Anda di halaman 1dari 21

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN BUDAYA

KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY CULTURE) PADA PERAWAT


DI RAWAT INAP RSU KABUPATEN TANGERANG
Ida Faridah1,Rizki Ispahani2,Euis Laela Badriah3
1. Dosen Program S1 Keperawatan STIKes YATSI
2. Dosen Program S1 Keperawatan STIKes YATSI
3. Mahasiswa Program S1 Keperawatan STIKes YATSI
STIKes Yatsi Tangerang, Jl. Aria Santika, Margasari Kec. Karawaci Kota Tangerang
E-mail: euislaela76@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Keselamatan pada pasien sangat penting, apabila terjadi infeksi pada pasien di rumah sakit akan
memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf dan pada pasien khususnya sebagai penerima
pelayanan. Adapun dampak lainnya yang ditimbulkan adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang diberikan. Oleh karena itu penerapan keselamatan pasien harus menjadi sebuah budaya.
Tujuan penelitian: Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat
di rawat inap RSU Kabupaten Tangerang. Metode Penelitian: Penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di rawat inap RSU Kabupaten Tangerang tahun
2018 sebanyak 205. Sampel sebanyak 68 perawat yang diambil dengan teknik systematic random sampling. Data
diperoleh dengan cara membagikan kuesioner yang telah valid dan reliabel. Analisa data secara univariat dan bivariat
menggunakan uji chi-square. Hasil Penelitian: Dari 68 perawat sebagian besar yaitu 35 perawat (51,5%) adalah memiliki
penerapan budaya keselamatan pasien yang baik, memiliki pengetahuan penerapan budaya keselamatan pasien yang baik
yaitu 41 perawat (60,3%), memiliki motivasi tinggi tentang penerapan budaya keselamatan pasien yaitu 39 perawat
(57,4%), menyatakan dukungan kepemimpinan yang efektif yaitu 37 perawat (54,4%). Ada pengaruh antara tingkat
pengetahuan perawat dengan penerapan budaya keselamatan pasien dengan pvalue = 0,007 dan nilai POR = 4,580 (95%
CI = 1,605-13,067). Ada pengaruh antara motivasi perawat dengan penerapan budaya keselamatan pasien dengan pvalue
0,002 dan nilai POR = 5,906 (95% CI = 2,044-17,063). Ada pengaruh dukungan kepemimpinan dengan penerapan budaya
keselamatan pasien pvalue 0,028 dan POR = 3,357 (95% CI = 1,237-9,110). Kesimpulan dan Saran: Ada pengaruh
pengetahuan, motivasi dan dukungan kepemimpinan dengan penerapan budaya keselamatan pasien pada perawat di rawat
inap. Rumah sakit disarankan untuk meningkatkan implementasi patient safety yang telah ada sehingga menjadi budaya.
Kata Kunci : Kepemimpinan, Keselamatan Pasien, Motivasi, Pengetahuan

FACTORS INFLUENCING THE IMPLEMENTATION OF PATIENT SAFETY CULTURE BY NURSES AT THE


WARD OF TANGERANG GENERAL HOSPITAL

ABSTRACT

Background: Patient safety is important, if event of infection in hospital patients will have a detrimental impact on the
hospital, staff and on the patient especially as the recipient of the service. The other impact caused is the decreasing level
of public confidence in the health services provided. Therefore the application of patient safety should be a culture.
Objective: To identify factors influencing the implementation of patient safety culture by nurses at the ward of Tangerang
General Hospital. Research Method: Correlative descriptive research with cross sectional approach. Population in this
research is all nurse at ward of Tangerang General Hospital in 2018 as many as 205. Sample counted 68 nurses taken
with systematic random sampling technique. Data obtained by distributing questionnaires that have been valid and
reliable. Univariate and bivariate data analysis using chi-square test. Result of research: Of 68 nurses most of which
were 35 nurses (51,5%) were having good application of patient's culture of awareness, have knowledge of applying good
patient safety culture that were 41 nurses (60,3%), have high motivation about cultural application patient safety were
39 nurses (57,4%), expressed effective leadership support that were 37 nurses (54,4%). There was an influence between
nurse knowledge level and patient safety culture with pvalue = 0,007 and POR = 4,580 (95% CI = 1,605-13,067). There
was an influence between nurse motivation and patient safety culture with pvalue 0,002 and POR = 5,906 (95% CI =
2,044-17,063). There was an influence of leadership support with application of patient safety culture with pvalue 0,028
and POR = 3,357 (95% CI = 1,237-9,110). Conclusions and Suggestions: There is an influence of knowledge, motivation
and leadership support with the application of the patient's safety culture by nurses in the ward. Hospitals are advised to
improve the implementation of existing patient safety so that it becomes a culture.

Keywords: Knowledge, Leadership, Motivation, Patient Safety

21
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
22

PENDAHULUAN pasien merupakan bagian dari mutu (Bachrun,


2017).
Keselamatan pasien atau patient safety
Occupational Safety and Health
merupakan sistem pelayanan rumah sakit yang
Administration (2014) menyatakan bahwa
memberikan asuhan pasien secara lebih aman.
sejak dirintis laporan aspek keselamatan
Termasuk didalamnya prosedur : mengukur
pasien mulai dipandang dengan pola
(assessing) resiko, identifikasi, dan
pendekatan sistem seperti aspek keselamatan
pengelolaan resiko terhadap pasien, pelaporan
pada bidang industri lainnya yaitu manufaktur
dan analisis insiden, kemampuan untuk
ataupun penerbangan. Karena pada dasarnya
menindaklanjuti insiden serta menerapkan
isu keselamatan pasien berhubungan erat
solusi untuk mengurangi serta meminimalisasi
dengan isu keselamatan tenaga kesehatan itu
resiko yang juga melalui komunikasi dengan
sendiri.
pasien. Dapat dikatakan bahwa fokus utama
Publikasi WHO (World Health
patient safety adalah upaya yang dilakukan
Organization), melaporkan insiden
untuk menghindari terjadinya kesalahan
keselamatan pasien bahwa kesalahan medis
(Jaladara, dkk., 2015).
terjadi pada 8% sampai 12% dari ruang rawat
Salah satu tujuan penting dari penerapan
inap. Sementara 23% dari warga Uni Eropa
sistem keselamatan pasien di rumah sakit
18% mengaku telah mengalami kesalahan
adalah mencegah dan mengurangi terjadinya
medis yang serius di rumah sakit dan 11%
insiden keselamatan pasien (IKP) dalam
telah diresepkan obat yang salah. Bukti
pelayanan kesehatan. IKP adalah setiap
kesalahan medis menunjukkan bahwa 50%
kejadian atau situasi yang mengakibatkan atau
sampai 70,2% dari kerusakan tersebut dapat
berpotensi mengakibatkan cidera yang
dicegah melalui pendekatan yang sistematis
seharusnya tidak terjadi. IKP ini meliputi
komprehensif untuk keselamatan pasien
kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian
(WHO, 2016).
nyaris cidera (KNC), kejadian potensial cedera
Meginniss, dkk. (2012) menyatakan bahwa
(KPC), kejadian sentinel (Suparna, 2015).
lebih dari 40.000 insiden keselamatan pasien
Apabila terjadinya infeksi pada pasien di
terjadi di Inggris setiap hari. Selanjutnya
rumah sakit akan memberikan dampak yang
World Health Organization (2016)
merugikan bagi pihak rumah sakit, staf, dan
mengungkapkan fakta mengejutkan yang
pada pasien khususnya sebagai penerima
menyatakan bahwa satu dari sepuluh pasien di
pelayanan. Adapun dampak lainnya yang
negara berkembang termasuk Indonesia
ditimbulkan adalah menurunnya tingkat
mengalami cidera pada saat menjalani
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
pengobatan di rumah sakit.
kesehatan. Rendahnya kualitas atau mutu
asuhan yang diberikan, karena keselamatan
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
23

RSU Kabupaten Tangerang merupakan dokter dan perawat. Perawat merupakan


salah satu rumah sakit di Provinsi Banten. tenaga profesional yang berperan penting
Berdasarkan laporan dari PMKP (Peningkatan dalam fungsi rumah sakit. Hal tersebut
Mutu dan Keselamatan Pasien) tercatat insiden didasarkan atas mayoritas tenaga kerja di
keselamatan pasien triwulan II tahun 2017 rumah sakit adalah perawat. Dalam
sebanyak 4 insiden, triwulan III tahun 2017 menjalankan fungsinya, perawat merupakan
sebanyak 8 insiden dan triwulan IV tahun 2017 staf yang memiliki kontak terbanyak dengan
sebanyak 8 insiden (PMKP RSU Kabupaten pasien. Perawat juga merupakan bagian dari
Tangerang, 2017). suatu tim, yang di dalamnya terdapat berbagai
Pelaporan kesalahan medis merupakan profesi lain seperti dokter. Luasnya peran
upaya fundamental sebagai pencegahan perawat memungkinkannya untuk
terjadinya kesalahan medis karena pelaporan menemukan dan mengalami resiko kesalahan
kesalahan medis dibutuhkan sebagai salah satu pelayanan (Beginta dalam Rosyada, 2014).
upaya dalam proses pembelajaran dan evaluasi Penerapan budaya keselamatan pasien oleh
berkelanjutan (Kachalia dan Bates, 2014). perawat mencerminkan kinerja perawat
Reason dalam Sulistiani (2015) menyatakan (Herawati, 2015). Kinerja ini dapat
bahwa terjadinya kesalahan medis maupun dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
insiden keselamatan pasien di suatu rumah faktor individu (pengetahuan, kemampuan,
sakit menunjukkan adanya masalah dalam keterampilan, latar belakang pendidikan ),
jumlah besar pada sistem keselamatan di faktor psikologis (persepsi, sikap, motivasi,
rumah sakit tersebut. Namun Monteiro dan kepribadian), dan faktor organisasi (sumber
Natário (2014) mengungkapkan bahwa daya, kepemimpinan, supervisi) (Gibson, dkk.,
masalah-masalah yang terjadi dalam sistem 2012).
keselamatan dapat diatasi dengan penerapan Pengetahuan dan motivasi perawat tentang
budaya keselamatan pasien. Hal ini dapat patient safety merupakan hal yang penting,
terjadi karena budaya keselamatan pasien karena jika pengetahuan perawat tentang
dapat mendukung pembangunan sistem yang patient safety kurang maka jelas ini akan
kondusif bagi kegiatan perawatan pasien yang berpengaruh terhadap kinerja perawat itu
aman serta bebas dari kesalahan medis. sendiri dalam penerapan patient safety di
Membangun budaya keselamatan pasien di rumah sakit (Pratama, 2017). Upaya penerapan
rumah sakit adalah kewajiban dan tanggung patient safety sangat tergantung dari
jawab seluruh staf yang bekerja di rumah sakit pengetahuan perawat. Apabila perawat
lebih utamanya para tenaga medis yang menerapkan patient safety didasari oleh
berhubungan langsung dengan pasien seperti pengetahuan yang memadai, maka perilaku
patient safety oleh perawat tersebut akan
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
24

bersifat menetap (long lasting). Seorang wewenangnya untuk bersama-sama


perawat dalam memberikan asuhan menerapkan budaya keselamatan pasien.
keperawatan harus memiliki pengetahuan yang Upaya untuk menjadi pemimpin yang paling
benar, keterampilan, dan sikap untuk efektif yaitu perlunya menyesuaikan dukungan
menangani kompleksitas perawatan kesehatan. kepemimpinannya terhadap situasi
Tanpa pengetahuan yang memadai, tenaga (Toemandoek, dkk., 2018).
kesehatan termasuk perawat tidak biasa Penerapan budaya keselamatan pasien
menerapkan dan mempertahankan budaya tersebut didukung oleh Penelitian Darliana
keselamatan pasien (Myers, 2012 dalam (2016) yang menunjukkan terdapat hubungan
Darliana, 2016). pengetahuan perawat dengan upaya penerapan
Penerapan budaya keselamatan pasien oleh patient safety di Rumah Sakit Umum Daerah
perawat mencerminkan perilaku kinerja dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penelitian
perawat dan dipengaruhi oleh motivasi Menik (2014) yang menyatakan Motivasi dan
perawat (Gibson, dkk., 2012). Motivasi komitmen kerja serta karakteristik perawat
merupakan energi yang mendorong seseorang (umur, pendidikan,status perkawinan, status
untuk menjalankan tugas pekerjaan mencapai kepegawaian, masa kerja) secara bersama-
tujuan yang telah ditetapkan. Motivasi kerja sama berhubungan dengan penerapan
perawat akan berdampak terhadap kinerja keselamatan pasien di Ruang perawatan
perawat yang ditampilkan dengan motivasi Intensif RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian
yang baik diharapkan perawat dapat Renoningsih dkk (2016) menyatakan ada
menerapkan budaya keselamatan pasien yang hubungan antara pendidikan, pelatihan,
baik (Nivalinda, dkk., 2013). pengetahuan dan motivasi dengan penerapan
Selain itu membangun budaya keselamatan patient safety di Instalasi Rawat Inap Rumah
pasien yang memungkinkan seluruh tim Sakit Umum Pancaran Kasih GMIM Manado.
mendukung dan meningkatkan keselamatan Penelitian Nivalinda, dkk. (2013) menyatakan
pasien dipengaruhi oleh kepemimpinan yang terdapat pengaruh antara motivasi perawat dan
kuat. Lingkup kepemimpinan dalam kepemimpinan kepala ruang terhadap
penerapan budaya keselamatan pasien salah penerapan budaya keselamatan pasien oleh
satunya adalah kepemimpinan kepala ruang. perawat pelaksana di RS Pemerintah di
Upaya kepala ruang dalam melaksanakan Semarang.
kepemimpinan yang efektif di ruangannya Hasil studi pendahuluan dengan teknik
mempengaruhi penerapan budaya wawancara dan observasi di RSU kabupaten
keselamatan pasien. Kepala ruang akan dapat Tangerang tanggal 23 November 2017.
mempengaruhi strategi dan upaya Evaluasi penerapan sasaran keselamatan
menggerakkan perawat dalam lingkup
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
25

pasien pada perawat juga sudah dilakukan oleh HASIL PENELITIAN


Tim PMKP (Peningkatan Mutu dan
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Perawat
Keselamatan Pasien) dari hasil wawancara
Pelaksana di Rawat Inap RSU Kabupaten
didapatkan masih ada beberapa perawat yang
Tangerang

belum memahami dan enggan melakukan


Karakteristik f %
penerapan keselamatan pasien, terlihat masih Responden
Umur
ada perawat saat melakukan tindakan Rerata 32,63
keperawatan ada yang tidak menggunakan SD deviasi 7,883
Median 31,50
sarung tangan dan penggunaan masker tidak Min-max 22-55
Jenis Kelamin
sesuai dengan standar prosedur operasional di Perempuan 54 79,4
Laki-laki 14 20.6
rumah sakit. Hal ini dapat dilihat dari laporan Pendidikan
D3 Keperawatan 54 79,4
komite PMKP tahun 2017 dimana terjadi
Profesi Keperawatan 14 20,6
insiden keselamatan sebanyak 20 kejadian. (Ners)
Lama Kerja
< 5 tahun 30 44,1
≥ 5 tahun 38 55,9
mempengaruhi penerapan budaya
sampling. Jenis instrumen yang
keselamatan pasien (patient safety
digunakan dalam penelitian ini adalah
culture) pada perawat di rawat inap RSU
kuesioner. Kuesioner yang digunakan telah
Kabupaten Tangerang”.
valid dan reliabel. Analisa data dilakukan
secara univariat dan bivariat dengan uji chi
METODE PENELITIAN
square.Berdasarkan tabel diatas diketahui
Jenis penelitian yang digunakan adalah bahwa dari 68 perawat rata-rata

jenis penelitian kuantitatif dengan berusia 32,63 dengan standar deviasi 7,883

pendekatan cross sectional. Penelitian media 31,50 umur termuda 22 dan tertua 55

dilaksanakan pada bulan April 2018. Tahun. Sebagian besar berjenis kelamin

Sampel penelitian ini adalah perawat di perempuan yaitu 54 perawat (79,4%), 54

rawat inap RSU Kabupaten Tangerang. perawat (79,4%) berpendidikan D3

Besaran sampel dihitung dengan rumus Keperawatan, dan sebagian besar yaitu 38

Slovin diperoleh sebanyak 68 sampel. perawat (55,9%) memiliki masa kerja ≥ 5

Teknik pengambilan sampel pada tahun.

penelitian ini adalah systematic random

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
26
Hasil tabel silang antara tingkat pengetahuan menggunakan alpha 5% (0,05) dapat
perawat dengan penerapan budaya disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya
keselamatan pasien (patient safety culture) terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan
diketahui dari 41 responden yang perawat dengan penerapan budaya keselamatan
berpengetahuan baik sebagian besar pasien (patient safety culture) dengan nilai POR
penerapan budaya keselamatan pasien baik = 4,580 (95 % CI = 1,605- 13,067) yang berarti
yaitu sebanyak 27 responden (21,1%), perawat dengan pengetahuan yang kurang baik
sedangkan dari 27 responden berpengetahuan berpeluang empat kali lebih besar untuk
kurang baik sebagian besar penerapan budaya penerapan budaya keselamatan pasien dalam
keselamatan pasien kurang baik sebanyak 19 kategori kurang baik dibandingkan dengan
responden (70,4%). perawat berpengetahuan baik.

a. Analisa Bivariat antara Hubungan Motivasi Perawat dengan Penerapan Budaya


Keselamatan Pasien (Patient Safety Culture)
Tabel 5. Hubungan Motivasi Perawat dengan Penerapan Budaya Keselamatan Pasien (Patient
Safety Culture) oleh Perawat di Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang
Penerapan Budaya
Motivasi Keselamatan Pasien Total POR P

Kurang Baik Baik (95%CI) Value

n % n % n %
Rendah 21 72,4 8 27,6 29 100
Tinggi 12 30,8 27 69,2 39 100 5,906 0,002
(2,044-17,063)
Jumlah 33 48,5 35 51,5 68 100
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p baik 21 responden (72,4%). Dari hasil uji Chi
value 0,007 (< alpha= 0,05) dengan Hasil Square diperoleh nilai p value 0,002 (<
tabel silang antara motivasi dengan penerapan alpha= 0,05) dengan menggunakan alpha
budaya keselamatan pasien diketahui dari 39 5% (0,05) dapat disimpulkan bahwa Ho
responden yang memiliki motivasi tinggi ditolak yang artinya ada hubungan antara
sebagian besar penerapan budaya motivasi perawat dengan penerapan budaya
keselamatan pasien dalam kategori baik yaitu keselamatan pasien (patient safety culture)
27 responden (69,2%), sedangkan dengan nilai POR = 5,906 (95 % CI = 2,044-
dari 29 responden yang memiliki motivasi 17,063) yang berarti motivasi perawat yang
rendah sebagian besar penerapan budaya rendah berpeluang lima kali lebih besar untuk
keselamatan pasien dalam kategori kurang penerapan budaya keselamatan pasien.

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
27

b. Analisa Bivariat antara Dukungan Kepemimpinan dengan Penerapan Budaya


Keselamatan Pasien (Patient Safety Culture)
Tabel 6. Hubungan Dukungan Kepemimpinan dengan Penerapan Budaya Keselamatan Pasien
(Patient Safety Culture) oleh Perawat di Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang Periode
April 2018
Penerapan Budaya
Dukungan Keselamatan Pasien Total POR P

Kepemimpinan Kurang Baik Baik (95%CI) Value

n % n % n %
Tidak Efektif 20 64,5 11 35,5 31 100
Efektif 13 35,1 24 64,9 37 100 3,357 0,028
Jumlah 33 48,5 35 51,5 68 100 (1,237-9,110)

Hasil tabel silang antara dukungan perawat yang mempunyai persepsi dukungan
kepemimpinan dengan penerapan budaya kepemimpinan yang baik.
keselamatan pasien (patient safety culture)
diketahui dari 37 responden yang PEMBAHASAN
memilikiresponden yang memiliki persepsi
1. Karakteristik Responden
dukungan kepemimpinan tidak efektif
a. Umur
sebagian besar penerapan budaya
keselamatan pasien dalam kategori kurang Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
baik sebanyak 20 responden (64,5%).
68 perawat rata-rata berusia 32,63 dengan
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p
standar deviasi 7,883 media 31,50 umur
value 0,028 (< alpha= 0,05) dengan
termuda 22 dan tertua 55 Tahun. Hasil penelian
menggunakan alpha 5% (0,05) dapat
ini sejalan dengan penelitian Komariah (2012)
disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya
dimana sebagian besar kelompok umur 20-29
terdapat pengaruh antara dukungan
tahun (56,8%). Penelitian Nivalinda, dkk.
kepemimpinan dengan penerapan budaya
(2013) menyatakan bahwa sebagian besar
keselamatan pasien (patient safety culture)
sebagian besar responden dalam tahap usia
dengan nilai POR = 3,357 (95 % CI = 1,237-
dewasa muda yaitu 20 sampai dengan 40.
9,110) yang berarti dukungan kepemimpinan
Analisa peneliti bahwa kelompok usia ini
yang tidak efektif berpeluang tiga kali lebih
merupakan usia produktif sehingga
besar terhadap penerapan budaya keselamatan
pengembangan kemampuan akan potensi diri
pasien yang kurang baik dibandingkan dengan
lebih maksimal.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
28

dukungan kepemimpinan kepala ruang yang

Menurut Kusumawati dan Frandinata juga berbeda.


