Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY K DENGAN

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN AKIBAT DIABETES


MELITUS DI RUANG WIJAYA KUSUMA LANTAI 2
RSUD CIAMIS

Disusun oleh kelompok VIII:


1. Dian Aprilia (P20620118008)
2. Elang Rismayanti (P20620118013)
3. Fitriyah (P20620118055)
4. Gallang Gwandandrahma (P20620118056)

D III KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
Jl. Cilolohan No.35, Kahuripan, Tawang, Tasikmalaya, Jawa Barat 46115
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar
glukosa darah melebihi batas normal. Apabila penyakit ini dibiarkan tak terkendali maka
akan menimbulkan komplikasi-komplikasi yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit
jantung, ginjal, kebutaan, dan mudah terkena ateroskelosis.

Gejala khas diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsi, lemas, dan berat badan turun
(meskipun nafsu makan meningkat), hiperglekimia, dan glukosuria. Gejala lain yang
mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impoten pada
pasien pria serta pruritus vulvae pada pasien wanita, biasanya diabetes muncul pada usia
diatas 40 tahun dan anak-anak yang masing-masing berlainan sifatnya.

Umumnya, diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil/sebagian besar


sel-sel beta dari pulau-pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan
insulin, sehingga terjadi kekurangan insulin. Disamping itu, DM (diabetes melitus) juga
dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukkan glukosa
kedalam sel.

Jika tidak ditangani secara cepat dan tepat, dalam jangka panjang diabetes dapat
menimbulkan berbagai komplikasi. Jika tidak waspada, DM bisa mengakibatkan gangguan
pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh
darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), pembuuh
darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).

Pengobatan DM secara langsung terhadap kerusakan pulau-pulau langerhans di


pankreas belum ada langkah utama pengobatan dapat dilakukan dengan cara melakukan
diet, yakni mengurangi kalori dan meningkatkan konsumsi vitamin, melakukan olah raga
secara teratur, mengonsumsi obat-obatan hipoglekimia oral, melakukan terapi insulin.

B. Tujuan Penulisan
 Tujuan Umun
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah gambaran dari asuhan keperawatan
terhadap klien dengan diagnosa medis diabetes melitus dalam praktek nyata di
lapangan dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian sampai
pendokumentasian.
 Tujuan Khusus
Tujuan khusus melaksanakan asuhan keperawatan melalui adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus
2. Menentukan diagnosis keperawatan yang muncul.
3. Menetukan perencanaan keperawatan.
4. Memberikan implementasi keperawatan yang sesuai dengan rencana.
5. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
6. Membuat dokumentasi hasil asuhan keperawatan.

C. Sistematika Penulisan
Karya Tulis ini terdiri dari 4 (empat) Bab yang disusun secara berurutan yaitu:
 BAB 1 : PENDAHULUAN
Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika
penulisan.
 BAB 2 : TINJAUAN TEORI
a. Konsep Dasar Penyakit : Definisi, anatomi fisiologi, epidemiologi, etiologi,
gejala klinis, patofisiologi, klasifikasi, pemeriksaan diagnostik, prognosis dan
penatalaksanaan.
b. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan: Pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
 BAB III : TINJAUAN KASUS
Hasil asuhan keperawatan yang meliputi : Gambaran kasus, analisa data, diagnosa
keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi.
 BAB IV : PENUTUP
Penutup yang terdiri dari Kesimpulan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal ,yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata , ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopik electron (Mansjoer,
2001).
Diabaetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan
Suddarth, 2000).
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
(Price, 2000)
Dari beberapa definisi diatas tentang DM dapat diambil kesimpulan bahwa
DM adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini
adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan metabolisme
karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak
dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik, karena proses
autoimmune, dipengaruhi secara genetic dengan gejala yang pada akhirnya menuju
tahap perusakan imunologi sel-sel yang memproduksi insulin.
2. Anatomi Fisiologi

