Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit

(protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditular melalui gigitan nyamuk

anopheles. Malaria di temukan hampir di seluruh dunia, terutama di negara-

negara yang beriklim tropis dan subtropis. Penyakit ini juga mempunyai

beberapa nama lain, seperti demam roma demam rawa, demam tropik,

demam pantai, demam charges, demam kura, dan paludisme. Biasanya,

malaria menyerang penduduk yang tinggal di daerah endemis atau orang-

orang yang bepergian ke daerah yang angka penularannya tinggi hingga kini

malaria masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, dan ditemukan

tersebar luas dengan derajat dan infeksi yang bervarasi (Prabowo, 2004).

Berdasarkan data dari Word Health Organization (WHO), malaria

menyebabkan sekitar 584000 kematian (367000-755000) pada 198 juta kasus

malaria pada tahun 2013 (124,000,000-283,000,000), dimana di Afrika

sebagian besar kematian terjadi pada anak-anak. Di Indonesia berdasarkan

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun (Riskesdas) tahun 2013, insiden malaria

sebesar 0,35% atau 3,5% 1.000 penduduk. Hasil survei malaria di 3 provinsi

dengan insiden tertinggi yaitu Papua (6,1%), Papua Barat (4,5%), dan Nusa

Tenggara Timur (2,6%). Berdasarkan Annual Paracite Incidence (API), angka

kesakitan malaria cenderung menurun satu pertiganya dari tahun 2005 (4,1%

1
1000 penduduk hingga tahun 2013 yaitu (1.38% 1000 penduduk) di Indonesia,

tetapi masih belum memenuhi target rencana strategi kementerian kesehatan

untuk angka kesakitan malaria (API) (Najmah, 2016).

Malaria P falciparum memberikan gejala klinis yang sangat bervariasi

seperti demam, menggigil, berkeringat, batuk, diare, sakit kepala, gangguan

pernafasan dan pucat. Di antara lima jenis parasit malaria, yang dianggap

paling memerikan gejala akut dan mematikan yaitu falciparum. Malaria yang

disebabkan p vivax tidak mengancam jiwa manusia, namun akibatnya kurang

darah akibat sel darah yang pecah, maka kepucatan dan lemas, merupakan

gejala kronis (Achmadi, 2012).

Tahap skizon, parasit membelah beberapa kali untuk membentuk

merozoit baru, yang meninggalkan sel darah merah dan bergerak melalui

saluran darah untuk menembus sel darah merah baru kebanyakan merozoit

mengulangi siklus ini secara terus-menerus, tetapi sebagian merozoit berubah

menjadi bentuk jantan atau betina (gametosit) (juga dalam darah), yang

kemudian diambil oleh nyamuk betina. Pada penderita yang menunjukkan

gejala klasik, maka ketika sel-sel darah merah pecah, secara klinis tubuh

menggigil. Namun gejala ini sekarang bergeser, bahkan banyak penderita

malaria terutama plasmodium vivax tidak menunjukkan gejala klinis secara

khas (Achmadi, 2012).

Di Bangka Belitung Malaria masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat, berdasarkan API angka yang tinggi yaitu lebih dari 5%. Tahun

2008 jumlah penyakit malaria yang ditularan nyamuk mencapai 12,450 orang,

2
sedangkan 2009 mengalami peningkatan yaitu 19,346 orang yang positif, dari

40,675 orang memiliki gejala klinis malaria (demam, mengigil secara berkala

berkeringat, mual, dan disertai muntah-muntah) (Nirmala, 2015).

Kebanyakan kasus suspek malaria masih tidak di identifikasi dengan

baik, sehingga diagnosis akurat dan monitor penyakit menjadi sulit dilakukan.

Peningkatan resistensi yang cepat dari obat antimalarial yang murah dan

manjur, peningkatan biaya dari obat yang efektif, dan spesifisitas yang rendah

dari diagnosis klinis telah meningkatkan kebutuhan akan metode diagnostik

untuk malaria (Kusuma dkk, 2011).

WHO merekomendasikan manejemen kasus malaria berdasarkan pada

parasite-based diagnosis untuk semua kasus. Kecuali pada anak-anak di

daerah dengan transmisi yang tinggi dan kurang sumber daya atau pada

keadaan dimana diperlukan respon atau tindakan yang cepat sehingga secara

temporer membatasi penggunaannya. Di Indonesia diagnosis malaria

ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik sediaan darah dan tes diagnosis

cepat (Rapid Diagnostic Test) (Kusuma dkk, 2011).

Penelitian terbaru telah mengembangkan metode diagnostik yang

dapat diperbandingkan dengan metode yang lazim (konvensional). WHO

bersama para ilmuwan, ahli laboratorik, serta perklinik mengembangkan alat

uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) yang mudah dilakukan, tepat,

sensitif, dan sesuai biaya (cost-effective). Sebagian besar RDTs malaria

menggunakan asas imunokromatografi yang menggunakan antibodi

monoklonal yaitu HRP-2 (Histidine Rich Protein) untuk Plasmodium

3
falciparum dan pLDH (Parasite Lactate Dehydrogenase) untuk mengetahui

Plasmodium vivax sebagai indikator infeksi (Arum dkk, 2006).

Berdasarkan latar belakang diatas penulisan tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “ Perbedaan Hasil Pemeriksaan Malaria Metode

Sediaan Apus dan Metode Rapid Test Pada Penderita Malaria di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Barat

Tahun 2017.

1.2 Identifikasi Masalah

Di Bangka Belitung malaria masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat, provinsi Bangka Belitung masih pada angka Annual Parasite

Incidence (API) yang tinggi yaitu lebih dari 5% atau High Case Incidence

(HCL). Tahun 2008 jumlah penyakit malaria yang ditularan nyamuk mencapai

12,450 orang, sedangkan 2009 mengalami peningkatan yaitu 19,346 orang

yang positif, dari 40,675 orang memiliki gejala klinis malaria (demam,

mengigil secara berkala berkeringat, mual, dan disertai muntah-muntah).

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian identifikasi diatas maka karena keterbatasan

waktu, tentang, dan biaya, maka penelitian hanya mengambil dua variabel

yaitu metode sediaan apus dan metode rapid test sebagai variabel independen

dan penderita malaria sebagai tempat penelitian dilakukan di Puskesmas

Tempilang Kabupaten Bangka Barat 2017.

4
1.4 Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan hasil pemeriksaan metode sediaan apus dan

metode rapid test pada penderita malaria di Puskesmas Tempilang Kabupaten

Bangka Barat Tahun 2017.

1.5 Tujuan Penelitan

Ingin mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan metode sediaan apus

dan metode rapid test pada penderita malaria di Puskesmas Tempilang

Kabupaten Bangka Barat Tahun 2017.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Secara Teoritis

1. Di harapkan berguna sebagai referensi dan pengetahuan tentang

perbedaan metode sediaan apus dan rapid test di Universitas Kader

Bangsa jurusan Analis Kesehatan lain pada umumnya.

2. Untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh ujian akhir program studi

Analis Kesehatan Universitas Kader Bangsa Palembang dan untuk

menambah wawasan dan pengetahuan tentang perbedaan metode sedian

apus dan rapid test.

5
1.6.2 Secara Praktisi

1. Bagi Peneliti

Sebagai informasi menambah wawasan dan pengetahuan tentang

perbedaan metode sediaan apus dan metode rapid test pada penderita

malaria di Puskesmas Tempilang Kabupaten Bangka Barat Tahun 2017.

2. Bagi Universitas Kader Bangsa Palembang

Sebagai bahan refrensi dalam pustakaan tentang perbedaan metode

sediaan apus dan metode rapid test pada penderita malaria di Puskesmas

Tempilang Kabupaten Bangka Barat Tahun 2017.

3. Bagi Pimpinan Puskesmas Tempilang Kabupaten Bangka Barat

Sebagai informasi dan pengetahuan tentang perbedaan metode sediaan

apus dan metode rapid test pada penderita malaria di Puskesmas

Tempilang Kabupaten Bangka Barat Tahun 2017.

4. Bagi Puskesmas dan Masyarakat

Sebagai informasi dan pengetahuan tentang perbedaan metode sediaan

apus dan metode rapid test pada penderita malaria di Puskesmas

Tempilang Kabupaten Bangka Barat Tahun 2017.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malaria

2.1.1 Pengertian Malaria

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium Sp

ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Penyakit ini masih menjadi masalah

utama kesehatan di Indonesia karena menyebabkan kesakitan dan kematian

(Gusra dkk, 2013).

Penyakit malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk

anopheles betina. Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 spesies Anopheles,

60 spesies diantaranya di ketahui sebagai penularan malaria, di Indonesia ada

sekitar 80 jenis anopheles, 24 spesies diantaranya telah terbukti penularan

malaria. Sifat masing-masing spesies berbeda-beda tegantung berbagai faktor,

seperti penyebaran geografis, iklim, dan tempat perindukanya. Semua nyamuk

malaria hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk

malaria yang hidup di air payau (Anopheles Sundaicus dan Anopheles

Subpictus), di sawah (Anopheles Aconitus), atau air bersih di pegunungan

(Anopheles Maculatus) (Prabowo, 2004).

7
Malaria penyakit menular yang disebabkan oleh gigitan nyamuk.

Penyakit yang dihasilkan dapat menyerang secara berulang-ulang berupa

demam dan panas dingin, dan itu dapat menyebabkan kematian (Iskandar,

2010).

Malaria pada hakikatnya telah dibasmi di negara-negara beriklim

cerah, tetapi itu masih lazim terdapat beriklim panas dan beriklim subtropis

seperti di negara Afrika, Asia, Timur Tengah, Amerika Selatan dan Amerika.

Malaria merupakan salah satu penyakit yang menular yang dapat membunuh,

terutama anak-anak di bagian Saharan Afrika. Paling banyak orang Amerika

disebabkan terjangkit penyakit malaria karena bepergian ke suatu negara

dimana malaria tersebar luas, terutama Afrika dan India. (Iskandar, 2010).

Malaria merupakan penyakit dengan penyebaran yang sangat luas dan

hampir terjadi di seluruh dunia baik yang beriklim tropis maupun subtropis.

Tercacat 109 negara endemik malaria, dengan 45 negara berada di Kawasan

Afrika. Selebihnya malaria menyebar di Kawasan Asia. Amerika Latin, Timur

Tengah dan beberapa Negara Eropa (Najmah, 2016).

Malaria termasuk penyakit kosmopolit yang terbesar sangat luas di

seluruh dunia, baik di daerah tropis, subtropis maupun daerah beriklim dingin.

Tahun 2015 telah dilaporkan lebih dari 3,2 miliar penderita malaria yang

terbesar di 107 negara-neraga yang merupakan daerah endemis malaria. Lebih

dari 1 juta orang meninggal dunia akibat malaria terutama pada anak-anak dan

perempuan hamil (Najmah, 2016).

8
2.1.2 Penyebab Malaria

Parasit yang menyebabkan malaria disebut plasmodium (Wulan,

2015). Ada 170 jenis plasmodium, tapi hanya empat yang menyebabkan

malaria pada manusia :

a. P. Falciparum, merupakan jenis yang banyak terdapat di Afrika dan

menyebabkan gejala yang parah.

b. P. Vivax, merupakan jenis yang banyak terdapat di daerah tropis Asia.

c. P. Malariae, banyak terdapat di Afrika dan dapat berdiam dialiran darah

tanpa menimbulkan gejala apapun untuk beberapa tahun.

d. P. Ovale, banyak terdapat di Afrika bagian barat.

Plasmodium Falciparum adalah protozoa parasit, salah satu spesies

plasmodium yang menyababkan penyakit malaria pada manusia. Protozoa ini

masuk pada tubuh manusia melalui nyamuk Anopheles betina, P. Falciparum

menyebabkan infeksi paling berbahaya dan memiliki tingkat komplikasi dan

mortolitas malaria tertinggi (Irianto, 2015).

Penyakit malaria disebabkan oleh parasit genus plasmodium (class

sporozoa). Pada manusia hanya 4 spesies yang dapat berkembang, yaitu

Plasmodium Falciparum, Plasmodium Vivax, Plasmodium Malariae, dan

Plasmodium Ovale. Masing-masing plasmodium menyebabkan infeksi

malaria berbeda-beda (Najmah, 2016).

2.2 Gajala-Gejala Penyakit Malaria

9
Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan

tubuh penderita, jenis plasmodium malaria, serta jumlah parasit yang

infeksinya. Waktu terjadinya infeksi pertama kali sampai timbulnya gejala

penyakit disebut sebagai mana inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya

infeksi sampai ditemukannya parasit malaria di dalam darah disebut periode

prapaten (Prabowo, 2004).

Adapun geiala-gejala malaria adalah sebagai berikut (Irianto, 2015):

a. Gejala utama:

1. Demam dan mengigil secara berkala, berkeringat.

2. Sakit kepala.

3. Nyeri otot.

b. Gejala klinis:

1. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah.

2. Nafsu makan menurun.

3. Mual, kadang-kadang diikuti muntah.

4. Sakit kepala yang berat terus menerus khususnya pada infeksi karena

plasmodium falciparum.

Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung

parasit. Demam mulai timbul bersamaan pecahnya skizon darah yang

mengeluarkan macam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang

makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,

diantaranya Tumor Necrosis Factor (TNF). TNF akan dibawa aliran darah ke

hipothalamus, yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh manusia. Sebagai

10
akibat demam terjadi vasodilasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan

vasoaktif yang diproduksi oleh parasit (Nirmala, 2015).

Limpa merupakan organ retikuloendotelial. Pembesaran limpa

disebabkan oleh terjadi peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit,

teraktifasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang

terinfeksi parasit dan sisa eritrsit akibat hemolysis (Putra, 2011).

2.3 Siklus Hidup Nyamuk Parasit Malaria Anopheles Dan Manusia

Siklus hidup parasit malaria melibatkan dua tuan rumah, nyamuk

anopheles dan manusia :

2.3.1 Siklus di dalam Tubuh Manusia

Pada saat nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia,

sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran

darah selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam

sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon

hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung speciesnya).

Siklus ini di sebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama lebih kurang

2 minggu (Putra, 2011).

Menurut Najmah (2016) adapun siklus nyamuk anopheles sebagai berikut :

11
a. Ketika menggigit manusia, nyamuk anopheles betina infektik yang

mengandung sporozoit pada kelenjar air liurnya, masuk kedalam tubuh

manusia.

b. Siklus Eko-Eritrositer, Replikasi Awal di dalam Hati seperti :

 sporozoit menginfeksi sel-sel hati dan tumbuh menjadi skizon.

 sel-sel hati pecah dan parasit aseksual yang pecah melepaskan merozoit.

c. Siklus Eritrositer di dalam Sel Darah Merah (Eritrosit)

 Merozoit yang berasal dari sel hati masuk ke aliran darah dan

menginfeksisel darah merah.

 Di dalam sel darah merah, merizoit dari sel hati umumnya menjadi

trofozoit (tahap cincin) dan tumbuh menjadi skizon, lalu skizon yang

pecah melepaskan merozoit.

 Beberapa parasit berdiferensiasi menjadi tahap erythrocytic seksual

(gametoit).

 Di dalam sel darah merah yang infeksi.

