Seven Jum Rhinitis
Seven Jum Rhinitis
DISUSUN OLEH:
1. OKTIANINGSIH EKA W. A11501176
2. PUJI LESTARI A11501178
3. RAHMAH DYLA RISANTI A11501179
4. RIZKA LUTFIANITA A11501185
5. RENNI DWI RAHAYU A11501180
6. SETYA MULYANI A11501189
7. TRI WAHYUDI A11501209
8. WENING PAMUNGKASIH A11501216
9. WIWIT PURWANTI A11501217
10. YULI PURWATI A11501219
11. ZAENAB KARTIKA BAHARI A11501221
12. ZA’IM AFIFDDIN FASYA A11501222
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Makalah Ini
Sebatas Pengetahuan Dan Kemampuan Yang Dimiliki. Kami sangat berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita mengenai “Asuhan Keperawatan Pada Ny.J Dengan Masalah Keperawatan
Utama: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas, Pada Gangguan Sistem Indra:
Rhinitis, Di Ruang Inayah Rs Pku Muhammadiyah Gombong
”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Kami menyadari tugas kuliah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi sempurnanya tugas
kuliah ini. Harapan penulis tugas kuliah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
BAB 1 PENDAHULUAN.…..……………………………………………. 1
A. LATAR BELAKANG……………..………………………………. 1
B. TUJUAN…………………………………………………………… 1
A. KASUS……………………………………………………………. 1
B. ANALISA SEVEN JUMP………………………………………… 1
A. PENGKAJIAN…………………………………………………….. 7
B. DIAGNOSA……………………………………………………….. 13
C. INTERVENSI……………………………………………………… 15
D. IMPLEMENTASI…………………………………………………. 18
E. EVALUASI……………………………………………………….. 2O
BAB 3 PENUTUP………………………………………………………… 22
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan
mediasi oleh reaksi hipersensitifitas atau alergi tipe 1. Rhinitis alergi dapat
terjadi karena sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap
alergen. Menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma). Rhinitis
alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rhinorrhea,
rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen karena reaksi
hipersensitivitas tipe I yang diperantarai oleh IgE (Cantani, 2008; ARIA,
2008).
Rhinitis alergi dapat terjadi pada wanita dan pria dengan kemungkinan
yang sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi genetik kuat, bila salah
satu dari orang tua menderita alergi maka kemungkinan 30% bakat alergi
diwariskan pada keturunannya, dan bila kedua orang tua menderita akan
diperkirakan mengenai sekitar 50% keturunannya. Rhinitis alergi dapat terjadi
kepada siapa saja baik anak, remaja maupun dewasa, namun gejala rhinitis
alergi biasa tampak pada usia remaja ataupun dewasa muda. Gejala rhinitis
alergi berupa bersin (5-10 kali berturut-turut), rasa gatal (pada mata, telinga,
hidung, tenggorok, dan palatum), hidung berair, mata berair, hidung tersumbat,
post nasal drip, tekanan pada sinus, dan rasa lelah. (Girish, 2004; Nuty, 2007;
Goerge, 2013)
Rhinitis alergi menjadi kajian intensif oleh para peneliti untuk di teliti
melihat dari terjadinya peningkatan prevalensi rhinitis alergi di Indonesia
akibat minimnya strategi kesehatan dalam terapeutik dan prevensi. Di lain
halnya, meskipun penyakit ini tidak tergolong penyakit mengancam nyawa
namun keluhan yang ditimbulkannya sangat mengganggu sehingga
menyebabkan penurunan kualitas hidup penderitanya. Berdasar segi
pengobatan dan perawtan sehingga kami tertarik untuk menyusun makalah ini
sebagai bahan untuk pembuatan dasuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah Rhinitis
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Rhinitis
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari penyakit Rhinitis
b. Mengetahui etiologi dari penyakit Rhinitis
c. Mengetahui menifestasi klinis dari penyakit Rhinitis
d. Mengetahui patofisiologi dari penyakit Rhinitis
e. Mengetahui komplikasi dari penyakit Rhinitis
f. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang berhubungan dengan
aktivitas dan latihan pada pasien dengan Rhinitis
BAB II
A. SKENARIO KASUS
B. PENYELESAIAN MASALAH
Penyelesaian dan metode diskusi masalah yang ada dalam skenario kasus diatas
menggunakan metode tujuh langkah atau seven jumps. Seven jumps meliputi:
a. Seven Jump 1 (mengklarifikasi istilah atau konsep)
1. Rhinitis intermiten adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-
bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
alergen dan terjadi sewaktu waktu/ intermiten
2. Asma nasal adalah Sesak nafas keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan yang
menyebabkan peradangan, penyempitan terutama salaruan nafas
nasal/hidung.
3. Dekongestan Nasal adalah alat yang bekerja dengan cara meredakan
pembengkakan pembuluh darah di dalam hidung yang disebabkan oleh
kondisi-kondisi hidung tersumbat sehingga saluran napas menjadi
terbuka dan napas menjadi lega.
