Bab I
Bab I
OLEH:
2019
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Hog cholera juga disebut demam babi adalah penyakit serius dan sering fatal yang
terjadi pada babi. Demam babi yang diduga berasal dari Afrika ini memengaruhi
lebih dari 55 negara di 3 benua, termasuk Cina, tempat di mana hampir separuh
populasi babi dunia berada. Virus ini sangat menular dan dapat menyebar melalui
pakan dan produk daging babi yang terkontaminasi, serta sepatu, pakaian, kendaraan,
pisau dan peralatan rumah tangga lainnya. Penularan juga dapat terjadi melalui proses
perpindahan ternak yang terinfeksi dan melintasi populasi babi lain. Virus ini juga
mungkin ada dalam sampah yang digunakan untuk pakan babi. Kemunculan penyakit
ini akan ditandai dengan demam tinggi dan kelelahan pada babi. Selanjutnya babi
akan mulai kehilangan nafsu makan, depresi umum dan penarikan dari hewan lain,
mata memerah dan kering, muntah, sembelit atau diare, batuk dan kesulitan bernafas.
Dalam banyak kasus, ruam pada kulit semakin berkembang serta selaput lendir dari
mulut dan tenggorokan bisa menjadi meradang dan ulseratif. Lama kelamaan, babi
akan mulai berbaring dan enggan bergerak, kadang dengan gaya berjalan yang
mengejutkan dan punggung melengkung; kemudian ia tidak dapat bangkit dan
menjadi koma.
Babi merupakan salah satu komunitas ternak penghasil daging yang memiliki
potensial yang besar untuk dikembangkan karena mempunyai sifat-sifat
menguntungkan, di antaranya: laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak
perkelahiran (litter size) yang tinggi, efisien dalam mengubah pakan menjadi daging
dan memiliki adaptasi yang tinggi terhadap makanan dan lingkungan.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha pengembangan ternak babi
dan aspek manajemen adalah faktor kesehatan dan kontrol penyakit. Ternak babi
sangat peka terhadap penyakit, salah satunya yaitu Hog Cholera.
INFEKSI IN UTERO
Babi bunting yang terkena HC dapat menulari embrio atau fetus yang
dikandungnya . Virus HC dapat menembus barier plasenta pada semua umur
kehamilan. Virus menyebar secara hematogenous pada plasenta kemudian
menyebar kesemua fetus. Selanjutnya, perkembangan virus pada fetus ini sama
dengan perkembangan virus virulen pada infeksi post natal seperti diuraikan
diatas. Akibat infeksi in utero pada fetus tergantung pada saat terjadinya infeksi
dan virulensi dari virus . Fetus yang terinfeksi pada saat 45 hari pertama
kebuntingan lebih mudah mengalami kematian prenatal dibandingkan dengan
fetus yang terinfeksi saat umur kebuntingan 65 hari atau lebih . Disamping itu,
fetus yang terinfeksi oleh virus virulensi sedang pada kehamilan 45 hari
terakhir kebuntingan berpeluang lebih besar untuk memperlihatkan gejala klinis
HC pada saat atau beberapa saat setelah kelahiran. Sedangkan, fetus yang
terinfeksi oleh virus virulensi rendah pada saat kebuntingan yang sama
biasanya tidak berakibat buruk karena fetus dapat mengeliminasi virus tersebut.
2.4 Gejala Klinis
Gejala klinis dari penyakit ini diawali suhu tubuh 40-42°C, depresi, anoreksia,
lemah hemoragi pd kulit (petechia&echymotic) hiperemi kulit, pembengkakan lgg,
dan constipasi kadang-kadang berdarah. Bila berlanjut maka babi akan mengalami
diare / desentri, konjungtivitis (eksudat kuning disekitar mata ), berjalan tanpa
koordinasi (scissor walking) dan disertai konvulsi. Masa inkubasi : 6-7 hari , babi
mati hari ke-7 – 10 pasca sakit. Mortalitas pada penyakit Hog Cholera pada babi bisa
mencapai 100%.
Perubahan pasca mati pada penyakit ini terlihat hemoragi meluas terutama pada
subkutan & permukaan serosa, hemoragi pada hampir semua limfoglandula, infark
limpa & pembengkakan , focal colonic ulcer yaitu button ulcer pada mukosa colon
dengan diameter 0,5-1,5 cm, hemoragi ginjal , pneumonia, dan arthritis.
Masa inkubasi HC biasanya berkisar antara 2-6 hari . Gejala klinis HC dapat
dibedakan atas gejala penyakit akut, subakut atau kronis.
HC AKUT
Masa inkubasi HC biasanya berkisar antara 2-6 hari . Gejala klinis HC dapat
dibedakan atas gejala penyakit akut, subakut atau kronis. Gejala klinis diawali
dengan anorexia, lesu, malas bergerak dan demamtinggi . Leukopenia dan
thromocytopenia hampir selalu terjadi dan muncul sebelum demamdan
berlanjut sampai hewan mati. Conjunctivitis yang ditandai dengan exudate
mukopurulent pada mata sering terjadi . Gangguan saluran pencernaan ditandai
dengan konstipasi diikuti dengan diare. Kadang-kadang babi memuntahkan
cairan berwarna kuning . Gangguan lokomotor berupa kelemahan pada tungkai
belakang sehingga babi berjalan sempoyongan, bagian belakang tubuh terayun
ke kiri dan ke kanan sa.at berjalan (swaying gait) atau babi berdiri sambil
bagian belakang tubuh disandarkan pada dinding atau babi lain merupakan
gejala yang khas pada penyakit ini . Kemerahan yang diikuti keunguan pada
kulit terutama pada daun telinga, abdomen dan kaki bagian medial juga hampir
selalu terjadi. Tingkat kematian pada HC akut sangat tinggi dan biasanya terjadi
antara 10 - 20 hari setelah infeksi.
Sebelumnya, jumlah kematian babi akibat virus hog cholera atau kolera babi di
Provinsi Sumatera Utara (Sumut) hingga Senin, bertambah menjadi 5.800 ekor.
"Data ini hasil laporan terbaru dari kabupaten dan kota di Sumut," kata Kepala
Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap di Medan, Senin.
Kepada warga juga diimbau untuk tidak membuang ternak babi yang mati ke
aliran sungai, karena itu melanggar Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
"Dilarang membuang ternak babi yang mati ke sungai atau ke hutan dan segera
menguburnya. Kita kerja sama dengan kepolisian siap menindak siapa saja yang
melanggarnya," kata Edy Rahmayadi menambahkan.
"Belum ada laporan bisa menginfeksi ternak lain. Dengan adanya pembuangan
bangkai babi ke sungai, akan terjadi pencemaran air yang bisa menimbulkan penyakit
diare. Saat ini belum ditemukan kasus karena pencemaran air," terangnya.
Alwi mengharapkan agar bangkai yang telah dibuang ke sungai atau hutan agar
segera dievakuasi. Kemudian bangkai dikubur, sehingga wabahnya tidak
menimbulkan penyakit lain. "Itu harapan kita bersama," ucapnya.
"Untuk ternak yang telah mati, harus segera dilakukan pemusnahan ternak
babi yang telah mati, lakukan penguburan dan pemusnahan dengan dibakar, jangan
dibuang ke sungai atau pun di buang ke hutan," sebut Kepala Dinas Ketahanan
Pangan dan Peternakan Sumut M Azhar Harahap.
PENUTUP
Kesimpulan:
Kolera babi (Hog Cholera), juga dikenal dengan nama Classical Swine Fever
(CSF) atau Swine Fever adalah penyakit yang sangat menular dengan tingkat
kematian mendekati 100% pada daerah wabah baru. Agen penyebab Hog Cholera
adalah virus single stranded Ribonucleic Acid (ss-RNA) dari genus Pestivirus
termasuk famili Flaviviridae. Virus HC mempunyai sifat antigenik dan virulensi yang
bervariasi. Hog Cholera dapat menular pada babi dalam suatu peterakan melalui
makanan, air, alat-alat, sepatu boot atau seragam kerja yang tercemar virus HC, dan
juga di dalam usus besar juga sangat mencolok terkait pada babi yang terserang HC.
Cara pencegahan yang dilakukan agar tidak terjadi HC babi harus Tindakan yang
paling efektif untuk mencegah atau mengendalikan penyakit Hog Cholera adalah
melakukan vaksinasi dengan menggunakan vaksin aktif yang sudah diatenuasi,
dengan memperhatikan factor-faktor pendukung keberhasilan vaksinasi seperti:
pemilihan strain, dosis dan aplikasi vaksin serta status kesehatan hewan.
Pengendalian dapat dilakukan dengan melalui tindakan karantina.
Agar tidak terjadi dampak lingkungan yang tidak baik maka apabila babi sudah
mengenai HC maka seharusnya dikubur dan tidak boleh dibuang ke sungai atau hutan
karena itu dapat terkena pencemaran yang tidak baik.
DAFTAR PUSTAKA
Internet:
https://tirto.id/apa-itu-virus-hog-cholera-yang-sebabkan-4682-babi-mati-di-sumut-elgW
https://www.gatra.com/detail/news/456011/kesehatan/babi-hog-cholera-tak-menular-
manusia
https://www.liputan6.com/regional/read/4108175/dinkes-sumut-hog-cholera-tidak-
menginfeksi-manusia
https://www.beritasatu.com/nasional/584783/kolera-dan-demam-babi-afrika-tidak-
menular-ke-manusia
Jurnal: