Materi MODUL-02
Materi MODUL-02
1. Landasan Filosofis
Pendidikan berintikan interaksi antarmanusia, terutama antara pendidik dan terdidik
untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang
diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang
menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan terdidik, apa isi pendidikan dan
bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan
yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial yaitu jawaban-jawaban
filosofis. Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti "cinta akan kebijakan" (love of
wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat
secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tahu
11
atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir, yaitu
berpikir secara sistematis, logis, dan mendalam. Filsafat mencakup keseluruhan
pengetahuan manusia, berusaha melihat segala yang ada ini sebagai satu kesatuan
yang menyeluruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia di dalamnya. Sering
dikatakan bahwa filsafat merupakan ibu dari segala ilmu.
Terdapat perbedaan pendekatan antara ilmu dengan filsafat dalam mengkaji atau
memahami alam semesta ini. Ilmu menggunakan pendekatan analitik, berusaha
menguraikan keseluruhan dalam bagianbagian yang kecil dan lebih kecil. Filsafat
berupaya merangkum atau mengintegrasikan bagian-bagian ke dalam satu kesatuan
yang menyeluruh dan bermakna. Ilmu berkenaan dengan fakta-fakta sebagaimana
adanya (Das Sein), berusaha melihat segala sesuatu secara objektif, menghilangkan
hal-hal yang bersifat subjektif. Filsafat melihat segala sesuatu dari sudut bagaimana
seharusnya (Das Sollen), faktor-faktor subjektif dalam filsafat sangat berpengaruh.
Filsafat dan ilmu mempunyai hubungan yang saling mengisi dan melengkapi
(komplementer). Filsafat memberikan landasanlandasan dasar bagi ilmu. Keduanya
dapat memberikan bahan-bahan bagi manusia untuk membantu memecahkan berbagai
masalah dalam kehidupannya.
Ada tiga cabang besar filsafat, yaitu metafisika yang membahas segala yang ada
dalam alam ini, epistemologi yang membahas kebenaran dan aksiologi yang
membahas nilai. Aliran-aliran filsafat yang kita kenal bertolak dari pandangan yang
berbeda dalam ketiga hal itu.
Filsafat membahas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia termasuk
masalah-masalah pendidikan ini yang disebut filsafat pendidikan. Walaupun dilihat
sepintas, filsafat pendidikan ini hanya merupakan aplikasi dari pemikiran-pemikiran
filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, tetapi antara keduanya yaitu
antara filsafat dan filsafat pendidikan terdapat hubungan yang Menurut Donald Butler,
filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap praktik pendidikan, sedangkan
praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan-pertimbangan
filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat, malah menurut Butler menjadi satu.
12
discipline which might benefit from contact with general philosophy, but this
contact is not essential, 4) philosophy and the theory of education is similar.
Pendapat para filsuf umumnya memandang filsafat umum sebagai dasar dari
filsafat pendidikan, tetapi John Dewey umpamanya mempunyai pandangan yang
hampir sama dengan Butler. Bagi Dewey, filsafat dan filsafat pendidikan adalah sama,
sebagaimana juga pendidikan menurut Dewey sama dengan kehidupan. Seperti halnya
dalam filsafat umum, dalam filsafat pendidikan pun dikenal banyak pandangan atau
aliran. Setiap pandangan mempunyai landasan metafisika, epistemilogi, dan aksiologi
tentang masalah pendidikan yang berbeda.
Dasar-dasar filsafat Dewey
Ciri utama filsafat Dewey adalah konsepsinya tentang dunia yang selalu berubah,
mengalir, atau on going-ness. Prinsip ini membawa konsekuensi yang cukup jauh, bagi
Dewey tidak ada yang menetap dan abadi semuanya berubah. Ciri lain filsafat Dewey
adalah anti dualistik. Pandangannya tentang dunia adalah monistik dan tidak lebih dari
sebuah hipotesis.
Filsafat Dewey lebih berkenaan dengan epistemologi dan tekanannya kepada
proses berpikir. Proses berpikir merupakan satu dengan pemecahan yang bersifat
tentatif, antara ide dengan fakta, antara hipotesis dengan hasil. Proses berpikir
merupakan proses pengecekan dengan kejadiankejadian nyata. Dalam filsafat Dewey
kebenaran itu terletak dalam perbuatan atau truth is in the making, yaitu adanya
persesuaian antara hipotesis dengan kenyataan.
Dewey sangat menghargai peranan pengalaman, merupakan dasar bagi
pengetahuan dan kebijakan. Experience is the only basis for knowledge and wisdom
(Dewey, 1964, hlm. 101). Pengalaman itu mencakup segala aspek kegiatan manusia,
baik yang berbentuk aktif maupun yang pasif. Mengetahui tanpa mengalami adalah
omong kosong. Dewey menolak sesuatu yang bersifat spekulatif. Pengertian
pengalaman Dewey berbeda dengan kaum empiris lainnya, yang mengartikannya
sebagai pengalaman melalui pengindraan. Instrumentalisme Dewey menganggap
bahwa rohani itu adalah interelasi yang kreatif antara organisme dengan
lingkungannya, dengan waktu dan tempat. Pengalaman selain merupakan sumber dari
pengetahuan, juga sumber dari nilai. Karena pengalaman selalu berubah maka nilai
pun berubah. Nilai-nilai adalah relatif, subjektif, dan hanya dirasakan oleh manusia.
13
Sesuatu itu bernilai karena diberi nilai oleh manusia, sesuatu dibutuhkan karena
manusia membutuhkannya, selalu dalam hubungannya dengan pengalaman. Nilai-nilai
itu tidak dapat diukur dan tidak ada hierarki nilai.
2. Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar-individu manusia, yaitu antara
peserta didik dengan pendidik dan juga antara peserta didik dengan orang-orang yang
lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya, karena kondisi psikologisnya.
