Anda di halaman 1dari 12

puluh' terlihat suatu peningkatan minat yang

Pada tiga dekade terakhir abad ke dua


luar biasa terhadap vitreus dengan semakin berkembangnya bedah vitreoretina. Se-
belum masa ini, sejumlah besar pasien dibutakan oleh penyakit-penyakit vitreoretina
yang tak dapat dioperasi' Tujuan dari bab ini adalah untuk membantu para oftal-
molog umum dan optometris menyadari indikasi bedah vitreoretina, yang banyak di
antaranya bersifat sensitif terhadap waktu. Banyak kondisi vitreoretina mempunyai im-
plikasi dengan dokter keluarga, dokter penyakit dalam, dokter di ruang gawat darurat, dan
dokter anestesi.

ANATOMI VITREUS DAN RETEVANSINYA DENGAN PATOLOGI



Vitreus mengisi ruang antara lensa dan retina, dan terdiri atas matriks serat kolagen tiga-
dimensi dan gel asam hia- luronat (Gambar 9-1). (Terminologi terdahulu, "vitreous

humor" jarang digunakan saat ini.) Sembilan puluh dela- pan persen dari vitreus ter-
susun atas air' Permukaan luar vitreus, dikenal sebagai korteks, berkontak dengan
lensa

(korteks vitreus anterior) dan memiliki daya lekat yang berbeda-beda ke permukaan
retina (korteks vitreus pos- terior) (Gambar 9-2).

Proses penuaan/' perdarahan, peradangan, trauma, miopia, dan proses-proses lain


sering menyebabkan kon- traksi matriks kolagen vitreus. Korteks vitreus posterior ke-
mudian,memisahkan diri dari retina pada daerah yang perlekatannya lemah dan dapat
menimbulkan traksi pada daerah-daerah yang perlekatannya lebih kuat. Sebenar- nya,
juga
vitreus tidak pernah lepas dari basisnr"a. Vitreus melekat pada nervus opticus dan,
dengan keeratan yang kurang, pada makula dan pembuluh-pembuluh retina. Per-
lekatan ke daerah makula adalah suatu faktor yang ber- makna dalam patogenesis mem-
bran epimakula dan lubang makula.

Sebelumnya dipelajari bahwa vitreus membentuk ka- vitas dari suatu proses yang dikenal
sebagai sineresis, yang pada akhirnya menimbulkan "kolaps" vitreus' Sekarang, diyakini
bahwa faktor utamanya adalah perubahan pada

kolagen dan lepasnya sebagian perlekatan retina, dan bukan pembentukan kavi-
tas. Walaupun vitreus dapat berpindah ke inJerior saat memisah dari retina, proses ini
menghasilkan gaya yarrg lebih kecil pada zond-zona per- lekatan vitreoretina diband-
ingkan dengan gaya traksi yang dihasilkan oleh pergerakan mata sakadik. Gaya
dinamik, yang terinduksi oleh gerak sakadik, berperan penting dalam perkembangan
robekan retina, kerusakan permukaan retina, dan perdarahan dari pembuluh-pem- bu-
luh yang robek (Gambar 9-3). Kontraksi vitreus lebih lanjut akibat invasi epitel pigmen
retina, sel glia, atau sel radang dapat menimbulkan traksi statik yang cukup kuat untuk
melepaskan retina tanpa disertai robekan retina.

Sebelum bedah vitreoretina, traksi pada retina diduga disebabkan oleh "pita-pita" vit-
reus, dan begitu banyak vpaya yarrg tidak menghasilkan telah dilakukan untuk
memotong pita-pita ini dengan gunting. Gambaran yang diperlihatkan oleh sistem en-
doiluminasi vitreoretina telah menambah pengetahuan anatomi kita dan menunjukkan
bahwa pita-pita ini berbatasan langsung dengan korteks vitreus posterior tembus
pandang, yang juga berperan pada banyak traksi.