Sistem Endokrin merupakan kelenjar yang mengirimkan hasil sekresi langsung ke


dalam darah yang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati saluran Hasil
dari sekresi tersebut dinamakan dengan hormon. Adapun komponen dari sistem
endokrin sebagai berikut:
1. Kelenjar pienal (Epifise)
Kelenjar ini terdapat didalam otak didalam ventrikel terletak dekat korpus. Ini
menghasilkan sekresi Interna dalam membantu pankreas dan kelenjar kelamin.
2. Kelenjar Hipofise
Kelenjar ini terletak pada dasar tengkorak yang m,empunyai peran penting
dalam sekresi hormon-hormin semua sistem endokrin. Kelenjar Hipofise terdiri
dari 2 lobus. Yaitu lobus anterior dan lobus posterior. Lobus anterior
menghasilkan hormon yang berfungsi sebagai zat Pengendali produksi dari
semua organ endokrin.
a. Hormon Somatropik, yang berfungsi mengendalikan pertumbuhan tubuh.
b. Hormon Tirotoprik yang berfungsi mengendalikan kegiatan kelenjar tiroid
dalam menghasilkan hormon tirooksin.
c. Hormon Adrenokortikotropik (ACTH) yang berfungsi mengendalikan
kelenjar suprarenal dalam menghasilkan kortisol
d. Hormon Gonadotropik yang berasal dari Folicel Stimulating Hormon (FSH)
yang merangsang perkembangan folikel degraf dalam ovarium dan
pembentukan spermatozoa dalam testis
Adapun lobus posteror menghasilkan 2 jenis hormon yaitu:
a. Hormon anti diuretik (ADH) mengatur jumlah air yang keluar melalui
ginjal
b. Hormon oksitosin yang berguna merangsang dan menguat kontraksi uterus
sewaktu melahirkan dan mengeluarkan air susu sewaktu menyusui.
3. Kelenjar Tiroid
Terdiri dari 2 lobus yang berada disebelah kanan dari trakea, yang terletak
didalam leher bagian depan bawah melekat pada dinding laring. Adapun fungsi
kelenjar tiroksin adalah mengatur pertukaran metabolisme dalam tubuh damn
mengatur pertumbuhan. Selain itu juga kelenjar tiroid mempunyai fungsi:
a. Bekerja sebagai perangsang kerja oksidasi
b. Mengatur penggunaan oksidasi
c. Mengatur pengeluaran karbondioksida.
d. Pengaturan susunan kimia darah, jaringan
4. Kelenjar Timus
Kelenjar ini di mediastinum di belakang os sternum. Kelenjar timus terletak di
dalam thorak yang terdiri dari 2 lobus. Adapun fungsi dari kelenjar timus
adalah:
a. Mengaktifkan pertumbuhan badan.
b. Mengurangi aktifitas kelenjar kelamin.
5. Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal ada 2 bagian yaitu:
a. Bagian luar yang berwarna kekuningan yang menghasilkan kortisol
b. disebut korteks.
c. Bagian medula yang menghasilkan adrenalin (epineprin) dan non
d. adrenalin (non epineprin)
Non adrenalin dapat menaikkan tekanan darah dengan cara merangsang serabut
otot di dalam dinding pembuluh darah untuk berkontraksi, adrenalin membantu
metabolisme karbohidrat dengan cara menambah pengeluaran glukosa dalam
hati. Adapun fungi kelenjar adrenal bagian korteks adalah:
a. Mengatur keseimbangan air, elektolit, dan garam.
b. Mempengaruhi metabolisme hidrat arang dan protein
c. Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid.
Dan fungsi kelenjar adrenal bagian medula adalah:
d. Vaso kontriksi pembuluh darah perifer.
e. Relaksasi bronkus.
6. Pankreas
Terdapat di belakang lambung di depan vertebra lumbalis 1 dan 2 terdiri dari
sel- sel alpha dan beta. Sel alpha menghasilkan hormon glukagon dan sel beta
menghasilkan hormon insulin. Hormon yang di gunakan untuk pengobatan
diabetes adalah hormon insulin yang merupakan sebuah protein yang turut di
cernakan oleh enzim pencernaan protein.
Fungsi hormon insulin adalah mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan
sebagai pengobatan adalah memperbaiki sel tubuh untuk mengamati dan
penggunaan glukosa dam lemak. Selain itu juga terdapat pulau langerhans yang
berbentuk oval yang tersebar ke seluruh tubuh pankreas dan terbanyak pada
bagian kedua pankreas. Fungsi dari pulau langerhans adalah sebagai unit
sekresi dalam pengeluaran homeostastik nutrisi, menghambat sekresi insulin
glikogen dan poilipeptida pancreas serta menghambat sekresi glikogen. Selain
itu juga pankreas sebagai tempat cadangan bagi tubuh dan penggunaan glukosa.
7. Kelenjar ovarika
Terdapat pada wanita dan terletak pada disamping kanan dan kiri uterus dan
menghasilkan hormon esterogen dan progesteron, hormon inimempengaruhi
uterus dan memberikan sifat kewanitaan.
8. Kelenjar Testika
Terdapat pada pria terletak pada skrotum dan menghasilkan hormone
testosteron yang mempengaruhi pengeluaran sperma.

3. Epidemiologi

Diabetes militus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih


12 juta orang.Tujuh juta dari 12 juta penderita diabetes tersebut sudah terdiagnosis,
sisanya tidak terdiagnosis. Di Amerika Serikat kurang lebih 650.000 kasus diabetes
baru didiagnosis setiap tahunnya.

Di Amerika Serikat, diabetes merupakan penyebab utama kebutaan yang


baru diantara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga menjadi penyebab
utama amputasi diluar trauma kecelakaan. Tiga puluh persen pasien yang mulai
mendapatkan terapi dianalisis setiap tahun menderita penyakit diabetes. Diabetes
berada dalam urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit dan
hal ini sebagian besar disebabkan oleh angka penyakit arteri koroner yang tinggi
dan para penderita diabetes.

Angka rawat inap bagi penderita diabetes adalah 2,4 kali lebih besar pada
orang dewasa dan 5,3 kali lebih besar pada anak-anak bila dibandingkan dengan
populasi umum. Separuh dari kaseluruhan penderita diabetes yang berusia lebih
dari 65 tahun dirawat dirumah sakit setiap tahunnya.

4. Etiologi
 Diabetes tipe 1
a. Faktor –faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I.
b. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor –faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor
genetik, imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan
pokok perhatian riset yang terus berlanjut.
 Diabetes tipe II :
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor tertentu :
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

Selain itu, terdapat beberapa faktor pencetus dari diabetes sebagai berikut :

a. Gangguan metabolisme, dimana tubuh tidak dapat memanfaatkan glukosa/ gula


darah untuk diubah menjadi energi/tenaga.
b. Gangguan / tidak berfungsinya hormon insulin dalam tubuh sehingga terjadi
penumpukan kadar glukosa / gula dalam darah.
c. Melahirkan bayi >4 kg.
5. Gejala Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan:
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotik diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai
pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh bersama mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu lemak
dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di
jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan
akan tetap kurus

e. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin.Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM


umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM
lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan
luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan yang lazim.

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang


tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan
inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada
pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi
akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan
timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi,
kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang
biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak
umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai
sakit kepala dan kebingungan mendadak.

6. Patofisiologi
Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin menyebabkan glukagon
meningkat sehingga terjadi pemecahan gula baru (Glukoneogenesis) yang
menyebabkan metabolisme lemak meningkat kemudian terjadi proses pembentukan
keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan
menyebabkan ketonuria (keton didalam urine) dan kadar natrium menurun serta PH
serum menurun yang menyebabkan asidosis. Difisiensi insulin menyebabkan
penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun sehingga kadar glukosa darah
dalam plasma tinggi (hiperglikemia).
Jika hiperglikemianya parah dan melebihi ambang ginjal maka timbul
glikosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan deuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi
dehidrasi. Glukosuria menyebabkan keseimbangan kalori negatif sehingga
menimbulkan rasa lapar (polifagfi).Penggunaan glukosa oleh sel menurun
mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun sehingga tubuh
menjadi lemah.
Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil (arteri kecil)
sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang akan
menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh . Karena suplai makanan dan oksigen
tidak adekuat yang mengakibatkan terjadinya infeksi dan terjadi ganggren atau
ulkus.
Gangguan pembuluh darah menyebabkan aliran ke retina menurun sehingga
suplai makanan dan oksigen berkurang, akibatnya pandangan menjadi kabur. Salah
satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur
dan fungsi ginjal sehingga terjadi nefropati. Diabetes mempengaruhi saraf – saraf
perifer, sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat sehingga mengakibatkan
neuropati. (Price, 2000).

7. Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa tipe yaitu :

a. Diabetes mellitus tipe I,

Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan


nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin
untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya
pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan. Kerusakan
sel beta pankreas atau penyakit-penyakit yang mengganggu pruduksi insulin
dapat menyebabkan timbulnya diabetes tipe I .infeksi virus dan autoimun dapat
menyebabkan menyebabkan kerusakan sel beta pancreas pada banyak pasien
diabetes tipe I, meskipun faktor herediter juga berperan penting untuk
menentukan kerentanan sel-sel beta terhadap gannguan-gangguan tersebut.
Pada beberapa kasus , kecenderungan herediter dapat menyebabkan degenerasi
sel beta, bahkan tanpa adanya infeksi virus atau kelainan autoimun.

Onset diabetes tipe I biasanya dimulai pada umur 14 tahun di Amerika


Serikat. Diabetes tipe I dapat timbul tiba-tiba dalam beberapa hari atau minggu,
dengan tiga gejala sisa yang utama :

1) Naiknya kadar glukosa darah


2) Peningkatan pengunaan lemak sebagai sumber energy dan untuk
pembentukan kolesterol oleh hati
3) Berkurangnya protein didalam jaringan tubuh.

b. Diabetes mellitus tipe II,

Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal


dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :

1) Non obesitas
2) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas,
tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi
pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas. Diabetes tipe II
sering dijumpai dari tipe I, dan kira-kira ditemukan sebanyak 90% dari kasus
diabetes militus. Pada kebanyakan kasus, onset diabetes mellitus tipe II terjadi
diatas umur 30, sering kali diantara usia 50 dan 60 tahun, dan penyakit ini
timbul secara perlahan-lahan. Oleh karena itu, sindrom ini sering disebut sebagai
onset-dewasa. Akan tetapi, akhir-akhir ini dijumpai peningkatan kasus yang
terjadi pada individu yang berusia lebih muda, sebagian berusia kurang dari 20
tahun dengan diabetes mellitus tipe II. Tren tersebut agaknya berkaitan terutama
dengan peningkatan prevalensi obesitas, yaitu faktor resiko terpenting untuk
diabetes tipe II pada anak-anak dan dewasa.

c. Diabetes mellitus tipe lain

1) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan


hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,
kelainan genetik dan lain-lain.
2) Obat-obat yang dapat menyebabkan hiperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik

d. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama


kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan
kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik
somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam
amino dan glukosa ke fetus.
8. Pemeriksaan Diagnostik

Adanya kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormal merupakan


kriteria yang melandasi penegakan diagnosis diabetes.

a) Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya diatas 140mg/dl (SI
7,8 mmol/L) atau
b) kadar glukosa darah sewaktu yang diatas 200mg/dl (SI: 11,1 mmol/l) pada satu
kali pemeriksaan atau lebih. Jika kadar puasanya normal atau mendekati
normal, penegakan diagnosis harus berdasarkan tes toleransi glukosa.
c) Tes Toleransi Glukosa
Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih sensitive
daripada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan dalam situasi
tertentu (misalnya untuk pasien yang pernah mengalami operasi lambung).
TTGO dilakukan dengan cara pemberian larutan karbohidrat sederhana
beberapa faktor mempengaruhi TTGO yang mencakup metode analisis, sumber
spesimen (darah utuh, plasma atau serum, darah kapiler atau vena).

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :

a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


b. Glukosa plasma puasa >126 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.

9. Prognosis

Diabetes yang tidak terkontrol merupakan penyebab utama kebutaan, stadium akhir
penyakit ginjal, dan amputasi anggota tubuh.

