Anda di halaman 1dari 5

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Perbandingan hasil observasi dengan teori

Adapun teori-teori yang digunakan dalam mengidentifikasi bahaya potensial pada pekerja

pengolahan inti sawit PTPN 7 adalah Teori Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). ILO

(2008) mengemukakan keselamatan kerja adalah suatu keadaan dalam lingkungan /tempat

kerja yang dapat menjamin secara maksimal keselamatan serta kesehatan orang – orang

yang berada didaerah/ditempat tersebut, baik orang tersebut pegai maupun bukan

pegawai organisasi kerja itu. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan

dengan peralatan, tempat kerja dan lingkungan, serta cara – cara melakukan pekerjaan

(ILO, 2008)

Adapun unsur- unsur dan prinsip Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah adanya

apd (alat pelindung diri) di tempat kerja, Adanya buku petunjuk penggunaan alat dan atau

isyarat bahaya, Adanya peraturan pembagiaan tugas dan tanggungjawab, Adanya tempat

kerja yang aman sesuai standar SSLK (syarat – syarat lingkungan kerja) antara lain tempat

kerja steril dari debu,kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan peralatan,

kebisingan, tempat kerja aman dari arus listrik, lampu penerangan cukup memedai,

ventilasi dan sirkulasi udara seimbang, adanya aturan kerja atau aturan keprilakuan,

Adanya penunjang kesehatan jasmani dan rohani ditempat kerja, sarana dan prasarana

yang lengkap ditempat kerja, Adanya kesadaran dalam menjaga keselamatan dan

kesehatan kerja (Ruswandi, 2007).


Selain unsur – unsur Keselamatan dan Kesehatan Kerja di atas, hal yang harus

diperhatikan dalam pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah aspek

Hygiene meliputi kesehatan dan kebersihan pribadi, makanan, minuman serta pakaian.

Aspek sanitasi meliputi pengadaan air bersih, pengadaan tempat sampah, merawat dan

menyimpan peralatan, serta penataan lingkungan. Sedangkan aspek lingkungan kerja

meliputi mengantisipasi penyebab penyakit dan kondisi fisik di lingkungan tempat kerja,

kondisi kimia, kondisi biologi, dan kondisi psikologi pekerja.

Untuk menjaga kesehatan lingkungan kerja perlu diperhatikan juga tentang aspek

sanitasi. Menurut pendapat Ichsan (1979:25) sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit

melalui cara pemberantasan atau pengawasan berbagai faktor lingkungan yang

merupakan mata rantai penghubung dari penularan penyakit. Aspek sanitasi, meliputi

prinsip – prinsip yang berhubungan dengan lingkungan misalnya pengadaan air

bersih, pembuangan air kotor dan limbah. Aspek sanitasi lainya adalah pengadaan tempat

sampah sementara, pemberantasan serangga dan tikus, penataan lingkungan kerja dan

perumahan karyawan, pengendalian suara – suara bising (Ruswandi, 2007).

Pemeliharaan area kerja termasuk merapikan dan membersihkan adalah suatu proses

dimana area kerja harus selalu terjaga kebersihan. Kerapian dan keteraturannya yang

merupakan tanggung jawab fasilitator dan peserta didik. Untuk menciptakan lingkungan

kerja yang sehat, maka setiap pekerja/siswa harus menjaga kebersihan dan kesegaran

lingkungan kerja serta pribadi masing – masing.

Pekerja di pengolahan inti sawit PTPN 7 menggunakan gerobak dorong dengan posisi
membugkuk yang berulang selama 12 jam dengan istirahat 1 jam setiap 6 jam. Sedangkan

pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap atau posisi kerja, baik duduk

ataupun berdiri merupakan suatu hal yang sangat penting. Jika adanya sikap atau posisi

kerja yang tidak mengenakkan dan berlangsung dalam waktu yang lama, akan

mengakibatkan pekerja cepat mengalami kelelahan serta membuat banyak kesalahan dan

berpengaruh terhadap hasil produks (Ruswandi,2007).

Terdapat sejumlah pertimbangan ergonomis antara lain :

1. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk

dengan frekuensi kegiatan yang sering dan waktu lama.

2. Pengaturan posisi kerja dalam jarak jangkauan normal operator tidak seharusnya duduk

atau berdiri dalam waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki dalam posisi

miring.

3. Operator tidak seharusnya bekerja dalam frekuensi atau periode waktu yang lama

dengan tangan atau lengan berada diatas level siku yang normal.

MMH (Manual Material Handling) adalah pemindahan barang secara manual yang

dilakukan oleh manusia tanpa alat bantu tertentu. Dalam hal ini ada beberapa hal yang

harus diperhatikan yaitu beban apa yang diangkat, perbandingan berat badan manusia

dengan berat benda, jarak horizontal dari manusia kepada beban yang diangkat dan juga

ukuran beban. Para pekerja berjumlah 3 orang yang berjenis kelamin laki-laki,

mengangkut beban yang didorong yaitu sebesar 370kg setiap satu kali angkut

(cristianto,2014), Faktor-faktor yang berpengaruh dalam masalah egronomi dalam pekerja

adalah variabel antropometri (ukuran tubuh manusia), kekuatan otot, usia, jenis kelamin,

status pekerja (contoh: mahasiswa dan karyawan). Berat badan dan tinggi badan

mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap resiko cedera dalam MMH (NIOSH,
1981). Berat badan memiliki pengaruh langsung terhadap kebutuhan energi untuk

metabolisme pada saat seseorang mengangkat beban (Garg et al., 1978). Orang yang lebih

berat cenderung lebih cepat lelah tetapi di lain pihak, orang yang lebih berat bisa lebih kuat

kemampuan ototnya. Dalam beberapa studi juga diketahui bahwa ada hubungan positif

antara ukuran badan dengan kemampuan mengangkat beban. Bertambahnya ukuran

badan, maka secara umum MAWL juga bertambah. Usia ternyata tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap MAWL. Pengalaman kerja yang lebih banyak dengan

bertambahnya usia merupakan kompensasi dari faktor usia itu sendiri.

Berdasarkan perbandingan hasil observasi dan teori masih banyak sekali aspek-aspek yang

belum terpenuhi dalam proses Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Pengolahan Inti

Sawit PTPN 7 Bekery, Pronpinsi Lampung sehingga menimbulkan beberapa bahaya

potensial seperti yang sudah dipaparkan didalam hasil observasi.


DAFTAR PUSTAKA

Ruswandi, Soehatman.2007. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja

OHSAS 18001. Jakarta : Dian Rakyat.

International Labor Organization (ILO). 2008. Konvesi ILO nomor 102 tahun 1952

mengenai Standar Minimal Jaminan Sosial. Organisasi Perburuhan International: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai