Anda di halaman 1dari 15

PEDOMAN

UPAYA PENCEGAHAN DAN


PENATALAKSANAAN PENYAKIT RABIES

UPTD PUSKESMAS SEPANJANG


TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini rabies merupakan salah satu penyakit zoonozis yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Rabies disebut juga
penyakit anjing gila merupakan suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf
pusat yang disebabkan oleh Virus Rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu
dapat ditularkan dari hewan kemanusia melalui gigitan hewan terutama anjing,
kucing dan kera.
Penyakit ini bila sudah menunjukan gejala klinis pada hewan atau manusia
selalu diakhiri dengan kematian,sehingga mengakibatkan timbulnya rasa cemas
dan takut bagi orang-orang yang terkena gigitan dan kekhawatiran serta
keresahan bagi masyarakat pada umunya.
Mengingat dampak rabies terhadap kesehatan dan kondisi psikologis
masyarakat cukup besar serta memiliki dampak terhadap perekonomian
khususnya bagi daerah – daerah pariwisata di Indonesia yang tertular rabies,
maka upaya penatalaksanaan penyakit perlu dilaksanakan seintensif mungkin
untuk mewujudkan Indonesia Bebas Rabies.
Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan nasional dan
merupakan kerjasama 3 departemen yaitu Kementerian Pertanian (Ditjen
Peternakan dan Kesehatan Hewan), Departemen Kesehatan (Ditjen PP dan PL)
dan Departemen Dalam Negeri (Ditjen PUM).
Kasus rabies di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Esser pada tahun
1884 pada seekor karbau,kemudian oleh Pening tahun 1889 pada seekor anjing
dan oleh Eileris de Zhaan tahun 1894 pada manusia. Semua kasus ini terjadi di
Provinsi Jawa Barat dan menyebar ke Bali Nias dan Maluku. Sedangkan pada
akhir tahun 2008 Propinsi Bali yang semula bebas secara historis sudah menjadi
daerah tertular rabies yang pertama kali ditemukan diwilayah Kabupaten Badung
Namun dengan adanya peningkatan tatalaksana pasca Gigitan Hewan
Penular Rabies (GHPR ) maka jumlah kasus rabies pada manusia berhasil
diturunkan. Hal ini menunjukkan bahwa upaya penanganan kasus gigitan hewan
sangat penting untuk pencegahan rabies pada manusia.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman pencegahan dan penatalaksanan penyakit rabies dalam
upaya menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat penyakit rabies
2. Tujuan khusus
Pedoman ini disusun dalam upaya pencegahan dan penatalaksaanan
penyakit rabies dengan tujuan :
a. Terlaksananya proses pengelolaan program rabies mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
b. Tersosialisasinya program rabies ke masyarakat
c. Terpenuhinya sarana dan prasarana kegiatan program rabies.
d. Memberikan pedoman bagi pelaksana program rabies dan petugas
kesehatan lainnya dalam penatalaksaaan penyakit rabies

C. SASARAN PEDOMAN
Sasaran program p2 Rabies adalah :
1. Petugas pelaksana program P2 Rabies
2. Petugas medis dan paramedic
3. Seluruh staf puskesmas baik langsung maupun tidak langsung terhadap
pelaksanaan program P2 Rabies
4. Jejaring Puskesmas
5. Pasien penderita Rabies dan keluarga
6. Masyarakat pada umumnya

D. RUANG LINGKUP PEDOMAN


Ruang lingkup pedoman meliputi:
1. Penemuan pasien terduga penyakit rabies
2. Pemeriksaan
3. Penatalaksaan awal
4. Pencatatan dan pelaporan penderita
5. Monitoring dan Evaluasi
6. Rujukan ke jejaring Puskesmas
Adapun pedoman pelayanan tersebut mengacu pada Modul Pelatihan
Penanggulangan Rabies, Subdit Zoonosis Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2008 sebagaimana ditentukan dalam pedoman tersebut.

E. Batasan Operasional
Batasan operasional pencegahan dan penatalaksanaan rabies meliputi upaya
kesehatan perorangan dan masyarakat. Dimana setiap kegiatan dilaksanakan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan khususnya akibat penyakit rabies dengan sasaran
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
BAB II
STANDART KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Kualifikasi sumber daya manusia dalam pelaksanaan program P2 Rabies meliputi:
1. Dokter penanggung jawab pelayanan medis
2. Petugas paramedis yang sudah pernah mendapatkan pelatihan atau
sosialisasi penanganan Rabies
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi ketenagaan program P2 Rabies terdiri dari :
1. Dokter penanggung jawab pelayanan medis di ruang pengobatan umum dan
pelayanan gawat darurat yang bertanggung jawab dalam hal pengobatan
berjumlah satu orang
2. Koordinator program yang bertanggung jawab dalam pelayanan rabies di
ruang pengobatan umum
3. Petugas paramedis lain yang membantu pelaksanaan pelayanan Rabies di
ruang pelayanan gawat darurat
C. JADWAL KEGIATAN
Pelaksanaan pelayanan program rabies di ruang pelayanan gawat darurat
dilaksanakan 24 jam setiap hari.
Uraian TAHUN 2018
No. Keterangan
Kegiatan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agts Sep Okt Nop Des
Penerimaan &
24 jam
1. Pemeriksaan V V V V V V V V V V V V
Setiap Hari
Pasien
Penatalaksaan 24 jam
2. V V V V V V V V V V V V
Awal Setiap Hari
Rujukan Ke
24 jam
3. Jejaring V V V V V V V V V V V V
Setiap Hari
Fayankes
Pelaporan ke
3. V V V V V V V V V V V V Jika Ada Kasus
Dinkes Kab
BAB III
STANDART FASILITAS

A. DENAH RUANG

B. STANDAR FASILITAS
Secara standar, fasilitas yang harus ada dalam pelayanan pencegahan dan
penatalaksanaan rabies antara lain adalah :
1. Ruang pelayanan dengan ventilasi yang cukup
2. Buku Register pelayanan gawat darurat, rekam medis pasien berserta ATK
3. APD : handscoon untuk petugas
4. Sabun
5. Antiseptik (alkphol 70% atau Povidon iodine)
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
Adapun lingkup kegiatan upaya pencegahan dan penatalaksanaan penyakit
rabies di UPTD Puskesmas Sepanjang dilaksanakan setiap ada kasus gigitan
hewan penular rabies (GHPR)

B. Metode
Metode tata laksana pelayanan rabies, meliputi :
1. Penanangan luka gigitan hewan terduga penular rabies
2. Rujukan ke jejaring fasilitas layanan kesehatan yang menyediakan Serum Anti
Rabies (SAR)
3. Mensosialisasikan program rabies ke masyarakat

C. Langkah Kegiatan
Langkah kegiatan pencegahan dan penatalaksanaan penyakit rabies mengikuti
siklus P1-P2-P3 dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
1. Perencanaan (P1)
Perencanaan meliputi : sosialisasi penangananan GHPR dan penemuan
pasien yang diduga terinfeksi penyakit rabies
2. Pelaksanaan dan Penggerakan (P2)
Pelaksanaan kegiatan P2 rabies dilakukan sewaktu-waktu bila ada kasus.
Prinsip penangaanan awal GHPR adalah segera :
a. Setiap ada kasus GHPR harus ditangani dengan cepat dan sesegera
mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka
gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air
mengalir dan sabun atau deterjen selama 10-15 menit kemudian diberi
antiseptic ( alcohol 70%,Povidone Iodine dan lain-lain ).
b. Anamnesis ( waktu dan tempat kejadian, ada tidaknya kontak atau gigitan,
terjadi di daerah tertular/terancam/bebas, apakah didahului tindakan
provokatif, hewan yang menggigit menunjukan gejala rabies, penderita
gigitan hewan pernah di VAR dan kapan, hewan penggigit pernah di VAR
dan kapan)
c. Pemeriksaan Fisik
1) Identifikasi luka gigitan
2) Luka resiko rendah adalah jilatan pada kulit luka, garukan, lecet, luka
kecil disekitar tangan,badan dan kaki
3) Luka resiko tinggi, jilatan/luka pada selaput mukosa, luka diatas daerah
bahu (leher, muka, kepala), luka pada jari tangan / jari kaki, genetika,
luka lebar/dalam dan luka yang banyak (multiple).
d. Rujuk pasien ke Fasyankes rujukan untuk mendapatkan Serum Anti Rabies
(SAR)
3. Penilaian, pengawasan dan penatalaksanaan (P3)
a. Pencatatan dilakukan sejak pasien menjadi terduga rabies hingga pasien
dirujuk ke jejaring fasyankes. Pencatatan dilkaukan dalan rekam medis
pasien dan buku laporan pelayanan gawat darurat. Kegiatan penilaian,
pengawasan dan penatalaksanaan dilaksanakan setiap ada kasus
b. Pelaporan dikirimkan ke Seksi P2 Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyuwangi
c. Evaluasi dilaksanakan setiap tahun meliputi evaluasi indikator kinerja
masukan ( input, proses, output)dan dampaknya. Hasil evaluasi dibahas
dalam pertemuan untuk selanjutnya dipakai sebagai penyusunan rencana
kebutuhan dalam menetapkan metode yang lebih efektif dan efisien pada
periode berikutnya
BAB V
LOGISTIK

Logistik Program Pengendalian rabies merupakan komponen penting agar


kegiatan program dapat dilaksanakan. Jenis-jenis logistic P2 rabies adalah sebagai
berikut.
1. Serum Anti Rabies (SAR)
Di Puskesmas Ponggok belum tersedia SAR. Alokasi SAR baru ada di Fasyankes
Rujukan RSUD Blambangan
2. Logistik Non SAR
Terdiri dari logistic Non SAR habis pakai antara lain ;
a. Sarung tangan
b. Sabun
c. Antiseptik (Alkohol 70 % atau povidon iodine)
d. Rekam medis pasien
Logistik Non SAR Tidak Habis Pakai seperti : Peralatan pelayanan gawat darurat
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Keselamatan sasaran adalah reduksi dan meminimalkan tindakan yang tidak


aman dalam sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin melalui pratik yang terbaik
untuk mencapai luaran yang optimum. (The Canadian Patient Safety Dictionary,
October 2003). Keselamatan sasran menghindarkan sasran dari potensi masalah
dalam pelayanan promosi kesehatan yang sebenarnya bertujuan untuk membantu
sasaran.
Tujuan keselamatan sasaran adalah terciptanya budaya keselamatan sasran
pelayanan promosi kesehatan UPTD Puskesmas Sepanjang meningkatnya
akuntabilitas (tanggung jawab) petugas promosi kesehatan terhadap sasaran,
menurunnya KTD (kejadian tidak diharapkan), serta terlaksanya progra-program
pencegahan, sehingga tidak terjadi pengulangan KTD (kejadian tidak diharapkan).
Sasran keselamatan sasaran pelayanan promosi kesehatan sebagaimana
dimaksud meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut:
1. Ketepatan identifikasi sasaran
Identifikasi sasaran kegiatan yang akan menerima pelayanan promosi kesehatan
sesuai rencana kegiatan unit pelayanan promosi kesehatan yang telah disusun.
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif, akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh sasaran
promosi kesehatan akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan
keselamatan sasaran. Evaluasi diakhir pelayanan promosi kesehatan dilakukan
untuk memastikan sasran tidak salah memahami informasi yang diberikan.
3. Peningkatan keamanan sarana promosi kesehatan
Memantau lokasi, bangunan dan material promosi kesehatan yang dapat
membahayakan keselamatan sasaran promosi kesehatan.
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-metoda, tepat-sasaran
Menyusun dan menerapkan standar operasional prosedur (SOP) pelayanan
promosi kesehatan untuk menghindari kesalahan lokasi, metoda dan sasaran
pelayanan dan promosi kesehatan.
5. Pengurangan risiko psikososial terkait pelayanan promosi kesehatan
Resiko psikososial seperti bosan, mengantuk, lelah dan pusing dapat terjadi
selama pelayanan promosi kesehatan berlangsung. Untuk meminimalisir bahkan
menghindari hal tersebut diperlukan komitmen bersama sasaran, memilih metoda
yang tepat dan memberikan reward.
6. Pengurangan risiko sasaran terjatuh/terluka
Memilih dan memantau lokasi pelayanan promosi kesehatan untuk menghindari
sasaran mengalami cedera baik dalam ruangan menerima pelayanan promosi
kesehatan.
Sistem keselamatan sasaran pelayanan promosi kesehatan dilakukan dengan
melakukan assesment resiko, dampak dan menyusun implementasi solusi untuk
mengendalikan atau meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem Keselamatan Sasaran Unit Pelayanan Rabies
RISIKO DAMPAK/
NO LOKASI PENATALAKSANAAN
SASARAN AKIBAT
1 Dalam Salah Salah  Menyampaikan materi yang
gedung memahami menerapkan benar dan jelas menggunakan
informasi yang informasi yang metoda yang tepat.
diterima diterima  Mengevaluasi hasil
penanganan awal GHPR
Fisik (dinding,  Sakit akibat  Pemantauan berkala fisik
lantai, tersandung bangunan.
pencahayaan, terpeleset,  Rambu peringatan.
suhu/kelemba tertabrak.
ban,  Kepanasan,
kebisingan) pengap.
 Kenyamanan
terganggu.
2. Luar Transportasi Kecelakaan lalu  Pemilihan lokasi yang mudah
gedung menuju lokasi lintas. dan aman dijangkau sasaran.
penyuluhan
Psikososial  Mengantuk  Membangun komitmen
 Pusing bersama.
 Bosan  Penyampaian materi efektif
 Lelah dan efisien.
 Pemilihan metoda promosi
kesehatan yang tepat.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23


dinyatakan bahwa upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus dilaksanakan
disemua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya
kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan sedikitnya 10
orang.
Jika memperhatikan dari isi pasal diatas, maka jelaskanlah bahwa Puskesmas
termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang
bekerja di Puskesmas, tetapi juga terhadap pasien maupun pengunjung Puskesmas.
Risk Assesment melakukan identifikasi potensi bahaya atau faktor risiko dan
dampak atau akibatnya. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya
untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya.
Penyelenggaraan kesehatan kerja petugas di unit pelayanan RABIES UPTD
Puskesmas Sepanjang adalah sebagai berikut :
Sistem Keselamatan Kerja Unit Pelayanan RABIES
Potensi Bahaya/
No Lokasi Dampak/ Akibat Penatalaksanaan
Faktor Resiko
1 Dalam Kesalahan informasi Menurunkan tingkat Menggunakan
Gedung yang diberikan melalui kepercayaan sasaran. referensi/rujukan
media promosi terpercaya/resmi.
kesehatan.
Fisik (dinding, lantai,  Sakit akibat  Pemantauan berkala .
pencahayaan, tersandung  Rambu peringatan.
suhu/kelembaban, terpeleset, tertabrak.
kebisingan).  Kepanasan, pengap.
 Kenyamanan
terganggu.
2. Luar Transportasi menuju Kecelakaan lalu lintas.  Penggunaan APD di
Gedung lokasi sasaran kerja. perjalanan.
 Pemeliharaan kendaraan
operasional secara rutin.
Beban kerja  Stress kerja  Membangun komitmen
 Pusing bersama.
 Bosan  Pengorganiasaian kerja.
 Lelah  Intensif/reward.
 Refreshing.
BAB VIII
PENATALAKSANAAN MUTU

