Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

CA SERVIK PADA Ny.M di RUANG 9


RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR

DI SUSUN OLEH :
AYU APRY MULIYANTY
1901060251

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker serviks merupakan kanker ginekologi yang paling sering
terjadi pada wanita, penyebab utamanya adalah adanya infeksi virus, yaitu
oleh human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan 18. Infeksi ini
terjadi pada transformasi c sel epitel serviks, pada mulanya terjadi lesi pre
kanker kemudian menjadi frank cancer (Hyacinth et al., 2012). World
Health Organization (WHO) pada tahun 2012 menyatakan bahwa kanker
merupakan penyakit tidak menular yang mengakibatkan kematian terbanyak
di dunia. Dalam hal ini kanker menempati urutan nomor dua penyakit
mematikan setelah penyakit jantung dan pembuluh darah. Setiap tahunnya
terdapat 12 juta penderita kanker serviks dan 7,6 juta jiwa diantaranya
meninggal dunia (Depkes, 2012).
Globacan yang merupakan salah satu proyek dari International
Agency for Reasearch on Cancer (IARC) yang juga melaporkan pada tahun
2008, bahwa kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. Dengan kejadian rata-rata 15 per 100.000 wanita, dan sebesar 7,8
% per tahun meninggal dunia akibat kanker serviks pada seluruh wanita di
dunia (Globocan, 2012). Kanker serviks merupakan kanker ginekologi yang
paling sering terjadi pada wanita, penyebab utamanya adalah adanya infeksi
virus, yaitu oleh human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan
18. Infeksi ini terjadi pada transformasi c sel epitel serviks, pada mulanya
terjadi lesi pre kanker kemudian menjadi frank cancer (Hyacinth et al.,
2012). World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 menyatakan
bahwa kanker merupakan penyakit tidak menular yang mengakibatkan
kematian terbanyak di dunia. Dalam hal ini kanker menempati urutan nomor
dua penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan pembuluh darah.
Setiap tahunnya terdapat 12 juta penderita kanker serviks dan 7,6 juta jiwa
diantaranya meninggal dunia (Depkes, 2012).
Globacan yang merupakan salah satu proyek dari International
Agency for Reasearch on Cancer (IARC) yang juga melaporkan pada tahun
2008, bahwa kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. Dengan kejadian rata-rata 15 per 100.000 wanita, dan sebesar 7,8
% per tahun meninggal dunia akibat kanker serviks pada seluruh wanita di
dunia (Globocan, 2012).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 menunjukkan
jumlah wanita Indonesia yang berusia 30-50 tahun sejumlah 35.950.765
orang. Sampai dengan tahun 2012 dari 575.503 orang telah melakukan
skrining inspeksi visual asam asetat (IVA), terdapat 25.805 orang dengan
hasil IVA positif (Depkes, 2012).
Kanker serviks hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan
yang terjadi dengan angka kejadian dan kematian yang semakin tinggi di
Indonesia. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut dan keadaan umum
yang lemah, serta lemahnya status sosial ekonomi yang terjadi pada
sebagian besar pengidap kanker serviks mempengaruhi prognosis dari
penderita kanker serviks. Tinggi rendahnya prognosis pada penderita kanker
serviks juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan kurangnya
pengetahuan mengenai kanker serviks yang sebenarnya dapat dideteksi
secara dini sebagai tindakan preventive bagi wanita yang telah aktif dalam
aktivitas seksual seperti menggunakan Pap Smears dan inspeksi visual asetat
(IVA) (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2008 ; Rositch et al., 2012).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher
Rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina. ( Diananda,Rama, 2009).
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan
merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya
untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker
serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker
serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang
menuju kedalam rahim.(Sarjadi, 2001)
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli penulis
dapat menyimpulkan bahwa kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang
abnormal yang terdapat pada organ reproduksi wanita yaitu serviks atau
bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.

2.2 Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa
faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan
hubungan seksusal semakin besar, mendapat kanker serviks. Kawin
pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda.
2. Jumlah Kehamilan dan Partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering
partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko
mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah Perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan bergant-
ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers
serviks ini.
4. Infeksi Virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma
(HPV) atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai faktor penyebab
kanker serviks.
5. Soal Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial
ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan
gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial
ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal
ini mempengaruhi imunitas tubuh.
6. Hygiene dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada
wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria
non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-
kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan
pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari
adanya erosi serviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang
yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker
serviks (Padila, 2012).
8. Radioterapi dan Pap Smear
Karsinoma sel skuamosa adalah salah satu akibat tidak
efektifnya radioterapi sebagai pengobatan utama dalam kasus
adenocarcinoma. Meningkatnya penggunaan tes Pap untuk deteksi dini
penyakit ini tapi masih merupakan salah satu penyebab utama
morbiditas kanker terkait di negara-negara berkembang karena
kurangnya program skrining (Rubina Mukhtar, 2015).
2.3 Patofisiologi
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka
regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi
karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang
diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif.
Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang
meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau
bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10
tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang
menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke
forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke
rektum dan vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan
serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain
mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel
normal sehingga terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2010)
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo -
columnar junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(porsio) dan endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi
perubahan dari epitel ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan
epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia.
Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada
wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada
wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks, Oleh
karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri
eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan
displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ
terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh
prostaglandin.

