Kasus 5
Nyeri Perut Kanan Atas
Seorang perempuan berusia 40 tahun dibawa keluarganya ke unit gawat
darurat RS dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas menjalar sampai ke bahu
sejak 2 hari yang lalu. Keluhan ini semakin lama semakin hebat keluhan ini
disertai mual, muntah, feses berwarna pucat dan buang air kecil berwarna seperti
teh. Pasien memiliki riwayat hiperkolesterol. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
murphy sign (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan bilirubin total 2
mg/dl, bilirubin indirek 0,2 mg/dl, bilirubin direk 0,6 mg/dl, dan kolesterol total
255 mg/dl.
Step 1
1. Bilirubin indirek : - Bilirubin yang sudah mengalami konjugasi dalam
hati dan bersifat larut dalam air.
2. Murphy sign : - Suatu pemeriksaan untuk menentukan penyakit
kolelitiasis.
3. Hiperkolesterol : - peningkatan kadar kolesterol dalam darah.
STEP II
1. Mekanisme pembentukan bilirubin ?
2. Apa hubungannya dengan riwayat hiperkolesterol ?
3. Penyebab nyeri kanan atas ?
4. Mengapa gejala dapat timbul ?
5. Berapa nilai normal bilirubin ?
6. Penegakkan diagnosis pada kasus?
7. Penatalaksanaan ?
STEP III
1. Pembentukan bilirubin :
Fase prehepatik
Fase intrahepatik
Fase posthepatik
2
STEP IV
1. Pembentukan bilirubin :
Eritrosi matur Eritrosit imatur
Hemoglobin
Heme
2. Gejala timbul :
Feses pucat : aliran empedu hepar menyumbat pada refluk
pembuluh darah filtrasi ginjal warna feses pucat bilirubin direk
Mual muntah : obstruksi saluran empedu aliran balik empedu
ke hepar peradangan dihepatobilier mengelurkan enzim
SGOT / SGPT iritasi saluran cerna merangsang N. Vagus menekan
rangsangan sistem saraf parasimpatis gerakan peristaltik sistem
pencernan makanan tertahan dilambung mengaktifkan pusat mual dan
muntah muntah.
6. DD :
Kolesistitis
Kolangitis
CA kandung empedu
Hepatitis A,B,C
Sirosis Hepatis
Hiperbilirubinemia
Syndrom mirizzi
Syndrom Gilbert
Kolestasis
4
Koledokolitiasis
Kolelitiasis
Pembentukan
biliruin
Gangguan Bilirubin
pembentukan bilirun
Nilai norma
Pre hepatik
Intra hepatik
Post hepatik
STEP V
1. Bilirubin enterohepatik ?
2. Gangguan bilirubin ?
STEP VI
Belajar mandiri
STEP VII
1. Metabolisme bilirubin dan siklus enterohepatik
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang
berlangsung 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih relevan,
walaupun diperlukan penjelasan akan adanya penjelasan fase tambahan dalam
tahapan metabolisme bilirubin.
5
Ikterik atau jaundice adalah keadaan dimana jaringan terutama kulit dan
sklera mata menjadi kuning akibat deposisi bilirubin yang berdiffusi dari
konsentrasinya yang tinggi didalam darah. Ikterus yang ringan dapat dilihat
paling awal pada sclera mata, dan ini terjadi kalau konsentrasi bilirubin sudah
berkisar antara 2 – 2,5 mg/dL (34 – 43 umol/L)jika ikterus sudah jelas dapat
dilihat dengan nyata maka bilirubin sudah mencapai 7 mg%.
Klasifikasi:
1. Ikterus prehepatik (unconjugated prehepatic hyperbilirubinemia)
2. Ikterus hepatik (unconjugated hepatic hyperbilirubinemia)
3. Ikterus hepatik (conjugated hepatic hyperbilirubinemia)
4. Ikterus posthepatik (conjugated posthepatic hyperbilirubinemia)
12
RSP-2 juga disimpan pada sel darah merah yang tidak terinfeksi
dan opsonisasi dari bantalan RSP- 2- sel darah merah yang tidak
terinfeksi ini menyediakan mekanisme untuk menghilangkan sel
darah merah yang tidak terinfeksi. Memang tingginya tingkat
antibodi yang memfasilitasi fagositosis yang dimediasi pelengkap
dari sel yang mengekspresikan RSP-2 ditemukan dalam serum
kekebalan tubuh dari orang dewasa dan anak-anak dengan anemia
berat. Antigen ini juga ada pada permukaan erythroblasts dalam
sumsum tulang dari pasien yang terinfeksi P falciparum,
menunjukkan bahwa penghilangan atau kerusakan beredar atau
mengembangkan sel erythroidmelalui RSP-2 dan anti-RSP-2 dapat
memberikan kontribusi untuk perkembangan anemia malaria berat.
(Price RN, et.al; 2001).
c. Penekanan erythropoietic dan dyserythropoiesis
Eritropoiesis normal terganggu selama infeksi malaria. Pengamatan
yang paling awal mengenai eritropoiesis yang berkurang pada manusia
yang menderita malaria akut dibuat lebih dari 60tahun yang lalu dimana
reticulocytopenia diamati dalam infeksi malaria P vivax dan P
falciparum yang diikuti oleh retikulositosis setelah penghilangan parasit
(Vryonis, 2003).
