TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Epidemiologi
didapati prevalensi life time nyeri kepala penduduk Singapore adalah pria 80%,
wanita 85% (p = 0.0002). Angka tersebut hampir mirip dengan hasil penelitian
Di Amerika Serikat, dalam satu tahun lebih dari 70% penduduknya pernah
tetapi hanya ± 1% yang datang ke dokter atau rumah sakit khusus untuk keluhan
time nyeri kepala penduduk singapura adalah laki-laki 80%, wanita 85%. Angka
tersebut hampir mirip dengan hasil penelitian Syahrir di Medan terhadap mahasiswa
Fakultas Kedokteran USU, didapatkan hasil laki-laki 78% sedangkan wanitanya 88%.
Dari hasil pengamatan jenis penyakit dari pasien yang berobat jalan di praktek sore
Syahrir selama tahun 2003, ternyata nyeri kepala menduduki proporsi tempat teratas,
Nyeri kepala merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan oleh pasien
saat datang ke dokter, baik ke dokter umum maupun neurolog. Sampai saat ini nyeri
4
5
kepala masih merupakan masalah. Masalah yang diakibatkan oleh nyeri kepala mulai
dari gangguan pada pola tidur, pola makan, depresi sampai kecemasan (Hidayati,
2016).
2.1.2 Definisi
Sakit Kepala merupakan keluhan utama yang paling sering disajikan kepada
dokter. Setiap jenis “sakit kepala” mempunyai dasar organik, walaupun pada
sebagian terdapat juga faktor etiologik yang bersifat patogenik (Sidharta, 2012).
kepala. Nyeri di leher atau kerongkongan tidak dimasukkan dalam nyeri kepala
(Bahrudin, 2013).
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah
kepala dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah belakang kepala (area
oksipital dan sebagian daerah tengkuk). International Headache Society (IHS) pada
tahun 1988 telah membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu, nyeri kepala primer dan
nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala tanpa disertai adanya
penyebab struktural organik sedangkan nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala
daerah kepala yang sering dikeluhkan dari para penderitanya karena dapat
Nyeri kepala adalah salah satu keluhan yang paling umum dikeluhkan oleh
pasien saat datang ke dokter perawatan primer dan neurolog. Meskipun sebagian
besar nyeri kepala adalah jinak (tidak membahayakan), namun dokter dihadapkan
6
pada tugas penting untuk membedakan gangguan nyeri kepala yang jinak dan yang
keluhan nyeri kepala, perlu pendekatan yang terfokus dan sistematis untuk
memfasilitasi diagnosis dan pengobatan yang tepat pada berbagai jenis nyeri kepala
(Hidayati, 2016).
serangan nyeri kepala terbanyak yaitu pada 149 orang (84,6%), sedangkan faktor
pencetus yang paling sedikit ditemukan ialah perubahan cuaca yang mempengaruhi
dapat membagi faktor resiko ke dalam kategori pola hidup, bersekolah dan kejiwaan.
Penyebab khas yang sering ditemukan dari faktor-faktor pola hidup yaitu meliputi:
1. Konsumsi kafein
2. Konsumsi alkohol
3. Merokok
kepala pada orang dewasa dan remaja. Sedangkan baik dari penelitian HUNT dan
survei dari pelajar SMA di Munich, Jerman, menunjukkan bahwa adanya hubungan
yang signifikan antara merokok dan terjadinya nyeri kepala. Kemudian berbeda
dengan orang dewasa, pada remaja mengkonsumsi alkohol juga merupakan faktor
resiko dari terjadinya nyeri kepala. Dan dari sebuah hubungan yang signifikan antara
minum koktail dan terjadinya nyeri kepala ditemukan di antara pelajar SMA. Dan
lagi, baik dari penelitian HUNT dan Munich menunjukkan bahwa ditemukan adanya
hubungan dengan kurangnya aktivitas fisik dengan terjadinya nyeri kepala. Kemudian
tidak mengherankan, kelebihan berat badan juga bisa dihubungkan dengan nyeri
bahwa kehilangan berat badan juga berhubungan dengan penurunan jumlah angka
pada kasus terjadinya nyeri kepala. Penelitian lain menunjukkan tidak ada pengaruh
hubungan dengan mengkonsumsi air mineral, melewatkan waktu makan atau riwayat
meningitis dan penggunaan komputer sehari-hari (video game, media elektronik) juga
Stres di sekolah serta harapan dan tuntutan dari orang tua yang sangat tinggi
merupakan salah satu faktor resiko untuk meningkatkan kondisi terjadinya nyeri
waktu senggang yang efektif (meluangkan waktu yang tepat tanpa kegiatan yang
direncanakan) mengurangi faktor resiko terjadinya nyeri kepala. Dalam sebuah survei
terhadap pelajar SMA, ditemukan 80% mengeluh nyeri kepala dan lebih dari 40%
8
memiliki aktifitas kurang dari dua jam yang tidak direncanakan per hari (Straube,
Faktor resiko lain yang termasuk stres emosional yang timbul antara lain dari
kedua orang tua dan faktor kehidupan sehari-hari. Dalam sebuah penelitian dari
Lower Saxony, Negara bagian Jerman, terdapat hubungan antara adanya konflik di
dalam keluarga terhadap terjadinya nyeri kepala termasuk hal biasa, terutama pada
anak laki-laki. Dalam sebuah penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa pada anak-
anak dengan nyeri kepala kronis, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang
ada, secara signifikan memiliki jumlah yang lebih rendah pada Angka Lingkungan
Keluarga Global dan lebih sering dilaporkan terjadi kekerasan fisik dan perceraian
terhadap ke-dua orang tua mereka (Straube, Heinen, Ebinger et al, 2013).