Manusia berbeda dengan benda atau tanaman, karena benda atau tanaman tidak
mempunyai aspek psikologis. Manusia juga lain dari binatang, karena kondisi
psikologis manusia jauh lebih tinggi tarafnya dan lebih kompleks dibandingkan dengan
binatang. Berkat kemampuan-kemampuan psikologis yang lebih tinggi dan kompleks
inilah sesungguhnya manusia menjadi lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan,
pengetahuan, dan keterampilan dibandingkan dengan binatang.
Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap
perkembangannya, latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor
yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda pula bergantung pada konteks,
peranan, dan status individu di antara individuindividu yang lainnya. Interaksi yang
tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta
didik maupun kondisi pendidiknya. Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan di
sekolah, interaksi antara anak dan guru pada jenjang sekolah dasar berbeda dengan
jenjang sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan atas.
Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan.
Tugas utama yang sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan
peserta didik secara optimal. Sejak kelahiran sampai menjelang kematian, anak
selalu berada dalam proses perkembangan, perkembangan seluruh aspek
kehidupannya. Tanpa pendidikan di sekolah, anak tetap berkembang, tetapi dengan
pendidikan di sekolah tahap perkembangannya menjadi lebih tinggi dan lebih luas. Apa
yang dididikkan dan bagaimana cara mendidiknya, perlu disesuaikan dengan pola-pola
perkembangan anak. Karakteristik perilaku individu pada tahap-tahap perkembangan,
serta pola-pola perkembangan individu menjadi kajian Psikologi Perkembangan.
14
Perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar terjadi
karena usaha belajar, baik berlangsung melalui proses peniruan, pengingatan,
pembiasaan, pemahaman, penerapan, maupun pemecahan masalah. Pendidik atau
guru melakukan berbagai upaya, dan menciptakan berbagai kegiatan dengan
dukungan berbagai alat bantu pengajaran agar anak-anak belajar. Cara belajar-
mengajar mana yang dapat memberikan hasil secara optimal serta bagaimana proses
pelaksanaannya membutuhkan studi yang sistematik dan mendalam..
Jadi, minimal ada dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum,
yaitu Psikologi Perkembangan dan Psikologi Belajar. Keduanya sangat diperlukan, baik
di dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan
menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.
15
Kindi sampai dengan Musa Al-Khawarizmi dan Al-Beruni sebagai penemu geodesi.
Ilmu pengetahuan alam dikembangkan oleh Al-Beruni, Al-Kindi, Jabin Ibn Hayan, Ibn
Bajjah. Al-Bagdadi adalah ahli botani terkenal. Dalam matematika dikenal Jamshid Al-
Kashmi (ahli matematika), Al-Khawarizmi dan Omar Khayyam (Aljabar). Bidang
astronomi juga banyak dikembangan ilmuwan muslim di berbagai negara. Salah satu
pusat penelitian astronomi terkenal, Observatorium Maragah, didirikan oleh Al-Tusi
tahun 1259. Teleskop ditemukan oleh Ibn Yunus jauh sebelum Galileo. Dalam bidang
kedokteran, Ibn Sina dan Al-Razi adalah dua tokoh yang sangat terkenal. Dalam
bidang anatomi, nama Al-Baydawi tidak dapat dilupakan. Dalam ilmu kimia, Imam
Jaffar dan Al-Razi adalah para ilmuwan pengembang pertama ilmu Kimia.
Mulai akhir abad ke-13 ada kemunduran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
di negara-negara Islam. Setelah perang antara negara-negara Islam dengan negara-
negara Eropa, terjadi pergeseran perkembangan ilmu pengetahuan dari Timur Tengah
ke Eropa. Sejak awal abad ke-14 sampai dengan akhir abad ke-19 terdapat
perkembangan ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan murni yang begitu
pesat. Pada abad ke-20, perkembangan yang sangat pesat terjadi pada ilmu
pengetahuan terapan dan teknologi.
16
paling penting dan banyak mendasari pengembangan teknologi lebih lanjut adalah
teknologi logam. Dengan teknologi api, bijih timah, besi, mangan, tembaga, perak,
mas, dan lain-lain, dapat diolah menjadi batangan kemudian diolah lebih lanjut menjadi
berbagai alat kebutuhan manusia. Pengembangan suatu teknologi sering berdampak
negatif, karena itu perlu temuan teknologi lain untuk mengatasinya, seperti teknologi
untuk mengatasi kebakaran, mengurangi polusi, dan sebagainya.
Perkembangan yang begitu cepat pada beberapa dekade terakhir adalah
perkembangan teknologi transportasi, teknologi komunikasi dan informatika, serta
teknologi media cetak. Perkembangan teknologi industri transportasi berkembang
pesat, baik transportasi darat, laut, maupun udara. Berbagai jenis alat transportasi
yang bermutu tinggi dengan perlengkapan mutakhir telah tersedia, memungkinkan
orang dan barang bisa berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan inudah dan
cepat. Jarak geografis tidak menjadi hambatan lagi untuk hubungan antarorang,
antarkelompok, dan antarbangsa. Perkembangan alat transportasi bukan hanya
ditujukan untuk mobilitas orang dan barang, melainkan untuk kepentingan penelitian
dan penemuan-penemuan teknologi lebih lanjut. Alat transportasi yang banyak
mendapat perhatian dari negara-negara maju adalah pesawat angkasa luar.
Pengembangan teknologi angkasa luar ini, bukan saja membuktikan bahwa manusia
bisa ke luar dari orbit bumi, menuju planet lain, tetapi juga bisa menempatkan berbagai
satelit untuk memantau apa yang terjadi di bumi dan memperlancar komunikasi
antardaerah di bumi.