(2015), umur berpengaruh terhadap kinerja
seseorang karena kemampuan untuk
b. Kelamin
menyesuaikan diri pada situasi dalam bekerja
Dari 68 perawat diketahui bahwa sebagian
dan proses pemahaman serta kematangan
besar berjenis kelamin perempuan yaitu 54
dalam bekerja dapat dicapai pada umur 30-
perawat (79,4%). Hasil penelitian ini sejalan
45 tahun. Di usia yang masih muda, proses
dengan Nivalinda, dkk. (2013) bahwa sebagian
pembelajaran dalam hal adaptasi terhadap
besar adalah berjenis kelamin perempuan yaitu
pekerjaan dan penyesuaian terhadap situasi
62 responden (59%). Hal ini terjadi karena
yang baru masih sangat dirasakan
lazimnya profesi keperawatan lebih banyak
oleh responden yang masih berada di umur
diminati kaum perempuan, mengingat profesi
usia muda sehingga membutuhkan ketekunan
keperawatan lebih dekat dengan masalah-
dan semangat untuk memperoleh aktualisasi
masalah mother instink, meskipun di era
diri dalam bekerja.
globalisasi atau alasan lain misalnya kesetaraan
Usia dewasa merupakan gender atau juga karena faktor kebutuhan atau
perkembangan puncak mengaplikasikan mungkin juga karena perkembangan ilmu
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang pengetahuan dan teknologi maka jumlah
dimiliki serta kebiasaan berfikir rasional perawat laki-laki juga mulai dipertimbangkan
akan meningkat (Robbins, 2010). Kondisi ini dan diperhitungkan.
akan mempengaruhi perawat dalam Hasil penelitian sebelumnya tahun 2008
mengaplikasikan ilmu pengetahuan, menyatakan bahwa dari segi disiplin kaum
keterampilan dan kreativitas yang dimiliki perempuan lebih sering mangkir dengan alasan
termasuk dalam menerapkan budaya rumah tangga (Murhayati, 2008). Peran, tugas,
keselamatan pasien. tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan
Usia menentukan perilaku dan di lingkungan keluarga berbeda begitu pula
kemampuan seseorang untuk bekerja, secara fisik. Kodratnya perempuan lebih sering
termasuk bagaimana merespons stimulus yang tidak masuk kerja dibandingkan laki-laki
diberikan individu. Usia responden yang misalnya karena hamil atau melahirkan, tetapi
bervariasi ini menimbulkan respon berbeda karyawan wanita cenderung lebih rajin, disiplin
tiap individu terhadap perilaku kepemimpinan dan sabar (Sopiah, 2009).
kepala ruang sehingga menimbulkan persepsi

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
29

tersebut juga menunjukkan bahwa dari 53

Rolinson dan Kish (2013) menyatakan jenis responden dengan tingkat pendidikan tinggi,

kelamin perawat didominasi oleh


perempuan, karena dalam sejarahnya
31,0% memiliki penerapan patient safety baik
keperawatan muncul sebagai peran care
sedangkan penerapan patient safety yang
taking (pemberi perawatan) secara
kurang baik sebanyak 15,9%.
tradisional di dalam keluarga dan lingkungan
Tingkat pendidikan seseorang
masyarakat. Perawat dengan jenis kelamin
berpengaruh dalam memberikan respon
perempuan cenderung lebih taat dan
terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang
mematuhi standar yang ada dan cenderung
berpendidikan tinggi akan lebih rasional dan
lebih rajin dalam merawat diri sehingga
kreatif serta terbuka dalam menerima adanya
praktik dalam pencegahan infeksi
bermacam usaha pembaharuan, ia juga akan
nosokomial lebih baik. Berdasarkan jenis
lebih dapat menyesuaikan diri terhadap
kelamin pada umumnya dalam kepatuhan
berbagai perubahan. Pendidikan yang dicapai
wanita lebih patuh dari pada pria, karena
seseorang diharapkan menjadi faktor
wanita lebih patuh dan peduli untuk
determinan produktifitas antara lain
meningkatkan pelayanan kepada pasien
knowledge, skills, abilities, attitude dan
(Wardhana, 2013).
behavior, yang cukup dalam menjalankan
Lebih dominannya jumlah perempuan ini
aktifitas pekerjaanya. Responden dalam
dapat mempengaruhi perilaku kinerja
penelitian sebagian besar adalah Diploma III
perawat termasuk dalam menerapkan budaya
Keperawatan dimana tingkat pendidikan ini
keselamatan pasien karena tanggung jawab
merupakan standar minimal yang dianggap
perempuan di lingkungan keluarga yaitu
cukup dalam penerapan budaya keselamatan
sebagai ibu yang harus meninggalkan
pasien dalam memberikan pelayanan kepada
anaknya di rumah karena bekerja.
pasien rawat inap.

c. Pendidikan Apabila dilihat dari kualifikasi pendidikan

Dari 68 perawat diketahui bahwa sebagian perawat sudah sesuai dengan ketentuan

besar 54 perawat (79,4%) berpendidikan D3 menurut Undang- Undang Keperawatan

Keperawatan. Hasil penelitian ini berbeda bahwa minimal pendidikan dalam bidang

dengan Retnoningsih, dkk. (2013) bahwa dari keperawatan adalah Diploma III sehingga RSU

60 responden dengan tingkat pendidikan yang Kabupaten Tangerang mempunyai sejumlah

rendah, 31,9% memiliki penerapan patient tenaga kesehatan khususnya tenaga

safety yang kurang baik sedangkan 21,2%


memiliki penerapan patient safety baik. Hasil

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
30

keperawatan dengan tingkat pendidikan dari (Nivalinda, dkk., 2013).


setingkat diploma III sampai Strata I Pengalaman atau masa kerja adalah
keperawatan dan untuk mengembangkan lagi keseluruhan pelajaran yang diperoleh
dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor seseorang dari peristiwa-peristiwa yang
perawat maka telah dilakukan upaya dengan dialami selama perjalanan kerja.

memberikan kesempatan kepada perawat Semakin lama seseorang menggeluti

senior dengan status karyawan tetap bidang pekerjaannya semakin terampil

melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata I seseorang dalam bekerja atau berkarya. Hal ini

keperawatan dilanjutkan profesi Ners. pun sesuai dengan konsep teori bahwa tingkat

Seorang perawat dengan kualifikasi tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi juga oleh

pendidikan keperawatan Diploma III yang tingkat pengalaman dalam bekerja (lama masa

merupakan tingkatan dalam pendidikan kerja) (Notoatmodjo, 2012).

tinggi maka secara kompetensi baik dari Masa kerja yang bervariasi akan

aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor mempengaruhi keterampilan dan pengalaman

diharapkan mampu untuk melakukan tugas perawat dalam pekerjaaannya yaitu


dan tanggung jawabnya dalam memberikan memberikan pelayanan yang aman pada pasien.
pelayanan keperawatan kepada pasien sesuai Pengalaman berbeda dari tiap perawat akan
dengan standar operasional prosedur yang menyebabkan kemampuan yang berbeda dalam
berlaku pada lingkungan kerja setempat pemecahan masalah terkait insiden
termasuk penerapan universal precaution. keselamatan pasien maupun kinerja pelayanan
yang memperhatikan keselamatan pasien.

