atau sekitar tempat inokulasi virus dan mungkin berhubungan dengan
multiplikasi virus dalam gaglion dorsalis saraf sensoris yang mempersarafi area
gigitan. Gejala ini terdapat pada 50 sampai 80% pasien.
Stadium prodromal dapat berlangsung hingga 10 hari, kemudian penyakit akan
berlanjut sebagai gejala neurologik akut yang dapat berupa furious atau paralitik.
Mioedema dijumpai pada stadium prodromal dan menetap selama perjalanan
penyakit. 4

Fase ensefalitis biasanya ditunjukkan oleh periode aktivitas motorik yang


berlebihan, rasa gembira, dan gelisah. Muncul rasa bingung, halusinasi,
combativeness, penyimpangan alur pikiran yang aneh, spasme otot, meningismus,
posisi opistotonik, kejang, dan paralisis fokal. Yang khas, periode penyimpangan
mental yang diselingi dengan periode lucid tapi bersama dengan berkembangnya
penyakit, peride lucid menjadi lebih pendek sampai pasien akhirnya menjadi koma.
Hiperestesi, dengan sensitivitas yang berlebihan terhadap cahaya terang, suara keras,
sentuhan, bahkan tiupan yang lembut sering terjadi. Pada pemeriksaan fisis, suhu
tubuh naik hingga 40,6ºC. abnormalitas sistem saraf otonom meliputi dilatasi pupil
yang ireguler,lakrimasi meningkat, salivasi, berkeringat dan hipotensi postural. Juga
terdapat tanda paralisis motor neuron bagian atas dengan kelemahan, meningkatnya
refleks tendo profunda, dan respon ekstensor plantaris. Paralisis pita suara biasa
terjadi.
Manifestasi disfungsi batang otak segera terjadi setelah mulainya fase ensefalitis.
Terkenanya saraf kranialis menyebabkan diplopia, kelumpuhan fsialm neuritis optik
dan kesulitan menelan yang khas. Gabungan salivasi yang berlebihan dan kesulitan
menelan menimbulkan gambaran tradisional “foaming at the mouth”. Hidrofobia,
kontraksi diafragma involunter, kuat dan nyeri, kontraksi otot respirasi tambahan,
faringeal, dan laringeal yang dimulai dengan menelan cairan, tampak pada sekitar
50% kasus. Terkenanya nukleus amigdaloideus menyebabkan priapismus dan
ejakulasi spontan. Pasien menjadi koma, dan terkenanya pusat respirasi menimbulkan
kematian apneik. Menonjolnya disfungsi batang otak dini membedakan rabies dari
ensefalitis virus lainnya dan bertanggung jawab pada perjalanan penyakit yang
menurun cepat. Daya tahan hidup rata-rata setelah mulainya gejala adalah 4 hari,
dengan maksimum 20hari, kecuali diberikan tindakan bantuan artifisial.
Kadang - kadang, rabies dapat terjadi sebagai paralisis asenden yang menyerupai
sindroma Landry-Guillan-Barré (dumb rabies, rage tranquille). Pola klinis ini terjadi
paling sering pada mereka yang digigit kelelawar atau pada mereka yang mendapat
profilaksis rabies pasca pemajanan.
Kesulitan menduga rabies jika disertai dengan paralisis asendens yang
digambarkan dengan dokumentasi penularan virus dari orang ke orang pada
transplantasi jaringan. Jaringan transplan dari dua donor yang meninggal karena
dicurigai sindroma Landry-Guillan-Barré menimbulkan rabies klinis dan kematian
pada resipien. Pemeriksaan patologik retrospektif pada otak dari kedua resipien
menunjukkan badan negri, dan virus rabies selanjutnya diisolas dari setiap mata
donor yang dibekukan.6,7,8

Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium.


1. Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah
perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar,
kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.

2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas
lukakemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap
ransangan sensoris.