Plasmodium vivax dan plasmodium ovale, sebagian tropozoit hati

tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk

dormant yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam hati

selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Pada suatu saat imunitas tubuh

menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk keperedaran

darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit

tersebut berkembang dari stadium sporozoit sampai skizon (8-30 merozoit,

12
tergantung speciesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni.

Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar

akan menginfeksisel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer

(Putra, 2011).

2.3.2 Siklus Hidup Nyamuk

Siklus hidup nyamuk sejak telur hingga menjadi nyamuk dewasa, sama

dengan serangga- serangga yang lain mengalami tingkatan (stadia) yang

berbeda- beda. Dalam siklus hidup nyamuk terdapat empat stadia, yaitu

stadium telur, larva, pupa, dan dewasa. Stadium dewasa sebagai nyamuk yang

hidup di alam bebas, sedang ketiga stadia yang hidup dan berkembang di

dalam air (Putra, 2013).

Sedangkan menurut (Najmah, 2016) siklus hidup nyamuk sebagai

berikut :

a. Perkalian parasit pada nyamuk dikenal sebagai siklus.

b. Para zigot pada gilirannya menjadi motil dan memanjang atau ookista

yang menyerang dinding lampung nyamuk.

c. Luar lambung nyambuk, ookinet berkembang menjadi ookist.

d. Ookista pecah mengeluarkan sporozoit yang berada ditubuh nyamuk

termasuk dikelenjar ludah nyamuk.

e. Inokulasi dari sporozoit menjadi host manusia baru melanggengkan siklus

hidup manusia.

13
Berdasarkan siklus pupa akan keluar nyamuk/stadium dewasa.

Berdasarkan jenis kelaminnya nyamuk dapat dibedakan atas nyamuk jantan

dan betina. Nyamuk jantan keluar lebih dahulu dari nyamuk betina, setelah

nyamuk jantan keluar, maka jantan tersebut tetap tinggal di dekat sarang

(breeding places). Kemudian setelah jenis yang betina keluar, maka si jantan

kemudian akan mengawini betina sebelum betina tersebut mencari darah.

Betina yang telah kawin akan beristirahat untuk sementara waktu (1-2 hari)

kemudian baru mencari darah. Setelah perut penuh darah betina tersebut akan

beristirahat lagi untuk menunggu proses pemasakan dan pertumbuhan

telurnya. Selama hidupnya nyamuk betina hanya 1 kali kawin (Putra, 2013).

Untuk pertumbuhan telur yang berikut, nyamuk betina mencari darah

untuk memenuhi kebutuhan zat putih telur yang diperlukan. Waktu yang

dibutuhkan untuk menunggu proses perkembangan telurnya berbeda- beda

tergantung pada beberapa faktor diantaranya yang penting adalah temperatur

dan kelembapan serta spesies dari nyamuk (Putra, 2013).

2.4 Masa Inkubasi

Masa Inkubasi nyamuk malaria pada manusia (ekstrinsik) (Harijanto,

2000). Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing Plasmodium. Masa

inkubasi pada inokulasi darah lebih pendek dari infeksi sporozoit. Secara

umum masa inkubasi Plasmodium falcifarum adalah 9 sampai 14 hari,

Plasmodium vivax adalah 12 sampai 17 hari, Plasmodium ovale adalah 16

sampai 18 hari, sedangkan pada Plasmodium malariae bisa 18 sampai 40 hari.

14
Infeksi melalui transfuse darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah

parasit yang masuk dan biasanya bisa sampai kira-kira 2 bulan (Maha, 2015).

Masa inkubasi yaitu rentan waktu sejak sporozoit masuk sampai

timbulnya gejala klinis yang di tandai dengan demam. Masa inkubasi

bervariasi tergantung species plasmodium (Putra, 2011).

Tabel 2.1 Masa Inkubasi Malaria

Plasmodium Masa inkubasi (hari)

Plasmodium falciparum 9-14 hari (12)

Plasmodium vivax 12-17 hari (15)

Plasmodium ovale 16-18 hari ( 17)

Plasmodium malariae 18-40 hari (28)

Berbagai studi menunjukkan, pada infeksi plasmodium knowlesi,

siklus reproduksi aseksual (pembelahan diri dalam tubuh manusia atau hewan)

terjadi dalam waktu 24 jam. Lebih cepat dibandingkan siklus 48 jam pada

plasmodium vivax, plasmodium ovale, dan plasmodium falciparum,

sedangkan 72 jam pada plasmodium malariae. Setiap kali sel-sel membelah

akan terjadi serangan demam (Putra, 2011).

Masa Inkubasi pada nyamuk (intrinsik) setelah darah masuk ke usus

nyamuk maka protein eritrosit akan di cerna oleh enzim tripsin kemudian oleh

enzim aminopeptidase dan selanjutnya karboksipeptidase, sedangkan

komponen karbohidrat akan dicerna oleh glikosidase. Gametisot matang

15
dalam darah akan segera keluar dari eritrosit selanjutnya akan mengalami

proses pematangan dalam usus nyamuk untuk menjadi gamet

(gametogenesis). Adapun masa inkubasi atau lamanya stadium sporogoni pada

nyamuk adalah P vivax 8-10 hari, P palcifarum 9-10 hari, P ovale 12-14 hari

dan P malariae 14-16 hari (Maha, 2015).

Penyakit malaria plasmodium falciparum termasuk malaria ganas

dengan masa inkubasi 9-30 hari tergantung jenis parasit dan cara

penularannya. Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala, yaitu

badan terasa lemas, sakit kelapa, tidak nafsu makan, kadang-kadang disertai

mual dan muntah. Jika malaria terlangsung kronik, gejala-gejala tersebut

diatas disertai dengan pembesaran limfa, sedangkan pada kasus malaria berat,

disertai kejang-kejang dan penurunan kesadaran serta koma (Maha, 2015)

2.5 Morpologi Daur Hidup Malaria

Tahun 1880 Charles Laveran dan Grassi berhasil mengungkapkan daur

hidup plasmodium mempunyai dua hospes yaitu vertebrata dan nyamuk.

Terdapat dua daur yakni daur aseksual (skizogoni) terjadi di dalam hospes

vertebrata dan daur seksual membentuk sporozoit (sporozoit) yang terjadi di

dalam nyamuk.

16
1. Skizogoni

Sporozoit yang terinfektif dari kelenjar ludah nyamuk anopheles

ditusuk ke dalam aliran darah hospes manusia. Dalam waktu 30 menit

sporozoit mulai memasuki sel parenkim hati untuk memulai stadium ekso-

eritrositik karena belum masuk keadaan sel darah merah. Dari sel hati

plasmodium kemudian keluar masuk kedalam sel darah merah, sebagian

besar di fagositosis tetapi sebagaian kecil berhasil memasuki sel hatiyang

baru untuk mengulangi daur ekso-eritrositik, plasmodium yang keluar dari

sel hati masuk sel darah merah, maka disebut stadium pra-eritrositik

(Nirmala, 2015).

Dalam sel darah merah mulai tampak adanya benang kromatin kecil

yang dikelilingi oleh sitoplasma tipis plasmodium yang membentuk cincin.

Bentuk cincin ini kemudian berkembang menjadi ameboid. Bentuk cincin

dan ameboid adalah tropozoit dalam sel darah merah tumbuh menjadi skizon

merozoit. Sel darah merah yang penuh dengan merozoit akan pecah, parasit

yang pecah, parasit yang dapat menghindari fagositosis memasuki sel darah

merah baru kemudian membentuk gametosit untuk memasuki stadium

seksual (Nirmala, 2015).

2. Sporogoni

Sporogoni merupakan stadium seksual yang terjadi didalam nyamuk.

saat nyamuk menghisap darah gametosit ditelan bersama, berbeda dengan

skizon gametosit tidak dicernahkan bersama sel-sel darah. Pada gamet

betina tidak kromotik membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir

17
parasit. Sedangkan dalam gamet jantan terbentuk beberapa filament seperti

cambuk hingga mempunyai gerakan aktif. Sementara itu makrogamet terjadi

matang sebagai makrogametosit. Perkembangan gametosit berlangsung

dalam rongga perut nyamuk. Pembuahan terjadi karena masuknya

mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Dalam 12-24

jam setalah nyamuk menghisap darah zigot berubah menjadi seperti cacing

yang disebut ookinet yang dapat menembus dinding lambung nyamuk,

selanjutnya tumbuh menjadi ookista yang membentuk bulat (Nirmala,

2015).

Di dalam ookista terbentuk ribuan sporozoit hingga ookista pecah

dengan pecahnya ookista, sporozoit dilepaskan kedalam rongga badan dan

selanjutnya bergerak keseluruh jaringan nyamuk. Beberapa sporozoit

memcapai kelenjar ludahnya, jika nyamuk sedang menusuk kulit manusia

maka sporozoit masuk ke dalam darah jaringan bersama air ludah, kemudian

mulailah daur pra-eritositik. Daur sporogoni didalam nyamuk berlangsung

selama 8-12 hari (Nirmala, 2015).

2.6 Cara Penularan Malaria

Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam

penularan penyakit malaria. Biasanya, penularan malaria lebih tinggi pada

musim hujan dibandingkan kemarau. Air hujan yang menimbulkan genagan

air, merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria

(Prabowo, 2004).

18
Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria :

1. Penularan secara Alamiah (Natural Infection)

Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles. Bila

nyamuk Anopheles mengigit orang yang sakit malaria, maka parasit

akan ikut terhisap bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk,

parasit tersebut berkembang biak. Sesudah 7-14 hari apabila nyamuk

tersebut mengigit orang sehat, maka parasit tersebut akan di tularkan ke

orang tersebut. Di dalam tubuh manusia parasit akan berkembang biak,

menyerang sel-sel darah merah. Dalam waktu kurang lebih 12 hari,

orang tersebut akan sakit malaria (Dayung, 2011).

2. Penularan yang Tidak Alamiah.

a. Malaria Bawaan (Congenital).

Terjadi pada bayi yang baru di lahirkan karena ibunya menderita

malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.

b. Secara mekanik.

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik.

Penularan melalui jarum suntik yang tidak steril lagi. Cara penularan

ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di Bandung

pada tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan

suntikan intra vena dengan menggunakan alat suntik yang

19
dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik

itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposeble).

c. Secara oral (Melalui Mulut).

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam

(P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan monyet

(P.Knowlesi).

Penularan parasit plasmodium kepada manusia adalah melalui nyamuk

anopheles betina. Ketika nyamuk mengigit seseorang yang terinfeksi malaria,

nyamuk tersebut menyedot parasit yang disebut gametocytes. Parasit tersebut

menyelesaikan siklus pertumbuhannya di dalam tubuh nyamuk dan kemudian

merambat ke kelenjar ludah nyamuk. Saat menggigit, nyamuk menyuntikan

parasit ke aliran darah. Menuju hati kemudian melipat gandakan diri (Harjana,

2013).

2.7 Pengobatan Dan Pencegahan Malaria

2.7.1 Pengobatan Malaria

Pengobatan malaria tergantung kepada jenis parasit dan resistensi

parasit terhadap klorokkuin. Untuk suatu serangan malaria falciparum akut

dengan parasit yang rensisten terhadap klorokum, bisa diberikan kuinin atau

kuinidin secara intravena. Pada malaria lain jarang tejadi resintensi terhadap

20
klorokuin, karena itu biasanya diberikan klorokuin dan primakuin (Irianto,

2015).

Pengobatan untuk mengantisipasinya, berikut beberapa prinsip

pengobatan malaria yang harus diterapkan :

1. Menemukan penderita malaria sedini mungkin.

2. Melakukan pengobatan yang efektif untuk membasmi parasit malaria

dalam darah.

3. Mencegah komplikasi dan kematian

4. Menemukan dan mengobati rekrudensi dan rekurensi.

5. Mencegah penyakit malaria kambuh kembali

6. Mengurangi penularan penyakit malaria (Prabowo, 2015).

2.7.2 Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan dengan menggunakan :

1. Menggunakan kelambu pada waktu tidur.

2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk.

3. Menggunakan pembasmi serangga.

4. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.

5. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.

6. Mencagah penderita malaria dari gigitan nyamuk agar infeksi tidak

menyebar lebih jauh.

21
7. Membersihkan tempat hinggap atau istirahat nyamuk dan memberantas

sarang nyamuk.

8. Hindari keadaan rumah lembab, gelap, kotor, dan pakaian yang

bergantungan serta genangan air.

9. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti atau

menebarkan ikan pemakan jentik.

10. Melestarikan hutan bakau sebagai habitat ikan di rawa-rawa sepanjang

pantai (Irianto, 2015).

2.8 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan mikroskopik rutin terhadap parasit malaria, apusan darah

tebal dan tipis sekaligus pada sebuah kaca objek gelas. Apus darah tebal

digunakan untuk pendeksian parasit, sementara apusan darah digunakan untuk

mengidentifikasi spesies parasit malaria (Kusuma dkk, 2013)

2.8.1 Sediaan Darah Tipis

1. Alat dan bahan : Mikroskop, kaca objek yang bersih, lanset steril,

kapas, pensil gelas, methanol, etanol 70%, rak pewarna, botol semprot,

pinset kaca objek, timer, rak kaca objek, larutan pewarna giemsa, botol

tetes berisi methanol, air dapar pH 7,2.

2. Cara pembuatan sedian darah tipis (Nirmala, 2015 ) :

a. Kaca objek tempat tetesan darah diletakan diatas permukaan keras

atau rata.

22
b. Sentuhkan pinggiran sebuah kaca objek lain, sebagai “penghapus”

ketetesan darah yang kecil dan biarkan darah mengalir disepanjang

pinggiran tersebut.

c. Dorongan penghapus dengan satu gerakan mantap disepanjang

objek gelas, arahnya menjauhi tetesan darah yang besar.

d. Penghapus membentuk sudut 450 terhadap permukaan kaca objek.

e. Usahakan agar penghapus tetap bersentuh dengan permukaan kaca

objek sewaktu mendorong tetesan disepanjang kaca objek.

f. Biarkan apusan darah mengering.

3. Cara pulasan darah dengan giemsa :

a. Fiksasi apusan darah tipis dengan menambahkan 3 (tiga) tetes

metanol.

b. Dengan pinset taruh kaca objek kedalam rak pewarna, dengan

posisi saling membelakangi.

c. Tuangkan larutan giemsa perlahan-lahan sampai memenuhi semua

permukaan preparat dalam waktu 30-45 menit.

d. Bilas sisa air bersih.

e. Buang sisa larutan pewarna.

f. Angkat dengan pinset kaca objek, letakan pad arak kaca objek.

g. Tunggu sampai kering dengan suhu kamar. Periksa dibawah

mikroskop dengan pembesaran objektif 100x (Nirmala, 2015).

23
2.8.2 Sedian Darah Tebal

1. Alat dan bahan : Mikroskop, kaca objek yang bersih, rak pewarna

batang pengaduk, batang pengaduk, botol semprot, pinset kaca objek,

rak kaca objek, timer, larutan pewarna, botol tetes berisi metanol, air

dapar pH 7,2.

2. Cara pembuatan sediaan darah tebal (Nirmala, 2015) :

a. Pegangan kaca objek pada kedua pada kedua tepi atau sudutnya

sewaktu membuat apusan darah tebal.

b. Sentuhkan salah satu sudut penghapus ketetesan darah yang tebal.

c. Rata tetesan tersebut untuk membuat apusan darah tebal dan rata.

3. Cara pulasan sediaan darah tebal (Nirmala, 2015) :

a. Apusan darah tebal tidak boleh di fiksasi, jadi usahakan agar

apusan darah tebal tidak terpajan metanol ateu uap metanol.

b. Dengan pinset taruh kaca objek kedalam rak pewarna, dengan

posisi saling membelakangi.

c. Tuangkan larutan giemsa perlahan-lahan sampai memenuhi semua

permukaan preparat dalam waktu 30-45 menit.

d. Bilas dengan air bersih.

e. Buang sisa pewarna larutan larutan.

f. Angkat dengan pinset kaca objek, letakkan pada arak kaca objek.

g. Tunggu sampai kering dengan suhu kamar.

h. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran objektif 100×

24
2.8.3 Diagnosis Laboratorium Parasit Malaria

Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit

dalam darah yang diperiksa dengan mikroskop. Peranan diagnosis

laboratorium terutama untuk menunjang penanganan klinis.

Penunjangan laboratorium adalah :

1. Untuk diagnosis pada kegagalan obat.

2. Untuk penyakit berat dengan komplikasi.

3. Untuk mendeteksi penyakit tanpa penyulit didaerah tidak stabil atau

daerah transmisi rendah dan penting untuk daerah yang ada infeksi

plasmodium falciparum dan plasmodium vivax sebab pengobatan berbeda

Plasmodium falciparum (Nirmala, 2015).

Diagnosis malaria plasmodium falciparum dapat ditemukannya hanya

bentuk-bentuk cincin dan gametosit dalam darah tepi, alat dalam, juga di

dalam jantung, dan hanya beberapa skizon terdapat di dalam darah (Irianto,

2015).

2.9 Pemeriksaan Mikroskopis Malaria

2.9.1 Pemeriksaan Mikroskopik Konvensional Malaria

Diagnosis konvensional dengan pemeriksaan mikroskopik sediaan

malaria, darah tebal maupun tipis, untuk melihat parasit intraseluler dengan

pengecatan Giemsa masih merupakan pilihan utama dan menjadi gold

25
standard bagi tes diagnostik malaria lain. Dasar pemeriksaan ini adalah

ditemukannya parasit Plasmodia dan karena itu merupakan cara untuk

menegakkan diagnosis definitif malaria. Pemeriksaan sediaan malaria ini

relatif murah, tetapi memerlukan tenaga mikrokopis yang terlatih khusus dan

berpengalaman, serta waktu yang cukup lama untuk pengecatan maupun

interpretasi hasilnya. Sampai saat ini, pemeriksaan mikroskopik tetap

merupakan tes diagnostik utama dalam program malaria termasuk di

Indonesia (Kusuma dkk, 2011).

Jika dilakukan oleh tenaga terlatih serta memenuhi syarat-syarat

tertentu seperti waktu pengambilan sampel yang tepat, volume darah yang

diambil cukup dan kualitas preparat yang baik, pemeriksaan mikroskopik

malaria ini mempunyai nilai sensitifitas tinggi. Jika dilakukan oleh tenaga

yang berkemampuan tinggi, metoda ini dapat mendeteksi 5-10 parasit per uL

darah tetapi pada umumnya 100 parasit per uL darah. Keuntungan lain metode

ini adalah dapat mengetahui spesies, stadium maupun kepadatan parasit, tidak

memerlukan peralatan canggih serta pemeliharaannya mudah (Trixie, 2010).

2.9.2 Pemeriksaan Mikroskopik Secara Quantitative Buffy Coat (QBC)

Metode QBC merupakan pemeriksaan cepat malaria yang berdasarkan

pada pengecatan DNA parasit dengan acridine orange dan dilihat dengan

mikroskop fluorescence. Disebut QBC karena parasit malaria yang dideteksi

berada dalam lapisan buffy coat yang terbentuk setelah sentrifugasi darah

dalam tabung kapiler yang dilapisi oleh acridine orange. Kelemahan metode

26
ini adalah tidak dapat membedakan spesies plasmodium, tidak dapat untuk

menghitung densitas parasit serta memerlukan peralatan mahal seperti alat

sentifuge dan mikroskop fluorescence. Evaluasi nilai diagnostik QBC malaria

untuk P. falciparum menunjukkan sensitifitas 100%, spesifisitas 83,6%,

positive/negative predictive value masing-masing 93,4% dan 100%

dibandingkan sediaan darah tebal (Putra, 2011).

Pemeriksaan mikroskopis malaria Pengecatan apusan darah tebal dan

tipis dilakukan dengan cat giemsa sesuai standar pengecatan mikroskopis

laboratorik malaria yang lazim (Arum dkk, 2006).

Hasil pembacaan mikroskopis paling sedikit harus menyebutkan jenis

parasit. Antar peteknik laboratorium dilakukan uji buta (blinding), yaitu tiap

peteknik laboratorium tidak mengetahui hasil uji imunokromatografi dari

sampel yang sama atau dari hasil uji peteknik laboratorium lainnya ketika

terdapat keraguan sebelumnya. Pemeriksaan mikroskopis laboratorik

dinyatakan sebagai standar emas/rujukan (gold standard/reference standard)

pemeriksaan. Hasil yang diperoleh merupakan hasil sebenarnya (positif

sesungguhnya atau negatif sesungguhnya) (Putra, 2011).

27
3.0 Pemeriksaan Imunologis Malaria Dengan Metode Imunokromatografi

Metode imunokromatografi yang digunakan berdasarkan asas

pemeriksaan imunologis. Pemeriksaan metode imunokromatografi dilakukan.

Darah memakai sampel dari tabung mikro (micro tube) yang berisi EDTA

yang diambil 10 sampai 15 μl menggunakan mikropipet

Gambar 1.

Penafsiran (Interpretasi) hasil uji batang celup (dipstick) imukromatografi

Ket : C garis kendali (kontrol),

T1 : garis untuk Plasmodium falcifarum,

T2 T1 : garis untuk Plasmodium vivax Analisis hasil penelitian.

Kemudian diletakkan dalam lubang perangkat peralatan (kit), hasil

akan terlihat sekitar 10 sampai 15 menit kemudian dalam bentuk garis

berwarna merah muda. Garis yang paling atas (garis pertama) merupakan

garis kendali (kontrol). Garis dibawahnya (garis kedua) merupakan garis uji

28
untuk Plasmodium vivax. Garis yang terbawah (garis ketiga) adalah garis uji

untuk Plasmodium falciparum. Bila hasil uji untuk Plasmodium falciparum

positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis uji terbawah akan berwarna

merah muda, sedangkan garis tengah tidak terlihat. Bila untuk Plasmodium

vivax positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis uji kedua saja yang

terlihat (Gambar 1). Perangkat peralatan (kit), imunokromatografi

menggunakan anti

HRP-2 untuk mengetahui antigen HRP-2 yang terdapat di Plasmodium

falciparum dan anti pLDH untuk mengetahui antigen pLDH yang terdapat di

Plasmodium vivax, dengan zat kromogen klorida emas (gold chloride) yang

memberikan warna merah muda. Hasil penelitian dijabarkan dalam tabel

tabulasi silang dengan perangkat lunak SPSS antara hasil pemeriksaan

mikroskopis malaria dengan metode imunokromatografi. Penghitungan

sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan negatif dilakukan secara

manual (Arum dkk, 2006).

29
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit

(protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat di tular melalui gigitan nyamuk

anopheles. Penelitian terbaru tentang malaria telah mengembangkan metode

diagnostik yang dapat diperbandingkan dengan metode yang lazim

(konvensional) sediaan apus dan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic

Test/RDTs).

Berdasarkan kerangka teori, latar belakang dan tinjauan pustaka, maka

kerangka konsep pada penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan

variabel independen adalah sebagai berikut :

Kerangka Konsep

Perbedaan Hasil Pemeriksaan Malaria Metode Sedian Apus


Dan Metode Rapid Test Pada Penderita Malaria
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Tempilang Kabupaten
Bangka Barat Tahun 2017.

Variabel independen Variabel dependen

Sediaan apus

Malaria
Rapid Test

30
3.2 Hipotesis

Ada Perbedaan Hasil Pemeriksaan Malaria dengan Mengunakan

Metode Sediaan Apus dan Rapid Test Pada Penderita Malaria di Wilayah

Kerja Puskesmas Kecamata Tempilang Kabupaten Bangka Barat Tahun 2017.

31
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian

deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan

dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang

keadaan secara objektif.

4.2 Waktu Dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada satu semester tahun 2017.

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tempilang

Kabupaten Bangka Barat.

4.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh objek yang akan diteliti dan

memenuhi karakteristik yang ditentukan (Riyanto, 2011). Populasi

penelitian ini adalah seluruh responden yang mengalami penyakit

malaria di Puskesmas Kecamatan Tempilang.

32
4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat

mewakili atau repressentatif populasi (Riyanto, 2011). Sampel

penelitian ini 40 darah responden diperiksa mengunakan metode

sediaan apus dan 40 darah responden di periksa mengunakan rapid

test.

4.4 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel Penelitian ini menggunakan metode purposive random

sampling, pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan peneliti (Najmah,

2015) yaitu mengambil sampel berdasarkan para pasien yang mengidap

penyakit malaria yang berkunjung ke Puskesmas Tempilang Pada Tahun

2017.

4.5 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data primer dan sekunder.

Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan langsung sampel

di Laboratorium Puskesmas Tempilang sedangkan data sekunder diperoleh

dari profil Puskesmas Tempilang.

33
4.6 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan

penelitian setelah pengumpulan data, digunakan untuk menjawab penelitian.

Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar.

Menurut Hastono (2006) ada empat tahapan dalam pengolahan data

yang harus dilalui yaitu :

1. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau

check list apakah jawaban yang ada di check list sudah lengkap, jelas,

relavan dan konsisten.

2. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan.

3. Processing

Setelah semua isian kuesioner/check list terisi penuh, benar dan sudah

melewati penkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memperoses

data agar dapat dianalisa.

4. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry.

Apakah ada kesalahan atau tidak ( data ekstrim ).

34
4.7 Analisis Data

4.7.1 Analisa Univariat

Analisa univariat adalah cara analisa untuk variabel tunggal. Penting

untuk menganalisis distribusi ukuran kasus sampel dari variabel tunggal.

Analisis univariat data dapat juga menunjukan komposisi populasi yang lebih

besar dari mana sampel ditarik.

4.7.2 Analisa Bivariat

Mengetahui perbedaan antara satu variabel independen dengan satu

variabel dependen merupakan salah satu dari objektif penelitian dalam bidang

kesehatan. Analisis bivariat adalah analisis yang menunjukan hubungan antara

satu variabel independen dengan satu variabel dependen.

4.8 Definisi Operasional

4.8.1 Variabel Dependen

1. Kejadian Malaria

a. Definisi : Penderita malaria adalah orang yang mengalami

infeksi yang disebabkan plasmodium falciparum

(Achmadi, 2012).

b. Alat ukur : Mikroskop

c. Cara ukur : Pemerikasaan langsung melalui sedian apus

darah dengan ditemukan parasit malaria.

d. Hasil ukuran : Positif (+) ditemukan parasit malaria.

35
Negatif (-) tidak ditemukan parasit malaria.

e. Skala ukur : Nominal

4.8.1 Variabel Independen

1. Metode Sediaan Apus

a. Definisi : Sediaan apus adalah salah satu teknis pemeriksaan

sel-sel darah menggunakan mikroskop dan

membantu pemeriksaan kelainan darah dan juga

infeksi parasit, seperti malaria (Arum dkk, 2006).

b. Alat ukur : Mikroskop

c. Cara ukur : Observasi

d. Hasil ukur : Positif (+) ditemukan parasit malaria.

Negatif (-) tidak ditemukan parasit malaria.

e. Skala ukur : Nominal

2. Rapid Test

a. Definisi : Rapid Test: alat diagnostik untuk keperluan

Pemeriksaan parasit malaria yang mudah dilakukan

serta memberikan hasil yang cepat (Kusuma dkk,

2011).

b. Alat ukur : Rapid test

c. Cara ukur : Observasi

d. Hasil ukur : Positif (+) ditemukan parasit malaria.

Negatif (-) tidak ditemukan parasit malaria.

e. Skala ukur : Nominal

36
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Profil Puskesmas Tempilang

5.1.1 Data Geografis

Kecamatan Tempilang terletak di 1,20 - 3,7” Lintang Selatan

dan diantara 105-170 Bujur Timur memanjang dari Barat ke Tenggara.

Kecamatan Tempilang beriklim Tropis Tipe A variasi hujan antara

56,2-292 mm tiap bulan dengan curah hujan terendah pada bulan

Agustus antara 26 hingga 28̊ dengan rata-rata suhu variasi antara 26

hingga 28̊ C,sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 79,6-86,1%

dengan tingkat rata-rata 83,8%, Sementara itensitas penyinaran

matahari rata-rata antara 2,4-7,6 jam dan tekanan udara antara 1.007,4-

1.011 MBS.

Secara Geografis Kecamatan Tempilang terletak disebelah

Timur Kabupaten Bangka wilayah yang berbentuk semenanjung dengan

luas wilayah lebih kurang 398,86 km2 dan jumlah rumah tangga 6.831.

Kecamatan Tempilang mempunyai wilayah terbagi 9 (sembilan)

desa, yaitu: Desa Benteng Kota, Desa Air Lintang, Desa Tempilang ,

Desa Sinar Surya, Desa Tanjung Niur, Desa Sangku, Desa Buyan

Kelumbi, Desa Penyampak, Desa Simpang Yul.

Penduduk di Kecamatan Tempilang terdiri dari beberapa suku

bangsa seperti antara lain suku bangsa asli, suku Jawa, suku

37
Palembang dan keturunan Tionghoa. Alat transportasi yang

digunakan masyarakat Kecamatan Tempilang untuk mencapai

Puskesmas Tempilang dengan berjalan kaki, menggunakan

kendaraan roda, roda empat dan lain-lain.

5.1.2 Data Demografi

a. Penyebaran penduduk di Kecamatan Tempilang relatif merata

dengan kepadatan yang tidak terlalu tinggi kecuali pada daerah-

daerah tertentu.

b. Mobilitas penduduk cukup tinggi sehingga memudahkan

terjadinya penyebaran penyakit menular.

c. Pertambahan penduduk relatif terjaga dengan keberhasilan

program keluarga berencana yang cukup baik.

d. Tingkat pendidikan di Kecamatan Tempilang cukup baik, ditandai

dengan adanya sekolah-sekolah yang tersebar sampai ke pelosok

desa.

e. Mata pencaharian penduduk cukup beragam antara lain

berdagang, berkebun, pegawai kantor, buruh harian dan lain-lain,

sehingga penghasilanpun relatif bervariasi.

5.1.3 Batas Wilayah

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat sunda

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kelapa dan

Simpang Teritip

38
4. Sebelah Timurberbatasan dengan Kecamatan Puding Besar

Kabupaten Bangka

5.1.4 Fasilitas Pelayanan Puskesmas

1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

a. Ibu hamil, nifas dan menyusui

b. KB

c. Bayi dan Balita sakit

2. Pelayanan Pengobatan

a. Pengobatan umum

b. Pengobatan gigi

c. Rujukan

3. Penyuluhan Kesehatan

a. Penyuluhan di Posyandu

b. Penyuluhan di Puskesmas

c. Penyuluhan di Sekolah-sekolah

4. Laboratorium

a. Darah rutin

b. Urine rutin

c. Feses

d. Test kehamilan

e. Pemeriksaan sputum

5. Klinik Sehat

Pelayanan Gizi, terdiri dari :

39
a. Pemberian vitamin A dan tablet tambah darah

b. Pelayanan uji klinik garam beryodium

c. Konsultasi bayi / balita sakit

Pelayan Imunisasi, terdiri dari :

a. BCG

b. Polio

c. DPT

d. Hepatitis

e. Campak

f. Anti tetanus

5.1.5 Sarana Pelayanan Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan di Puskesmas Tempilang

Tabel 5.1
Tenaga Kerja Puskesmas Tempilang Kabupaten Bangka Barat
No Tenaga Kerja Jumlah

1 Dokter 3 orang

2 Bidan 19 orang

3 Tenaga Perawat 25 orang

4 SKM 2 orang

5 Farmasi 1 orang

6 Gizi 2 orang

7 Sanitasi 1 orang

8 Perawat Gigi 2 orang

9 Analis 2 orang

40
5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan

persentase dari variabel dependen (Pada Penderita Malaria) dan variabel

independen (sediaan apus dan rapid test). Jumlah sampel dalam penelitian

ini sebanyak 40 responden dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli

2017.

5.2.1.1 Sediaan apus

Dalam penelitian ini variabel sediaan apus dibagi menjadi dua

kategori yaitu positif dan negatif. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel

5.2 berikut:

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Pemeriksaan
Sediaan Apus
No Sediaan apus Frekuensi Persentase (%)
1 Positif
24 60.0
2 Negatif
16 40.0
Jumlah
40 100.0

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menunjukkan distribusi frekuensi dan

persentase pemeriksaan sediaan apus 24 (60,0%) responden positif malaria

dan 16 (40,0%) responden negatif malaria di Puskesmas Tempilang

Kabupaten Bangka Barat Tahun 2017.

41
5.2.1.2 Rapid test

Dalam penelitian ini variabel rapid test dibagi menjadi dua kategori

yaitu positif dan negatif. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.3

berikut:

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Pemeriksaan
Rapid Test

No Rapid test Frekuensi Persentase (%)


1 Positif 29 72.5
2 Negatif 11 27.5
Jumlah 40 100.0
Berdasarkan tabel 5.3 diatas menunjukkan distribusi frekuensi dan

persentase pemeriksaan rapid test 29 (72,5%) responden positif malaria dan

11 (25,5%) responden negatif malaria di Puskesmas Tempilang Kabupaten

Bangka Barat Tahun 2017.

5.2.1.3 Hasil Pemeriksaan Malaria

Dalam penelitian ini variabel dibagi menjadi dua kategori yaitu

malaria dan tidak malaria. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.4

berikut:

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Hasil
Pemeriksaan Malaria
No Malaria Frekuensi Persentase (%)
1 Malaria 29 72.5
2 Tidak malaria 11 27.5

42
Jumlah 40

Berdasarkan tabel 5.4 diatas menunjukkan distribusi frekuensi dan

persentase pemeriksaan hasil malaria 29 (72,5%) responden malaria dan 11

(27,5%) responden tidak malaria di Puskesmas Tempilang Kabupaten

Bangka Barat Tahun 2017.

5.2.2 Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dua variabel

pemeriksaan (sediaan apus dan rapid test) pada penderita malaria di

wilayah kerja Puskesmas Tempilang Kabupaten Bangka Barat Tahun 2017.

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik T

berpasangan dengan batas kemaknaan pada α= 0,05. Apabila ρ value ≤ α=

0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara dua variabel.

5.2.3.1 Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sedian Apus dan Rapid Test

Penelitian ini dilakukan pada 40 responden, mengunakan metode

sediaan apus dan rapid test, dengan dua katagori hasil pemeriksaan positif

dan negatif. Hasil perbedaan pemeriksaan sedian apus dan rapid test dapat

dilihat pada tabel berikut :

43
Tabel 5.5
Uji Statitistik T Berpasangan
Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sedian Apus dan Rapid Test
Terhadap Penderita Malaria

Variabel Mean SD SE p value N

Pemeriksaan

Sediaan apus 0.023 40


1.40 0.496 0.078
Rapid test 40
1.28 0.452 0.071

Rata-rata pemeriksaan sediaan apus mean 1.40 dengan standar deviasi

0,496. Pada pemeriksaan rapid test malaria mean 1,28 dengan standar deviasi

0,452. Terlihat nilai mean perbedaan antara pemeriksaan sediaan apus dan

rapid test 0,125 dengan standar deviasi 0,335. Hasil uji statistik didapatkan

nilai p Value 0,023 kurang dari nilai α=0,05 maka dapat disimpulkan ada

perbedaan yang bermakna antara hasil pemeriksaan sediaan apus dan rapid

test.

5.3 Pembahasan
5.3.1 Pemeriksaan Malaria

Berdasarkan hasil penelitian ini hasil pemeriksaan malaria dibagi dua

kategori yaitu positif (bila ditemukan parasit stadium dalam sediaan darah)

dan negatif (bila tidak ditemukan parasit dalam darah). Pada hasil penelitian

yang dilakukan pada 40 responden yang positif ditemukan tropozoit muda

44
bentuk cincin yaitu 29 responden (72,5%) sedangkan yang negatif sebanyak

11 responden (27,5%) menunjukkan bahwa persentase yang positif malaria

pada stadium parasit tropozoit muda bentuk cincin lebih banyak

dibandingkan dengan yang negatif.

Dari hasil uji statistik T berpasangan didapatkan bahwa ada perbedaan

yang bermakna antara metode sediaan apus dan rapid test dengan hasil

pemeriksaan malaria di Laboratorium Puskesmas Tempilang Kabupaten

Bangka Barat pada bulan Juli teruji secara statistik.

Adapun penyebab tingginya persentase pada penderita malaria

dikarenakan daerah Kabupaten Bangka Barat merupakan daerah endemis

penyakit malaria terutama malaria Tropika selain itu juga daerah Bangka

Barat terdapat banyak pantai yang penduduk Bangka Barat bermukim

didekat pantai dan terdapat banyak lobang bekas galian tambang

inkonvensional timah yang dibiarkan begitu saja sehingga memungkinkan

menjadi tempat perindukan nyamuk malaria Nirmala (2015). Sudomo

dalam Hasan menyatakan bahwa tiga kecamatan endemis malaria, yaitu

kecamatan Padang Cermin, Punduh Pedada dan Rajabasa banyak ditemukan

genangan tempat perindukan nyamuk Anopheles yang berupa genangan air

payau dan genangan air tawar. Adanya krisis ekonomi tahun 1997

mengakibatkan 60% tambak udang terlantar, yang berkaitan dengan

bertambahnya tempat perindukan nyamuk An. sundaicus.22 Wilayah pantai

Punduh Pedada merupakan tempat bermuaranya sungai-sungai kecil dari

45
arah perbukitan sehingga hampir setiap tahunnya sering terjadi bencana

banjir bandang, terutama pada musim penghujan. Daerah pantai dan rawa

menarik dunia usaha untuk membuat tambak khususnya tambak udang.