PEMERIKSAAN VITREUS DAN PERTEMUAN

VITREORETINA

Vitreus yang normal pada dasarnya bersifat tembus pan- dang, tetapi mampu meng-
hasilkan gaya yarrg kuat pada retina. Traksi vitreoretina sering terjadi karena pengaruh
bentuk permukaan retina (Gambar 9-4). Vitreus yang tem- bus pandang paling baik dil-
ihat dengan menggunakan cahaya celah off-axis sempit, lensa kontak tiga cermin,
dan biomikroskop stereo (Gambar 9-5). Dengan adaptasi gelap pengamaf gambaran
yang terlihat diperjelas secara bermakna. Biomikroskop dengan cahay a celah on-axislebat
atau oftalmoskop direk biasanya tidak cocok untuk meng- amati vitreus.

Oftalmoskop indirek memberikan lapangan pandang yang besar sehingga pengamat da-
pat "memeriksa" keke- ruhan lentikular dan vitreus, dan menye{iakan suatu pan- dangan
stereoskopik. Banyak pengamat hanya sekedar "melihat melalui" vitreus, mengabaikan
kesempatan untuk "melihat" vitreusnya, terutama bila terdapat kelainan pada

178
Gambar 9-1. Vitreus terdiri atas matriks serat kolagen tiga- dimensi dan gel asam hialuronat.

struktur tersebut. Visualisasi traksi vitreoretina malah diperjelas dan bukannya


dirugikan oleh pergerakan mata. Selain itu, pergerakan vitreus adalah suatu ukuran
besar- nya-traksi vitreoretina yang sempurna. Sebagian retina mata yang mengalami
perdarahan vitreus berat sering dapat terlihat dengan melihat ke perifer terlebih
dahulu untuk menetapkan suatu bidang fokus. Vitreus sering kali lebih jernih di
bagian superior. Memposisikan pasien duduk tegak untuk sementara waktu dapat
menyebabkdn darah berpindah ke inferior, memungkinkan padangan re- tina yang lebih
baik.

Optical coherence tomography (OCT) berperan penting untuk menentukan apakah korteks
vitreus posterior me- lekat pada makula. Ini terutama berguna untuk menilai Iubang
makula yang terus berkembang, sindrom-sindrom traksi vitreomakula, dan perlekatan
korteks vitreus pos- terior yang meregang yang berkaitan dengan edema ma- kula dia-
betik.

Gambar 9-3. Pergerakan vitreus yang terlepas sebagian (pa- nah putih), terinduksi oleh gerakan
sakadik (panah hitam) dan menyebabkan robekan retina (kepala panah).

Apabila vitreus terlalu keruh sampai retina tidak dapat terlihat, harus digunakan ultra-
sonografi scan-B untuk menentukan apakah retina melekat dengan baik, atau me- nen-
tukan adanya tumor, benda asing, dislokasi lensa, dis- iokasi lensa intraokular, atau ablatio
koroid (Gambar 9-6).

ffi GEJALA PENYAKIT VITREORETINA


FLOATERS

Sebagian besar orang pernah mengalami "Jloaters" pada suatu saat dalam kehidupan-
nya. Gejala ini mungkin di- gambarkan sebagai benang-benang, jaring laba-laba,
objek-objek serupa piring kecil, atau sebuah cincin tembus pandang. Pelepasan vitreus
posterior terjadi sedikitnya

Gambar 9-2, Korteks vitreus melekat pada lensa dan teruta- ma pada permukaan retina den-
gan derajat keeratan yang bervariasi.

Gambar 9-4. Bentuk retina yang abnormal (panah putih) mengindikasikan suatu traksi vitre-
oretina (panah hitam).

VITREU5 I 179
180 / BAB 9

Gambar 9-5. Cahaya celah off-axis sempit, lensa kontak, dan biomikroskop memberikan gam-
baran vitreus tembus pandang yang paling baik.
pada7}% populasi dan menjadi penyebab sebagian besar keluhan floaters. Untungnya,
kebanyakan floaters terbukti tidak bermakna klinis setelah pemeriksaan retina tidak

berhasil menemukan adanya suatu robekan retina atau kondisi patologis lainnya.
Pemeriksaan retina perifer lan- jutan yang cermat dengan menggunakan oftalmoskop in-
direk melalui pupil yang didilatasi lebar harus dilakukan setiap kali seorang pasien
mengeluhkan awal terjadinya Perubahan sifat floaters juga merupakan indikasi
floaters.
dilakukannya pemeriksaan retina perifer dalam beberapa hari. Floaters yang terjadi
sekunder akibat lepasnya vitreus posterior sebaiknya disebut sebagai "kondensasi" vit-
reus,

menekankan asal-usulnya, yaitu dari serat-serat dan per- mukaan kolagen vitreus yang
telah ada sebelumnya. Ada- nya eritrosit, dan sesekali, sel-sel radang dalam vitreus
dapat menyebabkan pasien melihat floaters, yang sering digarrrbarkan sebagai objek
mirip-piring. Floater seperti-

puluh' terlihat suatu peningkatan minat yang


Pada tiga dekade terakhir abad ke dua
luar biasa terhadap vitreus dengan semakin berkembangnya bedah vitreoretina. Se-
belum masa ini, sejumlah besar pasien dibutakan oleh penyakit-penyakit vitreoretina
yang tak dapat dioperasi' Tujuan dari bab ini adalah untuk membantu para oftal-
molog umum dan optometris menyadari indikasi bedah vitreoretina, yang banyak di
antaranya bersifat sensitif terhadap waktu. Banyak kondisi vitreoretina mempunyai im-
plikasi dengan dokter keluarga, dokter penyakit dalam, dokter di ruang gawat darurat, dan
dokter anestesi.

ANATOMI VITREUS DAN RETEVANSINYA DENGAN PATOLOGI



Vitreus mengisi ruang antara lensa dan retina, dan terdiri atas matriks serat kolagen tiga-
dimensi dan gel asam hia- luronat (Gambar 9-1). (Terminologi terdahulu, "vitreous

humor" jarang digunakan saat ini.) Sembilan puluh dela- pan persen dari vitreus ter-
susun atas air' Permukaan luar vitreus, dikenal sebagai korteks, berkontak dengan
lensa

(korteks vitreus anterior) dan memiliki daya lekat yang berbeda-beda ke permukaan
retina (korteks vitreus pos- terior) (Gambar 9-2).

Proses penuaan/' perdarahan, peradangan, trauma, miopia, dan proses-proses lain


sering menyebabkan kon- traksi matriks kolagen vitreus. Korteks vitreus posterior ke-
mudian,memisahkan diri dari retina pada daerah yang perlekatannya lemah dan dapat
menimbulkan traksi pada daerah-daerah yang perlekatannya lebih kuat. Sebenar- nya,
juga
vitreus tidak pernah lepas dari basisnr"a. Vitreus melekat pada nervus opticus dan,
dengan keeratan yang kurang, pada makula dan pembuluh-pembuluh retina. Per-
lekatan ke daerah makula adalah suatu faktor yang ber- makna dalam patogenesis mem-
bran epimakula dan lubang makula.

Sebelumnya dipelajari bahwa vitreus membentuk ka- vitas dari suatu proses yang dikenal
sebagai sineresis, yang pada akhirnya menimbulkan "kolaps" vitreus' Sekarang, diyakini
bahwa faktor utamanya adalah perubahan pada

kolagen dan lepasnya sebagian perlekatan retina, dan bukan pembentukan kavi-
tas. Walaupun vitreus dapat berpindah ke inJerior saat memisah dari retina, proses ini
menghasilkan gaya yarrg lebih kecil pada zond-zona per- lekatan vitreoretina diband-
ingkan dengan gaya traksi yang dihasilkan oleh pergerakan mata sakadik. Gaya
dinamik, yang terinduksi oleh gerak sakadik, berperan penting dalam perkembangan
robekan retina, kerusakan permukaan retina, dan perdarahan dari pembuluh-pem- bu-
luh yang robek (Gambar 9-3). Kontraksi vitreus lebih lanjut akibat invasi epitel pigmen
retina, sel glia, atau sel radang dapat menimbulkan traksi statik yang cukup kuat untuk
melepaskan retina tanpa disertai robekan retina.