d. Lama Kerja Dalam penelitian ini sebagian besar responden

Dari 68 perawat diketahui bahwa sebagian adalah dengan masa kerja yang tergolong lama

besar 38 perawat (55,9%) memiliki masa 8,5 sehingga pengalaman yang dimiliki oleh

tahun. Senioritas dan produktivitas pekerjaan perawat dianggap cukup dalam

berkaitan secara positif, semakin lama bekerja mengimplementasikan penerapan budaya

semakin terampil dan berpengalaman dalam keselamatan pasien. Lama pengalaman kerja

melaksanakan pekerjaannya (Robbins, 2010). berhubungan dengan kinerja perawat salah


satunya dapat terlihat dari penegahan infeksi
kerja ≥ 5 tahun. Sejalan dengan
nosokomial, semakin banyak seseorang
penelitian Nivalinda, dkk. (2013) dimana
mengetahui akan keuntungan dan kerugian dari
diperoleh hasil bahwa rata-rata perawat
tindakan yang dilakukan ataupun pernah
dengan masa kerja Pengalaman dan
dilakukan (pengalaman), maka kemungkinan
kesempatan pekerjaan akan dapat
untuk merubah perilaku menjadi lebih baik.
meningkatkan konsep individu, pemecahan
masalah dan keterampilan motorik
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
31

2. Penerapan Budaya Keselamatan Pasien kesalahan tersebut serta mau mengambil

Dari 68 perawat sebagian besar yaitu 35 perawat tindakan tepat kedisiplinan, ketaatan terhadap
(51,5%) adalah memiliki penerapan budaya standar, prosedur dan protokol, bekerja dalam
kesematan pasien yang baik. Berbeda dengan tim, kejujuran, keterbukaan, saling
penelitian Nivalinda, dkk. (2013) yang menghargai adalah nilai dasar yang harus
menyatakan bahwa sebagian besar perawat dijunjung tinggi. Dalam penelitian ini
memiliki penerapan budaya keselamatan pasien membuktikan bahwa perawat pelaksana di
yang kurang baik 54 responden (51,4%). Hasil
ruang rawat inap telah memiliki sikap yang
penelitian ini juga sesuai dengan penelitian
baik dalam mengimplementasikan budaya
Renoningsih, dkk. (2015) bahwa bahwa sikap
keselamatan pasien dalam memberikan
responden tentang penerapan patient safety
pelayanan.
berada dalam kategori baik. Begitu pula hasil
penelitian Sumarni (2017) bahwa sebagian besar
responden yakni 71,57% (224 responden), 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan
berada dalam kategori implementasi patient Perawat Dengan Penerapan Budaya
safety yang tergolong kuat. Keselamatan Pasien (Patient Safety Culture)
Patient Safety merupakan masalah Dari 68 perawat sebagian besar perawat memiliki
kesehatan publik mempengaruhi tingkat pengetahuan penerapan budaya keselamatan pasien
perkembangan suatu negara. Patient Safety oleh yang baik yaitu 41 perawat (60,3%). Hasil ini

diberlakukan pada tahun 2004 untuk sejalan dengan penelitian Renoningsih, dkk. (2015)
yang menunjukkan bahwa dari 50 responden yang
memobilisasi upaya global untuk
memiliki pengetahuan yang kurang baik, 26,5%
meningkatkan keamanan kesehatan untuk
memiliki penerapan patient safety yang kurang baik
pasien di semua negara-negara anggota
sedangkan 17,7% memiliki penerapan patient
World Health Organization (WHO). World
safety baik. Dari hasil itu juga menunjukkan bahwa
Health Organization (WHO)
dari 63 responden yang memiliki pengetahuan yang
memperkirakan bahwa jutaan pasien di baik, 34,5% memiliki penerapan patient safety baik
seluruh dunia menderita cedera atau sedangkan penerapan patient safety yang kurang
kematian setiap tahun karena praktik dan baik sebanyak 21,3%.
pelayanan medis yang tidak aman sementara Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan
satu dari sepuluh pasien dirugikan saat ini terjadi setelah seseorang melakukan
menerima pelayanan kesehatan di rumah penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
sakit (Andermann, dkk., 2011). Pengetahuan ini merupakan hal yang dominan
Melaksanakan budaya keselamatan yang sangat penting untuk terbentuknya
pasien adalah bentuk dari perbaikan kinerja tindakan seseorang, dari pengalaman beberapa
oleh setiap anggota organisasi, seperti penelitian ternyata tindakan yang tidak
mengakui kesalahan dan mau belajar dari didasari pengetahuan yang baik, tidak akan

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
32

menghasilkan hasil yang baik (Notoatmodjo,


2012). Perawat memiliki kemampuan dan Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p
kewenangan melakukan tindakan value 0,007 (< alpha= 0,05) dengan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki menggunakan alpha 5% (0,05) dapat
dan diperoleh melalui pendidikan disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya
keperawatan. Perawat harus menyadari terdapat pengaruh antara tingkat pengetahuan
perannya sehingga harus berpartisipasi aktif perawat dengan penerapan budaya keselamatan
dalam mewujudkan keselamatan pasien pasien (patient safety culture) dengan nilai POR
rumah sakit. Perawat harus memahami = 4,580 (95% CI=1,605- 13,067) yang berarti
tentang apa yang dimaksud dengan perawat dengan pengetahuan yang kurang baik
keselamatan pasien rumah sakit (KPRS) serta berpeluang empat kali lebih besar untuk
dalam pelaksanan pelayanan harus penerapan budaya keselamatan pasien dalam
mengetahui enam sasaran keselamatan pasien kategori
yaitu: ketepatan identifikasi pasien, kurang baik dibandingkan dengan perawat
peningkatan komunikasi efektif peningkatan berpengetahuan baik.
keamanan obat yang perlu diwaspadai, Hasil penelitian ini sejalan dengan
kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat penelitian Renoningsih, dkk. (2015) bahwa
pasien operasi, pengurangan resiko infeksi motivasi berhubungan dengan penerapan
terkait pelayanan kesehatan, pengurangan budaya keselamatan pasien (p=0,034; OR
resiko jatuh sehingga perawat dapat =2,44). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
melaksanakan asuhan keperawatan kepada Bawelle, dkk. (2013) mendapatkan ada
pasien secara aman. hubungan antara pengetahuan perawat dengan
Hasil tabel silang antara tingkat pelaksanaan keselamatan pasien di ruang
pengetahuan perawat dengan penerapan Rawat Inap RSUD Liun Kendage. Penelitian
budaya keselamatan pasien (patient safety yang dilakukan oleh Harus dan Sutriningsih
culture) diketahui dari 41 responden yang (2015) mendapatkan bahwa ada hubungan
berpengetahuan baik sebagian besar antara pengetahuan perawat dengan
penerapan budaya keselamatan pasien baik pelaksanaan prosedur keselamatan pasien
yaitu sebanyak 27 responden (21,1%), rumah sakit di RS Panti Waluya Sawahan
sedangkan dari 27 responden Malang.
berpengetahuan kurang baik sebagian besar Sesuai dengan teori Health Belief Model
penerapan budaya keselamatan pasien (HBM) oleh Becker (Burke, 2013) yang
kurang baik sebanyak 19 responden (70,4%). menyatakan bahwa perilaku yang terbentuk
pada individu dipengaruhi oleh persepsi
individu berupa pengetahuan dan keyakinan

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
33

terhadap suatu objek.