Teknologi yang perkembangannya sangat cepat pada beberapa dekade terakhir
adalah teknologi komunikasi dan informatika. Teknologi ini berkembang sangat pesat
berkat temuan-temuan di bidang eletronika. Perkembangan radio dan televisi telah
membuka bagian-bagian dunia yang terbelakang menjadi daerah terbuka karena arus
informasi. Apa yang terjadi di suatu daerah atau negara, dalam -waktu beberapa menit,
sudah dapat diketahui oleh orang-orang di bagian dunia lainnya.
Selain kemajuan di bidang komuniksi massa, kemajuan bidang telekomunikasi pun
mengalami kemajuan yang begitu pesat. Kemajuan di bidang telepon, faksimil, yang
dikombinasikan dengan kemajuan di bidang komputer, menghasilkan sistem
komunisikasi gaya baru, internet. Dengan komunikasi massa, kita hanya bisa
memperoleh informasi yang disiarkan, artinya sangat bergantung pada jam siar. Tetapi
dengan 'internet, jam siar ini hilang. Orang bisa memperoleh hampir semua informasi
17
dari setiap negara tanpa dibatasi waktu. Oleh karena itu, dewasa ini dunia disebut
dunia global, sebab dengan perantaraan komunikasi massa dan telekomunikasi batas-
batas pemisah antarnegara dan antardaerah menjadi hilang.
Teknologi media cetak, walaupun jangkauan dan kecepatan sebarannya tidak
seluas dan secepat komunikasi massa dan telekomunikasi, mempunyai keunggulan
sendiri. Penemuan alat-alat cetak modern, dengan kemampuan cetak yang sangat
cepat, telah menghasilkan barang cetakan, seperti buku, majalah, dan surat kabar,
yang bermutu tinggi. Barang-barang cetakan ini bisa didokumentasikan untuk waktu
yang lama, kalau bahannya cukup baik, tahan sampai ratusan tahun. Untuk
dokumentasidokumentasi yang menggunakan tempat terlalu besar, sekarang ada
teknologi microfilm dan microfiche untuk mengecilkannya.
Dalam hal transformasi teknologi, menurut B.J. Habibie (1983), ada lima prinsip
yang menjadi pegangan dalam transformasi teknologi (industri): 1) perlu
diselenggarakan pendidikan dan pelatihan di dalam dan luar negeri untuk menyiapkan
para pelaku transformasi; 2) perlu dikembangkan konsep yang jelas dan realistis
tentang masyarakat yang akan dibangun serta teknologi-teknologi yang diperlukan
untuk mewujudkannya; 3) teknologi hanya dapat dialihkan, diterapkan, dan
dikembangkan lebih lanjut jika benar-benar diterapkan; 4) bangsa yang ingin
mengembangkan diri secara teknologis harus berusaha sendiri memecahkan setiap
masalahnya; 5) pada tahap-tahap awal transformasi, setiap negara harus melindungi
perkembangan kemampuan nasionalnya, hingga saat tercapainya kemampuan
bersaing secara internasional.
Pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi cukup luas, meliputi semua aspek
kehidupan, politik, ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, etika, dan estetika, bahkan
keamanan dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Pada bagian ini pembahasan dibatasi
pada pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap kehidupan
masyarakat dan pendidikan. Ada beberapa bidang ilmu dan teknologi yang mempunyai
pengaruh sangat besar, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap
kehidupan masyarakat Bidang-bidang tersebut adalah komunikasi, transportasi,
mekanisasi industri dan pertanian, serta persenjataan.
Pendidikan, juga mendapat pengaruh yang cukup besar dari ilmu dan teknologi.
Pendidikan sangat erat hubungan dengan kehidupan sosial, sebab, pendidikan
18
merupakan salah satu aspek sosial. Pendidikan tidak terbatas pada pendidikan formal
saja, melainkan juga pendidikan nonformal, sebab pendidikan meliputi segala usaha
sendiri atau usaha pihak luar untuk meningkatkan pengetahuan dan kecakapan,
memperoleh keterampilan dan membentuk sikap-sikap tertentu.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung, maupun tidak
langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan isi/materi atau bahan yang akan
disampaikan dalam pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan perkembangan masyarakat, dan
perkembangan masyarakat menimbulkan problema-problema baru yang menuntut
pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan baru yang
dikembangkan dalam pendidikan.
19
1. Prinsip Umum Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum.
1) Prinsip relevansi. Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu
relevan ke luar dan relevansi di dalam kurikulum. Relevansi ke luar maksudnya
tujuan, isi, dan proses belajar hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan,
dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup
dan bekerja dalam masyarakat. Apa yang tertuang dalam kurikulum hendaknya
mempersiapkan siswa untuk tugas tersebut. Kurikulum bukan hanya
menyiapkan anak untuk kehidupannya sekarang tetapi juga yang akan datang.
Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada kesesuaian atau
konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi,
proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan suatu
keterpaduan kurikulum.
2) Prinsip fleksibilitas, kurikulum hendaknya memilih sifat lentur atau fleksibel.
Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan
datang, di sini dan ditempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan
kemampuan yang berbeda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan
terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu
maupun kemampuan, dan latar belakang anak.
3) Prinsip kontinuitas yaitu kesinambungan. Perkembangan dan proses belajar
anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau
berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman belajar yang
disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat
kelas, dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang
lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan
kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-sama, perlu selalu ada
komunikasi dan kerja sama antara para pengembang kurikulum sekolah dasar
dengan SMTP, SMTA, dan Perguruan Tinggi.
4) Prinsip praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan
biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efisiensi. Betapapun
bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan
peralatan yang sangat khusus dan mahal pula biayanya, maka kurikulum
20
tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu
dilaksanakan dalam keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu,
biaya, alat, maupun personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga
praktis.
