Disusun oleh:
dr. Tiara Aditya Sani
Pendamping:
dr. Eka Budiyanti
Penelitian ini ditujukan sebagai tugas mini project pada Program Dokter Internship
Indonesia yang telah dipresentasikan di hadapan Dokter Pembimbing, Kepala
Puskesmas Gogagoman.
Puji syukur atas segala nikmat, karunia, dan rahmat yang diberikan Allah
SWT dalam menempuh Internship di Puskesmas Gogagoman. Atas ridho-Nya pula,
penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan Mini Project dengan judul “Hubungan
Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada Bayi di Poli MTBS Puskesmas Gogagoman Periode April-Mei
2019” untuk memenuhi salah satu syarat program Internship di Puskesmas
Gogagoman, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Terima kasih kami ucapkan kepada :
1. Sukmawati, S.ST selaku Kepala Puskesmas Gogagoman.
2. dr. Eka Budiyanti sebagai dokter pendamping Puskesmas Gogagoman.
3. Rekan-rekan paramedis yang telah membantu pengerjaan mini project.
4. Kedua orang tua dengan segala curahan kasih sayang, restu, dan dukungan
kepada penulis.
5. Rekan – rekan dokter Internship.
6. Para ibu yang mau menjadi responden mini project ini.
Demikian, agar Mini Project ini bisa bermanfaat bagi yang membacanya.
Penulis
ABSTRAK
Hasil penelitian menunjukkan 42% bayi diberikan ASI eksklusif dan 58%
bayi tidak diberikan ASI. Didapatkan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas
Gogagoman, Kota Kotamonagu sebesar 90% (30% mengalami ISPA sebanyak 2 kali
dalam setahun dan 60% mengalami ISPA ≥ 2 kali dalam setahun) sedangkan yang
tidak mengalami ISPA sebesar 10%. Berdasarkan analisis uji Chi square diapatkan
nilai p=0,008 yang menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI
eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi.
Kata kunci: infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), ASI eksklusif, bayi.
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif mempunyai peranan penting
untuk menunjang pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan pemenuhan nutrisi
pada bayi. ASI eksklusif diberikan kepada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan tanpa
diberikan makanan tambahan apapun. Setelah itu, baru kemudian bayi harus diberi
makanan pendamping yang bergizi dan tetap menyusu sampai bayi berusia dua tahun
atau lebih. Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif, baik bagi ibu
maupun bayinya. Bagi ibu, memberikan ASI tidak hanya bermanfaat untuk menjalin
kasih sayang , tetapi juga dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan,
mempercepat pemuihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, hingga mengurangi
risiko terkena kanker payudara. ASI sendiri mengandung banyak faktor kekebalan
yang bermanfaat terhadap pencegahan dari berbagai macam penyakit.4
Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ISPA
pada bayi. Bayi berusia 0-11 bulan yang tidak optimal memperoleh ASI eksklusif
mempunyai risiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan
bayi yang memperoleh ASI eksklusif.7 Di negara-negara berkembang, bayi yang
mendapat ASI eksklusif mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah
dibandingkan dengan yang diberikan susu formula.8 ASI juga terbukti memberikan
efek protektif 39,8% terhadap ISPA pada bayi berusia 0- bulan.9 Risiko untuk terjadi
ISPA pada bayi yang diberikan ASI tidak eksklusif sebesar 4,59 kali lebih besar
daripada bayi yang diberikan ASI secara eksklusif.10
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada bayi di Poli MTBS Puskesmas Gogagoman Periode April-
Mei 2019 .
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis
lebih mendalam tentang hubungan faktor risiko ISPA terhadap kejadian ISPA
khususnya pemberian ASI eksklusif.