3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa
eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya,
tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang.
Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan.
Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi,
dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang.
4. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang kadang
ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang
bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang
memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan

G. Penatalaksanaan
Penanganan luka gigitan hewan penular rabies setiap ada kasus gigitan hewan
penular rabies (anjing, kucing, kera) harus ditangani dengan tepat dan sesegera
mungkin.Berikut ini beberapa tips dan langkah-langkah penanganan luka gigitan:
 Segera luka dibersihkan, bisa menggunakan sabun/deterjen, dibilas dengan
air bersih mengalir 5-10 menit. Lalu dikeringkan dgn kain/tissue bersih
dan dapat ditambahkan antiseptik betadin ataupun alkohol 70%.
 Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir
selama 10-15 menit dan beri anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat
merah, dan lain-lain).
 Lakukan eksplorasi pada luka. Lakukan pembersihan dengan NaCl 0,9%,
atau dengan H2O2 3%.
 Luka yang ada tidak disarankan untuk dijahit, kalau luka terlalu lebar bisa
dilakukan penjahitan secara longgar dengan menggunakan benang non
absorbable, dan dipasang drain.
 Pemberian vaksin rabies, 0,5 ml im pada hari 1, 3, 7, 14 dan hari ke-28 .
Tidak ada pembedaan dosis untuk anak-anak dan dewasa. Dapat
dikombinasikan dengan antibiotik, untuk mencegah adanya infeksi kuman
atau bakteri yang lain
.
Beberapa contoh pengobtan rabies mealui vaksin, diantaranya :
1 VAR (Vaksin Anti Rabies)
a Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
- Produksi Institute Merieux Perancis (Verorab).
- Kemasan : Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan
pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
- Dosis : Dewasa/anak sama yaitu hari ke 0 (pertama berkunjung
ke Puskesmas/Rabies Center/Rumah Sakit). Diberikan 2 dosis
masing-masing 0,5 ml diberikan intramuskuler di deltoideus
kanan/kiri. Hari ke 7 dan 21 diberikan 0,5 ml lagi secara
intramuskuler di deltoideus kanan/kiri. Apabila VAR Verorab +
SAR perlu diberikan booster pada hari ke 90.
- Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure
Treatment). Vaksinasi Dosis Waktu pemberian Dasar 0,5 ml 0,5
ml 4x Pemberian : Hari Ke-0 : 2x sekaligus (Deltoid Kiri dan
Kanan) Hari Ke 7 dan Ke 21 Ulangan 0,5 ml 0,5 ml Hari Ke-90
b Suckling Mice Brain Veccine (SMBV)
- Produksi Bio Farma Bandung.
- Kemasan : Dosis berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2
ml dan Dos berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul
pelarut @ 0,4 ml.
- Cara pemberian : Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara
subcutan (sc) di sekitar daerah pusar. Sedangkan untuk vaksinasi
ulang disuntikkan secara intracutan (ic) di bagaian fleksor lengan
bawah.
- Dosis : Dewasa, dasar 2 ml, diberikan 7x setiap hari sub cutan
didaerah sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,25 ml diberikan ke
11,15,30 dan 90 secara intra cutan dibagian fleksor lengan bawah.
Anak-anak 3 tahun ke bawah, dasar 1 ml diberikan 7x setiap hari
subcutan disekitar daerah sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,1 ml
diberikan hari ke 11,15,30,dan 90 secara intra cutan dibagian
fleksor lengan bawah. Pemberian SMBV + SAR (Serum Anti
Rabies) Jadwal pemberian VAR dasar sama ulangan boostar
jadwalnya 11, 15, 25, 35, dan 90.
- Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure
Treatment). Vaksinasi Dosis Waktu pemberian Keterangan Dasar
1 ml 2 ml 7x Pemberian : diberikan setiap hari Anak < 3th
Ulangan 0,1 ml 0,25 ml Hari Ke-11, 15, 30,dan 90
2 SAR (Serum Anti Rabies)
a SAR Heterolog (serum kuda)
- Produksi Bio Farma Bandung.
- Kemasan : Vial = 20 ml (1 ml = 100 IU)
- Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka
sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intramuskuler.
- Dosis : 40 IU/Kg BB, harus dilakukan skin test, apabila positif
tidak boleh diberikan. Jenis Serum Dosis Waktu pemberian
Keterangan Serum Heterolog 40 ml/Kgbb Bersamaan dengan
pemberian VARhari ke-0 Sebelumnya Dilakukan Skintest
b Serum homolog
- Misal IMDGAM, produksi Pasteur Merieux Perancis.
- Kemasan : Vial 2 ml (1 ml = 150 IU).
- Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka
sebanyak mungkin sisanya intramuskuler di gluleus/pantat.
- Dosis : 20 IU/Kg, harus dilakukan skin test, apabila positif tidak
boleh diberikan. Jenis Serum Dosis Waktu pemberian Keterangan
Serum Homolog 20 ml/Kgbb Bersamaan dengan pemberian VAR
hari ke-0 Sebelumnya Dilakukan Skintest

Anda mungkin juga menyukai