Oleh : Mahdiyyah
Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis
pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno
yang artinya “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Semboyan ini digunakan untuk
menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam
budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Badan statistik merilis
data pada 2010 yang menyebutkan ada 1.128 suku di Indonesia yang tersebar di lebih dari
17 ribu pulau. Keberagaman menjadikan Indonesia negara dengan budaya paling kaya.
Namun, Fakta menyebutkan bahwasanya hal-hal yang berawal dari perbedaan berubah
menjadi kebencian dan kekerasan. Untuk itu dibutuhkan peran pemerintah dan organisasi-
mengambil keputusan yang bijak mengenai konflik terjadi. Sedangkan sebagai generasi
penerus bangsa, kita harus menumbuhkan rasa saling menghormati dan menghargai dalam
1
Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis
pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno
yang artinya “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Semboyan ini digunakan untuk
menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam
budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Jelas bahwasanya
semboyan bangsa Indonesia adalah berbeda-beda tetapi tetap satu, akan tetapi kenyataanya
tidak demikian. Banyak hal-hal yang berawal dari perbedaan berubah menjadi kebencian
dan kekerasan. Untuk itu sebagai warga Indonesia kita harus memegang teguh Bhinneka
permusuhan, atau antipati untuk seseorang, sebuah hal, barang, atau fenomena. Dengan
adanya kebencian dalam diri seseorang akan timbul keinginan untuk menghindari,
diwujudkan dalam sebuah tindakan “menghancurkan lawan”, maka hal ini berujung pada
kekerasan. Sehingga dapat dikatakan bahwasanya kekerasan adalah bentuk lanjutan dari
kebencian.
kelompok yang menyebabkan cedera atau hilangnya nyawa seseorang atau dapat
menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Sedangakan secara sosiologis,
kekerasan dapat terjadi di saat individu atau kelompok yang melakukan interaksi sosial
mengabaikan norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat dalam mencapai
tujuan masing-masing. Dengan diabaikannya norma dan nilai sosial ini akan terjadi
tindakan-tindakan tidak rasional yang akan menimbulkan kerugian di pihak lain namun
dapat menguntungkan diri sendiri. Saat ini kekerasan telah membudaya di kalangan
masyarakat dan mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia, mulai dari kasus tawuran,
N.J. Smelser meneliti kekerasan yang bersifat kerusuhan. Menurutnya, ada lima tahap
dalam kerusuhan. Kelima tahap itu berlangsung secara kronologis (berurutan) dan tidak
dapat terjadi satu atau dua tahap saja. Berikut keliama tahap tersebut:
2
1. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan yang disebabkan oleh struktur
sosial tertentu, seperti tidak adanya sistem tanggung jawab yang jelas dalam masyarakat.
2. Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa
bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan sosial seperti ini tidak
cukup untuk menimbulkan kerusuhan atau kekerasan, tetapi dapat menjadi pendorong
misalnya terhadap pemerintah dan kelompok ras atau kelompok agama tertentu. Sasaran
kebencian ini berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa tertentu yang mengawali
4. Mobilitas untuk bereaksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasian diri untuk
bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan
pecahnya kekerasan.
5. Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk
Negara Indonesia adalah negara dengan berbagai latar belakang, baik dari segi
budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Badan Statistik merilis
data pada 2010 yang menyebutkan ada 1.128 suku di Indonesia yang tersebar di lebih dari
17 ribu pulau. Keberagaman ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan budaya
paling kaya. Disisi lain, keberagaman juga dapat memicu konflik yang mengakibatkan
kekerasan dan kebencian. Faktor-faktor yang dapat memicu konflik adalah sebagai
berikut:
kelompok suku bangsa, memiliki pengaruh yang luas dalam hal tata cara perkawinan,
hak menggunakan marga, hak mengatur ekonomi rumah tangga, dan warisan.
Akibat latar belakang sejarah yang berbeda akan menghasilkan keadaan sosial budaya
yang tidak sama. Misal, dalam kelompok masyarakat Bali dengan latar belakang sejarah
kerajaan Hindu yang kuat, sementara kelompok masyarakat Demak, Surakarta, dan
3
Yogyakarta memiliki latar belakang sejarah Islam yang kuat. Adanya perbedaan ini
berpengaruh pada tata upacara ritual, adat perkawinan, gamelan, pakaian adat, dan
tarian.
Penduduk yang terdapat di daerah terpencil jarang melakukan kontak dengan daerah lain
sehingga memiliki sifat dan karya seni budaya yang spesifik dan unik. Misalnya, suku
Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab. Begitu
beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga sulit itu untuk
dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik. Hal ini dikarenakan
sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia
tertentu ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian halnya sebaliknya. suatu
konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat, salah paham, ada pihak yang dirugikan,
Seringkali konflik yang terjadi itu dikarenakan perbedaan, salah satunya adalah
kasus penistaan agama. Sepanjang sejarah tercatat bahwa terdapat 97 kasus penistaan
agama (1965-2017). Kasus dugaan penistaan agama ini makin banyak sejak rezim Orde
Baru tumbang. Sebelum reformasi hanya ada sembilan perkara penistaan agama, namun
membawa panji SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan etnis) yang terjadi ini
merupakan sebuah fenomena yang menjadi bayangan kelam Indonesia psca reformasi.
Direktur Riset Setara Ismail menyatakan bahwa kasus kekerasan yang banyak terjadi
SARA pada Orde baru. Selain itu, kelompok suku dan etnis tertentu juga dianaktirikan oleh
pemerintahan Orde Baru. Hal ini menyebabkan isu SARA menjadi api dalam sekam bagi
Tempo mencatat beberapa tragedi di Indonesia yang bersumber karena perbedaan budaya.
4
Konflik yang terjadi itu tidak hanya menelan korban materi namun juga menghilangkan
nyawa ratusan orang. Berikut ini adalah tragedi yang tercatat oleh Tempo:
1. Tragedi Sampit
Tragedi ini bermula dari konflik antara kelompok etnis Dayak dan Madura yang
Februari 2001 saat empat anggota keluarga Madura, Matayo, Haris, Kama dan istrinya,
tewas dibunuh. Warga Madura lantas mendatangi rumah milik suku Dayak bernama
Timil yang dianggap telah menyembunyikan si pembunuh. Massa meminta agar Timil
menyerahkan pelaku pembunuhan itu. Karena permintaan mereka tidak dituruti, massa
marah dan membakar rumah. Insiden malam itu dapat dihentikan polisi. Sayang,
Warga Dayak pinggiran Sampit pun mulai berdatangan, baik melalui darat
maupun sungai. Etnis Madura dikejar dan dibunuh. Penduduk asli sepertinya tahu di
kepala.
Sebagian besar warga dari etnis Madura harus diungsikan ke Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Korban bertambah dan sudah tidak bisa dihitung berapa rumah dan
fasilitas umum yang terbakar. Diperkirakan korban jiwa mencapai angka 469 orang
2. Konflik Maluku
Konflik ini adalah konflik kekerasan dengan latar belakang perbedaan agama
yakni antara kelompok Islam dan Kristen. Konflik Maluku disebut menelan korban
terbanyak yakni sekitar 8-9 ribu orang tewas. Selain itu, lebih dari 29 ribu rumah
terbakar, serta 45 masjid, 47 gereja, 719 toko, 38 gedung pemerintahan, dan 4 bank
hancur. Rentang konflik yang terjadi juga yang paling lama, yakni sampai 4 tahun.
3. Konflik 1998
Krisis ekonomi berujung menjadi konflik sosial pada penghujung Orde Baru.
Indonesia. Pada kerusuhan tersebut, banyak toko dan perusahaan dihancurkan massa
5
yang mengamuk. Sasaran utama adalah properti milik warga etnis Tionghoa.
dalam kerusuhan itu. Banyak yang diperkosa beramai-ramai, dianiaya, lalu dibunuh.
keselamatan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberagaman budaya dan cara berpikir yang berdeda
dapat memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah
dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan
antar kelompok dalam masyarakat. Salah satu kebijakan pemimpin daerah yang berujung
konflik berdarah juga terjadi akhir-akhir ini. Tepatnya pada 13 Oktober 2015 lalu juga
Penerbitan surat keputusan puluhan bangunan gereja yang dikeluarkan Bupati Aceh Singkil
tersebut. Bahkan kekerasan di Aceh Singkil ini berujung bentrok dan menyebabkan
setidaknya dua orang meninggal dunia. Ketiga kota yang dipimpin mereka juga dinilai oleh
Setara Institute. Namun berbeda dengan Ambon yang bersejarah kelam, kota Bogor,
Depok, dan Banda Aceh justru berada di posisi sepuluh terbawah. Adapaun 10 kota dengan
Daerah
6
Mataram 8,4 14,29 16 15 77 4,05
pendapat dan pandangan yang berujung pada kebencian dan akan berakhir pada
kekerasan. Seringkali permasalahan yang kecil berubah menjadi permasalahan yang besar
LBH Jakarta Febi Yonesta (Mayong), membenarkan bahwa salah satu sumber masalah
intoleransi dan diskriminasi adalah makin meningkatnya syiar kebencian yang sarat akan
provokasi di Tanah Air. Salah satu kriteria kebencian menurutnya adalah upaya terang-
terangan seseorang untuk mengajak orang lain melakukan perusakan, sengaja melukai (baik
fisik maupun mental) pihak tertentu, atau hal negatif lain yang memiliki potensi ke arah itu.
Sayangnya, agama juga seringkali menjadi salah satu sumber motivasi pelaku kebencian.
agama capkali menjadi penyebab penafsiran secara keliru atasnya sehingga menyebabkan
Berbeda dengan masa Orde Baru, begitu ada syiar kebencian, biasanya pihak
keamanan akan langsung melakukan upaya peredaman karena tindakan semacam itu sudah
dianggap sebagai perilaku bernuansa SARA yang dapat mengancam stabilitas dan
keamanan. Namun satu hal sangat disayangkan Mayong, pemerintahan yang ada sekarang
seakan sudah kehilangan kekuasaan dan tidak mampu lagi mengambil langkah sigap dan
metode yang sama untuk meredam aksi-aksi syiar kebencian semacam itu.
Syiar kebencian bukan hanya disebarkan terbatas pada kelompok tertentu saja,
namun seringkali juga secara sengaja ditargetkan untuk menyasar kelompok masyarakat
yang lebih luas. Hal ini menimbulkan permasalahan, karena sifat dari syiar kebencian itu
mulai meluas ke tingkat populasi yang lebih besar, dari sanalah biasanya bibit-bibit potensi
kerusuhan dan konflik horisontal akan muncul. Kecenderungan yang selama ini berlaku,
konflik dan kerusuhan semacam itu biasanya akan menjadikan kelompok minoritas sebagai
sasaran. Jika hal itu terjadi, maka efek kerusakan yang ditimbulkannya pun cenderung lebih
7
sulit dipulihkan kembali. Sebab, tanpa kita sadari pula dampak yang terjadi akibat syiar
kebencian dan kekerasan ini akan kita rasakan bersama. Hal ini akan membuat warga
Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di daerah ini masyarakat saling toleransi dan
yang tinggi membuat Muntok tumbuh menjadi kota yang unik dan menarik. Kehadiran
beberapa etnis seperti Tionghoa, Melayu, dan juga Arab yang rukun hidup bersama dalam
kawasan ini turut mewarnai kehidupan di ibu kota Kabupaten Bangka Barat, Bangka
Belitung ini. Terdapat dua bangunan yang berdiri berdampingan sebagai cermin toleransi
yang terbangun di Kota Muntok. Kelenteng Kong Fuk Miau dan Masjid Jami’ memang
menjadi dua bangunan ikonik dari Kampung Tanjung, Kecamatan Muntok yang dibangun
pada era abad ke-18. Kerukunan yang terjalin antara etnis Melayu dan Tionghoa ini
nyatanya tidak hanya seumur jagung. Sejak zaman nenek moyang, kerukunan serta
Masjid Jami’ adalah masjid pertama di Muntok dan dibangun secara gotong royong
antara Muslim dengan non-Muslim. Beberapa bahan bangunan untuk masjid pun
disumbangkan dari kelenteng, salah satunya tiang penyangga Masjid Jami’. Rasa
menjunjung tinggi tenggang rasa dan kerukunan antar masyarakat juga diterapkan pada
nilai-nilai kehidupan sehari-hari. Keakraban terjalin dari hal-hal kecil seperti saling
mengunjungi ketika hari raya tiba. “Masyarakat Muntok yang Muslim dan non-Muslim
memang dari dulu akrab. Kalau hari raya apa, yang lain datang, begitu sebaliknya. Di
muntok enggak pernah terjadi (konflik antar agama), semuanya ngalir secara spontanitas.
Isu nasional tidak berpengaruh, kita bicarakan tapi ya sudah tidak berlanjut lagi” ujar M.
8
Kerukunan di kota Muntok dikarenakan rasa saling menghormati dan menghargai
sangat tinggi dan terus diajarkan kepada anak cucu. Jadi rasa saling menghormati dan
Perbedaan akan indah jika setiap warga Indonesia memiliki jiwa saling menghormati dan
saling menghargai.
Sebenarnya banyak hikmah yang bisa ditiru dari masa lalu dalam mengelola
SARA dapat disatukan demi kepentingan nasional. Selain itu pembentukan Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdakaan Indonesia (BPUPKI) yang terbagi dua kubu juga
dapat menjadi contoh. Kelompok merah (nasionalis) dan kelompok hijau (agamis) bisa
Sebagai bangsa yang dikenal ramah, cinta perdamaian dan menjunjung tinggi moral,
sudah sewajarnya bagi setiap warga negara memikirkan solusi atas permasalahn terkait
budaya kekerasan yang tengah melanda Indonesia. Harus ada kesadaran bersama bahwa
kebebasan menyampaikan pendapat, gagasan, dan pikiran itu bukan berarti memberikan
ruang bagi semua orang untuk melakukan syiar kebencian yang akhirnya akan berujung
pada kekerasan. Jangan karena syiar kebencian belum diatur secara khusus dalam undang-
undang, hal ini menyebabkan kita bertindak seenaknya karena merasa akan bebas dari
tuntutan hukum. Karena konstitusi sudah menggariskan bahwa dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, selain hukum ada etika yang perlu dijaga. Artinya, ketika etika sudah masuk
dalam undang-undang dasar negara, maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa hal
itu telah menjadi norma hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan.
Bangsa-Bangsa menetapkan 21 Mei sebagai Hari Dialog dan Keberagaman sejak 2002.
Peringatan hari ini berawal saat UNESCO mengeluarkan Deklarasi Universal tentang
hari merayakan keberagaman di seluruh dunia. PBB mencatat sebanyak 75 persen dari
konflik besar yang terjadi di dunia saat ini berakar pada dimensi kultural. PBB pun
9
Tindakan sederhana yang disarankan PBB untuk merayakan keberagaman budaya antara
mengundang tetangga beda agama atau suku untuk makan bersama, atau menonton film
negara Indonesia yang damai. Pemerintah diharapkan dapat mengambil keputusan yang
bijak mengenai konflik terjadi. Jangan sampai pemerintah hanya memandang pada satu
pihak. Pemerintah dapat mengambil keputusan yang tegas pada para provokator yang
mempertemukan pihak-pihak yang berseteru untuk mencari solusi dari permasalah yang
terjadi.
Sedangkan untuk kita sebagai generasi penerus bangsa, kita harus menumbuhkan rasa
saling menghormati dan menghargai dalam diri kita dan diri orang-orang sekitar kita.
Jangan sampai nilai-nilai moral yang terkandung dalam pancasila lama-kelamaan akan
hilang. Mari mulai dari sekarang dan dari diri sendiri, kita buka pikiran untuk menerima
perbedaan. Walau sekecil apapun perbedaan tersebut kita harus meneriman dengan lapang
dada. Pegang teguh semboyan Bhinneka Tunggal Ika bahwasanya walaupun berbeda-beta
10