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Etiologi ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA terbanyak dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella, dan Corinebacterium. Virus
penyebab ISPA antara lain dari golongan Myxovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, dan lain-lain. Kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus. 1,16
2.4. Klasifikasi
Berasarkan lokasi anatomi terkena infeksi, ISPA dibagi menjadi:
3. Faktor lingkungan
Keadaan fisik sekitar manusia berpengaruh terhadap kesehatan manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa faktor dari lingkungan
yang berpengaruh terhadap kesehatan, meliputi udara, kelembapan, air, dan
pencemaran udara. ISPA termasuk air-borne disease yang merupakan
penyakit yang penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernapasan.22 Karena itu, secara epidemiologi, udara
mempunyai peranan yang besar pada transmisi penyakit infeksi saluran
pernapasan. Selain itu, faktor dari lingkungan yang meningkatkan risiko
terjadinya kejadian ISPA adalah asap yang dihasilkan pabrik, asap kendaraan
bermotor, asap dari perokok, asap dari bahan bakar yang digunakan untuk
memasak, kurangnya ventilasi di rumah, suhu ruangan rumah di bawah 18°C
atau di atas 30°C, kepadatan hunian rumah, penggunaan antinyamuk, dan
partikel debu di sekitar tempat tinggal.22
2.6. Manifestasi Klinis
Gejala ISPA dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Gejala ISPA Ringan
Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu
atau lebih gejala-gejala berikut:
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara seperti
pada waktu berbicara atau menangis
c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
d. Demam, dengan suhu badan lebih dari 37°C
2. Gejala ISPA Sedang
Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika ditemukan gejala
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:
a. Pernapasan cepat sesuai umur yaitu pada kelompok umur <2 bulan
dengan frekuensi napas 60 kali per menit atau lebih, pada kelompok umur
2 - <12 bulan dengan frekuensi napas 50 kali per menit atau lebih, dan
pada kelompok umur 12 bulan - <5 tahun dengan frekuensi napas 40 kali
per menit atau lebih.
b. Suhu badan lebih dari 39°C
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Telinga sakit atau mengeluarkan cairan dari lubang telinga
e. Pernapasan berbunyi seperti mengorok / mendengkur
3. Gejala ISPA Berat
4. Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA berat jika ditemukan gejala
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:22
a. Bibir atau kulit membiru
b. Kesadaran anak menurun
c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d. Sela iga tertarik ke dalam saat bernapas
e. Nadi lebih cepat dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f. Pernapasan cuping hidung
2.7. Diagnosis
Diagnosis etiologi ISPA pada bayi/balita cukup sulit ditegakkan karena
pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan imunologi pun belum
bisa memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan penyebab ISPA.
Pemeriksaan darah dan pembiakan spesimen fungsi atau aspirasi paru bisa
dilakukan untuk diagnosis penyebab ISPA. Cara ini cukup efektif untuk
menentukan etiologi ISPA. Namun cara ini dianggap prosedur yang berbahaya
dan bertentangan dengan etika. Dengan pertimbangan ini, diagnosis etiologi
penyebab ISPA di Indonesia didasarkan pada hasil penelitian asing (melalui
publikasi WHO) bahwa Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenza
merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara
berkembang, sedangkan di negara maju seringkali disebabkan oleh virus.
Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul pada bayi/balita
seperti yang telah dijelaskan pada uraian manifestasi klinis di atas.22
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA dikembangkan melalui suatu Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini msemua penderita ISPA
langsung ditangani di unit yang menemukan. Namun, bila kondisi bayi/balita
sudah berada dalam pneumonia berat, sedangkan peralatan tidak mencukupi
maka penderita langsung dirujuk ke unit dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Pengobatan ISPA dilaksanakan berdasarkan klasifikasi ISPA sebagaimana
diuraikan secara ringkas pada bagan berikut.
2.9. Pencegahan
1. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana melalui kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal
yang dapat meningkatkan faktor risiko ISPA. Penyuluhan dapat berupa
penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI eksklusif, penyuluhan imunisasi,
penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan
lingkungan rumah, atau penyuluhan bahaya rokok.
2. Imunisasi lengkap
3. Usaha di bidang gizi dengan tujuan mengurangi malnutrisi.
4. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi BBLR.
5. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani
masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.22
B. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI pada 6 bulan pertama
kelahiran tanpa disertai pemberian makanan atau minuman apapun.3 Setelah
bayi berusia 6 bulan, barulah bayi mulai diperkenalkan dengan makanan
pendamping atau makanan padat secara benar dan tepat, sedangkan ASI tetap
diberikan kepada bayi sampai berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun.
