Jawab : Peristiwa tersebut terjadi di surau, neraka, dan rumah Ajo Sidi. Peristiwa
terjadi pada saat pagi hari.
Jawab : Kata-kata robohnya surau kami bermaksud kiasan, yang berarti surau tersebut
tidak benar-benar roboh. Jadi kata-kata tersebut hanya untuk kiasan.
Jawab : a) Jangan cepat marah kalau ada orang yang mengejek atau menasehati kita
karena ada perbuatan kita yang kurang layak di hadapan orang lain. Amanat ini
dimunculkan melalui ucapan kakek
“Marah ? Ya, kalau aku masih muda, tetapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam.
Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya,
ibadahku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadah bertawakkal
kepada Tuhan .…”
dari ucapan kakek Garin itu jelas tegambar pandangan hidup/cita-cita pengarangnya
mengenai karangan untuk cepat marah.
b) Jangan cepat bangga dengan perbuatan baik yang kita lakukan karena hal ini bisa
saja baik di hadapan manusia tetapi tetap kurang baik di hadapan Tuhan itu. Coba saja
lihat pengalaman tokoh yang bernama Haji Saleh ketika dia disidang di akhirat sana:
c) Kita jangan terpesona oleh gelar dan nama besar sebab hal itu akan mencelakakan
diri pemakainya.
d. Setujukah kamu dengan isi cerita itu dan adakah hal-hal yang bertentangan dengan
keyakinanmu sendiri ?
Jawab : Saya setuju dengan isi cerita tersebut, dan tidak ada hal-hal yang bertentangan
dengan keyakinan saya sendiri.
e. Bagaimana hubungan kamu sendiri selama ini dengan Tuhan ? Ceritakanlah!
Jawab : Hubungan saya selama ini dengan Tuhan masih sangat renggang, saya masih
sering melakukan kesalahan-kesalahan yang sebenarnya dilarang, dan terkadang saya
terlambat dalam melaksanakan perintah-Nya.
Laporan Diskusi
Sinopsis : Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya
karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari
masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang
merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai Garin.
Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang
paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai
pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa
uang, makanan, kue-kue atau rokok.
Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima
imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya
untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil
kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah
terpikirkan.
Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak
memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah.
Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha
mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud,
bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang
dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh
yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia
dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan
segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih
jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan
pisau cukur.
Nilai-nilai :
Nilai Sosial : Seharusnya kita tidak acuh terhadap keluarga dan kerabat.
Nilai Agama : Kita harus selalu taat kepada Allah.
Nilai Moral : Kita harus seimbang dalam urusan di dunia dan di akhirat.
4.Di ruang kosong yang semula dipenuhi pernik Sosial Dalam cuplikan
cahaya matahari, kita bertatap muka penuh tersebut tentang
gairah. Di penjuru ruang kosong itu sebuah pertemuan
bergantungan bola-bola rindu penuh warna dan antara dua orang
aroma. Bola-bola itu bergesekan satu dengan yang saling tumbuh
lain mengalirkan irama-irama lembut rasa suka, tetapi
Beethoven atau Papavarotti. Irama itu mereka menyadari
menyayat-nyayat hati kita hingga mengukir bahwa pada
potongan sejarah baru. Bagaikan sepasang akhirnya di setiap
angsa putih yang menari-nari di bawah pertemuan akan ada
gemerlapan berkepanjangan. Lewat ratusan perpisahan.
kitab, laksa aksara. Namun, setiap perjalanan
pasti ada ujungnya. Setiap pelayaran ada
pelabuhan singgahnya. Setiap cuaca benderang
niscaya ditingkahi temaram bahkan kegelapan.
5.Merah di langit barat telah lenyap ketika kita Sosial Dalam cuplikan
sampai resto yang kaupilih sebagai tempat tersebut tentang
pertemuan. Cuma kita berdua dank arena itu pertemuan dua
kita pilih meja-kursi terpojok. Jauh dari orang di sebuah
panggung musik yang terlampau berisik. Jauh tempat yang sunyi
dari orang-orang yang makan sambil tertawa- tanpa adanya
tawa riang. Di mataku, terus terang, mereka gangguan apa pun.
adalah sekelompok manusia tanpa persoalan
tanpa beban. Tidak seperti aku. Tidak seperti
kita. Paling tidak, pada malam itu. Kaupesan
mi sea food yang entah bernama apa.