5) Prinsip efektivitas. Bahwa keberhasilan tetap harus diperhatikan. Keberhasilan
pelaksanaan kurikulum ini baik secara kuantitas maupun kualitas.
Pengembangan suatu kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan
penjabaran dari perencanaan pendidikan. Perencanaan di bidang pendidikan
juga merupakan bagian yang dijabarkan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemerintah di bidang pendidikan. Keberhasilan kurikulum akan mempengaruhi
keberhasilan pendidikan.
Kurikulum pada dasarnya berintikan empat aspek utama yaitu: tujuan pendidikan,
isi pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian. Interelasi antara keempat aspek
tersebut serta aspek-aspek tersebut dengan kebijaksanaan pendidikan perlu selalu
mendapat perhatian dalam pengembangan kurikulum.
Visualisasi kerangka berpikir tersebut dapat dilihat pada gambar 9 berikut:
21
2. P r ins ip- pr ins ip k hus us
Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-
prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman belajar, dan
penilaian.
umum atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (tujuan Khusus).
Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada:
1) Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam
dokumen-dokumen lembaga negara mengenai tujuan, dan strategi
pembangunan termasuk di dalamnya pendidikan;
2) Survai mengenai persepsi orang tua/masyarakat tentang kebutuhan mereka
yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan mereka;
3) Survai tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, dihimpun
melalui angket, wawancara, observasi, dan dari berbagai media massa;
4) Survai tentang manpower;
5) Pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama;
6) Penelitian.
Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah
ditentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal.
1) Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil
belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum suatu perbuatan hasil belajar
dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar;
2) Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan;
3) Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis. Ketiga
ranah belajar, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan diberikan secara
22
simultan dalam urutan situasi belajar. Untuk hal tersebut diperlukan buku
pedoman guru yang memberikan penjelasan tentang organisasi bahan dan alat
pengajaran secara lebih mendetail.
3. Pengembang Kurikulum
Dalam mengembangkan kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi, yaitu:
administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan,
guru-guru, dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak
tersebut yang secara terusmenerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum
adalah: administrator, guru, dan orang tua.
25
d. Peranan orang tua murid
Orang tua juga mempunyai peranan dalam pengembangan kurikulum.
Peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal: pertama dalam penyusunan
kurikulum dan kedua dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum
mungkin tidak semua orang tua dapat ikut serta, hanya terbatas kepada beberapa
orang saja yang cukup waktu dan mempunyai latar belakang yang memadai. Peranan
orang tua lebih besar dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam pelaksanaan kurikulum
diperlukan kerja sama yang sangat erat antara guru atau sekolah dengan para orang
tua murid. Sebagian kegiatan belajar yang dituntut kurikulum dilaksanakan di rumah,
dan orang tua sewajarnya mengikuti atau mengamati kegiatan belajar anaknya di
rumah. Orang tua juga secara berkala menerima laporan kemajuan anak-anaknya dari
sekolah berupa rapor dan sebagainya. Rapor juga merupakan suatu alat komunikasi
tentang program atau kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Orang tua
juga dapat turut berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah melalui berbagai kegiatan
seperti diskusi, lokakarya, seminar, pertemuan orang tua-guru, pameran sekolah, dan
sebagainya.
26
f. Peranan Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk
kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat
dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di mana sekolah tersebut berada. Isi
kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan
kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin
merupakan masyarakat homogen atau heterogen, masyarakat kota atau desa, petani,
pedagang atau pegawai, dan sebagainya. Sekolah harus melayani aspirasi-aspirasi
yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah
dunia usaha. Dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral,
keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat
juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan penerusan nilai-nilai. Sistem nilai
yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum.
Masalah utama yang dihadapi para pengembang kurikulum menghadapi nilai ini
adalah, bahwa dalam masyarakat nilai itu tidak hanya satu. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan guru dalam mengajarkan nilai: (1) guru hendaknya mengetahui dan
memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat, (2) guru hendaknya
berpegang pada prinsip demokrasi, etis, dan moral, (3) guru berusaha menjadikan
dirinya sebagai teladan yang patut ditiru, (4) guru menghargai nilai-nilai kelompok
lain, (5) memahami dan menerima keragaman kebudayaan sendiri.
27
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan. Hambatan
pertama terletak pada guru. Guru kurang berpartisipasi dalam pengem bangan
kurikulum. Hal itu disebabkan beberapa hal. Pertama kurang waktu. Kedua
kekurangsesuaian pendapat, baik antara sesama guru maupun dengan kepala
sekolah dan administrator. Ketiga karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri.
Hambatan lain yang dihadapi oleh pengembang kurikulum adalah masalah biaya.
Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang berbentuk kegiatan eksperimen baik
metode, isi atau sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang sering tidak
sedikit.
28
operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens
bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman -
pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum tersebut selesai,
hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau
pejabat yang kompeten. Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan, dan dinilai
telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum
tersebut serta memerintahkan sekolahsekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut.
Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum demikian
disebut juga model "top down" atau "line staff". Pengembangan kurikulum dari atas,
tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaannya, terutama
guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin
juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Kebutuhan akan adanya penataran
sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan
pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam
pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan suatu evaluasi,
untuk menilai baik validitas komponen-komponennya, prosedur pelaksanaan maupun
keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat
pusat atau daerah, sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus
sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi
instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.
b. The grass roots model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan
upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama,
digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat
sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem
pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang
bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di
suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan
atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum,
satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh
29
komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari
kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan,
pengembangan kurikulum model grass roots, akan lebih baik. Hal itu didasarkan
atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga
penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan
kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi
kelasnya.
Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk
bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk
bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah
atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model
grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan
sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusiamanusia yang lebih
mandiri dan kreatif.
c. Beauchamp's system
30
yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan
dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan
kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu; (1) Membentuk tim pengembang kurikulum, (2)
mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang
digunakan, (3) Studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru,
(4) merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru, (5) penyusunan dan
penulisan kurikulum baru. Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan
langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu
yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan
guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, di samping kesiapan manajerial dari
pimpinan sekolah atau administrator setempat. Langkah yang kelima dan merupakan
terakhir adalah evaluasi kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat hal, yaitu:
(1) evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, (2) evaluasi desain
kurikulum, (3) evaluasi hasil belajar siswa, (4) evaluasi dari keseluruhan sistem
kurikulum. Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi
penyempurnaan sistem dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksanakannya.
31
yang berwewenang seperti, direktorat pendidikan, pusat pengembangan kurikulum,
kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan, dan sebagainya.
Bentuk yang kedua, kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa
kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan
pengembangan sendiri. Mereka mencoba menggunakan hal-hal lain yang berbeda
dengan yang berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan ditemukan
kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian
digunakan di daerah yang lebih luas.
Ada beberapa kebaikan dari pengembangan kurikulum dengan model
demonstrasi ini. Pertama, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi
tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari
kurikulum yang lebih praktis. Kedua, perubahan atau penyempurnaan kurikulum
dalam skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak oleh
administrator, dibandingkan dengan perubahan dan penyempurnaan yang
menyeluruh. Ketiga, pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model
demonstrasi dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya
bagus tetapi pelaksanaannya tidak ada. Keempat, model ini sifatnya yang grass roots
menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber yang dapat menjadi
pendorong bagi para admnistrator untuk mengembangkan program baru. Kelemahan
model ini, adalah bagi guruguru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan
menerimanya dengan enggan-enggan, dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi
apatisme.
32
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang
timbulnya inovasi-inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih
mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat induktif, yang
merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba ini.
1) Pertama, mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Di dalam unit
eksperimen ini diadakan studi yang saksama tentang hubungan antara teori
dengan praktik. Perencanaan didasarkan atas teori yang kuat, dan
pelaksanaan eksperimen di dalam kelas menghasilkan data-data yang untuk
Kmenguji landasan teori yang digunakan. Ada delapan langkah dalam kegiatan
unit eksperimen ini: Mendiagnosis kebutuhan, Merumuskan tujuan-tujuan
khusus, Memilih isi, Mengorganisasi isi, Memilih pengalaman
belajar, Mengorganisasi pengalaman belajar, Mengevaluasi, dan Melihat
sekuens dan keseimbangan (Taba, 1962: 347-379).
2) Kedua, menguji unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini telah diuji
dalam pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masih harus diuji di kelas-kelas
atau tempat lain untuk mengetahui validitas dan keprak tisannya, serta
menghimpun data bagi penyempurnaan.
3) Ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian diperoleh
beberapa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan
penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegiatan
konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal yang lebih bersifat
umum yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. Hal itu dilakukan, sebab
meskipun suatu unit eksperimen telah cukup valid dan praktis pada sesuatu
sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk menguji
keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan
konsolidasi.
4) Keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Apabila dalam
kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih
menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para ahli
kurikulum dan para profesional kurikulum lainnya. Kegiatan itu dilakukan untuk
mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang
dipakai sudah masuk dan sesuai.
33
5) Langkah kelima, implementasi dan diseminasi, yaitu menerapkan kurikulum
baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam langkah
ini masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi dihadapi, baik
berkenaan dengan kesiapan guru-guru, fasilitas, alat dan bahan juga biaya.
34
3) Ketiga, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas
atau unit pelajaran.
4) Keempat, partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat
dikoordinasi oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok dapat
tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus.
Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan
sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. Rogers juga menyarankan,
kalau mungkin ada pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat campuran.
Kegiatan merupakan kulminasi dari semua kegiatan kelompok di atas.
35
kembali dan mengadakan modifikasi, (4) sebagai bahan untuk menentukan tindakan
lebih lanjut.
1. Penilaian Kurikulum
Penilaian kurikulum dilakukan biasanya pada suatu periode waktu yang telah
ditentukan setelah suatu kurikulum diimplementasikan. Sebelum penilaian kurikulum
dilaksanakan perlu terlebih dahulu menetapkan tujuan, fungsi, dan pemanfaatan hasil
penilaian kurikulum; menentukan komponen-komponen yang akan dinilai dalam suatu
36
kurikulum; menetapkan pendekatan penilaian kurikulum; dan memilih model-model
penilaian kurikulum yang tepat untuk digunakan.
2) Fungsi penilaian kurikulum adalah: (1) to diagnose, (2) to revise, (3) to compare, (4)
to anticipate educational needs, and (5) to determine if objective have been
achieved. Penilaian kurikulum berfungsi untuk mendiagnosa, memperbaiki,
mambandingkan, mengantisipasi kebutuhan pendidikan, dan menentukan jika
tujuan telah dicapai.
37
Rekomendasi menjelaskan secara teknis dan terperinci tentang alternatif yang diambil
oleh pembuat keputusan. Hasil penilaian (data atau informasi) diperlukan sebagai
bahan untuk peninjauan kembali, baik terhadap pelaksanaan kurikulum itu sendiri
maupun terhadap konseptualisasi dan legitimasi, dan pengembangan kurikulum.
Dalam penilaian kurikulum harus jelas apa dan siapa yang dinilai.