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel


serviks, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga
berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar
menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat
pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering
dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara
morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi
tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar.
Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.

Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu


factor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses
karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan
DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang
mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik
sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari
displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in-situ dan
kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan
karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. (Sjamsuhidajat,
1997 dalam Prawirohardjo , 2010).
2.4 Pathway
2.5 Manifestasi Klinis

1. Perdarahan
Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-
kadang perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis
intraservikal perdarahan terjadi lambat.
2. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada
perdarahan. Pada stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih banyak
disertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau (Padila, 2012).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:
1. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.
Terkadang bercampur darah.
2. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
3. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya
pembuluh darah dan semakin lam semakin sering terjadi.
4. Perdarahan pada wanita menopause
5. Anemia
6. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang
menyebabkan obstruksi total.
7. Nyeri
a. Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri ketika
berkemih, nyeri di daerah di sekitar panggul.
b. Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan
sebagainya.
Menurut (Dedeh Sri Rahayu,2015), tersangka kanker serviks stadium

lanjut antara lain

a. Nyeri panggul,
b. Nyeri pinggul,
c. Nyeri kaki,
d. Penurunan berat badan,
e. Anoreksia,
f. Kelemahan dan kelelahan,
Menurut Rubina Mukhtar tahun 2015 menyatakan bahwa

tanda dan gejala Ca. Serviks adalah perdarahan vagina abnormal

seperti pendarahan pasca menopause, menstruasi tidak teratur,

menstruasi berat, metrorhagia menyakitkan, atau perdarahan

postcoital. Keputihan abnormal adalah keluhan utama dari sekitar

10% dari pasien; debit mungkin berair, bernanah, atau berlendir.

Gejala panggul atau nyeri perut dan saluran kencing atau rektum

terjadi dalam kasus-kasus lanjutan. Nyeri panggul mungkin hasil

dari loco penyakit regional invasif atau dari penyakit radang

panggul hidup berdampingan.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak
terlihat. Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokasinya.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena dapat
mengikal yodium. Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang
normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak
berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks
dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan, dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan
sehingga mudah untuk melakukan biopsy.
Kelem ahan, hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu
porsio, sedang kelainan pada skuamosa columnar junction dan
intraservikal tidak terlihat.
4. Kolpomikroskopi
melihat hapusan vagina (Pap Smear dengan pembesaran sampai
200 kali).
5. Biopsi
Biopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender
serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil
sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan
yang jelas (Padila, 2012).
2.7 Penatalaksanaan

1. Irradiasi
a. Dapat gunakan untuk semua stadium
b. Dapat digunakan untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
c. Tidak menyebabkan kematian seperti operasi
2. Dosis
Penyiaran ditunjukkan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
3. Komplikasi irradiasi
a. Kerentanan kandungan kencing
b. Diarrhea
c. Perdarahan rectal
d. Fistula vesico atau rectovaginasis
4. Operasi

a. Operasi wentheim dan limfaktomi untuk stadium I dan II


b. Operasi schauta, histerektomi vagina yang radikal
5. Kombinasi Irradiasi dan pembedahan

Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan


bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya
dapat mengalami kesukaran dansering menyebabkan fistula, disamping itu
juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
6. Cytostatik

Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio


resisten. 5% dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi,
dianggap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap
sama (Padila, 2012).
7. Vaksinasi

Vaksinasi HPV dapat memiliki implikasi penting bagi


peningkatan kesehatan perempuan dan menurunkan kematian akibat
kanker serviks (Rubina Mukhtar, 2015).
2.8 Komplikasi

Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis,


obstruksi perkemihan, pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia
Anderson Price, 2005).
Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari hidronefrosis, sering
dipersulit oleh pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema, dan hidronefrosis
hampir selalu dikaitkan dengan keterlibatan dinding panggul luas oleh
tumor. Pasien dengan tumor yang sangat canggih mungkin memiliki
heamaturia atau inkontinensia dari fistula vesikovaginal yang disebabkan
oleh perluasan langsung dari tumor kandung kemih. Kompresi eksternal
dari rektum oleh tumor primer besar dapat menyebabkan sembelit (Rubina
Mukhtar, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Bilotta, Kimberly A. J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Implikasi Keperawatan.


Jakarta: EGC.
Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Mukhtar, Rubina., et al. 2015. Prevalence of Cervical Cancer in Developing
Country: Pakistan. US: Global Journal.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
MediAction Publishing.

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Media.
Prawirohardjo, sarwono, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina pustaka.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.
Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai