Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

SHOLAT
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata Kuliah Praktikum Ibadah

Disusun oleh :

1. RIZKIA AMANDA SARI (2017122350073)


2. WINA TRIYUNINGSIH (2017122350016)
3. AKHMAD FAUZI (2017122350041)
4. BUSMAN (2018222350040)
5. M. BUDI KUSTANTO (2017122350060)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


AHMAD DAHLAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
hidayah dan rahmat-Nya agar senantiasa dekat dengan diri-Nya dalam keadaan
sehat wal’afiat. Serta salam dan shalawat kita kirimkan kepada Muhammad SAW,
dimana nabi yang membawa ummat-Nya dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang dan telah menjadi suri tauladan bagi ummat-Nya.

Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah mengenai ”Shalat“ karena
sebagai seorang umat Islam maka kita perlu mengetahui seluk beluk Sholat.

Penulis sangat mengharapkan agar pembaca dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan-Nya. Saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata tiada gading yang tak retak, begitu juga
dengan manusia sendiri.

Tangerang, Maret 2017

Kelompok Tiga

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Dalil-dalil tentang Shalat .......................................................................... 3
2.2 Pengertian Shalat, Syarat Wajib, Syarat Sah, Rukun, dan Hal-hal yang
membatalkan Shalat .................................................................................. 5
2.3 Tujuan Ibadah Shalat ................................................................................ 13
2.4 Makna Khusuk dan Cara meraih shalat yang khusuk ............................... 14
2.5 Shalat Jumat dan Shalat Jamaah ............................................................... 18
2.6 Shalat Jamak dan Qashar .......................................................................... 23
2.7 Shalat-shalat Sunnah ................................................................................ 26
2.8 Makna Sosial Ibadah Shalat ..................................................................... 42
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 48
3.2 Saran ......................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 49

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sholat merupakan salah satu tiang bangunan islam. Begitu pentingnya arti
sebuah tiang dalam suatu bangunan yang bernama islam, sehingga takkan
mungkin untuk ditinggalkan. Makna bathin juga dapat ditemukan dalam sholat
yaitu: kehadiran hati, tafahhum (Kefahaman terhadap ma‟na pembicaraan),
ta‟dzim (Rasa hormat), mahabbah, raja‟ (harap) dan haya (rasa malu), yang
keseluruhannya itu ditujukan kepada Allah sebagai Ilaah.
Sesungguhnya shalat merupakan sistem hidup, manhaj tarbiyah dan ta‟lim
yang sempurna, yang meliputi (kebutuhan) fisik, akal dan hati. Tubuh menjadi
bersih dan bersemangat, akal bisa terarah untuk mencerna ilmu, dan hati menjadi
bersih dan suci. Shalat merupakan tathbiq „amali (aspek aplikatif) dari prinsip-
prinsip Islam baik dalam aspek politik maupun social kemasyarakatan yang ideal
yang membuka atap masjid menjadi terus terbuka sehingga nilai persaudaraan,
persamaan dan kebebasan itu terwujud nyata. Terlihat pula dalam shalat makna
keprajuritan orang-orang yang beriman, ketaatan yang paripurna dan keteraturan
yang indah.
Karena itu semua maka masyarakat Islam pada masa salafus shalih sangat
memperhatikan masalah shalat, sampai mereka menempatkan shalat itu
sebagai”mizan” atau standar, yang dengan neraca itu ditimbanglah kadar kebaikan
seseorang dan diukur kedudukan dan derajatnya. Jika mereka ingin mengetahui
agama seseorang sejauh mana istiqamahnya maka mereka bertanya tentang
shalatnya dan sejauh mana ia memelihara shalatnya, bagaimana ia melakukan
dengan baik. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
“Apabila kamu melihat seseorang membiasakan ke Masjid, maka
saksikanlah untuknya dengan iman.” (HR. Tirmidzi).
Dalam kitab Jami‟ush shogir lima orang sahabat r.a. yaitu Tsauban, Ibnu
Umar, Salamah, Abu Umamah dan Ubadah r.a.telah meriwayatkan hadist

1
ini : ” Sholat adalah sebaik-baik amalan yang ditetapkan Allah untuk hambanya”.
Begitupun dengan maksud hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu mas‟ud dan Anas
r.a.
Begitulah orang-orang yang beriman itu bukanlah orang yang
melaksanakan ritual dan gerakan-gerakan yang diperintahkan dalam sholat semata
tetapi dapat mengaplikasikannya dalam keseharianya. Sholat sebagai salah satu
penjagaan bagi orang-orang yang beriman yang benar-benar melaksanakannya.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, masalah-masalah yang akan dibahas
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Dalil-dalil tentang ibadah shalat.
2. Pengertian sholat, syarat wajib, Syarat Sah, Rukun dan Hal-hal yang
membatalkan shalat.
3. Tujuan ibadah shalat.
4. Makna Khusuk dan cara meraih Shalat yang Khusuk.
5. Shalat jumat dan Shalat Jamaah.
6. Shalat Jamak dan Qashar.
7. Shalat-shalat Sunah
8. Makna Sosial ibadah shalat.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui tentang Dalil-dalil tentang ibadah shalat
2. Untuk mengetahui pengertian sholat, syarat wajib, Syarat Sah, Rukun dan
Hal-hal yang membatalkan shalat.
3. Untuk mengetahui tujuan ibadah shalat
4. Untuk mengetahui makna Khusuk dan cara meraih Shalat yang Khusuk
5. Untuk mengetahui Shalat jumat dan Shalat Jamaah.
6. Untuk mengetahui Shalat Jamak dan Qashar
7. Untuk mengetahui Shalat-shalat Sunah
8. Untuk mengetahui Makna Sosial ibadah shalat

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dalil-Dalil tentang Shalat


Shalat diwajibkan dengan dalil yang qath`i dari Al-Quran, As-Sunnah dan
Ijma‟ umat Islam sepanjang zaman. Tidak ada yang menolak kewajiban shalat
kecuali orang-orang kafir atau zindiq.
Sebab semua dalil yang ada menunjukkan kewajiban shalat secara mutlak untuk
semua orang yang mengaku beragama Islam yang sudah akil baligh. Bahkan anak
kecil sekalipun diperintahkan untuk melakukan shalat ketika berusia 7 tahun. Dan
boleh dipukul bila masih tidak mau shalat usia 10 tahun, meski belum baligh.

1. Dalil dari Al-Quran


Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran Al-Kareim

“…Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan


memurnikan keta‟atan kepada-Nya dalam agama yang lurus , dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus.”(QS. Al-Bayyinah : 5)

“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia
telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesempitan. agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu
sekalian orang-orang muslim dari dahulu , dan dalam ini, supaya Rasul itu
menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap
manusia, maka dirikanlah shalat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia

3
adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik
Penolong.” (QS. Al-Hajj : 78)

“…Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman.” (QS. An-Nisa : 103)

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku‟lah beserta orang-orang yang
ruku”.(QS. Al-Baqarah : 43)
Dan masih banyak lagi perintah di dalam kitabullah yang mewajibkan umat Islam
melalukan shalat. Paling tidak tercatat ada 12 perintah dalam Al-Quran lafaz

“aqiimush-shalata” yang bermakna “dirikanlah shalat” dengan fi`il


Amr (kata perintah) dengan perintah kepada orang banyak (khithabul jam`i).
Yaitu pada surat :
 Al-Baqarah ayat 43, 83 dan110
 Surat An-Nisa ayat 177 dan 103
 Surat Al-An`am ayat 72
 Surat Yunus ayat 87
 Surat Al-Hajj : 78
 Surat An-Nuur ayat 56
 Surat Luqman ayat 31
 Surat Al-Mujadalah ayat 13
 Surat Al-Muzzammil ayat 20.

Ada 5 perintah shalat dengan lafaz “aqimish-shalata” yang


bermakna “dirikanlah shalat” dengan khithab hanya kepada satu orang. Yaitu pada
:
 Surat Huud ayat 114
 Surat Al-Isra` ayat 78
 Surat Thaha ayat 14
 Surat Al-Ankabut ayat 45

4
 Surat Luqman ayat 17.

2. Dalil dari As-Sunnah


Di dalam sunnah Raulullah shallallahu „alaihi wasallam, ada banyak sekali
perintah shalat sebagai dalil yang kuat dan qath`i tentang kewajiban shalat.
Diantaranya adalah hadits-hadits berikut ini :

Dari Ibni Umar radhiyallahu „anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu


„alaihi wasallam bersabda,”Islam didirikan di atas lima hal. Sahadat bahwa tiada
tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, penegakan
shalat, pelaksanaan zakat, puasa di bulan Ramadhan dan haji ke Baitullah bila
mampu”. (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Dalil dari Ijma`


Bahwa seluruh umat Islam sejak zaman nabi shallallahu „alaihi wasallam
hingga hari ini telah bersepakat atas adanya kewajiban shalat dalam agama Islam.
Lima kali dalam sehari semalam.
Dengan adanya dalil dari Quran, sunnah dan ijma` di atas, maka
lengkaplah dalil kewajiban shalat bagi seorang muslim. Maka mengingkari
kewajiban shalat termasuk keyakianan yang menyimpang dari ajaran Islam,
bahkan bisa divonis kafir bila meninggalkan shalat dengan meyakini tidak adanya
kewajiban shalat.

2.2 Pengertian Shalat, Syarat Wajib, Syarat Sah, Rukun, dan Hal-hal yang
membatalkan Shalat.

Shalat adalah ibadah yang utama dan berpahala sangat besar. Banyak hadits-
hadits yang menerangkan hal itu, akan tetapi dalam kesempatan ini kita cukup
menyebutkan beberapa di antaranya sebagai berikut:

5
1. Ketika Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam ditanya tentang amal yang
paling utama, beliau menjawab: "Shalat pada waktunya". (Muttafaq 'alaih)
2. Sabda Rasulullahshallallaahu alaihi wasallam :
"Bagaimana pendapat kamu sekalian, seandainya di depan pintu masuk
rumah salah seorang di antara kamu ada sebuah sungai, kemudian ia mandi
di sungai itu lima kali dalam sehari, apakah masih ada kotoran yang melekat
di badannya?" Para sahabat menjawab: "Tidak akan tersisa sedikit pun
kotoran di badannya." Bersabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Maka begitu pulalah perumpamaan shalat lima kali sehari semalam, dengan
shalat itu Allah akan menghapus semua dosa." (Muttafaq 'alaih)
3. Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam :
"Tidak ada seorang muslim pun yang ketika shalat fardhu telah tiba
kemudian dia berwudhu' dengan baik dan memperbagus kekhusyu'annya
(dalam shalat) serta ru-ku'nya, terkecuali hal itu merupakan penghapus
dosanya yang telah lalu selama dia tidak melakukan dosa besar, dan hal itu
berlaku sepanjang tahun itu." (HR. Muslim)
4. Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
"Pokok segala perkara itu adalah Al-Islam dan tonggak Islam itu adalah
shalat, dan puncak Islam itu adalah jihad di jalan Allah." (HR. Ahmad, At-
Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih)

1. Definisi dan Pengertian


Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa, sedangkan menurut istilah
shalat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan takbir
dan diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratkan yang ada.

2. Hukum, Tujuan dan Syarat Shalat.


Hukum sholat fardhu lima kali sehari (Subuh, Dhuhur, Ashar, Magrib,
Isya') adalah wajib bagi semua orang yang telah dewasa atau akil baligh
serta normal tidak gila. Tujuan shalat adalah untuk mencegah perbuatan
keji dan munkar.

6
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan shalat dapat
dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam yaitu :

1) Syarat-syarat wajib shalat.


yaitu syarat-syarat diwajibkannya seseorang mengerjakan shalat. Jadi
jika seseorang tidak memenuhi syarat-syarat itu tidak diwajibkan
mengerjakan shalat. yaitu :
 Islam, Orang yang tidak Islam tidak wajib mengerjakan shalat.
 Suci dari Haidl dan Nifas, Perempuan yang sedang Haidl (datang
bulan)atau baru melahirkan tidak wajib mengerjakan shalat.
 Berakal Sehat, Orang yang tidak berakal sehat seperti orang
gila,orang yang mabuk, dan Pingsan tidak wajib mengerjakan
shalat, sebagaimana sabda Rasulullah :"Ada tiga golongan manusia
yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi beban syari'at)
yaitu; orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil sampai dia
baligh dan orang yang gila sampai dia sembuh." (HR. Abu Daud
dan lainnya, hadits shahih)
Baliqh (Dewasa), Orang yang belum baliqh tidak wajib
mengerjakan shalat. Tanda-tanda orang yang sudah baliqh :
 Sudah berumur 10 tahun. sebagaimana sabda Rasulullah
:"Perintahkanlah anak-anak untuk melaksanakan shalat apabila
telah berumur tujuh tahun, dan apabila dia telah berumur
sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau tidak
melaksanakannya." (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
 Mimpi bersetubuh.
 Mulai keluar darah haid (datang bulan) bagi anak perempuan
 Telah sampai da'wah kepadanya, Orang yang belum pernah
mendapatkan da'wah/seruan agama tidak wajib mengerjakan shalat.
 Jaga, Orang yang sedang tertidur tidak wajib mengerjakan shalat.

7
2) Syarat-syarat Sah shalat.
Yaitu yang harus dipenuhi apabila seseorang hendak melakukan shalat.
Apabila salah satu syarat tidak dipenuhi maka tidak sah shalatnya.
Syarat-syarat tersebut ialah :
 Suci dari hadats besar dan hadats kecil
Hadats kecil ialah tidak dalam keadaan berwudhu dan hadats
besar adalah belum mandi dari junub. Dalilnya adalah firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala : Artinya :"Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai kedua mata kaki, dan
jika kamu junub maka mandilah." (Al-Maidah : 6)
Sabda rasulullah SAW :
Artinya : “"Allah tidak akan menerima shalat yang tanpa
disertai bersuci". (HR. Muslim)
 Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis
Adapun dalil tentang suci badan adalah sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam terhadap perempuan yang keluar
darah istihadhah :
"Basuhlah darah yang ada pada badanmu kemudian
laksanakanlah shalat." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Adapun dalil tentang harusnya suci pakaian, yaitu firman Allah
Subhanahu wa Ta‟ala :
"Dan pakaianmu, maka hendaklah kamu sucikan." (Al-
Muddatstsir: 4)
Adapun dalil tentang keharusan sucinya tempat shalat yaitu
hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata :
"Telah berdiri seorang laki-laki dusun kemudian dia kencing di
masjid Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam , sehingga
orang-orang ramai berdiri untuk memukulinya, maka
bersabdalah Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam,
'Biarkanlah dia dan tuangkanlah di tempat kencingnya itu satu

8
timba air, sesungguhnya kamu diutus dengan membawa
kemudahan dan tidak diutus dengan membawa kesulitan (HR
Al-Bukhari)
 Masuk waktu Shalat
Shalat tidak wajib dilaksanakan terkecuali apabila sudah masuk
waktunya, dan tidak sah hukumnya shalat yang dilaksanakan
sebelum masuk waktunya. Hal ini berdasarkan firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala : "Sesungguhnya shalat itu adalah
kewajiban yang diten-tukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." (An-Nisa' : 103).
Maksudnya, bahwa shalat itu mempunyai waktu tertentu. Dan
malaikat Jibril pun pernah turun, untuk mengajari Nabi
shallallaahu alaihi wasallam tentang waktu-waktu shalat. Jibril
mengimaminya di awal waktu dan di akhir waktu, kemu-dian ia
berkata kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam: "Di antara
keduanya itu adalah waktu shalat.”
 Menutup Aurat
Aurat harus ditutup rapat-rapat dengan sesuatu yang dapat
menghalangi terlihatnya warna kulit. Hal ini berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Wahai anak Adam,
pakailah pakaianmu yang indah setiap kali berada ditempat
sujud.” (Al-A‟Raf : 31)
Yang dimaksud dengan pakaian yang indah adalah yang
menutup aurat. sedangkan tempat sujud adalah tempat shalat.
Para ulama sepakat bahwa menutup aurat adalah merupakan
syarat sahnya shalat, dan barangsiapa shalat tanpa menutup
aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupinya, maka
shalatnya tidak sah.
 Menghadap Kiblat
Orang yang mengerjakan shalat wajib menghadap kiblat yaitu
menghadap ke arah Masjidil Charam. Hal ini berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Sungguh Kami (sering)

9
melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami
akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
berada, maka palingkanlah mukamu ke arahnya.” O(Al-
Baqarah : 144)

3) Rukun Shalat
Dalam sholat ada rukun-rukun yang harus kita jalankan, yakni :
1) Niat mengerjakan salat di dalam hati, sambil menentukan sebabnya,
(misalnya: Istisqa, Tahiyatul masjid, dan sebagainya), dan
menentukan waktunya, (misalnya: lohor, asar, dan berniat fardhu
dalam salat fardhu.
(Lengkapnya, misal: Saya niat salat fardhu asar empat rakaat …).
2) Takbiratul ihram. Membaca dengan suara yang terdengar oleh dirinya
sendiri sebagaimana rukun qauli lainnyaryaitu Allahu Akbar yang
menjadi rukun shalat yang kedua.
3) Berdiri dalam salat fardhu bagi orang yang mampu berdiri. (Bagi salat
sunat dan yang tidak mampu berdiri boleh sambil duduk).
4) Membaca surat Fatihaah berikut bismillah, semua tasydidnya, terus-
menerus, tertib, memperhatikan makhraj huruf-hurufnya dan tidak
salah baca yang dapat mengubah makna, (misalnya: an‟amta dibaca an
„amtu atau an‟amti dan selagainya). Salah baca yang tidak mengubah
makna hukumnya haram; tetapi tidak membatalkan (Alhamdu dibaca
Alhamda, Lillaahi dibaca Lillaahu dan sebagainya).
5) Rukuk, yaitu membungkuk dan kedua telapak tangan diletakkan pada
kedua lututnya. Dan disunatkan punggungnya lurus, rata.
6) Tuma‟ninah ketika rukuk, yakni diam sebentar seukuran membaca:
Subhaanal-laah.
7) I‟tidal, yaitu berdiri tegak (sebagaimana sebelumnya).
8) Tumaninah ketika I‟tidal.
9) Sujud dua kali, yaitu dengan meletakkan dahinya di atas tempat salat
serta dibuka, diberatkan seberat kepala sambil bersungkur, meletakkan

10
sedikit lututnya, kedua telapak tangannya dan semua ujung jari
kakinya.
10) Tumaninah ketika sujud.
11) Duduk di antara dua kali sujud.
12) Tumaninah ketika duduk.
13) Duduk untuk membaca tasyahud akhir dan yang sesudahnya.
14) Membaca tasyahud akhir, yang berarti semua penghormatan,
keberkahan, rahmat, dan kebaikan bagi Allah. Keselamatan, rahmat
Allah dan keberkahan-Nya bagimu wahai Nabi. Keselamatan bagi
kami dan hamba-hamba Allah yang saleh. Saya bersaksi bahwa tiada
Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah
utusan Allah.
15) Membaca salawat atas Nabi Muhammad saw. minimal dengan
mengucapkan, „Ya Allah! Rahmatilah Nabi Muhammad‟.
16) Membaca salam, minimal dengan mengucapkan, “As s
allaamu‟alaikum.‟
17) Tertib, berurutan seperti tersebut di atas. Kalau seseorang sengaja
meninggalkan ketertiban, misalnya bersujud sebelum rukuk, maka
batal shalatnya.Kalau terlupa bersujud sebelum rukuk lalu ingat, maka
wajib mengulangrnya, kecuali kalau ia ingat ketika mengerjakan
pekerjaan yang sama misalnya rukuk lagi pada rakaat selanjutnya,
atau sesudah rukuk yang sama, maka sempurnakanlah rakaatnya
dengan rukuk itu dan sia-sialah pekerjaan yang terlupakan itu.
(Singkatnya, rakaatnya harus ditambah sesuai dengan ketentuan).

4) Yang membatalkan Shalat


1) Salat itu bisa batal dengan ucapan lain selain bacaan salat, walaupun
dengan dua huruf (misalnya: betul, saya, dan sebagainya) atau satu
huruf yang memberi arti, (misalnya: ya!), kecuali karena lupa dan
ucapannya sedikit, tidak lebih dari enam patah kata.
Dengan pekerjaan yang banyak serta terus-menerus, misalnya: tiga
gerakan (tiga kali menggaruk atau tiga kali melangkah).

11
Dengan sekali gerakan yang berlebih-lebihan (meloncat atau
menggerakkan seluruh badan tanpa sebab (udzur) syara‟.
Contoh tiga gerakan yang sering dikerjakan orang, misalnya
menggerakkan kepala dan kedua tangan, mengusap telinga, lalu dahi
sambil menggerakkan kepala. Kecuali menyapu telinga terus ke
hidung misalnya, kemudian sesudah agak lama terselang baru
bergerak lagi, maka tidak batal salatnya. Berarti hanya dua kali
gerakan yang terus-menerus.
2) Dengan menambah rukun fi‟ly (pekerjaan dengan sengaja, misalnya:
rukuk dua kali atau salat asar lima rakaat bukan karena lupa dan
sebagainya).
Dengan sekali gerakan karena bermain-main. Dengan makan atau
minum kecuali karena lupa dan yang ditelannya sedikit.
Keterangan :
 Kalau lupa menelan sebiji nasi atau biji jambu, maka tidak batal.
 Kalau sengaja menelan sisa-sisa kopi atau gula, maka perbuatan itu
membatalkan shalat.
Salat itu batal dengan berniat membatalkan salat (sekali pun pada
prakteknya tidak).
Menangguhkan membatalkan salat karena sesuatu, (misalnya:
berniat kalau teman datang, salatnya akan dibatalkan).
Keraguan membatalkan salat, (misalnya: hati merasa bimbang
karena ada orang yang memanggil, lalu timbul kebimbangan
membatalkan salatnya atau tidak), dengan semua sebab itu, maka
tetap batat.
Singkatnya, selama kita salat wajib bertekad tidak akan
mernbatalkan salat, sehingga andaikan seseorang salat di atas batu
di tengah sungai lalu tiba-tiba banjir, maka daripada membatalkan
salat, orang itu diperbolehkan salat sambil lari serta
membelakangi kiblat dan sebagainya, lalu ia merieruskan salat
dengan sempurna di tempat yang aman. (Seperti salat syiddatul-
khauf)

12
 Terlewat satu rukun dengan disertai keraguan terhadap niat
takbiratul-ihram (apakah sudah atau belum dilakukan), atau masa
keragu-raguannya itu lama (misalnya: ketika akan rukuk merasa
ragu mengenai niat salat, dan selama rukuk masih juga, ragu, maka
batal salatnya bila sampai‟pada i‟tidal).

2.3 Tujuan Ibadah Sholat


Dari semua jenis ibadah yang kita lakukan tadi, tentulah kita meiliki tujuan
agar kualitas rohani, jasad, dan pikir kita senantiasa stabil.
1. Mememnuhi kewajiban manusia kepada Allah, sebab Allah menciptakan
manusia di dunia ini hanya diperintahkan untuk menjalankan segala
sesuatu yang diperintahkan oleh Allah, seperti tertuang dalm firman Allah
: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku." (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
2. Mendekatkan diri dan mencari ridha Allah sebagaimana yang termaktub
dalam firman Allah : "Katakanlah: "sesungguhnya shalat, ibadah, hidup
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-
Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalh
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al-
An'am [6]: 162-163)
3. Tujuan lain dari ibadah adalah ketaqwaan hati. Ketaqwaan yang
mencegahnya dari maksiat, dan mendorongnya untuk melaksanakan
perintah-Nya.
4. Agar kita merasakan pegawasan Allah, sehingga seseorang merasa takut
dan malu dalam berbuat maksiat dan dosa.
5. Mendapatkan ganjaran pahala yang berlipat ganda yang senantiasa Allah
janjikan kepada orang-orang mukmin yang beribadah kepada-Nya.
Sebagaiman firman Alla : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala

13
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl [16]:
97)
6. Mengharapkan ampunan dan surganya Allah. Sebagaiman firman Allah :
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-
orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya),
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-
orang yang berbuat kebajikan" (QS. Ali Imran [3]: 133-134)
7. Menyerahkan urusan kepada Allah (tawakkal)

2.4 Makna Khusuk dan Cara Meraih Shalat yang Khusuk


1. PENGERTIAN KHUSYU
Arti khusyu‟ dalam bahasa Arab ialah al-inkhifaadh (merendah),
adz-dzull (tunduk), dan as-sukuun (tenang). Seseorang dikatakan telah
mengkhusyu‟kan matanya jika dia telah menundukkan pandangan matanya.
Secara terminology khusyu‟ adalah seseorang melaksanakan shalat dan
merasakan kehadiran Allah SWT yang amat dekat kepadanya, sehingga hati
dan jiwanya merasa tenang dan tentram, tidak melakukan gerakan sia-sia
dan tidak menoleh. Dia betul-betul menjaga adab dan sopan santun di
hadapan Allah SWT. Segala gerakan dan ucapannya dia konsentrasikan
mulai dari awal shalat hingga shalatnya berakhir.
Sedangkan menurut para ulama khusyu‟ adalah kelunakan hati,
ketenangan pikiran, dan tunduknya kemauan yang renadah yang disebabkan
oleh hawa nafsu dan hati yang menangis ketika berada di hadapan Allah
sehingga hilang segala kesombongan yang ada di dalam hati tersebut. jadi,
pada saat itu hamba hanya bergerak sesuai yang diperintahkan oleh
Tuhannya.
Dalam Al-Qur‟an kata khusyu‟ disebutkan sebanyak 17 kali dalam
bentuk kata yang berbeda. Meskipun mayoritas ditujukan kepada manusia
namun ada juga sebagian ayat yang menyatakan bahwa khusyu‟ berlaku
juga untuk benda-benda yang lain seperti gunung dan bumi. Imam Ibnul

14
Qayyim ketika menjelaskan perbedaan antara khusyu‟ iman dengan khusyu‟
nifaq berkata : “Khusyu‟ iman adalah: “khusyu‟nya hati kepada Allah
dengan sikap mengagungkan, memuliakan, sikap tenang, takut dan malu.
Hatinya terbuka untuk Allah dengan keterbukaan yang diliputi kehinaan
karena khawatir, malu bercampur cinta. Menyaksikan nikmat-nikmat Allah
dan kejahatan dirinya sendiri. Dengan begitu secara otomatis hati menjadi
khusyu‟ yang kemudian khusyu‟nya anggota badan. Adapun khusyu‟ nifaq
adalah : ia tampak pada permukaan badan dalam sifatnya yang dipaksakan
dan dibuat-buat, sementara hatinya tidak khusyu‟. Sebagian sahabat ada
yang berkata: “Saya berlindung kepada Allah dari khusyu‟ nifaq. Dikatakan
kepadanya apa, “Apakah khusyu‟ nifaq?” Ia menjelaskan “Jika badan
kelihatan khusyu‟ sementara hatinya tidak”. Adapun pengertian hamba yang
khusyu‟ kepada Allah adalah : seorang hamba yang nafsu syahwatnya
padam dan perasaan syahwatnya dalam hatinya tenang. Dengan begitu,
dadanya menjadi terang dan di dalamnya terpancar cahaya agung. Maka
kemudian matilah syahwat jiwanya, karena rasa takut dan adanya
ketenangan yang memenuhi hatinya. Dengan begitu padamlah seluruh
anggota badannya, hatinya tenang dan tuma‟ninah kepada Allah . Ia
berdzikir kepada-Nya dengan perasaan tenteram yang diberikan Rabb
kepadaNya, dengan begitu, ia tunduk dan berserah diri kepada Allah .
Sedangkan orang yang tunduk adalah orang yang tenang. Sebab yang
disebut dengan tanah yang tenang adalah tanah yang tidak bergerak dan
karenanya air bisa menggenang. Begitu pula hati yang tunduk, ia merasakan
ketenangan dan kekhusyu‟an, seperti belahan bumi yang tenang yang di
atasnya air bisa mengalir kemudian menggenang di atasnya.
Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu‟alaihi
Wasallam pernah berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-
Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu‟, dari jiwa
yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak dikabulkan”.(HR Muslim).
Dalam hadits yang agung ini, Rasulullah Shallallahu‟alaihi
Wasallam menggandengkan empat perkara yang tercela ini, sebagai isyarat
bahwa ilmu yang tidak bermanfaat memiliki tanda-tanda buruk, yaitu hati

15
yang tidak khusyu‟, jiwa yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak
dikabulkan, nu‟uudzu billahi min dzaalik. Imam Ibnu Rajab al-Hambali
berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa ilmu yang tidak menimbulkan
(sifat) khusyu‟ dalam hati maka ini adalah ilmu yang tidak bermanfaat”.
Maka hadits ini merupakan argumentasi yang menunjukkan bahwa sifat
khusyu‟ adalah termasuk buah yang manis dan agung dari ilmu yang
bermanfaat.

2. Cara meraih Shalat yang Khusuk


Untuk mencapai hal-hal yang akan mendatangkan kekhusyukan ada
beberapa kiat yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW diantaranya
:
 Mempersiapkan diri sepenuhnya untuk Sholat.
Adapun bentuk-bentuk persiapannya yaitu, ikut menjawab
adzan yang dikumandangkan oleh muadzin kemudian diikuti dengan
membaca doa yang diisyaratkan, bersiwak (menggosok gigi) karena
hal ini tentunya akan membersihkan mulut dan menyegarkannya,
kemudian memakai pakaian yang baik dan bersih.
Diantara bentuk persiapan lainnya adalah berjalan ke masjid
dengan penuh ketenangan dan tidak tergesa-gesa. Lalu setelah
sampai di depan masjid, masuk dengan membaca doa dan ketika
keluar nanti darinya juga membaca doa, melaksanakan sholat sunnah
tahiyyatul masjid setelah setelah berada di dalam masjid, kemudian
merapatkan dan meluruskan shaf sebab setan selalu berupaya untuk
mencari celah yang bisa ditempatinya (dalam barisan shaf sholat).
Dan Insyaallah hal ini (persiapan ini) akan membantu kita dalam
menggapai kekhusyukan.

 Tumakninah
Rasulullah SAW selalu melakukan tumakninah dalam setiap
sholatnya, hingga seluruh anggota badan Rasulullah SAW
menempati posisi semula. Bahkan Rasulullah SAW memerintahkan

16
orang yang buruk shalatnya supaya untuk melakukan tumakninah,
sebagaimana sabda beliau ; {“ Tidak sempurna Sholat mereka (salah
seorang dari kalian), kecuali dengannya (tumakninah) “}.

 Mengingat mati ketika Sholat


Hal ini berdasarkan wasiat dari baginda Rasulullah SAW yang
bersabda ; {“ Apabila engkau sedang sholat, maka sholatlah seolah-
olah engkau hendak pisah (mati) “} (HR. Ahmad)

 Menghayati makna bacaan Sholat


Sikap penghayatan itu tidak akan terwujud kecuali dengan
memahami makna dari setiap bacaan sholat kita. Karena dengan
memahami makna bacaan sholat tersebut, sesorang akan mampu
menghayati serta berfikir tentang (makna dari setiap langkah) sholat
itu, sehingga kita akan mengucurkan air mata, karena pengaruh
makna yang mendalam dari dalam lubuk hati kita.

 Membaca surah sambil berhenti pada tiap ayat-ayatnya


Hal ini merupaka kebiasaan dari Rasulullah SAW yang telah
dikisahkan oleh Ummu Salamah mengenai bagaimana Rasulullah
SAW dalam membaca Al-Fatihah ;{“ Rasulullah SAW membaca
basmalah kemudiann berhenti, kemudian membaca ayat-ayat
berikutnya kemudian berhenti. Demikianlah seterusnya hingga
Rasulullah SAW selesai sholat “} (HR. Abu Daud).

 Membaca Al-Qur’an dengan Tartil


Membaca dengan perlahan dan tartil lebih mampu dalam membantu
untuk merenungi setiap ayat-ayat yang dibacanya serta dapat
mendatangkan kekhusyukan dalam sholat. Sebaliknya dengan
membaca tergesa-gesa akan menjaukan hati ini dari kehusyukan
dalam sholat.\

17
 Meyakini bahwa Allah SWT akan mengabulkan permintaannya
yang sedang melaksanakan sholat
Rasulullah SAW pernah bersabda dalam hadits Qudsi yakni ; {“
Allah SWT berfirman, „Aku membagi sholatku dengan hamba-Ku
menjadi dua bagian, dan bagi hamba-Ku setiap apa yang dia minta.
Jika mengucapkan Alhamdulillahi Rabbil „Alamin, Aku berfirman,
hamba-Ku telah menyanjung-Ku. Jika dia mengucapkan Maaliki
Yaumiddiin, Aku berfirman, hamba-Ku telah memuliakan dan
mengagungkan-Ku “} (HR. Muslim).

 Meletakkan Sutrah (tabir pembatas), dan mendekatkan diri


kepadanya
Hal ini bermaksud untuk memperpendek dalam menjaga penglihatan
orang yang sedang melaksanakan sholat, sekaligus menjaga diri dari
lalu lalangnya orang yang lewat disekitar kita. Sebab, hilir mudik
orang-orang lain di depan orang yang melaksanakan sholat akan
dapat mengganggu sekhusyukan.
 Melihat ke arah tempat Sujud
Sebagaimana dalam hadits {“ Rasulullah SAW jika sedang
melakukan sholat, beliau menundukkan kepalanya serta
mengarahkan pandangannya ke tanah (tempat sujud) “} (HR. Al-
Hakim)
 Memohon perlindungan kepada Allah SWT dari godaan setan
Dengan memohon kepada Allah SWT dari godaan setan ketika akan
melaksanakan sholat akan bisa menambah kekhusukan kita di dalam
sholat tersebut.

2.5 Shalat Jumat dan Shalat Jamaah


1. Shalat Jumat
a. Pengertian Shalat Jumat
Shalat jum‟at ialah shalat dua rokaat yang di lakukan dengan
berjamaah, setelah dilakukan dua khutbah pada waktu Zuhur di hari

18
jum‟at. Khutbah jum‟at dan shalat jum‟at mempunyai hubungan yang
tak terpisahkan. Keduanya saling melengkapi. Oleh karena itu,
Sebelum khotib naik mimbar sering di bacakan peraturan, bahwa pada
saat khatib naik mimbar (mulai khutbah) jamaah dilarang berbicara,
berisyarat dan sejenisnya. Barang siapa melakukanya maka sia-sialah
jumatanya. Shalat jum‟at dapat dilakukan di dalam kota maupun
diluar kota, seperti di masjid, di kantor, atau di lapangan yang
sekelilingnya ada penduduknya. Hal ini Rasullalah SAW, bersabda:

Artinya:
Jum‟at yang pertama kali di lakukan nabi SAW. yaitu ketika beliau
hampir sampai di madinah seraya bertempat dan mendirikan jumatan
di Quba, lalu beliau masuk madinah dan salat jumat di rumah Bani
Salim bin Auf‟. ( HR. Bukhari dan Abu Daud )

b. Hukum Shalat Jumat


Shalah Jum‟at memiliki hukum fardlu „ain bagi laki-laki dewasa
beragama islam, merdeka dan menetap di dalam negeri atau tempat
tertentu. Jadi bagi para perempuan, anak-anak, orang sakit dan budak,
solat jumat tidaklah wajib hukumnya.
Dalil Al-Qur‟an Surah Al Jum‟ah ayat 9:

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat pada hari jum‟at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat
Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui.”)QS. Al jumuah: 9)

c. Syarat-syarat Shalat Jumat


Persyaratan shalat jumat adalah :

19
1. Diadakan pada suatu tempat di mana para jamaah shalat jum‟at,
2. Dilakukan secara berjamaah. Para ulama berbeda pendapat tentang
batasan jumlah minimal jamaah. Abu Hanifah berpendapat
sekurang- kurangnya 4 orang termasuk imam. Imam Syafi‟i dan
Ahmad bin Hambal mempersyaratkan 40 orang laki-laki dewasa.
Sedangkan Imam Malik hanya memberi kriteria, jamaah jum‟at
harus mencapai jumlah yang layak untuk
3. Dilakukan sepenuhnya pada waktu Dzuhur, yaitu ketika matahari
tergelincir
4. Harus di dahului dua khutbah sebelum shalat dengan memenuhi
syarat dan rukunnya.

Adapun syarat khutbah adalah :


a. Dilakukan pada waktu Dzuhur
b. Dilakukan sebelum shalat Dzuhur
c. Berdiri bagi Khotbah, jika mampu
d. Duduk di antara dua khutbah
e. Suci dari hadats dan najis,
f. Menutup aurat.

2. Shalat Jamaah
a. Pengertian Shalat Jamaah
Shalat jamaah adalah shalat yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih
secara bersama-sama dengan satu orang didepan sebagai imam dan
yang lainya dibelakang menjadi makmum. Shalat jamaah termasuk
salah satu keistimewaan yang diberikan dan disyariatkan secara
khusus bagi umat islam. Karena di dalamnya mengandung nilai-nilai
pembiasaan diri untuk patuh, bersahabat, berani, dan tertib aturan,
disamping nilai sosial untuk menyatukan hati dan menguatkan ikatan.

b. Hukum Shalat Berjamaah

20
Shalat berjamaah hukumnya sunah muakad, artinya sunah yang
dikuatkan atau sunah yang sangat penting untuk di kerjakan.
Sehubungan dengan ini, Allah SWT. Berfirman dalam Al Quran
surah An Nisa ayat 102 yang berbunyi:

Artinya:
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu
kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) bersamamu”.(QS.
An Nisa: 102).
Di samping itu bagi orang yang mengerjakan shalat berjamaah, maka
dilipatgandakan pahalanya sampai 27 kali lipat di banding dengan
shalat sendiri. Hal ini sesuai sabda Nabi Muhammad SAW:

Artinya:
Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW. bersabda: “kebaikan shalat
berjamaah itu melebihi shalat sendirian sebanyak 27 derajat”.(HR.
Bukhari dan Muslim)

c. Syarat-syarat Shalat Jamaah


Syarat-syarat berjamaah dapat di katagorikan menjadi dua; syarat
yang berhubungan dengan imam dan syarat-syarat yang berhubungan
dengan ma‟mum.
1) Syarat menjadi Imam
 Islam, karena itu adalah syarat utama dalam pendekatan diri
seorang hamba kepada Allah
 Akil
 Baligh, merujuk haids nasari Ali, bahwasannya Nabi
Muhammad SAW bersabda : “Diangkatlah pena dari dua orang
(perbuatan mereka tidak di catat sebagai kebaikan maupun
21
keburukan): Dari orang gila yang kehilangan control atas
akalnya sampai ia sadar, dari orang tidur sampai ia bangun, dan
dari anak kecil sampai ia baligh.”
 Laki-laki,imam shalat jamaah harus seorang laki-laki, dan
wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki,
 Imam haruslah orang yang mampu membaca Al-Quran dengan
baik. Dengan bahasa lain, orang yang tidak ahli membaca Al-
Quran tidak boleh menjadi imam orang yang ahli membaca Al-
Quran, karena shalat meniscayakan Al-Quran.
2) Syarat mengikuti jamaah bagi makmum
 Tidak boleh mendahului imam, merujuk hadis Rasullah SAW:

Artinya: Sesungguhnya imam di tunjuk untuk diikuti.


 Mengetahui gerakan perpindahan imam, dengan melihat,
mendengarkan atau mengikuti dari jamaah lain jika demikian
halnya maka sholat jamaahnya sah meskipun jaraknya jauh dan
terhalang oleh bangunan. Selama tidak menghalangi untuk
mengetahui perpindahan gerakan imam maka tetap sah
meskipun suara imam tidak sampai ke shalat mereka bahkan
meskipun tempatnya berbeda seperti masjid dan rumah.
 Mengikuti imam, dalam artian bahwa gerakan ma‟mum dalam
sholat harus setelah gerakan imam. Hal itu merujuk pada hadis:
Sesungguhnya imam ditunjuk untuk diikuti, maka janganlah
kamu berbeda dengannya, jika ia bertakbir maka takbirlah
kalian dan jangan bertakbir jika ai ruku‟ , maka ruku‟ lah
kalian dan jangan ruku‟ dulu sebelum ia ruku‟. Jika ia berkata:
Sami‟allohu liman hamidah, maka ucapkanlah robbana laka al-
hamid, jika ia sujud, maka sujudlah dan jangan sujud dahulu
sebelum ia sujud.
Hadis diatas menunjukan bahwa imam harus diikuti dan orang
yang mengikuti tidak boleh mendahului orang yang diikuti dan

22
juga tidak boleh membarengi dalam tindakanya, tetapi
memperhatikan dan mengawasinya, mengikuti segala gerak-
geraknya dan tidak berbeda maupun mendahului secara sama.
 makmum mengetahui status dan keadaan imam, apakah
imamnya termasuk orang yang muqim (penduduk setempat)
atau orang musafir, jika makmum tidak mengetahui ststus dan
keadaan imam, maka tidak boleh mengikutinya.

2.6 Shalat Jamak dan Qashar


1) Shalat Jamak
a) Pengertian
Shalat Jamak artinya shalat yang dikumpulkan, maksudnya adalah dua
shalat fardhu yang dikerjakan dalam satu waktu.
Contoh : sholat dhuhur dan shalat Ashar dilaksanakan pada waktu
shalat dhuhur atau pada waktu shalat ashar.
Hokum shalat ashar adalah diperbolehkan.

b) Syarat-syarat shalat Jamak, yaitu :


Perjalanan yang dilakukan itu bukan maksiat (terlarang) ada kalanya
perjalanan wajib pergi haji, perjalanan sunah seperti silaturahmi atau
mubah seperti pergi berniaga.
 Perjalanan itu berjarak jauh, terhitung dari 80.640 km atau lebih
(sehari semalam perjalanan)
 Shalat yang di jamak adalah shalat ada‟an bukan shalat Qada‟
 Berniat
 Berada di arafah dan muzdalifah
 Dalam keadaan hujan
 Dalam keadaan sakit atau karena ada halangan
 Karena ada keperluan.
c) Macam-macam Shalat Jamak.
 Jamak Taqdim

23
Ialah penggabungan shalat yang dilaksanakan pada waktu shalat
yang pertama, misalnya shalat dhuhur dengan shalat ashar
dikerjakan pada saat waktu shalat Dhuhur.
Niat Shalat Jamak Takdim Dhuhur dengan Ashar

Artinya : “ Aku berniat Shalat dhuhur empat rakaat yang dijama‟


dengan ashar, fardu karena Allah Ta‟aala”.

 Jamak Takhir
Shalat Jamak yang dilaksanakan pada waktu sholat yang
terakhir,misalnya shalat Dhuhur dengan shalat Ashar dilaksanakan
pada saat waktu shalat ashar.
Niat shalat jamak takhir (pada shalat dhuhur dan ashar)

Artinya : “ Aku berniat shalat ashar empat rakaat jama‟ dengan


dhuhur fardlu karena Allah Ta‟ala”.

Dalam pelaksaan shalat jamak takdim atau jamak takhir, maka


setelah shalat yang pertama langsung melaksanakan shalat yang
kedua, dan tidak memisahkan keduanya dalam waktu yang cukup
lama. Namun, menurut pendapat dari sebagian ulama seperti Abu
Sa‟id Al Isthakhri dan Ar-Rafi‟i (dari kalanga madzhab Imam
Syafi‟i) boleh dalam jangka waktu yang agak lama misalnya
setelah shalat maghrib berjamaah di masjid, pulang dan shalat isya‟
di rumah.