Tetapi para pengusaha kurang menyadari bahwa kolam tambak yang tidak

terawat akan menjadi tempat perkembangan dan perindukan nyamuk

malaria. Lahan tambak di pantai Pedada yang ditelantarkan dan menjadi

laguna mencapai 75,4 ha.23 Ernawati dkk, (2011). Tingginya kepadatan

vektor Anopheles disebabkan banyaknya genangan air yang berupa rawa-

rawa, sungai, selokan, kolam ikan, kolam kangkung, kolam tempat minum

ternak sehingga sangat baik sebagai habitat vektor Anopheles. Kasus

kejadian malaria terbanyak terdapat pada Gampong Puloe Ie sebanyak 14

kasus, tingginya kasus ini diakibatkan oleh banyaknya genangan air yang

ada di sekitar lingkungan rumah penduduk (rawa-rawa, sungai, selokan,

kolam yang terbengkalai) yang dapat menjadi breading place nyamuk

Anopheles serta kebiasaan masyarakat beraktivitas di luar rumah pada

malam hari Junaidi (2015).

5.3.2 Sediaan apus

Sediaan apus darah merupakan suatu sarana yang digunakan untuk

menilai berbagai unsur sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan

trombosit. Selain itu dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi adanya

parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain. Dari hasil penelitian yang

dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tempilang didapatkan hasil penelitian,

24 (60,0%) yang positif malaria, sedangkan yang hasil negatif malaria 16

46
(40,0%). Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan

syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik dan

mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.

Penelitian serupa pernah dilakukan Rakhman, dkk (2012) judul

penelitian perbandingan efektifitas rapid diagnostic test (rdt) dengan

pemeriksaan mikroskop pada penderita malaria klinis di kecamatan jaro,

hasil penelitian tersebut yang dilakukan dari bulan Januari - bulan Juni

2012 mendapatkan hasil penelitian 360 (59,4%) sampel hasil positif

malaria sedangkan sampel hasil negatif malaria 246 (40,6%) dari total

seluruh sampel yang diperiksa.

Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tempilang

Kabupaten Bangka Barat Tahun 2017, ini sejalan dengan penelitian

Rakhman, dkk (2012) maka pada penelitian kedua tersebut hasil positif

pada pemeriksaan pada penderita malaria mengunakan metode sediaa apus

(mikroskop) hasil positif malaria menunjukan lebih tinggi dibandingkan

nilai negatif malaria.

5.3.3 Rapid test

Rapid test cepat yang menggunakan alat yang mendeteksi antigen

malaria pada sampel darah yang sedikit dengan tes imunokromatografi. Tes

imunokromatografi berdasarkan pada penangkapan antigen parasit dari

darah perifer menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal terhadap

antigen parasit. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas

47
Kecamatan Tempilang didapatkan hasil penelitian 29 (72,50%) hasil positif

malaria sedangkan yang negatif malaria 11 (27,5%).

Untuk setiap antigen parasit digunakan 2 set antibodi monoklonal

atau poliklonal, satu sebagai antibodi penangkap, dan satu sebagai antibodi

deteksi. Antibodi monoclonal bersifat lebih spesifik tapi kurang sensitif bila

dibandingkan dengan antibodi poliklonal (Arum, dkk, 2006)

Hasil penelitian pada penelitian ini sama hasilnya dengan penelitian

judul Desrinawati (2003) yang judul penelitian perbandingan hasil

pemeriksaan metoda immunochromatographic test (ict) dengan

perwarnaan giemsa pada infeksi malaria falciparum, dari penelitian

tersebut hasil nilai prediksi positif 73,6%, nilai prediksi negatif 72,1%.

Hasil penelitian secara persentase menunjukan ada perbedaan pada sampel

yang diambil, maka nilai positif lebih tinggi dibandingkan nilai negatif

hasil pemeriksaan pada penderita malaria.

Maka pada penelitian kedua tersebut hasil positif pada pemeriksaan

pada penderita malaria mengunakan metode rapid test maka lebih tinggi

hasil positif dibandingkan nilai negatifnya.

5.3.4 Perbedaan Hasil Pemeriksaan Sediaan Apus dan Rapid Test

Hasil uji univariat didapatkan persentase sediaan apus yang positif

malaria 24 (60,0%) sedangkan rapid test positif malaria 29 (72,5%). Dapat

dilihat secara persentase ada perbedaan (12,5%) hasil yang lebih akurat

48
rapid test dibandingkan sediaan apus. Kemudian kita lihat uji statistik T

berpasangan terlihat nilai mean perbedaan antara pemeriksaan sediaan apus

dan rapid test 0,125 dengan perbedaan standar deviasi 0,335. Hasil uji

statistik didapatkan nilai p value 0,023 nilai kurang dari α=0,05 maka

dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan

sediaan apus dan rapid test.

Sejalan dengan penelitian Arum, dkk (2006), pada penelitian tersebut

metode sediaan apus 84 positif malaria sedangkan untuk rapid test 101

positif malaria. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Walkedan Playford

dengan menggunakan ICT p.f/ p.v dan diperoleh sensitivitas dan

spesifisitas masing masing 97% dan 90% sedangkan yang menggunakan

perangkat alat (kit) Optimal, Walker mendapatkan sensitivitas dan

spesifisitas masing-masing 85% dan 96%.

Penelitian yang telah dilakukan kaitannya dengan pendahuluan dan

literatur yang ada, maka sejalan ada perbedaan yang bermakna pemeriksaan

sediaan apus dan rapid test. Dilihat dari metode sediaan apus ini memiliki

beberapa kelemahan disaat pengecatannya dan tidak ditemukan parasit

plasmodium.

Untuk menegakan hasil pemeriksaan malaria yang lebih cepat kita

bisa untuk mengunakan rapid test secara tepat, dalam pemeriksaan malaria

metode rapid test lebih mudah digunakan dan hasilnya pun lebih akurat

dibandingkan metode sediaan apus. World Health Organization bersama

49
para ilmuwan, ahli laboratorik, serta peklinik merekomendasikan untuk

mengembangkan alat uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDTs)

yang mudah dilakukan, tepat, sensitif, dan sesuai biaya (cost-effective)

(Arum, dkk, 2006).

50
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Kecamatan

Tempilang Kabupaten Bangka Barat pada bulan Juli 2017 didapat hasil

penelitian dari jumlah responden 40 orang membahas mengenai perbedaan

metode (sediaan apus dan rapid test) maka disimpulkan :

1. Hasil pemeriksaan sediaan apus pada penderita malaria menunjukan

persentase lebih tingginya hasil positif malaria dibandingkan hasil negatif

malaria.

2. Hasil pemeriksaan rapid test pada penderita malaria menunjukan

persentase lebih tingginya hasil positif malaria dibandingkan hasil negatif

malaria.

3. Ada perbedaan yang bermakna antara metode pemeriksaan sediaan apus

dan rapid test, pada penderita malaria menunjukan persentase lebih

tingginya hasil positif rapid test, dibandinggkan hasil positif sediaan

apus, pada penderita malaria yang dilakukan penelitian di Puskesmas

Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Barat yang dilakukan pada

bulan juli 2017.

51
6.2 Saran
6.1. Kepada rektor Universitas Kader Bangsa
Lebih meningkatkan sarana dan prasarana di Universitas

Kader Bangsa dan menambah buku-buku dan literatur tentang

malaria.

6.2. Bagi Pimpinan Puskesmas Tempilang


Diharapkan merekomendasikan pada pekerja laboratorium di

Puskesmas Tempilang untuk mengunakan metode rapid test, untuk

pemeriksaan malaria pada penderita malaria, ini sesuai penelitian

yang telah dilakukan karena metode rapid test lebih cepat dan

akurat untuk menegakan diagnostik cepat pada pemeriksaan

malaria.

6.3 Bagi Peneliti lain yang akan datang

Perlu dilakukan lebih lanjut untuk mengambil jumlah sampel

lebih banyak pada penelitian perbedaan sediaan apus dan rapid test

dan membandingkan hasil plasmodim falciparum dan vivax, yang

ditemukan pada metode sediaan apus dan rapid test.

52

Anda mungkin juga menyukai