Kemudian, ditunjukkan bahwa jumlah reticulocyte yang rendah
pada pasien dengan malaria di Thailand diikuti dengan penekanan
eritropoiesis. Bagian sumsum tulang yang diambil dari anak-anak
Gambia dengan anemia akut mengungkapkan bahwa meskipun
peningkatan cellularity tidak berbeda secara signifikan untuk jumlah
total erythroblasts yang diamati ketika dibandingkan dengan pasien
yang tidak terinfeksi, hal ini memberikan bukti untuk respon
erythroidyang ditekan. Anak-anak yang mengalamianemia kronis
(parasitemia <1%) memiliki kadar erythroid hyperplasia dan
dyserythropoiesis yang lebih tinggi . Dyserythropoiesis atau secara
morfologi dan / atau secara fungsional produksi sel darah merah
abnormal ditunjukkan oleh vacuolasi sitoplasma, stippling,fragmentasi,
20
Banyak sitokin pro inflamasi lain seperti, IL-12 IL-18, dan migrasi
faktor penghambat (MIF) juga telah terlibat dalam patogenesis anemia
pada malaria. Pada manusia, sekresi IL-12dan IL-18 dari makrofag
menginduksi produksi IFN dari pembunuh alami (NK), sel B, dan sel T.
Sementara MIFdiproduksi melalui sel T dan makrofag yang diaktifkan
dan menghambat aktivitas anti-inflamasi glukokortikoid. (Robbins,
2007).
IL-12 berada dalam tingkat yang lebih tinggi pada keadaan non-
lethal, dibandingkan dengan keadaan lethal,sitokin ini dapat menjadi
stimulator eritropoiesis. Sebaliknya, dengan peningkatan kadar yang
ditemukan selama infeksi, MIF telah terlihat menekan hematopoiesis.
(Robbins, 2007).
Sebuah produk parasit yang ditemukan dalam plasma selama
terjadi infeksi yang mungkin terlibat dalam efek sitokin proinflamasi
pada anemia malaria berat adalah jangkar glycophosphati dylinositol
(GPI) dari protein merozoit, MSP-1, MSP-2, dan MSP-4. GPIs
cenderung untuk memberikan kontribusi untuk anemia malaria karena
dapat menginduksi pelepasan TNFα- dari makrofag manusia yang dapat
berkontribusi terhadap patologi dari anemia malaria berat.Lebih khusus,
baru-baru ini telah diperlihatkan bahwa respon proinflamasi dari
monosit manusia adalah melalui interaksi dengan GPIsTLR2, dan untuk
TLR4 yang lebih rendah (Robbins, 2007).
Sebuah produk yang telah dibahas sebelumnya, hemozoin, juga
dapat lebi berat terkait dengan respon imun bawaan, dan dengan
demikian terkait pula dengan pelepasan proinflamasi sitokin. Pada
manusia, pigmen sintetik menginduksi ekspresi TNFα, yang telah
dikaitkan dengan kemampuan hemozoin untuk menginduksi
metaloproteinase MMP-9.. (Robbins, 2007).
Penurunan Hb dan penurunan berikutnya dalam tekanan oksigen
harus merangsang peningkatan kadar eritropoietin (Epo) pada pasien
dengan anemi malaria yang berat. Bukti klinis untuk peningkatan kadar
Epo yang tepat pada malaria agak kontradiktif. Studi pada orang
23
Pemeriksaan laboratorium :
- Bilirubin indirek serum meninggi
- Urobilinogen urine dan feses positif kuat
- Bilirubin terkonjugasi urine positif
Manifestasi klinis:
- Warna kulit kuning pucat
- Warna urin : normal/gelap
- Warna feses normal/gelap (lebih banyak sterkobilin)
- Tidak ada pruritus
- Splenomegali (pada penyakit darah, malaria)
Pemeriksaan laboratorium :
- Bilirubin indirek serum meninggi
- Urobilinogen urine dan feses masih positif
- Bilirubin urine negatif
Manifestasi klinis:
- Warna kulit orange-kuning muda/tua
- Warna urin gelap
- Warna feses pucat (lebih sedikit sterkobilin)
- Hepatomegali + nyeri tekan (pada hepatitis akut)
- Splenomegali (pada sirosis hepatis)
Pemeriksaan laboratorium :
a. Bilirubin indirek dan direk dalam serum meninggi
b. Urobilinogen urine dan feses masih positif
c. Bilirubin urine positif
Manifestasi klinis:
- Warna kulit orange-kuning muda/tua
- Warna urin gelap
- Warna feses pucat (lebih sedikit sterkobilin)
- Hepatomegali + nyeri tekan (pada hepatitis akut)
- Splenomegali (pada sirosis hepatis)
Manifestasi klinis:
- Warna kulit kuning-hijau muda/tua
- Warna urin gelap
- Warna feses dempul (tidak ada sterkobilin)
- Serangan kolik, disertai gigilan dingin, ikterus hilang timbul (pada
obstruksi batu empedu atau hepatokolangitis)
- Ikterus progresif tanpa gejala/tanda lain, atau dengan sakit pinggang (pada
keganasan di pancreas)
- Nyeri kolik bilier
33
DAFTAR PUSTAKA
Guyton. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Harrison. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Ed 13 Vol 4.
Pusat Penerbitan Universitas Gadjah Mada/RSUP dr. Sardjito,
Yogyakarta.
McPhee JS. 2011. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran
Klinis Edisi 5. EGC. Jakarta.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Edisi 6 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Robbins, K. 2007. Buku Ajar Patologi. EGC. Jakarta
Sudoyo. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Jakarta