Sebelum bedah vitreoretina, traksi pada retina diduga disebabkan oleh "pita-pita" vit-
reus, dan begitu banyak vpaya yarrg tidak menghasilkan telah dilakukan untuk
memotong pita-pita ini dengan gunting. Gambaran yang diperlihatkan oleh sistem en-
doiluminasi vitreoretina telah menambah pengetahuan anatomi kita dan menunjukkan
bahwa pita-pita ini berbatasan langsung dengan korteks vitreus posterior tembus
pandang, yang juga berperan pada banyak traksi.

PEMERIKSAAN VITREUS DAN PERTEMUAN

VITREORETINA

Vitreus yang normal pada dasarnya bersifat tembus pan- dang, tetapi mampu meng-
hasilkan gaya yarrg kuat pada retina. Traksi vitreoretina sering terjadi karena pengaruh
bentuk permukaan retina (Gambar 9-4). Vitreus yang tem- bus pandang paling baik dil-
ihat dengan menggunakan cahaya celah off-axis sempit, lensa kontak tiga cermin,
dan biomikroskop stereo (Gambar 9-5). Dengan adaptasi gelap pengamaf gambaran
yang terlihat diperjelas secara bermakna. Biomikroskop dengan cahay a celah on-axislebat
atau oftalmoskop direk biasanya tidak cocok untuk meng- amati vitreus.

Oftalmoskop indirek memberikan lapangan pandang yang besar sehingga pengamat da-
pat "memeriksa" keke- ruhan lentikular dan vitreus, dan menye{iakan suatu pan- dangan
stereoskopik. Banyak pengamat hanya sekedar "melihat melalui" vitreus, mengabaikan
kesempatan untuk "melihat" vitreusnya, terutama bila terdapat kelainan pada
178

Gambar 9-1. Vitreus terdiri atas matriks serat kolagen tiga- dimensi dan gel asam hialuronat.

struktur tersebut. Visualisasi traksi vitreoretina malah diperjelas dan bukannya


dirugikan oleh pergerakan mata. Selain itu, pergerakan vitreus adalah suatu ukuran
besar- nya-traksi vitreoretina yang sempurna. Sebagian retina mata yang mengalami
perdarahan vitreus berat sering dapat terlihat dengan melihat ke perifer terlebih
dahulu untuk menetapkan suatu bidang fokus. Vitreus sering kali lebih jernih di
bagian superior. Memposisikan pasien duduk tegak untuk sementara waktu dapat
menyebabkdn darah berpindah ke inferior, memungkinkan padangan re- tina yang lebih
baik.

Optical coherence tomography (OCT) berperan penting untuk menentukan apakah korteks
vitreus posterior me- lekat pada makula. Ini terutama berguna untuk menilai Iubang
makula yang terus berkembang, sindrom-sindrom traksi vitreomakula, dan perlekatan
korteks vitreus pos- terior yang meregang yang berkaitan dengan edema ma- kula dia-
betik.

Gambar 9-3. Pergerakan vitreus yang terlepas sebagian (pa- nah putih), terinduksi oleh gerakan
sakadik (panah hitam) dan menyebabkan robekan retina (kepala panah).