Penatalaksanaan mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan


suatu sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan
menilai mutu produk atau jasa yang diberikan kepada sasaran. Penatalaksanaan
mutu pada unit pelayayn promosi kesehatan UPT Puskesmas Sepanjang diperlukan
agar terjaga kualitasnya sehingga memuaskan masyarakat sebagai sasaran.
Penjaminan mutu kesehatan pelayanan dapat diselenggarakan melalui berbagai
model manajemen kendali mutu. Salah satu manajemen yang dapat digunakan
adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan menghasilkan
pengembangan berkelanjutan (continousimprovement) atau kaizen mutu pelayanan
promosi kesehatan.
Penatalaksanaan mutu pelayanan klinis terintegrasi dengan program
penatalaksanaan mutu pelayanan klinis Puskesmas yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
Kegiatan penatalaksanaan mutu pelayanan klinis meliputi :
1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi
untuk peningkatan mutu standar.
2. Pelaksanaan, yaitu :
a. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan
antara capaian dan rencana kerja).
b. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu :
a. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan standar.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses berlangsung
untuk memastikan bahwa aktifitas berlangsung sesuai dengan yang
direncanakan.
Monitoring dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedik yang
melakukan proses. Aktifitas monitoring perlu direncanakan untuk
mengoptimalkan hasil pemantauan.
Contoh : monitoring pelayanan pasien, monitoring kinerja tenaga kesehatan.
Sedangkan untuk menilai hasil atau capaian pelaksanaan pelayanan klinis,
dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang
diperoleh melalui metode berdasarkan waktu, cara dan tehnis pengambilan data.
a. Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas ;
1) Retrospektif
Pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan.
Contoh : survey kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang.
2) Prospektif
Pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan.
Contoh : waktu pelayanan kesehatan di Puskesmas, sesuai dengan kebutuhan.
b. Berdasarkan sumber pengambilan data, terdiri atas :
1) Langsung (data primer).
Data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh pengambil data.
Contoh : survey kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan klinis.
2) Tidak langsung (tidak langsung).
Data diperoleh dari sumber informasi yang tidak langsung.
Contoh : catatan riwayat penyakit yang lalu.
c. Berdasarkan Cara pengambilan data ;
1) Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.
Contoh : survey kepuasan pelanggan.
2) Observasi.
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan
menggunakan ceklist atau perekaman.
d. Pelaksanaan evaluasi terdiri dari :
1) Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan
pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan
kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki dan dengan
menyempurnakan kinerja tersebut. Oleh karena itu audit merupakan alat untuk
menilai, mengevaluasi, menyempurnakan pelayanan klinis secara sistematis.
Terdapat 2 macam audit yaitu :
a) Audit Klinis.
Audit Klinis yaitu analisis klinis sistematis terhadap pelayanan klinis, meliputi
prosedur yang digunakan untuk pelayanan, penggunaan sumberdaya, hasil
yang didapat dan kualitas hidup pasien. Audit klit klinis dikaitkan dengan
pengobatan berbasis bukti.
b) Audit Profesional.
Audit Provesional yaitu analisis kritis pelayanan klinis seluruh tenaga medis
dan paramedis terkait dengan pencapaian sasaran yang disepakati,
penggunaan sumberdaya dan hasil yang diperoleh.
Contoh : audit pelaksanaan sister manajemen mutu.
c) Review (pengkajian).
Review (pengkajian) yaitu tinjauan atau kajian terhadap pelayanan klinis
tanpa dibandingkan dengan standar.
Contoh : kajian penggunaan antibiotik.
Indikator mutu Pencegahan dan Penatalaksaan penyakit rabies meliputi :
1. Input
No Uraian Standar Kompetensi Target
1 Sumber Daya Untuk dokter penanggung jawab,
Manusia pelaksana program dan Petugas 100 %
paramedis harus memiliki :
- SIK
- STR

2. Proses

No Standar Kompetensi Target


1. SOP Cuci luka gigitan HPR (Hewan Penular Rabies) Ada
2. SOP penanganan rabies Ada
3. Kepatuhan Petugas Terhadap SOP 80 %

3. Out Put
No Uraian Target
1 Kepuasan Pelanggan 80 %
2 Terpenuhi target SPM :
a. Cuci luka terhadap kasus gigitan HPR 100 %
b. Vaksinasi terhadap kasus gigitan HPR yang 100 %
berindikasi
BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pecegahan dan penatalaksanaan Penyakit Rabies Puskesmas


Sepnjang ini digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan di Puskesmas
Sepanjang diperlukan komitmen dan kerjasama semua pihak. Hal tersebut akan
menjadikan pelayanan semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat yang diwilayah kerja puskesmas Sepanjang. Serta dapat meningkatkan
citra Puskesmas dan kepuasan pasien atau masyarakat.

MENGETAHUI Sepanjang,
KEPALA UPTD PUSKESMAS SEPANJANG PENANGGUNG JAWAB PROGRAM

drg. INDAH DWI ERNAWATI.,M.Kes DIAN RINI OKTARY M.,A.Md.Kep


Pembina / IVa NIP. 19901028 201903 2 006
NIP. 197305042003122005

Anda mungkin juga menyukai