4. Eksim adalah kelainan kulit dengan ciri peradangan atau bengkak,
kemerahan, dan rasa gatal.
5. Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung,
rongga hidung atau nasofaring
6. Anosmia adalah kelainan pada indra penciuman, atau dalam kata lain
ketidakmampuan seseorang mencium bau.
7. rinoskopi adalah pemeriksaan lubang hidung dengan speculum, baik
anterior atau posterior.
8. Right inferior turbinate hypertophy adalah pembesaran turbinat- turbinat
di hidungbagian kanan bawah sehingga berpotensi menghalangi aliran
udara. Turbinat adalah struktur kecil di dalam hidung yang
membersihkan dan melembabkan udara saat melewati lubang hidung ke
dalam paru-paru
9. purulent rhinorrhea adalah suatu kondisi di mana rongga hidung
dipenuhi dengan sejumlah besar cairan lendir tetapi ada nanahnya
10. Left Chroniv rhinosinusitis Rhinosinusitis adalah kelainan pada bagian
kiri dimana terjadi gabungan dari rhinitis dan sinusitis. Rhinitis adalah
peradangan mukosa hidung sedangkan sinusitis adalah peradangan
mukosa sinus
11. Polip hidung adalah suatu bentuk infeksi pada rongga hidung yang
berbentuk benjolan lunak. Benjolan tersebut menggantung seperti anggur
kupas tanpa biji
12. leukositosis adalah adalah kondisi medis dimana seseorang memiliki
jumlah sel darah putih terlalu banyak.
13. eosinofil adalah jenis sel darah putih yang diproduksi dalam sumsum
tulang belakang
a. Irigasi Nasal
Pada penatalaksanaan ini digunakan saline untuk membantu
mengeluarkan mukus dari saluran hidung, meningkatkan
kenyamanan serta melegakan pernapasan. Saline juga membantu
melumasi mukosa di hidung yang dapat bekerja secara efektif
seterusnya.
b. Antihistamin
Antihistamin membantu meurangi keluhan hidung tersumbat, bersin
serta hidung berair. Antihistamin chlorpheniramin, loratadine, dan
ceterizine aman digunakan selama masa kehamilan.
c. Dekongestan Topikal
ekongestan oral dihindari selama masa kehamilan karena ditakutkan
dapat memberi efek samping pada bayi yang di kandung.
Beclomethasone, fluticasone, dan budesonide merupakan preparat
nasal yang aman digunakan dan terutama pada wanita hamil yang
asma
24. Penanganan di rumah
Etiologi :
Penatalaksanaan:
1. Alergen
1. Bersin berulang –
ulang
Komplikasi :
2. Hidung tersumbat
1. Polip hidung
3. Hidung meler
RHINITIS
2. Otitis media
4. Hidung gatal
Pemeriksaan penunjang:
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:
1. tulang hidung (os nasalis),
2. prosesus frontalis os maksila dan
3. prosesus nasalis os frontal
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan
yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu:
1. sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
2. sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor),
3. beberapa pasang kartilago alar minor dan
4. tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan
kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang
nares anteriror, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang
mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut
vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os
etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang
rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela ager nasi dan
dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral
hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media,
lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
suprema. Konka suprema disebut juga rudimenter.
Persarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari
n.oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris
dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina.
Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui
lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir
pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas
hidung.
Mukosa hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa
olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo stratified columnar
epithalium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan
kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan
normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut
lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh
kelenjar mukosa dan sel-sel goblet.
2. FISIOLOGI HIDUNG
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi
fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah:
a) Fungsi respirasi
Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares
anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke
bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan
atau arkus.
Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit
penguapan udara inspirasi oleh palut lender, sedangkan pada musim dingin
akan terjadi sebaliknya.Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga
berkisar 37ºC. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya
pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum
yang luas. Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup bersama udara
akan disaring dihidung oleh:
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b. Silia
c. Palut lender
Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang
besar akan dikeluarkan dengan reflex bersin.
b) Fungsi Penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan
cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi
hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa
manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa
manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat.
c) Fungsi Fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Resonansi oleh hidung
penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan
hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga
terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan
konsonan nasal (m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan
palatum mole turun untuk aliran udara.
d) Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan nafas berhenti. Rangsangan bau tertentu
akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
3. KLASIFIKASI
Rhinitis dapat disebabkan oleh berbagai penyebab baik alergi maupun non
alergi. Adapun klasifikasi rinitis oleh ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact
on Asma) :
a. Infectious Rhinitis
a) Virus
b) Bakteri
c) Agen infeksi lainnya
b. Allergic
a) Respon alergen : perennial, seasonal, work-related
b) Durasi : intermittent, persistent
c) Derajat : mild, moderater-severe
c. Occupational
a) Durasi : intermittent, persistent
b) Derajat : mild, moderater-severe
d. Medikamentosa
a) Aspirin
b) Obat-obatan lainnya
e. Hormonal
f. Penyebab lain
a) NARES (Non-allergenic Rhinitis with eosinophilia syndrome)
b) Food
c) Emotional
d) Atropic
g. Idiopatik
4. ETIOLOGI
Etiologi rinitis pada kehamilan masih belum jelas. Banyak penelitian yang
menyebutkan adanya hubungan antara hormon dan rhinitis pada kehamilan.
