Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.J DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN UTAMA: KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN
NAFAS, PADA GANGGUAN SISTEM INDRA: RHINITIS, DI RUANG
INAYAH RS PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

DISUSUN OLEH:
1. OKTIANINGSIH EKA W. A11501176
2. PUJI LESTARI A11501178
3. RAHMAH DYLA RISANTI A11501179
4. RIZKA LUTFIANITA A11501185
5. RENNI DWI RAHAYU A11501180
6. SETYA MULYANI A11501189
7. TRI WAHYUDI A11501209
8. WENING PAMUNGKASIH A11501216
9. WIWIT PURWANTI A11501217
10. YULI PURWATI A11501219
11. ZAENAB KARTIKA BAHARI A11501221
12. ZA’IM AFIFDDIN FASYA A11501222

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Makalah Ini
Sebatas Pengetahuan Dan Kemampuan Yang Dimiliki. Kami sangat berharap
makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita mengenai “Asuhan Keperawatan Pada Ny.J Dengan Masalah Keperawatan
Utama: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas, Pada Gangguan Sistem Indra:
Rhinitis, Di Ruang Inayah Rs Pku Muhammadiyah Gombong
”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Kami menyadari tugas kuliah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi sempurnanya tugas
kuliah ini. Harapan penulis tugas kuliah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca umumnya

Gombong, Mei 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i

KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii

BAB 1 PENDAHULUAN.…..……………………………………………. 1

A. LATAR BELAKANG……………..………………………………. 1
B. TUJUAN…………………………………………………………… 1

BAB 2 ANALISA KASUS…..……………………………………………. 1

A. KASUS……………………………………………………………. 1
B. ANALISA SEVEN JUMP………………………………………… 1

BAB 2ASUHAN KEPERAWATAN …………………………………… 7

A. PENGKAJIAN…………………………………………………….. 7
B. DIAGNOSA……………………………………………………….. 13
C. INTERVENSI……………………………………………………… 15
D. IMPLEMENTASI…………………………………………………. 18
E. EVALUASI……………………………………………………….. 2O

BAB 3 PENUTUP………………………………………………………… 22

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan
mediasi oleh reaksi hipersensitifitas atau alergi tipe 1. Rhinitis alergi dapat
terjadi karena sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap
alergen. Menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma). Rhinitis
alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rhinorrhea,
rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen karena reaksi
hipersensitivitas tipe I yang diperantarai oleh IgE (Cantani, 2008; ARIA,
2008).

Rhinitis alergi telah menjadi masalah kesehatan global yang menyerang 5-


50% penduduk di dunia. Prevalensi rhinitis alergi di Indonesia mencapai 1,5-
12,4% dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan
rhinitis alergi di masyarakat menjadi masalah baru yang harus ditangani secara
serius karena berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya seperti,
terjadi penurunan produktifitas kerja, prestasi di sekolah, aktifitas sosial serta
dapat menyebabkan gangguan psikologi. (Girish. 2004; Nurcahyo & Eko,
2009; Mabry, 2001).

Rhinitis alergi dapat terjadi pada wanita dan pria dengan kemungkinan
yang sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi genetik kuat, bila salah
satu dari orang tua menderita alergi maka kemungkinan 30% bakat alergi
diwariskan pada keturunannya, dan bila kedua orang tua menderita akan
diperkirakan mengenai sekitar 50% keturunannya. Rhinitis alergi dapat terjadi
kepada siapa saja baik anak, remaja maupun dewasa, namun gejala rhinitis
alergi biasa tampak pada usia remaja ataupun dewasa muda. Gejala rhinitis
alergi berupa bersin (5-10 kali berturut-turut), rasa gatal (pada mata, telinga,
hidung, tenggorok, dan palatum), hidung berair, mata berair, hidung tersumbat,
post nasal drip, tekanan pada sinus, dan rasa lelah. (Girish, 2004; Nuty, 2007;
Goerge, 2013)

Rhinitis alergi menjadi kajian intensif oleh para peneliti untuk di teliti
melihat dari terjadinya peningkatan prevalensi rhinitis alergi di Indonesia
akibat minimnya strategi kesehatan dalam terapeutik dan prevensi. Di lain
halnya, meskipun penyakit ini tidak tergolong penyakit mengancam nyawa
namun keluhan yang ditimbulkannya sangat mengganggu sehingga
menyebabkan penurunan kualitas hidup penderitanya. Berdasar segi
pengobatan dan perawtan sehingga kami tertarik untuk menyusun makalah ini
sebagai bahan untuk pembuatan dasuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah Rhinitis

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Rhinitis
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari penyakit Rhinitis
b. Mengetahui etiologi dari penyakit Rhinitis
c. Mengetahui menifestasi klinis dari penyakit Rhinitis
d. Mengetahui patofisiologi dari penyakit Rhinitis
e. Mengetahui komplikasi dari penyakit Rhinitis
f. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang berhubungan dengan
aktivitas dan latihan pada pasien dengan Rhinitis
BAB II

ANALISA SEVEN JUMPS

A. SKENARIO KASUS

Ny. J berusia 27 tahun dengan rhinitis intermiten setelah membersihkan


kebun, mengalami gejala hidung tersumbat, bersin, dan hidung gatal. gejala
tersebut bertambah massif disaat cuaca dingin dan lingkungan berdebu. klien
sedang hamil 12 minggu dan ini adalah kehamilan yang ke dua. hasil anamnesa
didapatkan bahwa klien merasa gatal di mata, kemerahan, hidung dan sekitarnya,
kuping berdenging dan memiliki riwayat asma nasal, akan tetapi selama dua
minggu ini klien mengatakan waktu tidurnya tidak cukup dan mengharuskan
istirahat dari pekerjaannya. klien juga menceritakan bahwa ibu klien mengatakan
jika klien pernah mengalami eksim pada saat balita. klien menyangkal adanya
epistaksis atau anosmia

Pada pemeriksaan rhinoskopi: Right inferior turbinate hypertrophy,


purulent rhinorrhea (+), left chronic rhinosinusitis with nasal polyps. pada foto
rontgen kepala dengan posisi Water’s PA dan Lateral, terlihat penebalan air fluid
level pada sinusitis maksilaris dextra dan sinistra. pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukositosis dan peningkatan eosinofil

B. PENYELESAIAN MASALAH
Penyelesaian dan metode diskusi masalah yang ada dalam skenario kasus diatas
menggunakan metode tujuh langkah atau seven jumps. Seven jumps meliputi:
a. Seven Jump 1 (mengklarifikasi istilah atau konsep)
1. Rhinitis intermiten adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-
bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
alergen dan terjadi sewaktu waktu/ intermiten
2. Asma nasal adalah Sesak nafas keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan yang
menyebabkan peradangan, penyempitan terutama salaruan nafas
nasal/hidung.
3. Dekongestan Nasal adalah alat yang bekerja dengan cara meredakan
pembengkakan pembuluh darah di dalam hidung yang disebabkan oleh
kondisi-kondisi hidung tersumbat sehingga saluran napas menjadi
terbuka dan napas menjadi lega.
4. Eksim adalah kelainan kulit dengan ciri peradangan atau bengkak,
kemerahan, dan rasa gatal.
5. Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung,
rongga hidung atau nasofaring
6. Anosmia adalah kelainan pada indra penciuman, atau dalam kata lain
ketidakmampuan seseorang mencium bau.
7. rinoskopi adalah pemeriksaan lubang hidung dengan speculum, baik
anterior atau posterior.
8. Right inferior turbinate hypertophy adalah pembesaran turbinat- turbinat
di hidungbagian kanan bawah sehingga berpotensi menghalangi aliran
udara. Turbinat adalah struktur kecil di dalam hidung yang
membersihkan dan melembabkan udara saat melewati lubang hidung ke
dalam paru-paru
9. purulent rhinorrhea adalah suatu kondisi di mana rongga hidung
dipenuhi dengan sejumlah besar cairan lendir tetapi ada nanahnya
10. Left Chroniv rhinosinusitis Rhinosinusitis adalah kelainan pada bagian
kiri dimana terjadi gabungan dari rhinitis dan sinusitis. Rhinitis adalah
peradangan mukosa hidung sedangkan sinusitis adalah peradangan
mukosa sinus
11. Polip hidung adalah suatu bentuk infeksi pada rongga hidung yang
berbentuk benjolan lunak. Benjolan tersebut menggantung seperti anggur
kupas tanpa biji
12. leukositosis adalah adalah kondisi medis dimana seseorang memiliki
jumlah sel darah putih terlalu banyak.
13. eosinofil adalah jenis sel darah putih yang diproduksi dalam sumsum
tulang belakang

b. Seven Jump 2 (menetapkan permasalahan)