2) Shalat Qashar
a) Pengertian

Berbeda dengan shalat jamak yang menggambungkan, shalat qasar


artinya meringkas. Rukhsah shalat qasar ialah meringkas 4 rakaat
24
menjadi 2 rakaat. Contoh, shalat dzuhur dikerjakan 2 rakaat, begitupun
shalat ashar dan isya. INGAT: hanya shalat dengan jumlah 4 rakaat yang
boleh di qasar. Maka dari itu, anda tidak diperbolehkan meng qasar shalat
subuh dan maghrib.
Allah berfirman dalam al Qur‟an surat An Nisa ayat 101 yang artinya:
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu
menqashar shalatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir,
sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu,”
Q.S.(An Nisa: 101)

Artinya : “Niat shalat fardhu dzuhur secara qashar dua rakaat karena
Allah”
Selain firman Allah di atas juga terdapat hadits-hadits dari Ya‟la Bani
Unayyah dan Hadits Aisyah

b) Syarat Sah shalat Qashar


 Perjalanan dilakukan bukan jalan maksiat, misalnya pergi haji,
silaturakhim berniaga, dsb.
 Perjalanan itu berjarak jauh, sekurang- kurangnya 80,640 km atau
lebih (perjalanan segari semalam).
Sabda Rasulullah SAW yang artinya : “ Seorang perempuan yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian tidak diizinkan untuk
bepergian sejauh perjalan sehari semalam, kecuali bersama –
sama mahramnya.” (Riwayat jamah ahli hadits, kecuali nasai)
Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak hanya disyaratkan
jika oerjalanan jauh saja, tetapi asal dalam perjalanan baik jauh
maupun dekat.
 Dari Syu‟bah. Ia berkata, ”Saya telah bertanya kepada Anas
tentang mengqasar shalat. Jawabnya, „Rasulullah SAW. Apabila

25
menempuh jarak perjalana tiga mil atau tiga fasakh, beliaau
shalat dua rakaat‟.”(Riwayat Ahmad, Muslim dan Abu Dawud)
Shalat yang di qasar itu adalah shalat adaan (tunai), bukan shalat
qada
 Berniat qasar ketika takbiratul ikhram
 Shalat yang di qasar itu adalah shalat adaan (tunai), bukan shalat
qada
 Berniat qasar ketika takbiratul ikhram
 Tidak boleh menjadi ma‟mum kepada orang yang tidak
melaksanakan shalat qasar.

Dalam hal mengqasar shalat, berbeda – beda pendapat, yaitu :


Menurut ulama Syafi‟iyah = mubah, ulama malikiyah= sunnah
muakadah, ulma hanaiyah wajib.
Demikian pula dalam hal batas jarak perjalanannya,yaitu:
Imam Syafi;i dan imam maliki = 48 mil atau 2 marhalah
Imam hanafi = pling sedikit 3 marhalah atau paling sedikit 24 fasakh.
(1 mil= 1847 km, 1 fasakh = 554 km)

2.7 Shalat-shalat Sunah


1. Pengertian Shalat Sunnah
Sholat sunnah adalah sholat yang dikerjakan di luar sholat fardhu. Nabi
Muhammad SAW mengerjakan sholat sunnah selain untuk mendekatkan
diri kepada Allah juga mengharapkan tambahan pahala. Seseorang yang
mengerjakan sholat sunnah maka ia akan mendapatan pahala, jika tidak
dikerjakan pun ia juga tidak mendapatkan dosa. Shalat sunnah terbagi
dua yaitu:
a. Shalat sunnah yang dilaksanakan s ecara berjamah. Shalat
sunnah jenis ini status hukumnya
adalah muakkad,contohnya: shalat idul fitri, idul adha,
terawih, istisqa, kusuf dan khusuf.

26
b. Shalat sunnah yang dikerjakan secara munfarid ( sendiri -
sendiri ). Status hukumnya ada yang muakkad seperti: shalat
sunnah rawatib dan tahajud. Ada pula yang status hukumnya
sunnah biasa ( ghairu muakkad ) seperti: shalat tahiyatul
masjid, shalat dhuha, shalat witir, dan lain -lain.

2. Shalat sunnah yang dianjurkan secara berjamaah


Shalat sunnah yang dilakukan berjamaah ialah shalat sunnah yang
dikerjakan ecara bersama-sama. Terdiri dari imam dan makmum. Contoh
shalat sunnah yang dilakukan dengan berjamaah :
a. Shalat Idul Fitri
Shalat Idul Fitri dilakukaan setiap tanggal 1 Syawal ,waktunya
berlangsung sejak matahari terbit sampai condong ke barat .
Disunahan pelaksanaannya lebih akhir. Shalat Idul Fitri dilaksanakan
di mesjid atau di tempat lain yang memungkinkan untuk ditempati,
seperti di lapangan atau di halaman yang luas. Shalat Idul Fitri terdiri
dari 2 rakaat. Hukumnya sunnah Mu akad (dianjurkan).
Niat Shalat Idul Fitri :
“Ushalli sunnatal li, iidil fitri rak'ataini (imamam/makmumam) lillahi
Taa'laa “
artinya :
"Aku niat shalat idul fitri dua rakaat (imam/makmum) karena Allah”
Syarat, rukun&sunnatnya sama seperti shalat yg lainnya. Hanya
ditambah beberapa sunnat sebagai berikut :
1) Berjamaah
2) Takbir 7 Kali pada rakaat pertama & 5 Kali pada rakaat ke-2
3) Mengangkat tangan setinggi bahu pada tiap takbir
4) Setelah takbir yang ke-2 sampai takbir yang terakhir baca tasbih
5) Membaca surat Qaf di rakaat pertama & surat Al Ghasiyah pada
rakaat kedua.
6) Imam menyaringkanbacaannya
7) Khutbah 2 kali setelah shalat sebagaimana khutbah jum‟at

27
8) Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada
Idul Adha tentang hokum-hukum Qurban
9) Mandi, berhias, memakai pakaian sebaik-baiknya
10) Makan terlebih dahulu pada shalat Idul Fitri, pada Shalat Idul
Adha sebaliknya.

Tata cara shalat Idul fitri:

1) Rakaat pertama meliputi : takbiratul ikhram,takbir sebanyak tujuh


kali (setiap takbir diselingi membaca tasbih), membaca do‟a
iftitah, membaca Surah Al-Fatihah, membaca salah satu surah Al-
Qur‟an, rukuk, i‟tidal, sujud pertama, duduk diantara dua sujud,
sujud kedua, bangkit dari sujud langsung berdiri.
2) Rakaat kedua : Takbir sebanyak lima kali, membaca Surah
Alfatihah, membaca salah satu surah Al-Qur‟an, dan seterusnya
sampai salam. Selesai shalat Idul Fitri, khotib naik ke mimbar
untuk berkhutbah. Sementara itu para jamaah mendengarkan
khotbah sampai selesai.

b. Shalat Idul Adha


Cara shalat Idul Adha sama dengan pelaksanaan shalat Idul Fitri,
hanya waktu pelaksanaannya yang berbeda. Shalat idul adha
dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, sedangkan Idul Fitri tanggal
1 Syawal. Hukumnya sunnah Mu akad (dianjurkan).
"Sesungguhnya kami telah memberi engkau (yaa Muhammad) akan
kebajikan yg byk, sebab itu shalatlah engkau dan berqurbanlah karena
Tuhanmu pd Idul Adha (Q.S.AlKautsar.1-2)
Dari Ibnu Umar: "Rasulullah, Abu Bakar, Umar pernah melakukan
shalat pada 2 hari raya sebelum berkhutbah." (H.R. Jama'ah).
Niat Shalat Idul Adha :
“ Ushalli sunnatal li'iidil Adha rak'ataini (imamam.makmumam)
lillahita'aalaa “

28
Artinya : "Aku niat shalat idul adha dua rakaat (imam/makmum)
karena Allah"

c. Shalat tarawih
Shalat tarawih ialah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari di
bulan ramadhan. Hukum nya sunnah muakad, artinya sunnah yang
sangat dianjurkan bagi laki-laki ataupun perempuan. Waktu shalat
tarawih adalah setelah shalat isya sampai terbit fajar.
Cara melaksanakan tarawih :
a) bagi yang mengerjakan 20 rakaat, setiap 2 rakaat salam. Bagi yang
mengerjakan 8 rakaat boleh dilakukan 2 kali salam boleh juga 4
kali salam.
b) Salat tarawih boleh dilakukan dengan cara sendirian (munfarid).
Tetapi lebih utama dilakukan dengan berjamaah.
c) Niat melakukan shalat tarawih :
Lafadz niat shalat sunnah tarawih :
“ Ushollii sunatan Tarawehi rok'ataini mustaqbilal qiblati adaa-an
(immaan/ma'muman ) lillaahi ta'aalaa “.
Artinya :
"Niat aku sholat sunah tahajud dua raka'at ( imam/ ma'mum)
menghadap qiblat karena Allah".
d) Sarat,rukun,bacaan,dan cara mengerjakan salat tarawih sama
dengan salat fardhu (diawali dengan takbiratul ikhrom,dan diakhiri
dengan salam).
e) Setiap 2 rakaat, atau 4 rakaat selesai salam disunnahkan membaca
dzikir dan do‟a.

d. Shalat Witir
Shalat Witir adalah shalat sunnah yang biasanya mengiringi shalat
tarawih. Bilangan rakaatnya
Adalah ganjil. Shalat witir disunnahkan untuk dilakukan setiap malam
setelah shalat isya,bukan hanya pada bulan ramadhan saja.

29
Cara melaksanakan shalat witir :
1) Jika shalat witir dikerjakan 3 rakaat,maka boleh 2 kali salam, yakni
2 rakaat kemudian diakhiri dengan salam. Lalu berdiri lagi shalat
satu rakaat kemudian tahiyat akhir diakhiri dengan salam.
Boleh langsung 3 rekaat 1 salam.
2) Jika shalat witir dikerjakan 5 rakaat , 7 rakaat , 9 rakaat , atau 11
rakaat maka boleh dikerjakan setiap 2 rakaat salam dan yang
terakhir 1 rakaat salam, atau yang terakhir langsung 3 rakaat
salam tanpa tahiyat awal.
3) Niat shalat witir,
Lafadz niat shalat witir :
“ Ushollii sunatan witir rok'aataini mustaqbilal qiblati adaa-an
lillaahi ta'aalaa “.
Artinya :
"Niat aku sholat sunah witir dua raka'at menghadap qiblat karena
Allah

4) Setelah selesai shalat witir disunnahkan berdzikir dan berdo‟a.

e. Shalat Dua Gerhana


Shalat dua gerhana (shalat khusu fain) adalah shalat sunat yang
dilakukan karena terjadi gerhana bulan ataupun gerhana
matahari.hukum melaksanakan kedua shalat gerhana tersebut adalah
sunah muakad.
Waktu Pelaksanaan gerhana matahari adalah sejak awal terjadinya
gerhana sampai selesai atau tertutupnya matahari . Adapun waktu
pelaksanaan shalat gerhana bulan adalah sejak awal terjadinya
gerhana bulan sampai akhir atau tertutupnya bulan tersebut.
Cara mengerjakan kedua shalat gerhana tersebut sama.Yang
membedakan adalah niat.Shalat gerhana di laksanakan dengan cara
sebagai berikut:

30
a) Mengerjakan shalat sebanyak 2 rakaat,boleh dilakukan sendiri-
sendiri , tetapi lebih utama dikerjakan secara berjamaah.
b) Berniat melakukan shalat sunat gerhana (matahari atau bulan)
c) Membaca do‟a iftitah(pembukaan).
d) Membaca surah alfatihah dan ayat al-quran dari surah yang
panjang, seperti surah albaqarah atau surah lain yang hampir sama
panjangnya dengan surah tersebut. Namun, jika dibaca surah yang
pendek, shalat ini pun sah.
e) Rukuk dengan waktu yang hampir menyamai waktu berdiri.
f) Berdiri dan membaca surah al-fatihah, diikuti dengan membaca
surah yang lebih pendek dari surah yang pertama.
g) Ruku dengan waktu menyamai waktu berdiri
h) Itidal
i) Sujud
j) Duduk diantara 2 sujud
k) Sujud
l) Kembali berdiri untuk melakukan rakaat kedua yang caranya sama
dengan rakaat yang pertama, hanya rakaat kedua lebih pendek dari
rakaat yang pertama.
m) Membaca tasyahud dan shalawat nabi
n) Salam
Adapun bacaan takbir,al-fatihah,surah,dan salam dalam shalat
gerhana bulan dinyaringkan sedangkan dalam shalat gerhana
matahari tidak dinyaringkan. Lafadz niat shalat gerhana :
“ Ushalli sunnatal khusuufi rak'ataini lillahita'aalaa “
Artinya : "Aku niat shalat gerhana bulan 2 rakaat karena Allah"

f. Shalat Istiqa‟
Shalat sunat yang dikerjakan untuk memohon hujan kepada Allah
SWT.
Niatnya :

31
“ Ushalli sunnatal Istisqaa-i rak'ataini (imamam/makmumam)
lillahita'aalaa „.
Artinya : "Aku niat shalat istisqaa 2rakaat (imam/makmum)
karena Allah"
Syarat-syarat mengerjakana Shalat Istisqa :
1) 3hari sebelumnya agar ulama memerintahkan umatnya bertaobat
dengan berpuasa dan meninggalkan segala kedzaliman serta
menganjurkan beramal shaleh. Sebab menumpuknya dosa itu
mengakibatkan hilangnya rejeki dan datangnya murka Allah.
"Apabila kami hendak membinasakan suatu negeri, maka lbh dulu
kami perbanyak orang-orang yg fasik, sebab kefasikannyalah
mereka disiksa, lalu kami robohkan (hancurkan) negeri mereka
sehancur-hancurnya" (Q.S.Al Isra:16).
2) Pada hari ke-4 semua penduduk termasuk yang lemah dianjurkan
pergi kelapangan dengan pakaian sederana dan tanpa wangi-
wangian untuk shalat Istisqa'
3) Usai shalat diadakan khutbah 2kali. Pada khutbah pertama
hendaknya baca istigfar 9x dan pada khutbah kedua 7x.
Pelaksanaan khutbah istisqa berbeda dgn khutbah lainnya, yaitu :
a) Khatib disunatkan memakai selendang.
b) Isi khutbah menganjurkan byk beristigfar,berkeyakinan bhw
Allah SWT akan mengabulkan permintaan mereka.
c) Saat berdo'a hendaknya mengangkat tangan setinggi-tingginya.
d) Saat berdo'a pada khutbah kedua, khatib hendaknya
menghadap kiblat membelakangi makmumnya.
niat shalat sesuai dengan sholat mana yang akan kita kerjakan.

3. Shalat sunnah yang dianjurkan secara munfarid


Shalat sunnat munfarid adalah shalat sunnat yang dikerjakan secara
sendirian. Contohnya:
a. Salat Tahiyatul Masjid

32
Salat tahiyatul masjid adalah salat yang dilakukan untuk menghormati
masjid. Salat dilakukan sebelum duduk. Jumlah rakaat nya sebanyak
dua rakaat
Cara melaksanakan salat tahiyatul masjid :
1) Niat salat tahiyatul masjid.
Niatnya :
“ Ushalli sunnatal Tahiyatul Masjidi rak'ataini lillahi Ta'aalaa “
Artinya : "aku niat shalat sunnah tahiyatul masjid 2 rakaat karena
Allah"

2) Bacaan dan gerakan salat tahiyatul masjid sama seperti salat fardu
lima waktu.

b. Shalat Tahajud
Shalat tahjud adalah shalat sunah yang di kerjakan setelah tidur pada
malam hari antara waktu solat isya sampai dengan fajar sidiq
(menjelang subuh). Waktu yang paling utama adalah dua per tiga
malam,sekitar pukul 02.00 dini hari. Jumlah rakaat paling sedikit dua
rakaat dan paling banyak tidak dibatasi.
Cara melaksanakan salat tahajud :
1) Niat shalat tahajud
“ Ushalli sunnatal tahajjudi rak'ataini lillahi Ta'aalaa “
Artinya : "aku niat shalat sunnah tahajjud 2rakaat krn Allah"
2) Bacaan dan gerakan salat tahajud sama seperti salat fardlu lima
waktu
3) Salam dan do‟a

c. Salat Istikharah
Salat istikharah adalah salat sunah yang dilakukan untuk memohon
petunjuk dari Allah SWT dalam menentukan pilihan terbaik diantara
dua pilihan atau lebih. Jumlah nya dua rakaat.
Cara melaksanakan shalat istikharah :

33
1) Niat shalat istikharah:
“ Ushalli sunnatal Istikharah rak'ataini lillahi Ta'aalaa “
Artinya :
"aku niat shalat sunnah Istikharah 2 rakaat krn Allah”
2) Bacaan dan gerakan shalat istikharah sama seperti shalat fardlu
lima waktu
3) Salam dan do‟a

d. Shalat Dhuha
Shalat dluha adalah shalat sunah yang dilakukan pada waktu pagi hari,
sekurang kurang nya dua rakaat dan rakaat sebanyak banyak nya 12
rakaat. Adapun waktu lebih kurang dari pukul 07.00 pagi sampai
masuk waktu dzuhur .
Cara melaksanakan shalat dluha :
1) Niat shalat dluha
Niatnya :
Ushalli sunnatal Dhuha rak'ataini lillahi Ta'aalaa
Artinya : "aku niat shalat sunnah dhuha 2rakaat krn Allah”
2) Bacaan dan gerakan shalat duha sama seperti shalat fardu lima
waktu.
3) Salam dan do‟a

e. Shalat Sunat Wudlu’


Setiap kali seseorang berwudlu‟, disunatkan mengerjakan shalat sunat
wudlu dua rakaat, dan cara mengerjakannya yaitu: Sehabis berwudlu‟
sebagaimana biasa kita disunatkan membaca do‟a:
Selesai membaca do‟a tersebut, lalu melaksanakan shalat sunat wudlu‟
dua rakaat, dengan lafadz niatnya sebagai berikut:
Ushalli sunnatal wudlu-i rak'ataini lillahi Ta'aala
Artinya : “Aku niat shalat sunat wudlu‟ dua rakaat karena Allah
ta‟ala.” Allahu Akbar.

34
Shalat ini dikerjakan sebagaimana shalat yang lain dengan ikhlas
sampai salam.

f. Shalat Sunnat Tasbih


Shalat sunnat tasbih ialah shalat yang sebagaimana diajarkan oleh
Rasulullah saw. kepada mamaknya Sayyidina Abbas Ibn Abdul
Muthalib.
Shalat tasbih ini dianjurkan mengamalkannya, kalau bisa tiap-tiap
malam, kalau tidak bisa tiap malam, maka sekali seminggu, kalau
tidak sanggup juga sekali seminggu, dapat juga dilakukan sebulan
sekali atau setahun sekali, dan kalau tidak bisa sekali setahun, setidak-
tidaknya sekali seumur hidup.
Cara mengerjakannya :
1) Niat : Ushalli sunnatan tasbihi raka'ataini lilllahi ta'aalaa.
Artinya :"aku niat shalat sunnah tasbih 2rakaat karena Allah"
2) Usai baca surat Al Fatehah, membaca tasbih 15x
3) Ruku', usai baca do'a ruku, baca tasbih 10x.
4) Itidal, usai membaca do'a 'itidal, baca tasbih 10x
5) Sujud, usai baca doa sujud, baca tasbih 10x.
6) Usai baca do'a duduk diantara2sujud, baca tasbi 10x.
7) Usai baca doa sujud kedua, baca tasbih 10x.

Jumlah keseluruhan tasbih yang dibaca pada tiap rakaatnya sebnyk


75x. Lafadz bacaan tasbih yang dimaksud adalah sebagai berikut :
“ Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar”
artinya : "Maha suci Allah yang Maha Esa. Segala puji bagi Allah,
Dzat yang Maha Agung"

g. Shalat Sunnat Taubat


Shalat sunnat taubat adalah shalat yang disunnatkan. Shalat ini
dilakukan setelah seseorang melakukan dosa atau merasa berbuat dosa
lalu bertaubat kepada Allah swt.

35
Lafadz niat shalat taubat:
“ Ushalli sunnatal Taubati rak'ataini lillahi Ta'aalaa “
Artinya:“Aku niat shalat sunnat taubat dua rakaat karena Allah
ta‟ala.”Allahu Akbar.

h. Shalat Sunnah Rawatib


Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib
Salah satu pembahasan dari Tuntunan sholat sunah adalah sholat
rawatib. Dari Ummu Habibah radhiyallahu „anha, Istri Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

“Seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan


wajib, karena Allah, (sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari,
Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah (istana) di surga.”
(Kemudian) Ummu Habibah radhiyallahu „anha berkata, “Setelah aku
mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan shalat-shalat
tersebut.”

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan shalat sunnah awatib,


sehingga Imam an-Nawawi mencantumkan hadits ini sebagai hadits
yang pertama dalam bab: keutamaan shalat sunnah rawatib (yang
dikerjakan) bersama shalat wajib (yang lima waktu), dalam kitab
beliau Riyadhus Shaalihiin.
Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:
1) Sholat sunnah Rawatib adalah shalat sunnah yang dikerjakan
sebelum dan sesudah shalat wajib lima waktu.
2) Dalam riwayat lain hadits ini dari „Aisyah radhiyallahu „anha,
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menjelaskan dan
memerinci sendiri makna “dua belas rakaat” yang disebutkan
dalam hadits di atas, yaitu: empat rakaat sebelum shalat Zhuhur

36
dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Magrib, dua rakaat
sesudah Isya‟ dan dua rakaat sebelum Subuh. Adapun riwayat
yang menyebutkan: “…Dua rakaat sebelum shalat Ashar”, maka
ini adalah riwayat yang lemah karena menyelisihi riwayat yang
lebih kuat yang kami sebutkan sebelumnya.
3) Keutamaan yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bagi orang
yang menjaga shalat-shalat sunnah rawatib dengan
melaksanakannya secara kontinyu, sebagaimana yang dipahami
dan dikerjakan oleh Ummu Habibah radhiyallahu „anha, perawi
hadits di atas dan demikian yang diterangkan oleh para ulama
4) Jika seseorang tidak bisa melakukan Shalat sunnah rawatib pada
waktunya karena ada udzur (sempitnya waktu, sakit, lupa dan lain-
lain) maka dia boleh mengqadha (menggantinya) di waktu lain. Ini
ditunjukkan dalam banyak hadis shahih
5) Dalam hadis ini terdapat peringatan untuk selalu mengikhlaskan
amal ibadah kepada Alah Ta‟ala semata-mata.
6) Hadits ini juga menunjukkan keutamaan amal ibadah yang
dikerjakan secara kontinyu. Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda: “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah
Ta‟ala adalah amal yang paling kontinyu dikerjakan meskipun
sedikit.”
7) Semangat dan kesungguhan para sahabat dalam memahami dan
mengamalkan petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam, inilah yang menjadikan mereka lebih utama dalam
agama dibandingkan generasi yang datang setelah mereka.

Dalam Tuntunan Sholat Sunah, Shalat Sunnah Rawatib adalah shalat


sunnah yang mengiringi shalat fardhu. Shalat Sunnah Rawatib terdiri
dari,
a) 2 raka‟at sebelum Shubuh
b) 4 raka‟at atau 2 raka‟at sebelum Dhuhur
c) 4 raka‟at atau 2 raka‟at sesudah Dhuhur

37
d) 4 raka‟at atau 2 raka‟at sebelum Ashar
e) 2 raka‟at sebelum Magrib
f) 2 raka‟at sesudah Magrib
g) 2 raka‟at sebelum Isya‟
h) 2 raka‟at sesudah Isya‟

Dari 22 raka‟at rawatib tersebut terdapat 10 raka‟at yang sunnah


muakkad (karena tidak pernah ditinggalkan oleh Rosulullah
SAW).Berlandaskan hadist sebagai berikut,
Dari Ibnu Umar bahwa Rosulullah SAW senantiasa
menjaga(melakukan) 10 raka‟at(rawatib) yaitu 2 raka‟at sebelum
Dzuhur dan 2 raka‟at sesudahnya,2 raka‟at sesudah magrib di rumah
beliau,2 raka‟at sesudah Isya‟ di rumah beliau SAW,dan 2 raka‟at
sebelum Shubuh (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Adapun 12 rakaat yang lain termasuk sunnah ghairu
muakkad,berdasarkan hadist sebagai berikut:
1) Dari Ummu Habibah,bahwa Rosulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa senantiasa melakukan shalat 4 raka‟at sebelum
huhur dan 4 raka‟at sesudahnya maka Allah mengharamkan
baginya api neraka”(HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
2) Nabi SAW bersabda,
“Allah mengasihi orang yang melakukakn shalat emapat raka‟at
sebelum shalat Ashar (HR Imam Ahmad,Abu Dawud, Tirmidzi
dan Ibnu Huzaimah)
Shalat sunnah sebelum shalat ashar boleh juga dilakukan dua
raka‟at berdasarkan sabda Nabi SAW,
“Di antara dua adzan(adzan dan iqamah) terdapat shalat”(HR
Imam Bazzar)
a) Nabi SAW bersabda,“Shalatlah kalian sebelum (shalat)
Magrib,dua raka‟at” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
b) Sahabat Nabi SAW Sayyidina Anas RA berkata,

38
“Di masa Rasulullah SAW kami shalat dua raka‟at setelah
terbenamnya matahari sebelum shalat Magrib”(HR Imam Bukhari
dan Muslim)

Ketentuan Shalat Sunnah Rowatib


1) Pengertian Shalat Sunnah Rowatib
Shalat Sunnah Rowatib adalah shalat sunah yang waktu
pelaksanaannya mengiringi shalat fardu lima waktu. Shalat
tersebut dilakukan sebelum atau sesudah shlat fardu. Sholat
Sunat Rawatib yang dikerjakan sebelum sholat fardu disebut
rawatib qobliyah, sedangkan Sholat Sunat Rawatib yang
dikerjakan sebelum sholat wajib disebut rawatib bakdiyah.
2) Hukum Sholat Sunat Rawatib.
Sholat Sunat Rawatib itu bila ditinjau dari segi hukumnya
terbagi dua :
3) Sholat Sunat Rawatib Muakkad yaitu sholat sunah yang sangat
dianjurkan untuk dilaksanakan, karena selalu dikerjakan oleh
Nabi Muhammad Saw.
Sholat Sunat Rawatib Muakkad terdiri dari :
a) Dua rakaat sebelum sholat Subuh.
b) Dua rakaat sebelum sholat Zuhur.
c) Dua rakaat sesudah Shola Zuhur.
d) Dua rakaat sesudah sholat Magrib.
e) Dua rakaat sesudah sholat Isya

Dalil naqlinya yang menjelaskan tentang Sholat Sunat Rawatib


Muakkad !
artinya:”Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Saya ingat dari
Rasulullah Saw, dua rakaat
sebelum Zuhur, dua rakaat sesudah Zuhur, dua rakaat sesudah
Magrib, dua rakaat

39
sesudah Isya, dan dua rakaat sebelum Subuh”. (HR. Bukhari dan
Muslim).
1) Sholat Sunat Rawatib ghoiru Muakkad yaitu sholat sunah yang
kurang dianjurkan untuk dilaksanakan, karena Nabi
Muhammad Saw tidak selalu melaksanakannya. Sholat sunah
Rawatibghairu Muakkad terdiri dari :
a) Dua rakaat sebelum Sholat Zuhur
b) Dua rakaat sesudah Sholat Zuhur.
c) Empat rakaat sebelum Sholat Ashar.
d) Dua rakaat sebelum Sholat Magrib.
e) Dua rakaat sebelum Sholat Isya.

Mempraktek Sholat Sunat Rawatib


Cara melaksanakan Sholat Rawatib baik sebelum mapun sesudahnya
(qobliyah dan ba‟diyah dikerjakan dua rakaat sama dengan sholat
fardu baik gerakannya maupun bacaannya, tetapi yang berbeda
hanyalah niatnya.
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
sholat sunah rawatib sbb:
1) Tidak didahului azan dan iqomah.
2) Dilaksanakan secara munfarid (sendirian).
3) Bacaannya tidak dinyaringkan.
4) Jika lebih dari dua rakaat, maka setiap dua rakaan satu dalam
5) Sebaiknya tempat mengerjakan sholat rawatib pindah sedikit dari
tempat mengerjakan sholat fardu
6) Diutamakan pada rakaat pertama membaca Surat Al Kafirun, dan
pada rakaat kedua membaca Surat Al Ikhlas.
7) Diawali dengan niat menurut macam sholatnya.

Niat melaksanakan sholat rawatib cukup dalam hati sesuai dengan


macam sholat rawatib tersebut, tetapi boleh diucapkan atau dilafalkan.
Adapun lafal niat sholat sunah rawatib sbb:

40
Adapun lafal niat sholat sunah rawatib sbb:
 Niat Sholat sunah rawatib qobliyah Subuh (sebelum sholat subuh)

artinya: “Saya niat sholat sunah sebelum Subuh dua rakaat karena
Allah”
 Niat Sholat sunah rawatib qobliyah Zuhur (sebelum sholat Zuhur)

artinya: “Saya niat sholat sunah sebelum zuhur dua rakaat karena
Allah”
 Niat Sholat sunah rawatib ba‟diyah Zuhur (sesudah sholat Zuhur)

artinya: “Saya niat sholat sunah sesudah Zuhur dua rakaat karena
Allah”
 Niat Sholat sunah rawatib qobliyah Asar (sebelum sholat Asar)

artinya: “Saya niat sholat sunah sebelum asar dua rakaat karena Allah”
 Niat Sholat rawatib qobliyah Magrib (sebelum sholat Magrib)

artinya: “Saya niat sholat sunah sebelum Magrib dua rakaat karena
Allah”
 Niat Sholat sunah rawatib ba‟diyah Magrib (sesudah sholat
Magrib)

artinya: “Saya niat sholat sunah sesudah Magrib dua rakaat karena
Allah”
 Niat Sholat rawatib qobliyah Isya‟ (sebelum sholat Isya‟)

artinya: “Saya niat sholat sunah sebelum Isya‟ dua rakaat karena
Allah”

41
 Niat Sholat rawatib ba‟diyah Isya‟ (sesudah sholat Isya‟)

artinya: “Saya niat sholat sunah sesudah Isya‟ dua rakaat karena
Allah”

Fungsi Shalat Sunat Berjamaah dan Munfarid


Shalat sunat yang dikerjakan secara berjamaah atau pun sendirian
memiliki beberapa fungsi , diantaranya adalah:
1) Untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
2) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT
3) Menambahkan amal ibadah kepada Allah SWT
4) Menambah nilai pahala
5) Mewujudkan sikap hormat dan menjunjung tinggi perintah Allah
SWT
6) Ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT
7) Pewujudan rasa cinta kepada Allah SWT.,dan 8. Meningkatkan
rasa persaudaraan sesama muslim serta menambah syiar islam
(sholat sunat yang dikerjakan secara berjamaah)

2.8 Makna Sosial ibadah Sholat


Menegakkan sholat memiliki dimensi sosial
Syari‟at sholat akan senantiasa terjaga di dalam kehidupan umat jika
ditegakkan di atas tiga asas :
1. Ketaqwaan individu:
Seorang muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Alllah SWT
merasa wajib untuk taat pada aturan Allah SWT. Sikap taqwa inilah yang
akan menjadi mengontrol tingkah lakunya sehingga amal perbuatannya
tidak akan pernah bertentangan dengan aqidahnya. Masing-masing sadar
akan konsekuensi dari ketaatan atau pelanggaran yang dilakukannya
karena tidak satu pun perbuatan di dunia yang lepas dari hisab
42
(perhitungan Allah). Dia memahami bahwa sholat adalah salah satu
syariat Allah yang wajib dia kerjakan. Menjalankan kewajiban sholat
dengan sungguh-sungguh menjadi bukti keimannannya kepada Allah dan
adanya hari pembalasan. Karena dia meyakini pedihnya adzab akhirat
bagi orang-orang yang melalaikan sholat. Dengan keimanan yang
demikian maka siapa pun dia, pejabat/rakyat, akan menjalankan
kewajiban sholatnya dengan khusyu‟ dan ikhlas semata-mata mengharap
keridhoan Allah SWT
2. Kontrol masyarakat
Masyarakat Islam adalah sekumpulan individu yang diikat dengan
satu pemikiran, perasan dan sistem yang sama. Masyarakat Islam memiliki
ciri yang unik dan khas dalam menjaga keberlangsungan ketundukan
masyarakat terhadap syari‟at Allah. Allah SWT mewajibkan masyarakat
Islam mengemban aktivitas amar ma‟ruf nahi mungkar satu dengan yang
lain untuk selalu menjaga ditegakkannya aturan Allah dalam kehidupan
masyarakat. Jika ada yang belum sholat maka menjadi kewajiban bagi
yang lain untuk mengingatkan.
Allah SWT berfirman: “Kalian adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah
dari yang munkar”. (QS.Ali Imron 110). Dalam sabda Nabi SAW:
“Barang siapa melihat kemungkaran maka hendaklah dia merubahnya
dengan tangannya, jika dia tidak mampu hendaklah dengan lisannya dan
jika dia tidak mampu hendaklah dia mengingkarinya dal`m hati, dan
itulah selemah lemahnya iman”(HR. Muslim).
Dari sinilah maka Amar ma‟ruf nahi mungkar menjadi bagian
paling esensial, sekaligus sebagai pembeda antara masyarakat Islam
dengan yang lainnya. Dalam naungan masyarakat inilah, seorang individu
tidak dapat melakukan maksiat secara terang-terangan. Bahkan kalau pun
dia tergoda juga untuk melakukannya, ia akan berusaha
menyembunyikannya. Begitu ia sadar, ia akan kembali kepada kebenaran
dan bertaubat atas kekhilafan. Dari sini bisa dipahami, bahwa masyarakat
Islam adalah masyarakat yang menegakkan sholat.