Bayi sehat umumnya tidak memerlukan makanan tambahan apapun
sampai berusia 6 bulan kecuali terdapat keadaan-keadaan khusus yang membuat
bayi perlu diberi makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan. Misalnya, terjadi
peningkatan berat badan bayi yang tidak sesuai standar atau terdapat tanda-
tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan
dengan baik. Namun, sebelum diberikan makanan tambahan, ibu sebaiknya
memperbaiki terlebih dahulu cara pemberian ASI kepada bayi. Apabila setelah
1-2 minggu usaha tersebut telah dilakukan tetapi belum terjadi peningkatan
berat badan, barulah ibu dapat memikirkan untuk memberikan makanan
tambahan bagi bayi berusia di atas 4 bulan namun belum mencapai 6 bulan.4
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam organik yang disekresikan oleh kelenjar mammae.4 Berdasarkan
stadium laktasinya, komposisi ASI dapat dibagi sebagai berikut:
a. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar mammae, mengandung tissue debris dan residual material yang
terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mammae. Kolostrum mulai
disekresikan dari hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah melahirkan. Kolostrum
bersifat viscous dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning daripada
ASI matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang ideal untuk
membersihkan mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan
saluran pencernaan bayi terhadap makanan yang akan datang.4
Kolostrum mengandung lebih banyak protein serta antibodi (untuk
memberikan perlindungan pada bayi sampai umur 6 bulan) daripada ASI
matur, kadar karbohidrat dan lemak yang lebih rendah daripada ASI matur.
Mineral, terutama natrium, kalium dan klorida lebih tinggi daripada ASI
matur. Total energi yang lebih rendah daripada ASI matur, yaitu hanya 58
Kal / 100 mL. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dan vitamin yang
larut dalam air lebih rendah daripada ASI matur. ASI yang mengandung
kolostrum akan menggumpal jika dipanaskan serta pH lebih alkalis daripada
ASI matur. Kolostrum mengandung tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis
protein dalam usus bayi menjadi kurang sempurna agar kadar antibodi lebih
banyak pada bayi. Volumenya berkisar 150-300 mL / 24 jam.4
b. ASI masa peralihan
ASI ini merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI
matur yang disekresikan dari hari ke-4 sampai hari ke-10 pada masa laktasi.
Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin
tinggi. Volume ASI pada masa peralihan semakin meningkat.4
c. ASI matur
ASI matur merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan
seterusnya. Komposisinya relatif konstan. Ibu yang sehat dengan produksi
ASI cukup dapat memberikan ASI sebagai satu-satunya makanan yang
paling baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan. ASI matur berwarna
putih kekuning-kuningan karena mengandung garam Ca-caseinat, riboflavin,
dan karoten. ASI matur tidak menggumpal jika dipanaskan dan mengandung
antimikrobial lain, seperti:
- Antibodi terhadap bakteri dan virus
- Komplemen
- Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor
bifidus.4
d. Hormon-hormon
Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat
bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli serta Candida Albicans.
Lactobacillus bifidus merupakan koloni kuman yang memetabolisir laktosa
menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga
pertumbuhan kuman patogen akan terhambat. Imunoglobulin memberikan
mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (terutama
IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan suatu
antibakterial yang langsung terhadap Escherichia coli. Faktor lisozim dan
komplemen ini adalah suatu antibakterial nonspesifik yang mengatur
pertumbuhan flora di usus.4
ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi
bayi dari serangan virus, bakteri, parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat
kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari ASI matur. Zat kekebalan tersebut akan
melindungi bayi dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi
terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. Bayi yang diberi
ASI secara eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan bayi yang tidak
mendapat ASI secara eksklusif.4
BAB III
METODE PENELITIAN
Dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini
sebanyak 50 orang. Kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 28
orang (56%), dan kebanyakan responden berusia 0-6 bulan. Sebagian besar responden
tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 29 orang (58%), sedangkan yang
diberikan ASI eksklusif berjumlah 21 orang (42%). Responden yang menderita ISPA
didapatkan sebanyak 32 orang (64%), dan kebanyakan menderita ISPA lebih dari 2
kali yaitu sebanyak 30 orang (60%) dari responden.
4.1.2 Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif
Pada penelitian ini dapat diketahui besar kejadian ISPA berdasarkan
pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
ASI Menderita ISPA Total
Eksklusif Ya Tidak
n % n % n %
Ya 9 42,8 12 57,2 21 100
Tidak 23 79,3 6 20,7 29 100
Tabel 2. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif
Dari tabel tersebut didapatkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif
lebih banyak menderita ISPA dibandingkan bayi yang diberikan ASI eksklusif.
4.1.3 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara
pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi berusia 0-12 bulan. Data
hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Kejadian ISPA P
Ya Tidak
n % N %
ASI Ya 9 42,8 12 57,2 0,008
Eksklusif Tidak 23 79,3 6 20,7
Total 32 100 18 100
Tabel 3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat 32 orang
bayi yang menderita ISPA dan 18 orang bayi yang tidak menderita ISPA. Dari 32
bayi yang menderita ISPA, hanya 9 bayi yang diberikan ASI eksklusif, sedangkan 23
bayi sisanya tidak diberikan ASI eksklusif. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan
metode Chi Square dengan derajat tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%), diperoleh nilai p
sebesar 0,008 (p<0,05). Dengan demikian terdapat hubungan yang bermakna antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Gogagoman,
Kota Kotamobagu.
4.2 Pembahasan
Jumlah responden pada penelitian ini ada 50 orang. Mayoritas responden tidak
diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 29 bayi (58%), dan 79,3% (23bayi) yang
tidak diberikan ASI eksklusif tersebut menderita ISPA. Hal yang sama terjadi pada
penelitian Noorhidayah pada tahun 2013 dengan responden berjumlah 188 bayi,
sebanyak 65,4% di antaranya tidak diberikan ASI eksklusif dan 64,4% dari bayi
tersebut pernah menderita ISPA.23 Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
Okto pada tahun 2010 dengan responden 157 bayi, sebanyak 7,4% dari bayi tersebut
tidak diberikan ASI eksklusif dan 79,6% pernah menderita ISPA.3 Dengan demikian,
pemberian ASI eksklusif pada bayi lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak
diberi ASI eksklusif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi alasan ibu tidak
memberikan ASI eksklusif (diberikan susu formula sebagai pengganti ASI), antara
lain sedikitnya produksi ASI atau ASI tidak ada keluar sama sekali dari payudara ibu,
ibu sibuk bekerja, ibu memiliki kegiatan sosial lain, kurangnya pengetahuan ibu,
faktor makanan, psikologis, dan perawatan payudara oleh ibu.6
Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 60% bayi yang menderita ISPA
hingga lebih dari 2 kali dalam 1 tahun, dan hanya 10% bayi saja yang tidak pernah
mengalami ISPA. Dengan demikian angka kejadian ISPA pada bayi di wilayah
Puskesmas Gogagoman cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Karolina dan kawan-kawan di Denpasar pada tahun 2011 yang
mendapatkan prevalensi ISPA pada bayi sebesar 54,7%.24 Penyebab tingginya
kejadian ISPA dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu pemberian ASI eksklusif, usia
anak di bawah 5 tahun, tidak diberikannya imunisasi, berat badan lahir rendah,
malnutrisi, kurangnya pendidikan orangtua, rendahnya status sosioekonomi, dan
lingkungan yang kurang memadai.25
Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi diuji
dengan uji statistik Chi square didapatkan nilai p=0,008 yang berarti terdapat
hubungan yang bemakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada
bayi. Hasil ini didukung oleh penelitian lainnya, seperti penelitian pada bayi yang
dilakukan Okto pada tahun 2010 juga mendapati adanya hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian ISPA (p=0,011). Demikian pula penelitian pada bayi di RS
Sanglah, Denpasar (p=0,001).3
Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI mengandung komponen-komponen
bioaktif yang dapat mencegah bayi mengalami ISPA. Beberapa komponen-komponen
tersebut adalah komponen-komponen imun seperti imunoglobulin A (IgA) dan
interferon yang mampu memberikan perlindungan kepada bayi dari serangan infeksi.8
IgA dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur alternatif dan bersama-sama
dengan makrofag memfagositosis berbagai kuman yang masuk. Selain itu Bronchus
Associated Lymphocyte Tissue (BALT) yang dikandung Asi merupakan antibodi
alami di saluran pernapasan.8
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi. Penanganan penurunan
prevalensi ISPA tentu tidak hanya dengan upaya kuratif tetapi perlu ditingkatkan
upaya promotif dan preventif termasuk di dalamnya upaya peningkatan pemberian
ASI eksklusif kepada bayi sampai usia 6 bulan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik
beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada
bayi (p<0,05).
2. Pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Gogagoman, Kota
Kotamobagu sebesar 42%, sedangkan yang tidak diberi ASI eksklusif
sebesar 5%.
3. Kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Gogagoman, Kota Kotamobagu
sebesar 90% (30% mengalami ISPA sebanyak 2 kali dalam setahun dan 60%
mengalami ISPA ≥ 2 kali dalam setahun) sedangkan yang tidak mengalami
ISPA sebesar 10%.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pembuatan leaflet mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif
dan hubungannya dengan ISPA pada bayi untuk menambah wawasan masyarakat
sekitar Puskesmas Gogagoman, Kota Kotamobagu.
2. Perlu dilakukan pembinaan peran serta masyarakat dan kerja sama dengan kader-
kader PKK dan posyandu untuk lebih memotivasi ibu menyusui dalam
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
3. Perlu digalakkan lagi tentang perilaku hidup bersih sehat (PHBS) melalui
penyuluhan mengenai pencegahan ISPA dan faktor-faktor risiko kejadian ISPA.
DAFTAR PUSTAKA
Nomor Responden :
C. Kuesioner penelitian
a. Pemberian ASI Eksklusif
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Jika bayi berusia di atas 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI pada bayi sampai berusia 6 bulan?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan atau
susu formula sampai berusia 6 bulan?
2 Jika bayi berusia di bawah 6 bulan / berusia 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI kepada bayi?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan atau
susu formula?
Keterangan:
- Bayi diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1a atau 2a dijawab
Ya dan pertanyaan nomor 1b atau 2b dijawab Tidak.
- Bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1b atau 2b
dijawab Ya.
b. Kejadian ISPA
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah bayi ibu pernah sakit batuk dan atau pilek?
2 Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada bayi ibu disertai demam?
3 Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung lebih dari 14
hari?
4 Apakah bayi ibu mengalami kejadian sakit batuk/pilek lebih dari
2x dalam kurun waktu satu tahun terakhir?
Keterangan:
Kejadian ISPA ditentukan oleh pertanyaan nomor 1 dan 3.
- Bayi menderita ISPA apabila pertanyaan nomor 1 dijawab Ya dan nomor 3 dijawab
Tidak.
- Bayi tidak menderita ISPA apabila pertanyaan nomor 1 dijawab Tidak.
LEMBAR PENJELASAN
Saya dr. Tiara Aditya Sani, dokter internsip Puskesmas Gogagoman yang sedang
melakukan penelitian berjudul Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di Poli MTBS
Puskesmas Gogagoman Periode April-Mei 2019.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang sering
terjadi pada anak terutama bayi dan balita. Adapun gejala dari penyakit ini adalah seperti
batuk dan pilek (gejala ringan), sesak napas dan wheezing/bunyi napas tambahan (gejala
sedang), serta sianosis/kebiruan pada tubuh dan pernapasan cuping hidung (gejala berat).
ISPA yang ringan jika tidak segera ditangani akan menjadi berat dan bahkan sampai
menyebabkan kematian. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya ISPA pada bayi,
salah satunya pemberian ASI eksklusif. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat
hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah memberikan informasi tambahan di bidang kesehatan tentang
hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA, serta dapat memberikan data
untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.
Oleh karena itu saya meminta kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini dengan sukarela dan tanpa paksaan. Saya akan melakukan wawancara dengan
mengajukan beberapa pertanyaan seputar pemberian ASI eksklusi dan ISPA pada bayi
Ibu pada lembaran kuesioner untuk diisi. Saya mengharapkan Ibu menjawab semua
pertanyaan dengan kejadian sebenar-benarnya yang dialami. Identitas pribadi Ibu sebagai
partisipan akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk
penelitian ini. Untuk penelitian ini, Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun. Setelah
memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan Ibu bersedia mengisi
lembar persetujuan yang telah saya siapkan. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, Ibu
dapat langsung menanyakan kepada Saya sebagai peneliti.
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesedian Ibu menjadi
partisipan dalam penelitian ini, saya sampaikan terima kasih.
Gogagoman, Mei 2019
dr. Tiara Aditya Sani
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
(INFORMED CONSENT)
Nama :
Usia :
Alamat :
..................................................