Apabila vitreus terlalu keruh sampai retina tidak dapat terlihat, harus digunakan ultra-
sonografi scan-B untuk menentukan apakah retina melekat dengan baik, atau me- nen-
tukan adanya tumor, benda asing, dislokasi lensa, dis- iokasi lensa intraokular, atau ablatio
koroid (Gambar 9-6).

ffi GEJALA PENYAKIT VITREORETINA


FLOATERS

Sebagian besar orang pernah mengalami "Jloaters" pada suatu saat dalam kehidupan-
nya. Gejala ini mungkin di- gambarkan sebagai benang-benang, jaring laba-laba,
objek-objek serupa piring kecil, atau sebuah cincin tembus pandang. Pelepasan vitreus
posterior terjadi sedikitnya

Gambar 9-2, Korteks vitreus melekat pada lensa dan teruta- ma pada permukaan retina den-
gan derajat keeratan yang bervariasi.

Gambar 9-4. Bentuk retina yang abnormal (panah putih) mengindikasikan suatu traksi vitre-
oretina (panah hitam).

VITREU5 I 179
180 / BAB 9

Gambar 9-5. Cahaya celah off-axis sempit, lensa kontak, dan biomikroskop memberikan gam-
baran vitreus tembus pandang yang paling baik.
pada7}% populasi dan menjadi penyebab sebagian besar keluhan floaters. Untungnya,
kebanyakan floaters terbukti tidak bermakna klinis setelah pemeriksaan retina tidak

berhasil menemukan adanya suatu robekan retina atau kondisi patologis lainnya.

Pada tiga dekade terakhir abad ke dua puluh'


terlihat suatu peningkatan minat yang
luar biasa terhadap vitreus dengan se-
makin berkembangnya bedah vitreoretina.
Se- belum masa ini, sejumlah besar pasien

dibutakan oleh penyakit-penyakit vitreo-


Pemeriksaan retina perifer lan- jutan yang cermat dengan menggunakan oftalmoskop in-
direk melalui pupil yang didilatasi lebar harus dilakukan setiap kali seorang pasien
mengeluhkan awal terjadinya Perubahan sifat floaters juga merupakan indikasi
floaters.
dilakukannya pemeriksaan retina perifer dalam beberapa hari. Floaters yang terjadi
sekunder akibat lepasnya vitreus posterior sebaiknya disebut sebagai "kondensasi" vit-
reus,

menekankan asal-usulnya, yaitu dari serat-serat dan per- mukaan kolagen vitreus yang
telah ada sebelumnya. Ada- nya eritrosit, dan sesekali, sel-sel radang dalam vitreus
dapat menyebabkan pasien melihat floaters, yang sering digarrrbarkan sebagai objek
mirip-piring. Floater seperti-

cincin biasanya terlihat saat memvisualisasikan daerah korteks vitreus posterior yang
sebelurnnya melekat pada nervus opticus. Perdarahan vitreus (Gambar 9-7) meng- in-
dikasikan pemeriksaan yang teliti untuk me

Gambar 9-2).

Proses penuaan/' perdarahan, peradangan, trauma, miopia, dan proses-proses lain


sering menyebabkan kon- traksi matriks kolagen vitreus. Korteks vitreus posterior ke-
mudian,memisahkan diri dari retina pada daerah yang perlekatannya lemah dan dapat
menimbulkan traksi pada daerah-daerah yang perlekatannya lebih kuat. Sebenar- nya,
juga
vitreus tidak pernah lepas dari basisnr"a. Vitreus melekat pada nervus opticus dan,
dengan keeratan yang kurang, pada makula dan pembuluh-pembuluh retina. Per-
lekatan ke daerah makula adalah suatu faktor yang ber- makna dalam patogenesis mem-
bran epimakula dan lubang makula.

Sebelumnya dipelajari bahwa vitreus membentuk ka- vitas dari suatu proses yang dikenal
sebagai sineresis, yang pada akhirnya menimbulkan "kolaps" vitreus' Sekarang, diyakini
bahwa faktor utamanya adalah perubahan pada

Anda mungkin juga menyukai