1. Mengapa pasien stelah membersihkan kebun mengalami hidung
tersumbat, bersin, bersin, dan hidung gatal?
2. Mengapa gejala makin parah di saat cuaca dingin dan lingkungan
berdebu?
3. Apakah ada hubungannya riwayat hamil pasien dengan penyakit rhinitis?
4. Mengapa pasien mengalami kemerahan di hidung sekitar?
5. Mengapa pasien mengalami gejala kuping berdenging?
6. Apakah ada hubungannya riwayat sejak kecil menderita asma nasal
dengan penyakitnya?
7. Mengapa pasien mengalami gangguan saat istirahat?
8. Apakah ada hubungannya riwayat eksim dengan penyakit sekarang?
9. Mengapa terjadi pembesaran turbinate?
10. Mengapa pada pasien mengalami purulent rhinorrhea atau lendir di
mukosa hidung ada nanahnya?
11. Mengapa hasil laboratorium didapatkan adanya leukositosis?
12. Mengapa ada peningkatan eosinophil?
13. apakah bisa bahaya atau berhubungan dengan janin dalam kandungan?
14. Apa diagnosa medis/banding yang muncul pada kasus tersebut?
15. Apa yang dimaksud Rhinitis?
16. Apa etiologi dari rhinitis?
17. Bagaimana Manifestasi Klinis dari Rhinitis?
18. Apa saja faktor resiko dari penyakit Rhinitis?
19. Bagimana patofisiologi dari Rhinitis?
20. Apa komplikasi dari Rhinitis?
21. Bagaimana penanganan jika pasien mengalami Rhinitis mendadak?
22. Apakah penyakit Rhinitis bisa disembuhkan?
23. Bagaimana penatalaksanaan dari Rhinitis?
24. Bagimana tindakan yang dilakukan saat Rhinitis menyerang
dirumah?apa yang harus dilakukan
25. Diagnosa keperawatan apa yang muncul pada kasus tersebut?

c. Seven jump 3 (menganalisis masalah)


1. Kerena factor allergen missal dari kebun seperti debu dan lainyya factor
eksogen dari luar yang menyebabkan alergen tersebut masuk ke mukosa
hidung=> ditangkap oleh monosit=> sel limfosit B aktif =>
menghasilkan Ig E yang masuk ke dalam jaringan => Ig E akan
merangsang kelurnya Histamin=> merangsang reseptor=> menyebabkan
bersin bersin, rasa gatal pada hidung. pada reseptor =>merangsang
kelenjar mukosa dan sel goblet=> menyebabkan hipersekresi/
peningkatan permebelilitas=> sekresi berlebih pada hidung=>keluar
ingus berlebih=> hidung tersumbat
bisa juga karena debu masuk dan merangsang pada bulu bulu rambut
hidung/villi yang membuat bersin dan gatal pada hidung
hidung tersumbat mungkin bisa juga terjadi akibat dari adanya
pemesaran polip pada hidung.
2. Karena saat dingin meningkatkan sensitifitas mukos ahidung yang
menyebabkan peningkatana hipersekresi lendir berlebih dan merangsang
vili/rambut hidung yang menjadikan bersin
3. Ada hubungannya dimana Selama kehamilan, plasenta akan
memproduksi estrogen dalam jumlah besar. Estrogen dapat
memperburuk produksi lendir dan dapat menyebabkan lendir menjadi
sangat tebal atau sangat tipis. Esterogen menyebabkan Peningkatan
sekresi kelenjar lendir di hidung selama kehamilan, dengan peningkatan
pada mukosa dan silia menurun. yang menyebabkan hidung tersumbat
bahkan ejala komplikasi lainnya
4. kemerahan dihidung karena respon dari tanda laergi yaitu munculnya
tanda kemerahan pada area alergi juga kemungkinan karena dari respon
tubuh yang sering memegang hidung untuk mengeluarkan ingus yang
tersumbat sehingga menjadi kemerahan
5. Telinga berdenging akibat dari akumulasi lendir/secret berlebih pada
hidung yang menghalangi irigasi pada telinga sehingga meyebabkan
telinga berdengung
6. kemungkinan ada tapi kecil dimana asma sendiri karena akibat
penyempitan saluran nafas akibat factor allergen lebih focus ke bagian
saluran nafas sseprti debu sedangkan Rhinitis adalah suatu kelainan di
hidung peradangan karena factor allergen sama sama di jalan nafas
7. Gangguan saat istirahat diakibatkan karena kemungkinan karena hidung
tersumbat yang menyebabkan nafas saat istirahat terganggu,
kemungkinan juga karena nyeri akibat dari pembesaran polip dan adanya
inflamasi padi hidung
8. tidak ada karena eksim merupakan salah satu kelainan kulit yang
kemungkinan tidak ada hubungannya dengan kelainan rhinitis.
9. Terjadi pembesaran karena adanya penebalan mukosa hidung karena
faktol allergen yang berlagsung lama sehingga mengalami pembesaran
dan bersifat kronis.
10. karena faktor allergen bersifat kronis yang lama menyebabkan mukosa
menebal akan terjadi proses inflamasi sehingga terjadi hipersekresi lendir
berlebih terjadi proses inflmasi berlangsung lama/kronis sehingga
lendirnya ada nanahnya.
11. leukositis terjadi karena repon tubuh atau respon imun kibat dari hidung
yang mengalami inflamasi/ peradangan yang berlangsung lama/kronis
12. karena akibat dari terjadinya leukositis sehingga respon dari sumsum
tulang belakang untuk memenuhu leukosit dalam proses pemertahanan
imun mensekresikan sel sel leukosit/ eosonopil
13. tidak ada efek terhadapat perkembangan janin secara mekanisme karena
rhinitis tidak berhubungan. hanya mempengaruhi repon psikis pada ibu
hamil yang memungkinkan menjadi factor kecemas yang bisa berakibat
pada perkembangan janin.
14. diagnosa medis yang kemungkinan muncul adalah
a. Rhinitis alergi
b. Rhinitis Hormonal
c. Rhinitis vovosomotor
d. rhinoshinusitis
e. Sinus maxilariris
15. Jawban sementara: Rhinitis adalah peradangan pada selaput hidung
dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alergen
16. Jawaban sementara Etiologi:
a. allergen: cuaca dingin, debu
b. pollutan
c. ventilasi kecil
d. factor obat dekongetan
e. riwayat allergi keluarga
17. Jawaban Sementara Manifestasi Klinis:
a. hidung tersumbat
b. Hidung meler
c. bersin
d. gatal gatal pada hidung
e. tanda kemerahan pada hidung
f. gatal pada mata
g. telinga berdengung
h. penebalan mukosa hidung
i. ingusan disertai nanah
18. jawaban Sementara Faktor Resiko
a. lingkungan berdebu
b. profesi yang bersinggungan dengan factor allergen
c. riwayat allergen
19. Jawaban sementara
Patofisiologi rhinitis adalah terjadinya inflamasi dan pembengkakkan
mukosa hidung, sehingga menyebabkan edema dan mengeluarkan secret
hidung. Rhinitis persisten (menetap) mengakibatkan sikatrik fibrosa pada
jaringan pengikat dan antropi kelenjar yang mengeluarkan lendir atau
ingus.
20. Komplikasi

a. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan


kekambuhan polip hidung.
b. Sinusitis kronik
c. Otitis media

21. penanganan darurat


a. ketika terjadi penumpukan lendir maka perlu dilakukan suction
b. dilakukan pengkajian ABCD karena meungkinkan terjadinya
penutupan jalan nafas
c. posisikan pasien semi fowler
d. dilakukan chint lift untuk membuka jalan nafas
22. bisa disembuhkan dengan melakukan pengobatan dan pemriksaan
teratur, menghindar factor pencetus rhinitis, diimbangi dengan life style
23. penataksanaan

a. Irigasi Nasal
Pada penatalaksanaan ini digunakan saline untuk membantu
mengeluarkan mukus dari saluran hidung, meningkatkan
kenyamanan serta melegakan pernapasan. Saline juga membantu
melumasi mukosa di hidung yang dapat bekerja secara efektif
seterusnya.
b. Antihistamin
Antihistamin membantu meurangi keluhan hidung tersumbat, bersin
serta hidung berair. Antihistamin chlorpheniramin, loratadine, dan
ceterizine aman digunakan selama masa kehamilan.
c. Dekongestan Topikal
ekongestan oral dihindari selama masa kehamilan karena ditakutkan
dapat memberi efek samping pada bayi yang di kandung.
Beclomethasone, fluticasone, dan budesonide merupakan preparat
nasal yang aman digunakan dan terutama pada wanita hamil yang
asma
24. Penanganan di rumah

a. Mengkonsumsi banyak air putih. Menghindari minuman berkafein


karena dapat menyebabkan dehidrasi.
b. Meningkatkan tingkat kelembaban dari rumah agar dapat
menghindari keluhan hidung terasa kering.
c. Menghindari iritan seperti asap rokok
d. Olahraga dapat membantu untuk mengurangi keluhan hidung
tersumbat
e. Mengkonsumsi obat ketika tanda dan gejala muncul
25. Diagnosa keperawatan Yang muncul

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi/ secret dan


udema mukosa.
b. Nyeri akut b.d agen cidera biologis.
c. Gangguan pola istirahat b.d penyumbatan pada hidung.
d. Risiko infeksi b.d proses inflamasi

d. Step 4 (menarik kesimpulan dari langkah 3)

Etiologi :
Penatalaksanaan:
1. Alergen

2. Polutan Terapi obat-obatan


termasuk antihistamin,
3. factor obat dekongestan, kortikosteroid
Manifestasi klinis : topical, dan natrium

1. Bersin berulang –
ulang
Komplikasi :
2. Hidung tersumbat
1. Polip hidung
3. Hidung meler
RHINITIS
2. Otitis media
4. Hidung gatal

5. Demam & Pusing 3. Sinuisitas kronik

Pemeriksaan penunjang:

1. Pemeriksaan nasoendoskopi Diagnosa :


2. Pemeriksaan sitologi hidung 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi/ secret
dan udema mukosa.
3. Hitung eosinofil pada darah tepi
2. Nyeri akut b.d agen cidera biologis.
4. Uji kulit allergen
3. Gangguan pola istirahat b.d penyumbatan pada hidung
e. STEP 5 (Menetapkan Tujuan Belajar)
Mahasiswa memahami dan menjelaskan menurut literature:
1. Mengetahui tentang definisi diabetes Rinitis
2. Mengetahui tentang etilogi/penyebab Rinitis
3. Mengetahui tentang klasifikasi dari Rinitis
4. Mengetahui tentang faktor resiko Rinitis
5. Mengetahui tentang manifestasi klinik/tanda dan gejala Rinitis
6. Mengetahui tentang patofisiologi dan pathway Rinitis
7. Mengetahui tentang komplikasi Rinitis
8. Mengetahui tentang pemeriksaan penunjang Rinitis
9. Mengetahui tentang pencegahan untuk Rinitis
10. Mengetahui tentang penatalaksanaan baik farmakologi ataupun non
farmakologi untuk Rinitis
11. Mengetahui diagnosa keperawatan pada Rinitis
f. Step 6 (mengumpulkan informasi tambahan (belajar mandiri)

1. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke


Enam. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Vijay R Ramakrishnan,MD,Assistant Professor, Department of
Otolaryngology, University of Colorado School of Medicine.
Pharmacotherapy for Nonallergic Rhinitis.
3. George L. Adams,M.D, Lawrence R. Boeis,Jr., M.D, Peter A. Higler, M.D.
Buku Ajar Penyakit THT. Alih bahasa : dr. Caroline Wijaya. Edisi ke Enam.
1997. EGC. Jakarta
4. Byron J. Bailey,Jonas T. Johnson,Shawn D. NewlandsBailey BJ et al. Head
and neck Surgery-Otolaryngology: Third Edition. 2001. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
5. Karin Toll. Pregnancy rhinitis : pathophysiological effects of esterogen and
treatment with oral decongestant.
6. http://www.pregnancy-info.net/rhinitis.html
g. Seven Jumps 7 (Mensintesis/menguji informasi baru)
1. Definisi
Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan
mediasi oleh reaksi hipersensitifitas atau alergi tipe 1. Rhinitis alergi dapat
terjadi karena sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap
alergen. Menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma). Rhinitis
alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rhinorrhea,
rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen karena reaksi
hipersensitivitas tipe I yang diperantarai oleh IgE (Cantani, 2008; ARIA,
2008).
2. ANATOMI
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian dari atas ke bawah :
1. Pangkal hidung (bridge),
2. dorsum nasi
3. puncak hidung,
4. ala nasi
5. kolumela dan
6. lubang hidung (nares anterior).

Gambar 1. Hidung Luar

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:
1. tulang hidung (os nasalis),
2. prosesus frontalis os maksila dan
3. prosesus nasalis os frontal

Gambar 2. Anatomi kerangka hidung (anterolateral)

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan
yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu:
1. sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
2. sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor),
3. beberapa pasang kartilago alar minor dan
4. tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan
kavum nasi dengan nasofaring.

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang
nares anteriror, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang
mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut
vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os
etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang
rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela ager nasi dan
dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral
hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media,
lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
suprema. Konka suprema disebut juga rudimenter.

Gambar 3. Anatomi hidung bagian dalam


Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os.maksila
dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan
bagian dari labirin etmoid. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung
terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga
meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di antara
konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus
inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di
antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius
terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum
etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana
terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior Pada meatus
superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat
muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior merupakan dasar
rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau
atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan
rongga tengkorak dari rongga hidung.
Vaskularisasi Hidung
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika, sedangkan a.oftalmika berasal
dari A.karotis interna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang
a.maksilaris interna, di antaranya ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina
yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki
rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.fasialis.


Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang
a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang
disebut pleksus Kiesselbach. Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah
cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis terutama pada anak.

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan


berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena
di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk
mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.

Persarafan hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari
n.oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris
dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina.

Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga


memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion
ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis dari
n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus
profundus.Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung
posterior konka media.

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui
lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir
pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas
hidung.

Mukosa hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa
olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo stratified columnar
epithalium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan
kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan
normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut
lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh
kelenjar mukosa dan sel-sel goblet.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang


penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan
didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk
membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang
masuk ke dalam rongga hidung.
Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul
dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat.Gangguan gerakan silia dapat
disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat-
obatan. Dibawah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh
darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid.
Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas.
Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun
secara paralel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan pendarahan pada anyaman
kapiler perigalnduler dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini
membuka ke rongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh
jaringan elastik dan otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid ini mempunyai
sfingter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena
yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan demikian mukosa
hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil, yang mudah
mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini
dipengaruhi oleh saraf otonom.

2. FISIOLOGI HIDUNG
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi
fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah:

a) Fungsi respirasi
Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares
anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke
bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan
atau arkus.
Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit
penguapan udara inspirasi oleh palut lender, sedangkan pada musim dingin
akan terjadi sebaliknya.Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga
berkisar 37ºC. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya
pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum
yang luas. Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup bersama udara
akan disaring dihidung oleh:
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b. Silia
c. Palut lender
Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang
besar akan dikeluarkan dengan reflex bersin.
b) Fungsi Penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan
cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi
hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa
manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa
manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat.
c) Fungsi Fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Resonansi oleh hidung
penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan
hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga
terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan
konsonan nasal (m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan
palatum mole turun untuk aliran udara.
d) Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan nafas berhenti. Rangsangan bau tertentu
akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

3. KLASIFIKASI

Rhinitis dapat disebabkan oleh berbagai penyebab baik alergi maupun non
alergi. Adapun klasifikasi rinitis oleh ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact
on Asma) :

a. Infectious Rhinitis
a) Virus
b) Bakteri
c) Agen infeksi lainnya
b. Allergic
a) Respon alergen : perennial, seasonal, work-related
b) Durasi : intermittent, persistent
c) Derajat : mild, moderater-severe
c. Occupational
a) Durasi : intermittent, persistent
b) Derajat : mild, moderater-severe
d. Medikamentosa
a) Aspirin
b) Obat-obatan lainnya
e. Hormonal
f. Penyebab lain
a) NARES (Non-allergenic Rhinitis with eosinophilia syndrome)
b) Food
c) Emotional
d) Atropic
g. Idiopatik

Yang paling sering dilaporkan mengenai rhinitis hormonal adalah


rhinitis pada kehamilan.

4. ETIOLOGI

Etiologi rinitis pada kehamilan masih belum jelas. Banyak penelitian yang
menyebutkan adanya hubungan antara hormon dan rhinitis pada kehamilan.
Sebagai contoh, progesteron yang memiliki efek vasodilatasi dapat
menyebabkan rhinitis akan tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa
level progesteron dalam serum memiliki kesamaan pada kondisi hamil maupun
tidak hamil.

Penyebab paling umum adalah karena ketidakseimbangan hormon yang


terutama dialami oleh wanita saat kehamilan, menstruasi, pubertas dan
pemakaian esterogen eksogen. Pada saat hamil, rhinitis hormonal biasanya
bermanifestasi pada bulan kedua dan akan terus berlanjut selama kehamilan.
Dimana estrogen diketahui mempengaruhi sistem saraf otonom dengan
meningkatkan sejumlah faktor termasuk parasimpatik, asetil kolin transferase,
dan konten asetil kolin, dan juga meningkatkan penghambatan sistem simpatik.
5. PATOFISIOLOGI

Peningkatan kadar estrogen merupakan penjelasan yang paling penting pada


rhinitis dalam kehamilan. Ini berdasarkan penemuan hasil biopsi mukosa hidung
pada wanita hamil, dan pada wanita yang sedang mengkomsumsi obat
kontrasepsi dimana obat kontrasepsi dengan kadar estrogen tinggi ini
menghasilkan efek kongestif hidung sebagai efek samping utamanya.
Selama kehamilan, plasenta memproduksi estrogen dalam jumlah besar.
Estrogen dikenal dapat memperburuk produksi lendir dan dapat menyebabkan
lendir menjadi sangat tebal atau sangat tipis. Estrogen juga menyebabkan
turbinat dalam hidung (kecil, bentuk tulang yang memegang mukosa) menjadi
bengkak, yang dapat mengganggu pernapasan. Kejadian rhinitis yang sama juga
dialami wanita yang memakai pil KB dan menjalani terapi hormon pengganti.
Esterogen meningkatkan jumlah asam hyaluronic dalam mukosa hidung,
edema jaringan yang dihasilkan meningkat dan hidung tersumbat. Peningkatan
sekresi kelenjar lendir di hidung selama kehamilan sehingga kemampuan silia
menurun. Selain itu, baik β-estradiol dan progesteron memiliki reseptor di
mukosa hidung faktor ini juga berkontribusi terhadap kongesti nasal di kalangan
wanita hamil.

PATHWAY
Allergen

Hidung

Makrofag menangkap allergen di mukosa hidung

Fragmen pendek
Antigen
peptice

Fragmen + HLD
Kompleks peptice MHC kelas II

Sitokinin terlepas

Sel limfosit B aktif

Terbentuk Ig E

Ig E masuk ke jaringan

Mengikat allergen spesifik

Degranulasi mastosit dan basofil

Terlepasnya listamin

H merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus

Kelenjar mukosa dan gel Vasodilatasi sinusoid Gatal + Bersin2


goblet hipersekresi dan
peningkatan
permeabilitas kapiler Hidung tersumbat
G3 pola tidur

Rhinore Ketidakefektifan jalan nafas

G3 Harga diri Risiko Infeksi


Inflamasi

Suhu tubuh Hipertermi


6. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik


hidung serta pemeriksaaan penunjang. Pemeriksaan hidung dan nasofaring
dengan endoskopi telah menjadi rutinitas dalam hasil pemeriksaan diagnostik
pasien dengan keluhan hidung dan sinus.

a) Anamnesis
Anamnesis pada penderita yang dicurigai rinitis dimulai dengan
menanyakan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan dengan
pertanyaan yang lebih spesifik meliputi gejala di hidung termasuk
keterangan mengenai tempat tinggal, tempat kerja, dan pekerjaan pasien.

Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi


dihadapan pemeriksa. Hampir 70% diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis saja. Gejalanya terdiri dari satu atau lebih dari hal berikut :
rhinorea, bersin, gatal-gatal dan/atau sumbatan pada hidung yang
menyebabkan penurunan dari indera penciuman yang biasanya muncul saat
enam minggu atau lebih pada masa kehamilan

Ditanyakan juga apakah ada variasi diurnal (serangan yang


memburuk pada pagi hari sampai siang hari dan membaik saat malam hari).
Manifestasi penyakit alergi lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis,
riwayat atopi di keluarga, faktor pemicu timbulnya gejala, riwayat
pengobatan, serta riwayat gejala yang sama sebelum kehamilan.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan hidung (rinoskopi anterior) diperhatikan adanya
edema dari konka media atau inferior yang diliputi sekret encer bening,
mukosa pucat dan edema. Perhatikan juga keadaan anatomi hidung lainnya
seperti septum nasi dan kemungkinan adanya polip nasi.

c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
rinitis alergi. Test kulit (skin test) biasanya negatif atau positif lemah, serta
kadar IgE total dalam batas normal. Kadang-kadang ditemukan juga
eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi
yang sering menyertai ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.
Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan
mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.
7. DIAGNOSIS BANDING
a) Rhinitis vasomotor
Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor
rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non-Ig
E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis. Rhinitis vasomotor mempunyai
gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk dibedakan. Pada
umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat, ingus yang banyak
dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang. Etiologi yang pasti belum
diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi
vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan.
Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara,
perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan
normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu
tersebut.
b) Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan
respons normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor
topikal (tetes hidung atausemprot hidung) dalam waktu yang lama dan
berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.
Rhinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound atau rhinitis kimia
karena menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan
penggunaan vasokontriksi topikal yang berlebihan. Obat-obatan lain yang
bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah antagonis ß-
adrenoreseptor oral, inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan
antihipertensi. Tetapi mekanisme terjadinya kongesti antara
vasokontriktor hidung dengan obat-obat di atas berbeda sehingga istilah
rhinitis medikamentosa hanya untuk rhinitis yang disebabkan oleh
penggunaan vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-
obat oral dinamakan rhinitis yang dicetuskan oleh obat (drug induced
rhinitis).
c) Rinitis Alergi
Rinitis alergi merupakan suatu kumpulan gejala kelainan hidung yang
disebabkan proses inflamasi yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE)
akibat paparan alergen pada mukosa hidung. Gejala klinis yang timbul
berupa rhinorea yang hilang timbul, bersin-bersin, obstruksi nasi, pruritus
pada mukosa hidung, konjungtiva, dan orofaring.
Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan terdapatnya gejala:
1. Intermitten, bila gejala terdapat:
 Kurang dari 4 hari per minggu
 Atau bila kurang dari 4 minggu
2. Persisten, bila gejala terdapat:
 Lebih dari 4 hari per minggu
 Dan bila lebih dari 4 minggu
Berdasarkan beratnya gejala:
1. Ringan, jika tidak terdapat salah satu dari gangguan sebagai berikut:
 Gangguan tidur
 Gangguan aktivitas harian
 Gangguan pekerjaan atau sekolah
2. Sedang-berat, bila didapatkan salah satu atau lebih gejala-gejala tersebut
diatas.