antara kekerasan fisik dan dengan frekuensi nyeri kepala. Selain kekerasan fisik, baik
pelecehan seksual dan stres emosional, serta kurangnya perhatian, merupakan faktor
resiko yang signifikan berhubungan dengan onset awal dan kronisitas terhadap
terjadinya nyeri kepala. Hubungan tersebut adalah diagnosis tersendiri dari depresi
atau gangguan kecemasan. Begitu juga sebaliknya, sebuah hubungan yang kooperatif,
bukan hubungan dari keluarga dapat terhindar terhadap terjadinya nyeri kepala (Tabel
Tabel 2.2 Faktor-faktor Resiko Terhadap Nyeri Kepala Pada Anak-anak dan Remaja
Age group Result
Risk factor n
(years) OR; 95% (confidence interval)
13-19 1260 OR: 2,2 (1,3-3,7)
To little activity
12-18 5847 OR: 1,2 (1,1-1,4)
11-26 980 OR: 2,16 (1,39-3,35) for frequent headaches
Regular nicotine use 13-19 1260 OR: 2,7 (1,4-5,1)
12-18 5847 OR: 1,5 (1,3-1,7)
Reguler alcohol ingestion 13-19 1260 OR: 3,4 (1,9-6,0)
Overwight 12-18 5847 OR: 1,4 (1,2-1,6)
Regular coffe ingestion 13-19 1260 OR: 2,4 (1,3-4,7)
1434 boys OR: 2,12 (1,29-3,48)
No free time 8-15
541 girls OR: 0,99 (0,28-3,47)
Listening to music 13-17 1025 OR: 2,1 (1,2-3,7) for 1-2h/daily
Divorce of parents 13-15 4645 OR: 5,8 (1,2-28,0)
Negative personal experience 12-13 1694 OR: 1,88 (1,41-2,52)
Lack of satisfaction 12-13 1694 OR: 1,85 (1,48-2,31)
1434 boys OR: 1,78 (1,05-3,02)
Familial disagreements 8-15
541 girls OR: 1,25 (1,01-1,55)
Abuse 13-15 3955 OR: 1,6 (1,4-1,9)
123 rare: OR: 1,40 (1,30-1,50)
Bullying 11-15
227 weekly: OR: 1,86 (1,70-2,05)
Unfair treatment by teacher 11-15 4119 OR: 1,24 (1,15-1,34)
High familial expectations 12-13 1694 OR: 1,40 (1,11-1,74)
OR = Odds Ratio (Strauble, Heinen, Ebinger et al, 2013)
Menurut penelitian Straube, Heinen, Ebinger et al (2013), bersekolah
merupakan bagian terpenting dari kehidupan setiap anak-anak dan remaja. Penelitian
telah memberikan perhatian yang cukup besar untuk pengaruh terhadap perilaku
kali meningkat sebesar 25% ketika anak-anak sekolah merasa guru mereka
memperlakukan mereka secara sangat tidak adil dan tidak wajar. Begitu juga
mengurangi faktor resiko terjadinya nyeri kepala dengan lebih dari 40%. Perilaku
penatalaksanaan nyeri kepala tersebut. Ada hubungan yang kuat antara keparahan
yang dirasakan akibat bullying dan frekuensi terjadinya nyeri kepala. Sebuah
10
40%, sementara dalam satu minggu akibat dari bullying menimbulkan terjadinya
Jika salah satu ketegori dari semua faktor-faktor resiko ini bersama-sama
sebagai penyebab stres, maka salah satu akan dapat menimbulkan pertanyaan apakah
stres yang dirasakan tersebut berhubungan dengan frekuensi terjadinya nyeri kepala.
migrain dan jangka waktu terhadap pemeriksaan nyeri kepala tersebut menunjukkan
ke arah tersebut. Terdapat sekitar 20% dari pelajar SMA mengeluhkan stres yang
terjadinya stres paling utama. Tingkat subjektif stres akan lebih tinggi pada pelajar
dengan migrain dibandingkan pada pelajar dengan nyeri kepala tipe tegang atau tanpa
gangguan intra kranial lain dapat mengakibatkan terjadinya nyeri kepala. Nyeri
kepala karena adanya gangguan struktural seperti HIV, kanker, meningitis, tumor
metastasis, dan gangguan intra kranial lain terkategori dalam nyeri kepala sekunder.
Bila didapatkan kasus nyeri kepala pada orang dengan penyakit-penyakit yang
berisiko untuk terjadi nyeri kepala maka nyeri kepala ini masuk dalam (secondary
2.1.4 Etiologi
yang tidak berbahaya (terutama bila kronik dan kambuhan), namun nyeri kepala yang
timbul pertama kali dan akut awas ini adalah manifestasi awal dari penyakit sistemik
atau suatu proses intrakranial yang memerlukan evaluasi sistemik yang lebih teliti
(Bahrudin, 2013).
meningitis, Sub Arachnoid Haemorhage (SAH), tumor otak) atau faktor ekstra
kranial yang umumnya bukan kasus neurologi (misalnya: sinusitis, glaukoma) yang
b. Encephalomeningitis.
c. Migraine.
perdarahan subdular.
i. Cluster headache.
k. Arteritis temporalis.
l. Trigeminal neuralgia.
manuver valsava, atau tidur). Nyeri kepala yang diperberat oleh batuk, tenaga,
aktivitas seksual, maneuver valsava, atau tidur tumor curiga akan Arterio Venous
(Hidayati, 2016).
2.1.5 Patofisiologi
kepala terus berkembang hingga sekarang. Seperti, teori vasodilatasi kranial, aktivasi
peka nyeri di kepala. Jika struktur tersebut yang terletak pada atau pun diatas
tentorium serebelli dirangsang maka rasa nyeri akan timbul terasa menjalar pada
daerah didepan batas garis vertikal yang ditarik dari kedua telinga kiri dan kanan
melewati puncak kepala (daerah frontotemporal dan parietal anterior). Rasa nyeri ini
tentorium (pada fossa kranii posterior) radiks servikalis bagian atas dengan cabang-
cabang saraf perifernya akan menimbulkan nyeri pada daerah dibelakang garis
13
tersebut, yaitu daerah oksipital, suboksipital dan servikal bagian atas. Rasa nyeri ini
ditransmisi oleh saraf kranial IX, X dan saraf spinal C-1, C-2, dan C-3. Akan tetapi
kadang-kadang bisa juga radiks servikalis bagian atas dan N. oksipitalis mayor akan
menjalarkan nyerinya ke frontal dan mata pada sisi ipsilateral. Telah dibuktikan
adanya hubungan erat antara inti trigeminus dengan radiks dorsalis segmen servikal
dan mencapai servikal motorneuron. Dengan adanya hubungan ini didapatkan bahwa
nyeri didaerah leher dapat dirasakan atau diteruskan kearah kepala dan sebaliknya
(Akbar, 2010).
Menurut Kinik, Alehan, Erol et al (2010), salah satu teori yang paling populer
mengenai penyebab nyeri kepala ini adalah kontraksi otot wajah, leher, dan bahu.
levator scapulae. Penelitian mengatakan bahwa para penderita nyeri kepala ini
mungkin mempunyai ketegangan otot wajah dan kepala yang lebih besar daripada
orang lain yang menyebabkan mereka lebih mudah terserang sakit kepala setelah
adanya kontraksi otot. Kontraksi ini dapat dipicu oleh posisi tubuh yang
dipertahankan lama sehingga menyebabkan ketegangan pada otot ataupun posisi tidur
yang salah. Ada juga yang mengatakan bahwa pasien dengan sakit kepala kronis bisa
14
sangat sensitif terhadap nyeri secara umum atau terjadi peningkatan nyeri terhadap
kontraksi otot.
darah sehingga aliran darah berkurang yang menyebabkan terhambatnya oksigen dan
Para peneliti sekarang mulai percaya bahwa nyeri kepala ini bisa timbul akibat
perubahan dari zat kimia tertentu di otak - serotonin, endorphin, dan beberapa zat
kimia lain - yang membantu dalam komunikasi saraf. Ini serupa dengan perubahan
zat-zat kimia ini berfluktuasi, ada anggapan bahwa proses ini mengaktifkan jalur
nyeri terhadap otak dan mengganggu kemampuan otak untuk menekan nyeri. Pada
satu sisi, ketegangan otot di leher dan kulit kepala bisa menyebabkan sakit kepala
terhadap bangunan-bangunan di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri.
dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostinum. Tulang tengkorak
meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta
arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri tidak
peka-nyeri.
15
cepat.
dengan tyramine).
(pulpids dan molar III yang mendesak gigi) dan daerah leher
pada keadaan depresi dan “streess”. Dalam hal ini “sakit kepala”
patofisiologi nyeri kepala primer ini, akan tetapi pada dasarnya secara umum
patofisiologisnya hampir mirip satu sama lainnya dengan disertai adanya sedikit
2.1.6 Pemeriksaan
lainnya, pertama, tentu saja, secara umum adalah anamnesis dan pemeriksaani-
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan obyektif
D. Pemeriksaan laboratorium
A. Anamnesis
Menurut Bahrudin (2013), anamnesis sangat penting karena pada pasien nyeri
kepala gejala obyektif sering hanya sedikit. Cara melakukan anamnesis pada pasien
apa.
dengan waktu:
seperti ini sering dirasakan dan apakah nyeri kepala ini terjadi
a. Pada bagian yang mana nyeri kepala tersebut mulai dirasakan dan
berpindah-pindah.
18
b. Hal apa saja yang dapat menambah rasa nyeri kepala pada pasien
dsb.
dsb).
menambahkan sesuatu.
Jawaban yang diungkapkan pasien dari pertanyaan yang kita barikan seperti di
atas dapat digunakan untuk membedakan jenis nyeri kepala (Bahrudin, 2013).
manajemen nyeri kepala. Peran anamnesis memegang posisi paling penting dalam
manajemen nyeri kepala, mengingat pada pemeriksaan fisik dan neurologis pada
pasien dengan nyeri kepala sering ditemukan normal. Ada beberapa langkah dalam
anamnesis pasien dengan nyeri kepala. Beberapa langkah anamnesis pasien dengan
nyeri kepala ini secara sistematis tersusun dalam tabel 2.3, yang disingkat dengan “H.
diagnostik dan pengobatan yang kita berikan pada pasien dengan nyeri kepala bisa
keliru. Ada kalanya pemeriksaan penunjang yang seharusnya tidak perlu dilakukan
dapat dilakukan, atau sebaliknya uji diagnostik atau laboratorik yang penting malah
tidak dilakukan. Sebelum melakukan anamnesis pada pasien dengan nyeri kepala,
Tabel 2.3 Langkah Anamnesis Pasien Dengan Nyeri Kepala (“H. SOCRATESS”)
H • History (riwayat)
S • Site (tempat)
O • Origin (tempat asal)
C • Character (karakter)
R • Radiation (penjalaran)
A • Associated symptoms (kumpulan gejala yang terkait)
T • Timing (waktu)
E • Exacerbating & relieving (hal yang memperparah dan memperingan)
S • Severity (derajat keparahan / intensitas)
State of health between attacks (kondisi kesehatan di antara
S •
serangan)
(Hidayati, 2016)
1. History (Riwayat)
diagnosis dan perawatan. Saat menggali riwayat nyeri kepala ini dokter
berkesempatan untuk menjalin hubungan yang baik dengan pasien. Hubungan yang
baik dengan pasien akan membantu proses terapeutik yang sedang berlangsung.
nyeri kepala primer ataukah nyeri kepala sekunder. Beberapa riwayat yang perlu
Selain menggali riwayat penyakit sekarang, dokter harus tahu tentang riwayat
diagnosis tumor metastasis. Trauma kepala dapat menyebabkan nyeri kepala pasca-
gangguan terkait dengan gigi, sinus, telinga, atau hidung dapat muncul sebagai nyeri
kepala.
Nyeri kepala harian yang secara kronis dapat menjadi awal dari depresi.
merupakan faktor penting dalam memilih terapi akut atau pencegahan. Komorbiditas
Tabel 2.4 Riwayat Yang Harus Digali Pada Pasien Dengan Nyeri Kepala.
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Penyakit b. Riwayat Penyakit Dahulu
c. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Dosis
Riwayat Pengobatan b. Efektif atau tidaknya obat
c. Efek samping pengobatan
a. Keluarga
b. Pekerjaan
Sosial c. Pendidikan
d. Kebiasaan atau hobi
e. Psikologis
(Hidayati, 2016)
kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon dapat menyebabkan nyeri kepala. Selain itu
22
obat-obatan bebas yang dikonsumsi jangka lama dapat menyebabkan terjadinya MOH
Dalam menghadapi kasus nyeri kepala dokter perlu tahu latar belakang sosial
dan psikologis mereka. Riwayat sosial yang perlu digali ini meliputi riwayat
sekolah, dan di tempat kerja harus dipahami, meskipun dokter tidak harus mengaitkan
gangguan nyeri kepala primer sematamata pada stres. Alkohol, tembakau, dan obat
menderita migren. Migren memiliki komponen genetik. Genetik juga berperan pada
TTH, baik TTH frekuen maupun TTH kronik. Penyebab nyeri kepala sekunder
keluarga.
Dari penggalian riwayat ini dokter akan memiliki gambaran umum tentang
tingkat disabilitas yang diakibatkan oleh nyeri kepala pasien. Dokter akan mengetahui
bagaimana dampak nyeri kepala pada kehidupan keluarga, sekolah atau pekerjaan,
dan kehidupan sosial. Untuk menghemat waktu dokter, pasien seyogyanya diminta
terlebih dahulu menuliskan semua riwayat tersebut secara rinci sebelum pertemuan
2. Site (Tempat)
Lokasi dan sisi nyeri kepala dapat mengarahkan dokter pada diagnosis
tertentu. Sisi nyeri kepala pada migren atau sakit kepala klaster dan sefalgia
trigeminal-otonomik yang lain adalah pada satu sisi kepala (unilateral), sedangkan
23
pada TTH sisi nyerinya bilateral atau di seluruh kepala (holocephalic). Nyeri pada
migren bisa muncul di kanan mapupun di kiri. Daerah yang terkena biasanya di
daerah frontal dan temporal kepala, namun kadang juga melibatkan daerah kepala
lain dan leher. Tidak jarang nyeri kepala pada migren juga muncul di daerah
Nyeri kepala dengan serangan berulang dan "terkunci pada satu sisi" mungkin
Nyeri pada migren bisa muncul di kanan mapupun di kiri. Daerah yang
terkena biasanya di daerah frontal dan temporal kepala, namun kadang juga
melibatkan daerah kepala lain dan leher. Tidak jarang nyeri kepala pada migren juga
muncul di daerah occipitonuchal dan frontotemporal. Rasa nyeri pada nyeri kepala
4. Charakter (Karakter)
Karakteristik nyeri kepala pada migren adalah berdenyut dan pada TTH
adalah rasa menekan atau mengikat. Pada klaster nyeri yang dirasakan adalah
membosankan, rasa seperti dibor, atau nyeri yang sangat hebat atau pedih.
Migren ada yang disertai aura dan ada yang tidak. Aura biasanya mendahului
nyeri kepala migren. Kadang-kadang aura terjadi bersamaan dengan nyeri kepala
migren. Durasi aura berkisar antara beberapa menit menit sampai satu jam. Aura pada
migren yang paling umum terjadi adalah aura visual dan sensorik. Aura motorik dan
gangguan berbahasa jarang terjadi. Aura visual dan sensorik terdiri dari gejala positif
atau negatif. Gejala visual positif berupa pola terang atau kompleks, seperti skotoma
24
zig-zag yang gemilang, atau berupa bintikbintik dan seperti cahaya senter. Gejala
visual negatif berupa gangguan lapang pandang, skotoma kosong, atau kabur. Aura
nyeri kesetrum. Nyeri seperti terbakar atau berdenyut pada mata atau nyeri periorbital
intrakranial, oklusi sinus dural, atau inflamasi pada sinus kavernosus. Penyebab
headache with conjunctival injection and tearing (SUNCT), gangguan mata, dan
(thunderclapheadache).
5. Radiation (Penjalaran)
Nyeri pada TTH menjalar dari dahi menuju kepala belakang atau menuju ke
belakang servikal dapat memberikan nyeri rujuk (menjalar) pada dahi atau mata. Hal
ini terjadi karena adanya konvergensi aferen nosiseptif servikal pada servikal ke dua
dan ke tiga dengan aferen trigeminal dalam nukleus trigeminal kaudal dari batang
otak. Nyeri rujuk lain terjadi pada saat darah atau nanah menuju ruang subarachnoid.
Darah atau nanah dalam ruang subarachnoid akan menimbulkan nyeri kepala akut.
25
Nyeri kepala akut ini dapat bergerak ke bawah menyusuri kolumna spinalis menuju
Mual, muntah umum terjadi pada nyeri kepala migren. Adanya mual dan
muntah ini membantu konfirmasi diagnosis migren, namun bukan merupakan gejala
pada pada peningkatan tekanan intrakranial. Muntah ini juga bisa menyertai
gangguan pada daerah postrema dari medula atau pada infeksi sistemik. Fotofobia,
nyeri kepala karena adanya gejala pertanda yang terjadi beberapa jam atau hari
sebelum nyeri kepala. Gejala pertanda ini meliputi perubahan suasana hati, nafsu
sesaat yang disertai dengan gangguan ketajaman visual progresif (dengan atau tanpa
gangguan lapang pandang atau papil edema) dapat terjadi pada pasien dengan
optik iskemik anterior sekunder akibat vaskulitis (misalnya: giant cell arteritis) atau
Diplopia pada nyeri kepala dapat merupakan manifestasi dari migren tipe
basilar atau massa parasellar atau aneurisma arteri komunikans posterior. Gangguan
lapang pandang dapat disebabkan oleh adenoma hipofisis atau hipertensi intrakranial
26
idiopatik. Gejala dari infeksi saluran pernapasan atas atau sakit gigi mungkin
Parestesia yang berasal dari tangan ke wajah biasa terjadi pada migren. Selain
migren parestesia dari tangan ke wajah juga dapat merupakan manifestasi dari kejang
7. Timing (Waktu)
Nyeri kepala primer dengan durasi singkat: detik sampai menit mengarah pada
sefalgia trigeminalotonomik lain. Nyeri kepala primer dengan durasi hitungan jam
sampai hari mengarah pada nyeri kepala migren dan tension-type headaches, pada
migren yaitu selama 4-72 jam dan pada TTH selama setengah jam sampai 7 hari.
mungkin berevolusi menjadi bentuk yang kronis (misalnya: lebih dari 15 hari per
bulan) atau berlangsung terus menerus. Frekuensi sakit kepala dalam sebuah episode
bisa berkali-kali per hari seperti pada sefalgia trigeminal-otonomik lain, berkali-kali
selama seminggu seperti pada nyeri kepala klaster, atau beberapa kali per minggu
atau bulan seperti pada serangan migrain atau tension type headache. Waktu nyeri
kepala pada klaster berada dalam dalam siklus diurnal, bulanan, atau tahunan.
Nyeri kepala pada migren bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin
(seperti berjalan atau naik tangga) sedangkan TTH tidak diperberat dengan aktivitas
hormonal, kelelahan, kurang tidur, depresi, atau lapar. Demikian pula faktor
lingkungan seperti asap, cahaya silau atau cahaya berkelap-kelip, parfum atau bau
eksaserbasi nyeri kepala baik pada klaster maupun migren. Sleep apnea dapat
menyebabkan nyeri kepala pagi hari. Postur tegak memperburuk nyeri kepala akibat
hipotensi intrakranial, yang dapat terjadi secara spontan atau iatrogenik. Posisi
ventrikel ke tiga, dan malformasi Arnold-Chiari khas diperburuk oleh batuk atau
manuver valsava. Batuk atau manuver valsava dapat memicu nyeri kepala primer
migren. Nyeri kepala terkait dengan aktivitas seksual harus dicurigai sebagai red
flags aneurisma intrakranial, meskipun bisa jadi hanya merupakan nyeri kepala
benigna berulang.
Biasanya penderita migren berkurang rasa nyeri kepalanya saat dipakai tidur
atau beristirahat di sebuah ruangan gelap dan tenang. Pasien dengan nyeri kepala
klaster dapat menggunakan berbagai teknik untuk meringankan nyeri kepala mereka,
mulai dari pengobatan rumahan seperti kompres dingin, hangat, teknik relaksasi, obat
nyeri kepala primer. Dokter dapat meminta pasien untuk menggambarkan intensitas
nyeri kepala yang dirasakan pasien. Pasien diminta menunjuk skala dia antara skala 1
sampai 10. Skala 1 mewakili rasa nyeri yang hampir tidak terasa nyeri, dan 10
Intensitas nyeri kepala pada migren adalah sedang sampai berat, pada nyeri
kepala tipe tegang (TTH) adalah ringan sampai sedang, sedangkan pada klaster
Pada nyeri kepala migren kondisi kesehatan diantara serangan adalah bebas
nyeri (free of pain). Pada klaster kondisi kesehatan di antara serangan juga bebas
nyeri (free of pain). Klaster bisa mengalami remisi spontan. Pada nyeri kepala tipe
tegang kondisi kesehatan di antara serangan pasien TTH hanya merasakan penurunan
nyeri kepala, namun tidak bebas sam sekali dari rasa nyeri kepala yang ada.
B. Pemeriksaan obyektif
Pemeriksaan ini terutama ditujukan ke arah dugaan tentang tipe nyeri kepala sesuai
dengan anamnesis. Adanya defisit neurologi merujuk kepada nyeri kepala sekunder.
Menurut Hidayati (2016), sebagian besar pasien dengan nyeri kepala pada
pemeriksaan fisiknya ditemukan normal. Hanya sebagian kecil saja yang tidak
nyeri kepala, maka hal ini merupakan tanda bahaya (red flags) (Tabel 2.5). Adanya
tanda bahaya (red flags) mewajibkan dokter melakukan tindakan lebih lanjut.
Apabila dokter umum menemukan tanda bahaya (red flags), maka tindakan
selanjutnya adalah segera merujuk pasien ke neurolog. Apabila dokter neurolog yang
menemukan tanda bahaya (red flags), maka tindakan selanjutnya adalah segera
melakukan pemeriksaan penunjang dan memberi terapi sesuai dengan diagnosis yang
vertebral dan orbit dapat memperingatkan klinisi akan potensi stenosis arteri atau
defek lapang pandang bitemporal ditemukan pada tumor hipofisis (Hidayati, 2016).
30
lakrimasi ipsilateral, rhinorrhea, ptosis, miosis, dan wajah berkeringat pada pasien.
Kelainan gerakan mata bisa disebabkan oleh gangguan saraf okulomotor akibat
Tabel 2.5 Red Flags (Tanda Bahaya) Untuk Nyeri Kepala: “SNOOP”
S • Systemic symptoms (simptom sistemik)
Secondary headache risk factors (faktor resiko nyeri kepala
S •
sekunder)
S • Seizure (Kejang)
Neurologic symptoms or abnormal signs (symptom neurologi / tanda
N •
abnormal)
O • Onset (onset)
O • Older (usia tua)
P • Progression of headache (nyeri kepala progresif)
P • Positional change (perubahan posisi)
P • Papilledema (papil edema)
P • Precipitated factors (faktor pencetus)
(Hidayati, 2016)
Red flags adalah tanda bahaya atau kondisi yang harus diwaspadai. Beberapa
hal yang terkategori sebagai red flags pada kasus nyeri kepala terangkum dalam tabel
Pemeriksaan dengan alat sangat tergantung pada hasil pemeriksaan klinis dan
ada atau tidaknya defisit neurologis. Pemeriksaan tambahan tidak selalu diperlukan.
Pada kebanyakan kasus diagnosis cukup ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja.
1. Elektroensefalografi (EEG)
dengan serial, dan biaya masih dapat dijangkau oleh sebagaian besar masyarakat.
d. Nyeri kepala yang menetap pada satu sisi disertai dengan gangguan
kepala.
2. CT scan
hanya letak dari proses tapi sering juga etiologi dari proses tersebut. Sayangnya,
c. Nyeri kepala pada satu sisi yang tidak berubah disertai dengan
d. Perubahan dari pola nyeri kepala baik mengenai frekuensi, sifat, dan
lamanya.
e. Penurunan kesadaran yang lebih lama dari satu jam disertai gangguan
saraf otak.
D. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan ini dikerjakan hanya bila ada indikasi:
adanya meningitis.
Secara ringkas dapat disimpulkan bila pasien mengeluh nyeri kepala pastikan
ada tanda meningeal atau tidak bila ada tanda meningeal lakukan pemeriksaan CT
(Bahrudin, 2013)
Gambar 2.1 Tahapan Pemeriksaan Pasien Dengan Nyeri Kepala
2.2.3 Pengobatan
Menurut dari penelitian Hidayati (2016), hubungan yang baik antara dokter
dan pasien diperlukan pada pengelolaan nyeri kepala. Komunikasi efektif yang
2.1.8 Komplikasi
Dikarenakan nyeri kepala adalah suatu gejala penyerta dari beberapa penyakit,
maka dari itu tidak ditemukan atau masih belum ditemukan sumber yang
bertujuan untuk pada poin pertama dinyatakan sebagai berikut, yakni tujuan
komprehensif, meliputi pelayanan promotif dan preventif serta pelayanan kuratif dan
rehabilitatif dasar.
masyarakat.
menangani penyakit.
tinggi.
masyarakat.
atas kelanjutannya.
Dokter Keluarga pada dasarnya sesuai dengan kompetensi umum dokter yang
tercantum dalam Kompetensi Inti Pendidikan Dokter Indonesia III (KIPDI III).
Dimana dalam KIPDI III seorang dokter harus menguasai 7 (tujuh) area kompetensi
dasar yang tercapai dengan berbagai macam kegiatan. Area kompetensi dasar tersebut
adalah:
1. Komunikasi Efektif
2. Keterampilan Klinis
tingkat primer.
37
5. Pengelolaan Informasi
Pasien
di Indonesia.
Selain kompetensi dasar di atas, menurut Setyawan (2013) yang dikutib dari
bukunya, seorang Dokter Keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih
inilah yang perlu dilatihkan melalui program pelatihan. Yang dicantumkan di sini
hanyalah kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis
keluarga.
pelayanan kesehatan.
spiritual.
kolaboratif.
dari keluarganya.
dipertanggung jawabkan.
sebagai berikut:
d. Mencegah kecacatan.
optimal.
atau bahkan tekanan darah dan kadar gula darahnya. Hasil itu
42
bersangkutan.
Keluarganya.
penyembuhan penyakitnya.
khususnya pasien.
Dipertanggungjawabkan.
a. Rekam medis yang lengkap dan akurat yang dapat dibaca orang
keputusan.
yang diambil dari berbagai sumber yang tercantum di bawah tabel (Setyawan, 2011).
yang terjangkau dan bermutu, maka perlu dibentuk suatu model pelayanan kesehatan
(Setyawan, 2013).
kesehatan dengan pendekatan pelayanan yang mencoba memenuhi hak asasi dan
keluarga juga memperdayakan masyarakat yang dalam hal ini mulai dari keluarga
(Setyawan, 2013).
pelayanan dokter keluarga dapat dijabarkan dalam gambar 2.3 berikut ini:
46
(Rubijoso, 2003)
Gambar 2.3 Konsep Pendekatan Pelayanan Kesehatan
Menurut Setyawan (2013), untuk mencapai mutu pelayanan medik yang baik,
perlu disusun standar agar dokter keluarga dapat melaksanakan pelayanannya dengan
baik. Standar pelayanan tersebut telah tersusun dalam suatu Buku Standar Pelayanan
Dokter Keluarga.
47
upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
dokter keluarga adalah pelayanan medis strata pertama untuk semua orang yang
Pelayanan ini meliputi: (1) pelayanan medis strata pertama untuk semua orang, (2)
khusus, (4) deteksi dini, (5) kuratif medik, (6) rehabilitasi medik dan sosial, (7)
dengan kemampuannya.
Adapun menurut Setyawan (2013), di dalam salah satu dari bagian Standar
Pelayanan Dokter Keluarga, yaitu, di dalam poin Standar Pelayanan Medis, yang
Pelayanan ini meliputi tindakan berupa: (1) Anamnesis; (2) Pemeriksaan fisik dan
Prognosis; (5) Konseling; (6) Konsultasi; (7) Rujukan; (8) Tindak lanjut; (9)
Kemudian untuk gejala nyeri kepala itu sendiri, menurut Hidayati (2016),
hubungan yang baik antara dokter dan pasien diperlukan pada pengelolaan nyeri
merupakan bagian integral dalam manajemen pasien dengan nyeri kepala. Ada
beberapa langkah dalam manajemen pasien. Pertama, tentu saja, adalah anamnesis
dan pemeriksaan. Dokter harus dapat membedakan nyeri kepala primer dan nyeri
kepala sekunder.