Pengetahuan seseorang erat hubungannya Seorang perawat dalam memberikan

dengan tindakan seseorang dalam memenuhi asuhan keperawatan harus memiliki

kewajibannya, sehingga pendidikan lanjut pengetahuan yang benar, keterampilan, dan

sangat penting dalam usaha meningkatkan sikap untuk menangani kompleksitas

perawat dalam memperoleh pengetahuan. perawatan kesehatan. Tanpa pengetahuan

Keselamatan pasien bagi perawat tidak yang memadai, tenaga kesehatan termasuk

hanya merupakan pedoman tentang apa yang perawat tidak bisa menerapkan dan

seharusnya dilakukan, namun keselamatan mempertahankan budaya keselamatan pasien

pasien merupakan komitmen yang tertuang (Myers, 2012).

dalam kode etik perawat dalam memberikan Pengetahuan perawat tentang penerapan

pelayanan yang aman, sesuai kompetensi, keselamatan pasien, diharapkan semakin

dan berlandaskan kode etik bagi pasien. tinggi pula perawat dalam memahami

Pemberian pelayanan yang aman harus pentingnya penerapan keselamatan pasien

didahului dengan pemahaman materi yang diberikan kepada pasien dalam pelayanan

keselamatan pasien rumah sakit yang keperawatan (Darliana, 2016).

mengacu standar internasional pada Joint


Commission International (JCI). JCI 4. Hubungan Motivasi Perawat dengan
Penerapan Budaya Keselamatan Pasien
merupakan salah satu lembaga akreditasi (Patient Safety Culture)
internasional rumah sakit yang telah diakui
Dari 68 perawat sebagian besar perawat
oleh dunia. Fokus utama JCI adalah
memiliki motivasi tinggi tentang penerapan
meningkatkan keselamatan perawatan pasien
budaya keselamatan pasien yaitu 39 perawat
melalui penyediaan jasa akreditasi dan
(57,4%). Berbeda dengan penelitian Nivalinda,
sertifikasi serta melalui layanan konsultasi
dkk. (2013) yang menyatakan bahwa sebagian
dan pendidikan dengan tujuan membantu
besar perawat memiliki motivasi yang rendah
organisasi menerapkan solusi praktis dan
yaitu 58 responden (55,2%).
berkelanjutan (The Joint Commission, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
Upaya penerapan patient safety sangat
perawat antara lain keinginan adanya
tergantung dari pengetahuan perawat.
peningkatan, rasa percaya bahwa gaji yang
Apabila perawat menerapkan patient safety
dimiliki sudah mencukupi, memiliki
didasari oleh pengetahuan yang memadai,
kemampuan pengetahuan, keterampilan dan
maka perilaku patient safety oleh perawat
nilai-nilai yang diperlukan.
tersebut akan bersifat lama (long lasting).

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
34

Faktor lainnya yaitu adanya umpan balik, dengan penerapan budaya keselamatan pasien
adanya kesempatan untuk mencoba (patient safety culture) dengan nilai POR =
pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan, 5,906 (95 % CI = 2,044-17,063) yang berarti
adanya instrumen kinerja untuk promosi, motivasi perawat yang rendah berpeluang
kerja sama dan peningkatan penghasilan lima kali lebih besar untuk penerapan budaya
(Suarli, 2009).
Banyaknya responden yang mempunyai
motivasi rendah dapat dijelaskan dari keselamatan pasien dalam kategori kurang
sedikitnya perawat yang kebutuhan mencapai baik dibandingkan dengan perawat dengan
prestasinya tinggi. Hal ini ditunjukkan dari motivasi tinggi.
hasil distribusi pada pasien. Kebutuhan untuk ``Hasil penelitian ini sejalan dengan
mencapai prestasi merupakan kunci dalam Nivalinda, dkk. (2013) yang menyatakan
motivasi dan kepuasan kerja karena akan bahwa motivasi berhubungan dengan
mendorong untuk mengembangkan penerapan budaya keselamatan pasien (p value
kreativitas dan mengarahkan kemampuan = 0,001). Hasil penelitian ini sesuai dengan
demi mencapai prestasi kerja optimal. hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan
Prestasi kerja tersebut juga termasuk dalam bahwa perawat dengan motivasi tinggi maka
mencapai penerapan budaya keselamatan sikap perawat dalam mendukung penerapan
pasien yang baik. program patient safety akan semakin tinggi
Hasil tabel silang antara motivasi perawat pula (Ariyani, 2009). Begitu pula penelitian
dengan penerapan budaya keselamatan Renoningsih, dkk. (2015) bahwa motivasi
pasien diketahui dari 39 responden yang berhubungan dengan penerapan budaya
memiliki motivasi tinggi sebagian besar keselamatan pasien ( p value = 0,034; OR
penerapan budaya keselamatan pasien dalam =2,44). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
kategori baik yaitu sebanyak 27 responden Kaseger, dkk. (2012) mendapatkan bahwa ada
(69,2%), sedangkan dari 29 responden yang hubungan antara motivasi dengan upaya
memiliki motivasi rendah sebagian besar penerapan patient safety di Instalasi perawatan
penerapan budaya keselamatan pasien dalam Intensif RSUD Datoe Binangkang Kota
kategori kurang baik sebanyak 21 responden Kotamobagu.
(72,4%). Motivasi merupakan energi yang
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p mendorong seseorang untuk menjalankan
value 0,002 (< alpha= 0,05) dengan tugas pekerjaan mencapai tujuan yang telah
menggunakan alpha 5% (0,05) dapat ditetapkan. Motivasi kerja perawat akan
disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya berdampak terhadap kinerja perawat yang
terdapat pengaruh antara motivasi perawat ditampilkan (Suyanto, 2009). Perawat dalam

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
35

memberikan pelayanan keperawatan 6. Hubungan Dukungan Kepemimpinan


menunjukkan kinerja yang berbeda-beda dengan Penerapan Budaya Keselamatan
dikarenakan motivasi. Hal ini juga termasuk Pasien (Patient Safety Culture)
dalam penerapan budaya keselamatan pasien. Dari 68 perawat sebagian besar perawat
Perawat termotivasi oleh kebutuhan memiliki dukungan kepemimpinan yang
fisiologis, keselamatan, perhatian dan cinta, efektif yaitu 37 perawat (54,4%). Hasil
harga diri serta aktualisasi diri. Perawat juga penelitian ini sejalan dengan Nivalinda, dkk.
termotivasi oleh kebutuhan kognitif terhadap (2013) yang menyatakan bahwa sebagian besar
pengetahuan (Gibson, dkk., 2010). Motivasi perawat memiliki dukungan kepemimpinan
menunjukkan sejauh mana seorang individu yang efektif yaitu 57 responden (54,3%).
ingin ataupun bersedia berusaha untuk Pemimpin yang efektif menerapkan dukungan
mencapai kinerja yang baik di pekerjaan. tertentu dalam kepemimpinannya memenuhi
Penerapan budaya keselamatan pasien oleh beberapa prinsip yang tercakup dalam
perawat mencerminkan perilaku kinerja dukungan kepemimpinan suportif, direktif,
perawat dan dipengaruhi oleh motivasi partisipatif dan orientasi prestasi. Prinsip ini
perawat, Motivasi kerja adalah proses yang antara lain mampu mengenali kebutuhan
bersifat internal atau eksternal bagi setiap bawahan, merangsang dan mencoba
pegawai yang menyebabkan timbulnya sikap memenuhi kebutuhan tersebut, serta
antusias dan persistensi dalam melaksanakan memberikan reward atas keberhasilan
tugas (Winardi, 2011). Motivasi merupakan mencapai tujuan (Martin, 2009). Pemimpin
energi yang mendorong seseorang untuk harus mampu membantu bawahan
menjalankan tugas pekerjaan mencapai tujuan mengidentifikasi jalan paling efektif dan
yang telah ditetapkan Motivasi kerja perawat memberikan jalan yang jelas bagi bawahan
akan berdampak terhadap kinerja perawat untuk mencapai tujuan dengan memberi
yang ditampilkan (Robbins, 2010). bimbingan dan pengarahan maksimal.

Hal ini menunjukkan untuk membangun Pemimpin harus berusaha mengurangi

budaya keselamatan yang kuat perlu hambatan dalam proses pencapaian tujuan

didukung motivasi yang tinggi dalam kinerja kinerja bawahan. Pemimpin harus berusaha

keselamatan pasien serta sistem manajemen meningkatkan kesempatan bawahan

sumber daya manusia. Sebagaimana dalam merasakan kepuasan pribadi melalui

penelitian ini bahwa sebagian besar pencapaian kinerja yang efektif. Pemimpin

responden memiliki motivasi yang tinggi yang dapat menerapkan hal-hal tersebut maka

dalam memberikan pelayanan di ruang rawat bawahan akan lebih mudah mencapai tujuan

inap dengan menerapkan budaya kinerjanya secara efektif.

keselamatan pasien.

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
36

Hasil tabel silang antara dukungan Penelitian serupa dilakukan oleh


kepemimpinan dengan penerapan budaya Rachmawati (2012) kepemimpinan
keselamatan pasien (patient safety culture) Transformasional paling berpengaruh positif
diketahui dari 37 responden yang memiliki langsung terhadap patient safety culture
persepsi dukungan kepemimpinan efektif dibanding kerjasama tim dan kesadaran
sebagian besar penerapan budaya individual. Penelitian Beginta (2012) adanya
keselamatan pasien dalam kategori baik yaitu pengaruh baik secara langsung maupun tidak
sebanyak 24 responden (64,9%), sedangkan langsung patient safety culture, dukungan
dari 31 responden yang memiliki persepsi kepemimpinan, dan kerja tim terhadap
dukungan kepemimpinan tidak efektif persepsi pelaporan kesalahan pelayanan oleh
sebagian besar penerapan budaya perawat di Unit Rawat Inap RSUD Kabupaten
keselamatan pasien dalam kategori kurang Bekasi. Penelitian Setiawati (2010)
baik sebanyak 20 responden (64,5%). menunjukkan hubungan lemah dan positif
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p antara kepemimpinan efektif Head Nurse
value 0,028 (< alpha= 0,05) dengan dengan penerapan patient safety culture di
menggunakan alpha 5% (0,05) dapat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya Budaya keselamatan yang kuat
terdapat pengaruh antara dukungan membutuhkan kepemimpinan yang mencakup
kepemimpinan dengan penerapan budaya komponen seperti mampu menetapkan dan
keselamatan pasien dengan nilai POR = 3,357 mengkomunikasikan visi keselamatan dengan
(95 % CI = 1,237-9,110) yang berarti jelas, menghargai dan memberdayakan staf
dukungan kepemimpinan yang tidak efektif untuk mencapai visi. Komponen lainnya yaitu
berpeluang tiga kali lebih besar terhadap terlibat aktif dalam upaya peningkatan
penerapan budaya keselamatan pasien yang keselamatan pasien, menjadi panutan bagi
kurang baik dibandingkan dengan perawat bawahan, fokus pada masalah sistem bukan

yang mempunyai persepsi dukungan pada kesalahan individu, dan terus melakukan

kepemimpinan yang baik. perbaikan sistem. Keberhasilan pelaksanaan

Beberapa penelitian tentang pengaruh inovasi klinis tidak hanya membutuhkan

kepemimpinan terhadap penerapan budaya dukungan kepemimpinan yang efektif, tetapi

keselamatan pasien dilakukan oleh Nivalinda, juga membutuhkan dukungan organisasi dan

dkk. (2013) yang menyatakan ada pengaruh alat implementasi (Novalianti, dkk., 2013).

dukungan kepemimpinan kepala ruang


terhadap penerapan budaya keselamatan.

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
37

Penerapan budaya keselamatan pasien menetapkan dan mengkomunikasikan visi

yang baik juga berlaku untuk inovasi klinis keselamatan dengan jelas, menghargai dan

karena perubahan dari budaya menyalahkan memberdayakan staf untuk mencapai visi.

menjadi budaya keselamatan pasien Komponen lainnya yaitu terlibat aktif dalam

merupakan upaya peningkatan mutu dan upaya peningkatan keselamatan pasien,

keselamatan pasien. Hal ini didukung aspek menjadi panutan bagi bawahan, fokus pada

pengembangan teknologi, tersedianya sumber masalah sistem bukan pada kesalahan

daya manusia (SDM) yang mendukung individu, dan terus melakukan perbaikan

keselamatan dan proses pelayanan yang system (Nivalinda, dkk., 2013).

dibangun sebagai sistem pertahanan/barier Hal ini berarti semakin efektif dukungan

(Cahyono, 2008). Hal ini menunjukkan untuk kepemimpinan kepala ruangnya maka semakin

membangun budaya keselamatan yang kuat baik penerapan budaya keselamatan

perlu didukung kepemimpinan yang kuat pasiennya. Pemimpin yang efektif dalam

dalam kinerja keselamatan pasien serta sistem menerapkan dukungan kepemimpinan tertentu

manajemen sumber daya manusia. perlu menyesuaikan dukungan

Kepemimpinan yang mendukung kepemimpinannya dengan karakteristik

memberikan dampak positif terhadap bawahan dan situasi, serta memadukan

motivasi keselamatan yang kemudian beberapa dukungan kepemimpinan tergantung

meningkatkan tingkat keselamatan. situasi dan kondisi yang dihadapi (Setiawati,

Kepemimpinan yang baik dalam suatu 2010).

organisasi dapat mengarahkan anggota


KESIMPULAN DAN SARAN
organisasi dalam mencapai tujuan organisasi,
termasuk dalam hal keselamatan pasien. Kesimpulan

Kemampuan kepemimpinan terbentuk sesuai Ada hubungan antara tingkat pengetahuan


dengan kondisi organisasi dan metode perawat, motivasi dan dukungan
kepemimpinan suatu organisasi memiliki ciri kepemimpinan dengan penerapan budaya
tertentu, pengaruh antara pemimpin dan keselamatan pasien oleh perawat di ruang
bawahan menjadi hal penting dalam rawat inap RSU Tangerang.
efektifitas pelaksanaan program karena Saran
diterima atau tidak seorang atasan oleh 1. Mempertahankan serta terus meningkatkan
bawahannya menentukan pencapaian tujuan implementasi patient safety yang telah ada
organisasi. sehingga menjadi budaya dan sering
Budaya keselamatan yang kuat
membutuhkan kepemimpinan yang
mencakup komponen seperti mampu

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
38

mengadakan pelatihan secara berkala serta


penyegaran mengenai keselamatan pasien. Beginta, R. (2012). Pengaruh budaya

2. Memberikan reward dan punishment keselamatan pasien, gaya kepemimpinan,


kerja tim terhadap persepsi pelaporan
dalam pelaksanaan patient safety culture.
kesalahan pelayanan oleh perawat di Unit
3. Melaksanakan monitoring mutu pelayanan Rawat Inap RSUD Kabupaten Bekasi tahun
keperawatan terhadap budaya keselamatan 2011. Thesis. Fakultas Kesehatan
pasien. Masyarakat. Depok: Universitas Indonesia.

Burke. (2013). The health belief model. (p.1- 3).


DAFTAR PUSTAKA
Diakses pada
Andermann, A., L. Ginsburg., P. Norton., N.
http://www.iccwa.org.au/useruploads/files
Arora., D. Bates., A. Wu dan I. Larizgoitia.
(2011). Core Competencies for Patient /soyf/2013_resources_videos/the_health

Safety Research: a Cornerstone for Global _ belief_model.pdfevan_burke.pdf

Capacity Strengthening. BMJ Qualty tanggal

Safety 20: 96- 27 Januari 2018.

101.
Cahyono, J. (2008). Membangun Budaya

Ariyani. (2009). Analisis Pengetahuan Dan Keselamatan Pasien Dalam Praktik

Motivasi Perawat Yang Mempengaruhi Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius.

Sikap Mendukung Penerapan Program


Patient Safety Di Instalasi Perawatan Darliana. (2016). Hubungan pengetahuan

Intensif RSUD Moewardi Surakarta Tahun perawat dengan upaya penerapan patient

2008. Tesis. Semarang: MIKM UNDIP safety di ruang rawat inap Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda

Bachrun, E. (2017). Hubungan tingkat Aceh. Idea Nursing Journal Vol. VII No. 1

pengetahuan perawat tentang patient 2016.

safety terhadap penerapan sasaran V


(pengurangan risiko infeksi terkait Gibson, dkk. (2012). Organisasi : prilaku,

pelayanan kesehatan). JKM: Jurnal struktur dan proses (terjemahan). Jakarta

Kesehatan Masyarakat Vol.5 No.1 Edisi : Binarupa Aksara.

Agustus 2017. Diakses pada


http://jurnal.stikescendekiautamakudus.ac. Herawati. (2015). Budaya keselamatan pasien

id/index.php/JKM/article/view/183 di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X

tanggal 27 Januri 2018. Kabupaten Jember. Jurnal IKESMA

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
39

Volume 11 Nomor 1 Maret 2015. the USA. The surgeon, 12, 64-67.

Jaladara, dkk. (2015). Hubungan tingkat Komariah. (2012). Hubungan pengetahuan,


pengetahuan dan praktik perawat motivasi, dan supervisi dengan kinerja
mengenai keselamatan pasien (patient pencegahan infeksi nosokomial di RSUD
safety) di Instalasi Gawat Darurat RS X Haji Makassar. Jurnal Kesmas. Diakses
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat pada
(e-Journal) Volume 3, Nomor 1, Januari http://repository.unhas.ac.id/bitstream/han
2015 (ISSN: 2356-3346). Diakses pada dle/123456789/
http://ejournal- 10571/KOMARIAH%20ABDULLAH%2
s1.undip.ac.id/index.php/jkm tanggal 0K11110317.pdf;sequence=1 tanggal 6
6 Januari Januari 2018.
2018.
Kusumawati, D., & Frandinata, D. (2015).
Kachalia, A. dan Bates, D.W. (2014). Hubungan Beban Kerja Dengan Kinerja
Disclosing medical errors: the view from

Perawat Di Ruang IGD RSUD study. Tekhne.

Blambangan Banyuwangi.Diakses pada


http://e- Myers, S.A. (2012). Patient safety and hospital

journal.akesrustida.ac.id/index.php/jurnal- accreditation: a model for ensuring

ilmiah/article/view/22 tanggal 28 April success. New York: Springer Publishing

2018. Company.

Martin, R. (2009). Path Goal Theory Of Nivalinda, dkk. (2013). Pengaruh Motivasi

Leadership : Encyclopedia Of Group perawat dan gaya kepemimpinan kepala

Processes & Intergroup Relations. Ed. ruang terhadap penerapan budaya

John M, Michael A. 636-37. Thousand keselamatan pasien oleh perawat pelaksana

Oaks. CA: SAGE. di RS Pemerintah di Semarang. Jurnal


Managemen Keperawatan . Volume 1, No.

Meginniss, dkk. (2012). Time out for patient 2, November 2013; 138-145.

safety. Journal of Emergency Nursing, 38,


51-53. Notoatmodjo, S. (2012). Pendidikan dan
perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Monteiro, C.J.A. dan Natário, M.M.S. (2014).


Safety culture in the surgical services: case Occupational Safety and Health
Administration. (2014). Organizational
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
40

safety culture - linking patient and worker Rolinson dan Kish (2013). Care Concept in
safety (online). Diakses dari advanced nursing.St. Louis.Mosby A
https://www.osha.gov/SLTC/healthcarefa Hancourt Health Science Company.
cilities/safetyculture_full.html tanggal 13
RSU Kabupaten Tangerang. (2017). Laporan
Januari 2018.
PMKP RSU Kabupaten Tangerang.
Tangerang.
Pratama. (2017). Hubungan tingkat
pengetahuan tentang penerapan patient
Setiowati, D. (2010). Hubungan
safety dengan persepsi penerapan patient
kepemimpinan efektif head nurse dengan
safety oleh perawat di RSUD dr.
penerapan budaya keselamatan pasien
Soedirman Mangoen Soemarso Wonogiri.
oleh perawat pelaksana di RSUPN
Skripsi. Departemen Keperawatan
Dr.Cipto Mangunkusumo. Tesis.
Fakultas Kedokteran. Semarang
Depok : FIK-UI.
: Universitas Diponegoro.

Sopiah. (2009). Perilaku Organisasional.


Rachmawati, E. (2012). Model pengukuran
Yogyakarta: Andi.
budaya keselamatan pasien di RS
Muhammadiyah-‘Aisyiyah tahun 2011.
Suarli, S, Yanyan B. (2009). Manajemen
Desertasi. Fakultas
Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis.
Kesehatan Masyarakat,
Jakarta: Erlangga.
Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan
Sulistiani. (2015). Korelasi budaya
Masyarakat. Depok: Universitas
keselamatan pasien dengan persepsi
Indonesia.
kesalahan medis oleh tenaga kesehatan
sebagai upaya peningkatan keselamatan
Renoningsih, dkk. (2015). Faktor-Faktor
peningkatan keselamatan dan kesehatan
Yang Berhubungan Dengan Penerapan
kerja di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y
Patient Safety Pada Perawat Di Instalasi
Tahun 2015. Skripsi. Program Studi
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pancaran
Kesehatan Masyarakat. Fakultas
Kasih Gmim Manado. Manado :
Universitas Sam Ratulangi.

Robbin. (2010). Perilaku organisasi. Alih


Bahasa: Tim Indeks. Jakarta: PT INDEKS
Kelompok Gramedia.

Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. VIII No. 1 Mei 2019. ISSN 2086-9266

Anda mungkin juga menyukai