8. PENATALAKSANAAN

Rhinitis pada kehamilan sangat sulit untuk ditangani dan tidak ada
penanganan khusus. Dekongestan topikal awalnya mengurangi keluhan hanya
sementara, tetapi dengan penggunaan dekongestan topikal yang terus menerus
bisa mengakibatkan hiperaktivasi dan hipertrofi dari mukosa hidung, yang
dapat mengakibatkan rhinitis medikamentosa. Pengaruh dekongestan topikal
pada fetus juga masih didiskusikan. Steroid topikal merupakan pengobatan
paling efektif untuk segala jenis rhinitis,seperti rhinitis alergik, rhinitis
persisten non-alergik, rhinitis medikamentosa dan polip hidung. Walaupun
begitu, pengobatan ini digunakan juga untuk rhinitis saat kehamilan, penilitian
menunjukkan tidak ada efek dari steroid hidung bila dibandingkan dengan
placebo.

Penatalaksanaan dari rhinitis pada wanita hamil tidak selalu efektif.


Walaupun begitu, ada beberapa obat yang daat digunakan untuk mengurangi
keluhan. Wanita hamil harus mendiskusikan pengobatan dengan dokter
sebelum menerima pengobatan selama menderita rhinitis.
a) Irigasi Nasal
Pada penatalaksanaan ini digunakan saline untuk membantu
mengeluarkan mukus dari saluran hidung, meningkatkan kenyamanan
serta melegakan pernapasan. Saline juga membantu melumasi mukosa di
hidung yang dapat bekerja secara efektif seterusnya.
b) Antihistamin
Antihistamin membantu meurangi keluhan hidung tersumbat, bersin
serta hidung berair. Antihistamin chlorpheniramin, loratadine, dan
ceterizine aman digunakan selama masa kehamilan.
c) Dekongestan Topikal
Dekongestan oral dihindari selama masa kehamilan karena ditakutkan
dapat memberi efek samping pada bayi yang di kandung. Beclomethasone,
fluticasone, dan budesonide merupakan preparat nasal yang aman
digunakan dan terutama pada wanita hamil yang asma.
Chromones (contohnya sodium cromogycate) tidak menunjukkan
teratogenik pada hewan percobaan dan merupakan obat yang
direkomendasikan pada pasien dengan kehamilan trismester awal.
Meskipun demikian pengobatan terbaik untuk gejala rhinitis selema
masa kehamilan adalah dengan perawatan diri. Berikut adalah hal-hal yang
dapat dilakukan uuntuk meringkankan keluhan saat berada di rumah :
a. Mengkonsumsi banyak air putih. Menghindari minuman berkafein
karena dapat menyebabkan dehidrasi.
b. Meningkatkan tingkat kelembaban dari rumah agar dapat menghindari
keluhan hidung terasa kering.
c. Menghindari iritan seperti asap rokok
d. Olahraga dapat membantu untuk mengurangi keluhan hidung
tersumbat

9. PROGNOSIS
Rinitis saat kehamilan tidak berbahaya untuk ibu hamil atau bayi, hanya
saja dapat ketidaknyaman. Secara khusus, rhinitis saat kehamilan cenderung
mempengaruhi kualitas tidur, yang dapat membuat penderitanya sangat lelah
dan letih. Rinitis kehamilan biasanya akan menghilang setelah melahirkan,
biasanya dua minggu setelah kelahiran. Rinitis kehamilan juga dapat
meningkatkan peluang penderita untuk menderita infeksi telinga atau sinusitis
kronis.1,4

Anda mungkin juga menyukai