43
3. Kontrol negara
Ketaqwaan individu dan kontrol masyarakat tidak selalu dapat
berjalan baik jika keduanya berada dalam kondisi keimanan yang lemah,
sehingga perlu ditegakkannya sistem peradilan yang ditegakkan oleh
negara untuk mencegah individu dan masyarakat jatuh dalam kemaksiatan.
Dalam Islam, setiap pelangggaran dan penyimpangan terhadap aqidah dan
hukum Islam, termasuk meninggalkan sholat adalah tindak kejahatan yang
wajib diadili bagi para pelakunya.
Hukuman bagi orang yang tidak sholat termasuk hukum ta‟zir
yang akan ditentukan berdasarkan ijtihad Kholifah. Bentuknya bisa berupa
hukum cambuk sampai hukuman mati (berdasar pertimbangan alasan
meninggalkan sholat). Jika meninggalkan sholat karena alasan malas
berarti dia hanya bermaksiat, tetapi jika alasannya karena tidak lagi
meyakini kewajiban sholat sebagai syariat Allah yang wajib dikerjakan,
maka dia jatuh pada hukum kufur (murtad), hukumannya dibunuh.
Demikianlah sistem Islam menjaga individu dan masyarakat agar
senantiasa tunduk kepada aturan-aturan Allah SWT. Perintah Menegakkan
sholat memiliki arti : 1) melaksanakan kewajiban sholat. Setiap individu
mukkallaf memiliki taklif menjalankan kewajiban sholat sehingga
terpenuhinya syarat dan rukunnya. 2) Menegakkan kewajiban sholat
berarti juga “menegakkan sistem peradilan Islam” yang akan memberikan
sanksi bagi orang-orang yang melalaikan sholat.

Tentunya kondisi yang demikian ini tidak akan terwujud pada saat
kaum muslimin hidup dalam naungan Sistem kufur (kapitalis) seperti
sekarang ini. Bahkan atas dasar Hak Asasi Manusia (HAM), sebuah ide
yang diagungkan di dalam peradaban Kapitalime, orang-orang yang tidak
sholat di negeri ini dan di negeri-negeri Islam yang lain, dibenarkan atau
bahkan dilindungi oleh negara. Mereka (Kapitalisme) berpendapat urusan
sholat adalah urusan masing-masing individu dengan Tuhan-Nya, dimana
masyarakat dan negara tidak boleh mencampurinya. Jika masyarakat dan

44
Negara mencampurinya, berarti telah melanggar HAM dan itu adalah
kejahatan yang akan ditumpas dan diadili. Maka tak heran meskipun di
negeri ini mayoritas masyarakatnya kaum muslimin, banyak dari mereka
yang meninggalkan kewajiban sholatnya dengan enteng tanpa merasa
berdosa.
Lebih jauh lagi, Kapitalime telah mencetak masyarakatnya menjadi
masyarakat kapitalis yang memiliki pemikiran sekuler yang berpandangan
bahwa agama harus dipisahkan dari sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Walhasil, banyak dari mereka yang rajin Ibadah Sholat tetapi di sisi lain
maksiat juga jalan terus. Mereka mengaku muslim ketika berada di dalam
masjid / ketika sholat, tapi di sisi lain kehidupan dunianya, merapa pada
bangga dengan syariat-syariat kufur yang memancar dari peradaban kufur
baik, Kapitalis maupun Sosialis.
Muslimah sekarang ini lebih bangga dengan cara berpakaiannya
orang kafir yang membuka auratnya daripada busana muslimah yang
menutup auratnya dengan sempurna. Lebih bangga menjalankan ekonomi
kapitalis dengan konsep ribanya dan menolak sistem ekonomi Islam,
dengan alasan kalau menerapkan sistem ekonomi kapitalis lebih banyak
untungnya, atau rajin sholatnya tapi enggan membayar zakat maal.
Inilah pandangan kaum muslimin saat ini tentang penerapan syariat
Islam dalam kehidupan. Keimanannya kepada Islam hanya dalam masalah
peribadatannya, tetapi kufur dalam syariat yang lain (kehidupan). Padahal
perintah menegakkan kewajiban sholat berarti juga perintah wajib untuk
tunduk dan taat kepada syariat Allah yang lain. Sholat seperti inilah yang
dikatakan memiliki pengaruh dalam dimensi sosial individu muslim.
Sholat yang mampu mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar.
Sholatnya seorang mukmin memilki unsur ruhiyah di dalamnya,
dia mengetahui secara pasti bahwa Allah SWT selalu mengawasinya
dalam setiap gerakan dan bacaan sholatnya. Sehingga dia pun berusaha
menghadirkan jiwa yang khusyu‟ ketika sholat. Tidak terburu-buru ketika
sholat tetapi dengan khusyu dan sabar dia menyelesaikan setiap rukun-
rukun sholat sampai seluruh rukunnya terpenuhi dengan sempurna.

45
Pun demikian dalam kehidupan sehari-harinya. Ketika seorang
bersaksi dalam sholat bahwa tidak ada illah (Tuhan) yang patut disembah
kecuali Allah, sesungguhnya dia telah mengesakan Allah dalam
penghambaan maupun dalam pensucian serta menafikkan secara pasti
penghambaan terhadap selain Allah dalam bentuk apa pun, baik berupa
materi, kesenangan dunia, atau peraturan hukum-hukum kufur. Seorang
mukmin yang sholat pasti akan memilih dengan benar pekerjaan apa yang
bisa dia lakukan untuk memberi nafkah keluarganya . Bukan hanya dari
sisi besarnya materi yang didapat tetapi juga halal dan haramnya pekerjaan
itu.
Ketika dia diberi amanah memegang jabatan maka seorang
mukmin yang sholat akan menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya.
Dia tidak akan berani menyelewengkan dan menyalahgunakan
kekuasaannya untuk mencuri uang rakyat yang bukan menjadi haknya.
Semua ini dilakukannya karena dia menyadari bahwa pada hari kiamat
nanti ia akan dihidupkan kembali oleh Allah dan akan dihisab terhadap
amal perbuatannya selama di dunia, termasuk amanah jabatan yang
dipegangnya.
Inilah sikap taqwa yang lahir dan dibentuk dalam sholat yang dia
yakini secara pasti tanpa ada keraguan sedikit pun. Kesabaran yang
dibentuk dalam sholat menjadikan pribadinya seorang yang sabar dalam
menjalankan ketaatannya kepada Allah SWT di semua aspek
kehidupannya. Senantiasa tunduk dan taat kepada semua aturan Allah
tanpa ada pengecualian, baik ketika dia dalam sholat ataupun di luar
sholat.

Khotimah
Syariat Islam yang diturunkan Allah SWT adalah sebuah syariat
yang sempurna dan menyeluruh, yang tersusun atas hablumminallah dan
hamblumminnas. Tidak ada kompensasi dalam penjalanan sebuah hukum
satu dengan yang lainnya. Sehingga jangan merasa puas dengan ibadah
mahdoh saja kemudian menyangka di akhirat semuanya beres.

46
Tidak. Setiap orang akan diadili dalam berbagai urusan :
kenegaraan, kemasyarakatan, muamalah, keluarga, dsb, bahkan bisa
hancur lebur amalan sholat dan peribadatan lainnya jika dia jatuh kafir
karena mengkufuri sebagian ayat-ayat Al Qur‟an, meskipun hanya satu
ayat saja. Sebab mengimani sebagian ayat al-Qur‟an dan mengkufuri
sebagian yang lain dihukumi oleh Al Qur‟an sebagai kekufuran yang
nyata. Sebagaimana disebutkan dalam QS. An Nisa 150-151. Dan barang
siapa jatuh kafir sampai dia mati dalam kekafirannya, maka tempatnya
adalah neraka jahannam, kekal di dalamnya. Naudzu billah min dzalik.

47
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Shalat merupakan kewajiban setiap muslim,karena hal ini di syariatkan
oleh Allah SWT. Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai prakteknya, hal ini
tidak menjadi masalah karena di dalam al-qur'an sendiri tidak ada ayat yang
menjelaskan secara terperinci mengenai praktek shalat. Tugas dari seorang
muslim hanyalah melaksnakan shalat dari mulai baligh sampai napas terakhir,
semua perbedaan mengenai praktek shalat semua pendapat bisa dikatan benar
karena masing-masing memilki dasar dan pendafaatnya masing-masing dan
tentunnya berdasarkan ijtihad yang panjang.
Setiap perintah Allah yang di berikan kepada kaum muslimin tentunya
memiliki paidah untuk kaum muslimin sendiri, seperti halnya umat islam di
perintahkan untuk melaksanakan shalat, salah satu paidahnya yakni supaya umat
islam selalu mengingat tuhannya dan bisa meminta karunianya dan manfaat yang
lainnya yakni bisa mendapkan ampunan dari Allah SWT.
Demikian paparan yang dapat kami persembahkan menganai “sholat”
dengan waktu yang cukup singkat ini, semoga bermanfaat bagi kita semua baik di
dunia maupun akherat kelak, kami memohon maaf apbila dalam pemaparan yang
kami sampaikan ini terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini, kami juga
mengharapkan kritik dan sarann yang sifatnya membangun untuk makalah-
makalah kami selanjutnya.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca terutama pada dosen mata kuiah ini, agar dapat
pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Atas kritik dan saranya,
penulis ucapkan terima kasih.

48
DAFTAR PUSTAKA

Syukur, Amin. 2003. Pengantar Studi Islam. Semarang :CV. Bima Sakti.
Alim, Muhammad. 2006. Pendidikan agama islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Al-Qardhawi, Yusuf. 1993. Konsep Ibadah Dalam Islam. Surabaya:Central
Media:1993.
Hasbi ash Shiddieqy, Hasbi. 1991. Kuliah Ibadah. Yogyakarta: Bulan Bintang.
Shalih Su‟ad, Ibrahim. 2011. Fiqih Ibadah. Jakarta: Amzah.
Abduh Al manar, Abduh. 1999. Ibadah dan Syari‟ah. Surabaya: PT. Pamator.
WJS. Poerwadarminta, WJS. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Zar, Sirajudin. 2004. Filsafat Islam, Filsuf dan Filsafatnya. Jakarta: Raja
Grafindo.
Koto, Alaiddin. 2012. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Al-Qurdlawi, Yusuf. 2000. Fiqih Ibadah.Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.
Al Jurjawi, Ali Ahmad. 1994. Hikmatut Tasyri‟ wa Falsafatuhu. Baerut: Daarul
Fikr.
Rifa‟I Muh, Rifa‟i. 1999. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT.
Karya Toha Putra.
http://studymuslim.blogspot.co.id/2012/02/pengertian-shalat-hukum-syarat-
rukun.html
Ayyub, Syaikh Hasan. Terjemah Fiqh Ibadah.Terj. Abdul Rosyad.Jakarta:
PUSTAKA AL- KAUTSAR,2004.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. Fiqh Ibadah. Jakarta: Azmah, 2009.
Ni‟am, Syamsun. Pendidikan Agama Islam. Semarang: Aneka Ilmu, 2004.
Rifa‟i, MOH. Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: Toha Putra, 2006.
Ulfah, Isnatin. Fiqh ibadah. Ponorogo: STAIN Po press, 2009
Rasjid, Sulaiman. 2009. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Syafi‟i, M. Pedoman Ibadah. Surabaya: ARKOLA
Darajat, Zakiyah. 1995. Ilmu Fiqh. Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf
Jawwad, Muhniyah. Muhammad. 2006. Fiqh Lima Madzhab. Jakarta: Lentera

49

Anda mungkin juga menyukai