Pertama; berkenaan dengan apa yang dinilai yaitu landasan, tujuan pendidikan,
materi, interaksi guru dan murid, dan lingkungan belajar. Penilaian terhadap
komponen landasan meliputi filosofis, psikologis, dan pendekatan. Penilaian
terhadap tujuan pendidikan meliputi tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan
instruksional. Penilaian terhadap materi meliputi materi yang bersifat fakta, konsep,
dan generalisasi. Penilaian terhadap interaksi guru dan murid meliputi metode
pengajaran, metode penilaian, alat bantu belajar dan menga jar, dan kegiatan
dalam bentuk individu, kelompok, atau klasikal. Penilaian terhadap lingkungan
belajar meliputi sekolah dan masyarakat.
Kedua; berkenaan dengan siapa yang dinilai yaitu kelompok personal yang
mencakup guru, anak didik, kepala sekolah, dan pembina pendidikan. Penilaian
terhadap guru meliputi aspek-aspek (1) keterampilan pengelo laan kelas,
kemampuan akademis, dan keterampilan membina hubungan dengan sesama
guru; dan (2) latar belakang pendidi kan. Anak didik dinilai dalam kegiatan proses
belajar dan hasil belajarnya. Penilaian terhadap kepala sekolah diarah kan kepada
kemampuannya dalam mengelola sekolah, membina hubungan dengan pihak-pihak
di luar sekolah, dan membina peraturan-peraturan yang berkenaan dengan
pelaksanaan pendi dikan khususnya kurikulum di sekolah. Sedangkan pembina
pendidikan yang dinilai dalam kerangka penilaian kurikulum adalah pengawas untuk
sekolah-sekolah tingkat menengah dan penilik untuk sekolah tingkat dasar.
Pendekatan yang dipergunakan dalam penilaian kurikulum akan menentukan jenis data
dan bagaimana data itu seharusnya dikumpulkan dan digunakan. Dua pendekatan pokok
yang biasanya diterapkan dalam penilaian kurikulum, yaitu (1) scientistic ideals approach,
38
and (2) humanistic ideals approach.
a) MODEL Tyler
Model penilaian kurikulum yang dikembangkan oleh Raplh Tyler merupakan model
awal penilaian kurikulum yang dikembangkan sekarang ini. Dalam bukunya Basic
39
Principles of Curriculum and Instruction, Tyler mengemukakan model penilaian kurikulum
yang memusatkan perhatian kekuatan dan kelemahan kurikulum.
- Mulai dengan penentuan tujuan penilaian. Tujuan ini harus menyatakan dengan jelas
materi yang akan dinilai dalam kurikulum.
- Memilih, mengubah, atau menyusun alat penilaian dan menguji obyektivitas,
realibilitas, dan validitas alat tersebut.
- Gunakan alat penilaian untuk memperoleh data.
- Bandingkan data yang diperoleh dengan hasil penilaian sebelumnya yang memperoleh
data.
- Analisa data untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dari kurikulum dan jelaskan
alasan dari kekuatan dan kelemahan tersebut.
- Gunakan data untuk membuat perubahan yang dianggap perlu dalam kurikulum.
Model Tyler dianggap telah menguntungkan upaya penilaian kurikulum karena modelnya
relatif mudah, rasional, dan sistematis untuk dipahami dan dilaksanakan.
Penilaian formatif adalah penilaian terhadap kualitas kurikulum yang dilakukan setiap saat
atau terus menerus selama proses pelaksanaan kurikulum berlangsung. Hasil
penilaiannya digunakan sebagai data pelengkap dalam penilaian akhir keseluruhan
pelaksanaan kurikulum. Sebaliknya, penilaian sumatif adalah penilaian menyeluruh yang
dilakukan terhadap kualitas kurikulum pada akhir suatu periode pelaksanaan program
kurikulum. Hasil penilaiannya digunakan sebagai pertimbangan akhir terhadap
keberhasilan pelaksanaan kurikulum.
Penilaian formatif merupakan alat yang jauh lebih bermanfaat dari pada penilaian sumatif,
walaupun pada dasarnya kedua penilaian tersebut diperlukan. Alasannya yaitu dengan
penilaian sumatif dapat memungkinkan adanya perubahan besar-besaran terhadap suatu
40
kurikulum. Sedangkan dengan penilaian formatif hanya memungkinkan adanya feedback
setiap saat atau terus menerus terhadap pengembangan kurikulum, karena kurikulum
bukan merupakan barang yang tetap. Dengan kata lain, kurikulum dapat diperbaiki dalam
proses pelaksanaan kurikulum itu sendiri.
c) MODEL Stufflebeam
d) MODEL Stake
Model CCM dimaksudkan guna memastikan bahwa semua data dikumpulkan dan diolah
untuk melengkapi informasi yang dapat digunakan oleh pemakai data. Hal ini berarti
bahwa penilai harus mengumpulkan data deskriptif yang lengkap tentang hasil belajar
murid dan data pelaksanaan pengajaran, dan hubungan antara kedua faktor tersebut. Di
samping itu juga, jugment data harus dikumpulkan. Stake mengartikan judgment data
adalah data yang berasal dari pertimbangan berbagai ahli mata pelajaran dan kelompok
masyarakat yang berkepentingan dengan kurikulum.
e) MODEL Provus
42
2. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan ke-
bijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam
kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang
kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan
menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan
model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan
oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya, dalam
memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih
metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri. Ada pihak yang
berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain yang
menyatakan keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Pihak yang
memandang ada hubungan, hubungan tersebut merupakan hubungan sebab-akibat.
Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada evaluasi kurikulum, sebaliknya
perubahan evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan kurikulum. Hubungan
antara evaluasi dengan kurikulum bersifat organis, dan prosesnya berlangsung secara
evolusioner. Pandangan-pandangan lama yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan
zaman, secara berangsur-angsur diganti dengan pandangan baru yang lebih sesuai.
R.A. Beeher, seorang ahli pendidikan dari Universitas Sussex, Inggris menyatakan
bahwa: Tiap program pengembangan kurikulum mempunyai style dan karakteristik
tertentu, dan evaluasi dari program tersebut akan memperlihatkan style dan
karakteristik yang sama pula. Seorang evaluator akan menyusun program evaluasi
kurikulum sesuai dengan style dan karakteristik kurikulum yang dikembangkannya.
43
Juga terjadi sebaliknya, hasil program evaluasi kurikulum akan mempengaruhi
pelaksanaan praktik kurikulum.
Konsep R.A. Becher tentang pengembangan kurikulum dan evaluasi kurikulum,
pada mulanya bersifat deskriptif yaitu menekankan pada What is it?, tetapi kemudian
berkembang kepada yang bersifat preskriptif, yang menekankan pada What ought to
be. Konsep-konsep evaluasi kurikulum yang bersifat preskriptif, mempunyai tempat
dalam konsep kurikulum yang bersifat preskriptif pula. Sebagai contoh, teori dari Ralph
Tylor dan Benyamin Bloom, berisikan pedoman-pedoman praktis bagi pengembangan
kurikulum, demikian juga dengan teori evaluasi kurikulumnya,
Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks dan terus-menerus untuk
mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Evaluasi juga meliputi rentangan yang cukup luas, mulai dari
yang bersifat sangat informal sampai dengan yang sangat formal. Pada tingkat yang
sangat informal evaluasi kurikulum berbentuk perkiraan, dugaan atau pendapat tentang
perubahan-perubahan yang telah dicapai oleh program sekolah. Pada tingkat yang
lebih formal evaluasi kurikulum meliputi pengumpulan dan pencatatan data, sedangkan
pada tingkat yang sangat formal berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan ke
arah tujuan yang telah ditentukan.
Komponen-komponen kurikulum yang dievaluasi juga sangat luas. Program
evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses
pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi kurikulum, kemampuan dan
unjuk kerja guru, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana, fasilitas dan sumber-
sumber belajar, dan lain-lain. Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam
kurikulum, yaitu meliputi:
Objective, it scope, the quality of personnel in charger of it, the capaci ties of the
students, the relative importance of various subject, the de gree to which objectives
are implemented, the equipment and materials and so son .
Apa yang dikemukakan di atas merupakan konsep evaluasi kurikulum yang sangat
luas yang mencakup seluruh komponen dan kegiatan pendidikan. Evaluasi kurikulum
sering juga dibatasi secara sempit, yaitu hanya ditekankan pada hasil-hasil yang
dicapai oleh murid. Curriculum evaluation may be defined as the estimation of the
growth and progess of students toward objectives or values of the curriculum .
44
Luas atau sempitnya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh
tujuannya. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk menilai keseluruhan sistem
kurikulum atau hanya komponen-komponen tertentu dalam sistem kurikulum tersebut.
Apakah mengevaluasi keseluruhan sistem atau komponen-komponen tertentu saja,
diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu, agar hasil evaluasi tersebut tetap
bermakna. Syarat-syarat suatu program evaluasi kurikulum, yaitu acknowledge
presence of values and valuing, orientation to goals, comprehensiveness,
continuity, diagnostic worth and validity and integration. Suatu evaluasi kurikulum
harus memiliki nilai dan penilaian, punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat
menyeluruh dan terus-menerus, berfungsi diagnostik dan terintegrasi.
Evaluasi kurikulum juga bervariasi bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi
fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi
kuantitas dan kualitas.
45
a. Model-Model Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum merupakan suatu tema yang luas, meliputi banyak kegiatan,
meliputi sejumlah prosedur, bahkan dapat merupakan suatu bidang studi yang berdiri
sendiri. Evaluasi kurikulum juga merupakan suatu fenomena yang multifaset, memiliki
banyak segi.
Bagian ini membahas perkembangan evaluasi kurikulum, yaitu evaluasi kurikulum
sebagai fenomena sejarah, suatu elemen dalam proses sosial dihubungkan dengan
perkembangan pendidikan. Ada 4 model evaluasi kurikulum: Evaluasi model
penelitian, evaluasi model obyektif, model campuran multivariasi, dan evaluasi EPIC
1) Evaluasi model penelitian
Evaluasi kurikulum yang menggunakan tes psikologis serta eksperimen lapangan
disebut model penelitian, yang didasarkan atas teori dan metode. Tes psikologis atau
tes psikometrik pada mempunyai dua bentuk, yaitu tes inteligensi yang ditujukan untuk
mengukur kemampuan bawaan, serta tes hasil belajar yang mengukur perilaku
skolastik.
Eksperimen lapangan dalam pendidikan, dimulai tahun 1930 dengan menggunakan
metode yang biasa digunakan dalam penelitian botani pertanian. Para ahli botani
pertanian mengadakan percobaan untuk mengetahui produktivitas dari bermacam-
macam benih. Beberapa macam benih ditanam pada petak-petak tanah yang memiliki
kesuburan dan lain-lain yang sama. Dari percobaan tersebut dapat diketahui benih
mana yang paling produktif. Percobaan serupa dapat juga digunakan untuk mengetahui
pengaruh tanah, pupuk dan sebagainya terhadap produktivitas suatu macam benih.
Model eksperimen dalam botani pertanian dapat digunakan dalam pendidikan,
anak dapat disamakan dengan benih, sedang kurikulum serta berbagai fasilitas serta
sistem sekolah dapat disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya. Untuk
mengetahui tingkat kesuburan benih (kecerdasan anak) serta hasil yang dicapai pada
akhir program (prestasi belajar anak), percobaan dapat digunakan tes (pre test dan
post test).
Comparative approach dalam evaluasi. Salah satu pendekatan dalam evaluasi
yang menggunakan eksperimen lapangan adalah mengadakan pembandingan antara
dua macam kelompok anak, umpamanya yang menggunakan dua metode belajar yang
berbeda. Kelompok pertama belajar membaca dengan metode global dan kelompok
46
lain menggunakan metode unsur. Kelompok mana yang lebih baik atau lebih berhasil?
Apakah keberhasilan metode tersebut dapat ditransfer ke metode yang lain?
Rancangan penelitian lapangan ini membutuhkan persiapan yang sangat teliti dan rinci.
Besarnya sampel, variabel yang terkontrol, hipotesis, treatment, tes hasil belajar dan
sebagainya, perlu dirumuskan secara tepat dan rinci.
Ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam eksperimen tersebut. Pertama,
kesulitan administratif, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah
eksperimen. Kedua, masalah teknis dan logis, yaitu kesulitan menciptakan kondisi
kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji. Ketiga, sukar untuk
mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol karena mereka adalah manusia, yang memiliki fikiran dan perasaan;
pengaruh guru-guru tersebut sukar dikontrol. Keempat, ada keterbatasan mengenai
manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan. Dalam botani pertanian dengan
rancangan yang sangat sempurna dapat memanipulasi eksperimen sampai 25
treatment, tetapi dalam penelitian pendidikan tidak mungkin dapat melakukan
treatment sebanyak itu.
Pendekatan inilah yang digunakan oleh Ralph Tylor (1930) dalam menyusun tes
dengan titik tolak pada perumusan tujuan tes, sebagai asal mula pendekatan sistem
(system approach). Pada tahun 1950-an Benyamin S. Bloom dengan kawan-
kawannya menyusun klasifikasi sistem tujuan yang meliputi daerah-daerah belajar
(cognitive domain). Mereka membagi proses mental yang berhubungan dengan
belajar tersebut dalam 6 kategori, yaitu knowledge, comprehension, application,
analysis, synthesis dan evaluation. Mereka membagi-bagi lagi tujuan-tujuan tersebut
pada sub-tujuan yang lebih khusus. Perumusan tujuan-tujuan dari Bloom dan kawan-
kawan belum sampai pada perumusan tujuan yang bersifat behavioral, untuk itu
diperlukan perumusan lebih lanjut yang sangat khusus dan bersifat behavioral.
Dasar-dasar teori Tylor dan Bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai
rancangan kurikulum, dan mencapai puncaknya dalam sistem belajar berprogram dan
sistem instruksional. Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (Individually
Prescribed Instruction), suatu program yang dikembangkan oleh Learning Research
and Development Centre Universitas Pittsburg. Dalam IPI anak mengikuti kurikulum
yang memiliki 7 unsur: Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun dalam daerah-daerah,
tingkattingkat dan unit-unit, Suatu prosedur program testing, Pedoman perosedur
penulisan, Materi dan alat-alat pengajaran, Kegiatan guru dalam kelas, Kegiatan murid
dalam kelas, dan Prosedur pengelolaan kelas.
Tes untuk mengukur prestasi belajar anak merupakan bagian integral dari
kurikulum. Tiap butir tes berkenaan dengan keterampilan, unit atau tingkat tertentu dari
tujuan khusus. Untuk mengikuti program pendidikan, siswa harus mengambil dulu tes
penempatan, untuk menentukan di mana mereka harus mulai belajar. Kemajuan siswa
dimonitor oleh guru dengan memberikan tes yang mengukur tingkat penguasaan
48
tujuan-tujuan khusus melalui pre test dan post test. Siswa dianggap menguasai suatu
unit bila memperoleh skor minimal 80. Bila ini sudah dikuasai berarti penguasaan siswa
sudah sesuai dengan kriteria.
DAFTAR PUSTAKA
53
Bloom, B.S., Hasting, J.T. & Madaus, G.F. (1971). Handbook of formative and summative
evaluation of student learning. New York: McGraw-Hill.
Bloom, B.S., (1976). Human characteristic and school learning. New York: McGraw-Hill.
-----. (1981). Evaluation to improve learning. New York: McGrawHill Book Company.
Brandt, R. (1978). On evaluation: An Interview with Daniel Stuf flebeam. Educational Leadership
(January 1978), 35 (4): 248-254.
Cronbach, L.J. (1982). Designing evaluation of educational and social programs. San Francisco,
CA: Jossey-Bass.
-------- (2006). Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi:
Depdiknas, Jakarta.
-------- (2006). Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan: Depdiknas, Jakarta.
-------- (2006). Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang
Implementasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan : Depdiknas, Jakarta.
Provus, M.M. (1971). Discrepancy evaluation for educational program improvement and
assesment. Berkeley, CA: McCuthchan Publish ing Corporation.
-----. (1972). The discrepancy evaluation model. In P.A. Taylor & D.M. Cowley (Eds.). Readings in
Curriculum evaluation. Dubuque, IA: Wm. C. Brown.
-----. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Atandar Nasional Pendidikan :
Jakarta
-----. (1972). The discrepancy evaluation model. In P.A. Taylor & D.M. Cowley (Eds.). Readings in
Curriculum evaluation. Dubuque, IA: Wm. C. Brown.
Scriven, M. (1967). The methodology of evaluation. In Raplh W. Tayler, Robert M. Gagne, &
Michael Scriven (Eds.). Perspectives of curriculum evaluation. Chicago: Rand McNally &
Co.
Stake, R.E. (1967). The countenance of educational evaluation. Teachers College Record. 68 (7):
523-540.
Stufflebeam, D.L. (1971). Educational evaluation and decisionmaking. Itaca, IL: Peacock.
54
Taba, Hilda. (1962). Curriculum development: Theory and practice. New York: Harcourt Brace
Jovanovich.
Tyler, R.W. (1950). Basic principles of curriculum and instruction. Chicago: University of Chicago
Press.
-----. (1957). The curriculum then and now. In Proceedings of the 1956th Invitational Conference on
Testing Problems. Princeton, NJ: Educational Testing Service.
55