Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH

1. Sejarah obligasi syariah ?


2. Pengertian obligasi syariah dan akad-akadnya ?
3. Apa perbedaan obligasi syariah dan konvensional ?
4. Bagaimana Aplikasi Obligasi Syariah itu ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah obligasi
Sesungguhnya sukuk/obligasi syariah ini bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah
islam, istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat islam
menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak
dari kata sakk. Dipergunakan oleh para pedagang pada saat itu sebagai dokumen yang
menunjukan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial
lainnya.
Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Council (IJC) kemudian
mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otortas
Moneter Bahrain (BMA-Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk
berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dollar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia
pada tahun yang sama meluncurkan global corporals sukuk di pasar keuangan islam
internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional.
Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan. Sebagai contoh,
pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan sukuk dengan nilai 600 juta dollar AS dan
terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai terjadi over subscribe. Begitu pula pada
desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta
dollar AS dan langsung terserap habis oleh pasar.
B. Pengertian Obligasi dan Akad-akadnya

1. Pengertian obligasi
Obligasi berasal dari bahasa Belanda “obligate” yang dalam Bahas Indonesia disebut
dengan ”obligasi” yang berarti kontrak. Dalam Keputusan Presiden RI Nomor 775/KMK
001/1982 disebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan utang atas
pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-
kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat
pembayarannya telah ditentukan terlebiha dahulu oleh emiten (Badan Pelaksana Pasar
Modal).1
Dari pengertian diatas obligasi merupakan surat utang yang dikeluarkan emiten (bisa
berupa badan hukum atau perusahaan, bisa juga dari pemerintah) yang memerlukan dana untuk
kebutuhan operasional maupun ekspansi dalam memajukan investasi yang mereka laksanakan.
Obligasi termasuk salah satu jenis efek. Namun, berbeda dengan saham yang kepemilikannya
menandakan pemilikan sebagian dari sebuah perusahaan yang menerbitkan saham, obligasi
menunjukan utang dari penerbitnya. Dengan demikian, pemegang obligasi memiliki hak dan
kedudukan sebagai kreditor dari penerbit obligasi.
Obligasi merupakan instrument utang jangka panjang, yang pada umumnya diterbitkan
dalam jangka berkisar lima hingga sepuluh tahun lamanya. Ada juga yang jatuh tempo selama
satu tahun. Semakin pendek jangka waktu obligasi, maka semakin diminati investor karena
dianggap risikonya kecil. Pada saat jatuh tempo, pihak penerbit obligasi berkewajiban untuk
melunasi pokok investasi di dalam obligasi tersebut.
Dalam Fatwa DSN No. 32/DSN-MUI/IX/2002, “obligasi syariah adalah suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada
pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo.
Menurut Pontjowinoto, obligasi syariah adalah suatu kontrak perjanjian tertulis yang
bersifat jangka panjang untuk membayar kembali pada waktu tertentu seluruh kewajiban yang
timbul akibat pembiayaan untuk kegiatan tertentu menurut syarat dan ketentuan tertentu serta
membayar sejumlah manfaat secara periodik menurut akad.
2. Akad-Akad obligasi
Obligasi syariah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah,
musyarakah, ijarah, istisna, salam, dan murabahah. Tetapi di antara prinsip-prinsip instrument
obligasi ini yang paling banyak digunakan adalah obligasi dengan instrument mudharabah dan
ijarah.2
a. Obligasi mudharabah
Obligasi mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan prinsip
mudharabah. Akad mudharabah adalah akad kerja sama antara pemilik
modal(shahibul mal/investor) dengan pengelola(mudharib/emiten).
1
Prof. Dr. Drs. H. Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, Kencana, Jakarta, 2012, hlm.10.
2
Dr. Muhammad Firdaus,dkk. Konsep Dasar Obligasi Syariah, Renaisan, 2005, hlm.29.
Dalam Fatwa No. 33/DSN-MUI/X/2002 tentang obligasi syariah mudharabah,
dinyatakan bahwa:3
 Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasar
prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kerja kepada pemegang
obligasi syariah, merupakan bagi hasil, margin, fee serta membayar dana
obligasi pada saat obligasi jatuh tempo.
 Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad
mudharabah dengan memerhatikan substansi fatwa DSN-MUI No. 7/DSN-
MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah.
 Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai mudharib, sedangkan
pemegang obligasi mudharabah bertindak sebagai shahibul mal.
 Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
 Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad.
 Apabila emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin
pengambilan dana dan pemodal dapat meminta emiten membuat surat
pengakuan utang.
 Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindahkan selama disepakati dalam
akad.
b. Obligasi ijarah
Obligasi ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah
adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan pergantian. Artinya,
pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan
melalui penguasaan sementara atau pinjaman objek dengan manfaat tertentu dengan
membayar imbalan kepada pemilik objek. Secara teknis, obligasi ijarah dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
 Investor dapat bertindak sebagai penyewa (musta’jir). Adapun emiten dapat
bertindak sebagai wakil investor. Dan propery owner, dapat bertindak
sebagai orang yang menyewakan (mu’jir). Dengan demikian ada dua
transaksi dalam hal ini; transaksi pertama terjadi antara investor dengan
emiten, di mana investor mewakilkan dirinya kepad emiten dengan akad
wakalah, untuk melakukan transaksi sewa-menyewa dengan propery owner
dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten (sebagai
wakil investor) dengan propery owner (sebagai orang yang menyewa) untuk
melakukan transaksi sewa-menyewa.
 Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan
kembali objek sewa tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa-
menyewa tersebut, maka diterbitkanlah surat berharga jangka panjang
(obligasi syariah) , di mana atas penerbitan obligasi tersebut, emiten wajib
membayar pendapatan kepada investor berupa fee serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo.

3
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2007, hlm.86.
Obligasi ijarah lebih diminati oleh investor, karena pendapatan yang bersifat
tetap. Terutama investor yang pradigmanya masih konvensional konservatif dan
lebih menyukai fixed income.

Anda mungkin juga menyukai