Sebagai contoh, progesteron yang memiliki efek vasodilatasi dapat
menyebabkan rhinitis akan tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa
level progesteron dalam serum memiliki kesamaan pada kondisi hamil maupun
tidak hamil.
PATHWAY
Allergen
Hidung
Fragmen pendek
Antigen
peptice
Fragmen + HLD
Kompleks peptice MHC kelas II
Sitokinin terlepas
Terbentuk Ig E
Ig E masuk ke jaringan
Terlepasnya listamin
a) Anamnesis
Anamnesis pada penderita yang dicurigai rinitis dimulai dengan
menanyakan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan dengan
pertanyaan yang lebih spesifik meliputi gejala di hidung termasuk
keterangan mengenai tempat tinggal, tempat kerja, dan pekerjaan pasien.
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
rinitis alergi. Test kulit (skin test) biasanya negatif atau positif lemah, serta
kadar IgE total dalam batas normal. Kadang-kadang ditemukan juga
eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi
yang sering menyertai ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.
Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan
mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.
7. DIAGNOSIS BANDING
a) Rhinitis vasomotor
Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor
rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non-Ig
E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis. Rhinitis vasomotor mempunyai
gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk dibedakan. Pada
umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus yang banyak
dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang. Etiologi yang pasti belum
diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi
vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan.
Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara,
perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan
normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu
tersebut.
b) Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan
respons normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor
topikal (tetes hidung atausemprot hidung) dalam waktu yang lama dan
berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.
Rhinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound atau rhinitis kimia
karena menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan
penggunaan vasokontriksi topikal yang berlebihan. Obat-obatan lain yang
bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah antagonis ß-
adrenoreseptor oral, inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan
antihipertensi. Tetapi mekanisme terjadinya kongesti antara
vasokontriktor hidung dengan obat-obat di atas berbeda sehingga istilah
rhinitis medikamentosa hanya untuk rhinitis yang disebabkan oleh
penggunaan vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-
obat oral dinamakan rhinitis yang dicetuskan oleh obat (drug induced
rhinitis).
c) Rinitis Alergi
Rinitis alergi merupakan suatu kumpulan gejala kelainan hidung yang
disebabkan proses inflamasi yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE)
akibat paparan alergen pada mukosa hidung. Gejala klinis yang timbul
berupa rhinorea yang hilang timbul, bersin-bersin, obstruksi nasi, pruritus
pada mukosa hidung, konjungtiva, dan orofaring.
Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan terdapatnya gejala:
1. Intermitten, bila gejala terdapat:
Kurang dari 4 hari per minggu
Atau bila kurang dari 4 minggu
2. Persisten, bila gejala terdapat:
Lebih dari 4 hari per minggu
Dan bila lebih dari 4 minggu
Berdasarkan beratnya gejala:
1. Ringan, jika tidak terdapat salah satu dari gangguan sebagai berikut:
Gangguan tidur
Gangguan aktivitas harian
Gangguan pekerjaan atau sekolah
2. Sedang-berat, bila didapatkan salah satu atau lebih gejala-gejala tersebut
diatas.
8. PENATALAKSANAAN
Rhinitis pada kehamilan sangat sulit untuk ditangani dan tidak ada
penanganan khusus. Dekongestan topikal awalnya mengurangi keluhan hanya
sementara, tetapi dengan penggunaan dekongestan topikal yang terus menerus
bisa mengakibatkan hiperaktivasi dan hipertrofi dari mukosa hidung, yang
dapat mengakibatkan rhinitis medikamentosa. Pengaruh dekongestan topikal
pada fetus juga masih didiskusikan. Steroid topikal merupakan pengobatan
paling efektif untuk segala jenis rhinitis,seperti rhinitis alergik, rhinitis
persisten non-alergik, rhinitis medikamentosa dan polip hidung. Walaupun
begitu, pengobatan ini digunakan juga untuk rhinitis saat kehamilan, penilitian
menunjukkan tidak ada efek dari steroid hidung bila dibandingkan dengan
placebo.
9. PROGNOSIS
Rinitis saat kehamilan tidak berbahaya untuk ibu hamil atau bayi, hanya
saja dapat ketidaknyaman. Secara khusus, rhinitis saat kehamilan cenderung
mempengaruhi kualitas tidur, yang dapat membuat penderitanya sangat lelah
dan letih. Rinitis kehamilan biasanya akan menghilang setelah melahirkan,
biasanya dua minggu setelah kelahiran. Rinitis kehamilan juga dapat
meningkatkan peluang penderita untuk menderita infeksi telinga atau sinusitis
kronis.1,4