10. PENATALAKSANAAN
Konservatif
Secara teoritis, pengobatan diabetes mellitus tipe I adalah dengan
memberikan insulin secukupnya sehingga metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein pada pasien dapat senormal mungkin. Insulin tersedia dalam berbagai
bentuk. Insulin “regular” mempunyai durasi kerja yang lamanya 3-8 jam,
sedangkan insulin dalam bentuk lainnya (yang dipresipitasikan dengan seng atau
dengan berbagai derivate protein) diabsorpsi secara lambat dari tempat
penyuntikannya dan oleh karena itu mempunyai efek yamg lamanya 10-48 jam.
Biasanya, pasien diabetes tipe I yang berat seiap harinya diberi dosis tunggal
insulin yang mempunyai daya kerja untuk meningkatkan seluruh metabolism
karbohidrat setiap hari.
Pada orang dengan diabetes tipe II, diet dan olahraga biasanya
direkomendasikan untuk menurunkan berat dan mengurangi resistensi insulin. Jika
upaya tersebut berhasil, obat-obatan dapat diberikan untuk meningkatkan sensivitas
atau untuk merangsang produksi insulin didalam pankreas.
Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu :
a. Obat hipoglikemik oral
1) Sulfoniluera
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya lebih sedikit.
2) Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin.Obat ini dianjurkan
untuk pasien gemuk (indek masa tubuh/IMT >30) sebagai obat tunggal.
Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30), dapat dikombinasi dengan
obat golongan sulfonylurea.
3) Inhibitor a glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim a glukosidase
didalam saluran cerna, sehingga menurunkan hiperglikemia pascprandial.
b. Insulin
Insulin diperlukan dalam keadaan :
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang desertai ketosis
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali
 Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
Efek samping terapi insulin:
1) Terjadinya hipoglikemia
2) Reksi imun insulin yang dapat menyebabkan alergi insulin atau resistensi
insulin
Cara penyuntikan insulin:
1) Insulin umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subkutan),
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap permukaan kulit.
2) Pada keadaan khusus diberikan intramuscular atau intravena secara bolus atau
drip.
3) Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja
pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu.
Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan
perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara
kedua jenis insulin tersebut.
4) Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan terjamin,
semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetes
yang sama.
Operatif
Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga
faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat
hyperglikemik oral dan insulin. Pada penderita dengan diabetes mellitus harus
rantang gula dan makanan yang manis .
Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus
adalah tiga J (jumlah,jadwal dan jenis makanan) yaitu :
J1 : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan

J2 : jadwal makanan harus diikuti dengan jam makan terdaftar.

J3 : jenis makan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan


manis)

Tujuan terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas


insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi
vaskuler serta neuropati. Tujuan terapiotik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksaan diabetes :

1) Perencanaan diet
Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:
a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vtamin dan mineral)
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c) Memenuhi kebutuhan energi
d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis
e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar meningkat.
2) Latihan
Manfaat dilakukannya latihan bagi penderita diabetes :
a) Mengendalikan kadar glukosa darah
b) Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan)
c) Membantu mengurangi stress
d) Memperkuat otot dan jantung
e) Meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL)
f) Membantu menurunkan tekanan darah
3) Pemantauan
Pada penderita diabetes diperlukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri agar tidak terjadi komplikasi yang nantinya menimbulkan akibat yang
fatal, penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendaliakan
kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan
pencegahan hipoglikemia dan hiperglikemia, dan berperan dan menentukan
kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi akan
mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.
4) Terapi (jika diperlukan)
Dengan memberikan insulin secukupnya sehingga metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein pada pasien dapat senormal mungkin.
5) Pendidikan
Edukasi diabetes adalah pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan
bagi penderita DM dengan tujuan merubah perilaku pasien untuk meningkat
pengetahuan pasien dalam mengatasi penyakitnya. Pendidikan awal akan
membahas pentingnya konsistensi atau kontinuitas pada kebiasaan makan,
hubungan antara makanan dengan insulin, dan adanya rencana makan yang
sesuai dengan kebutuhan masing.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan sistem tubuh secara menyeluruh dengan


menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi meliputi keadaan
umum, TTV, keadaan fisik.

a) Aktivitas dan istirahat :


Gejala : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur
Tanda : takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
b) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan
pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh.
Tanda : kulit kering, merah, dan bola mata cekung, takikardia, nadi yang
menurun/tak ada.krekels:DVJ(GJK)
c) Intregritas ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
d) Eliminasi
Gejala : Poliuri, nokturi, nyeri, rasa terbakar, diare,nyeri tekan abdomen.
Tanda : urine encer, pucat, kuning: poliuri (dapat berkembang menjadi
ologuria/anuria jika terjadi hipovolemia berat). Urine berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, bising usus lemah.
e) Nutrisi
Gejala : Nausea, vomitus, berat badan menurun, tidak mengikuti diet
(peningkatan masukan glukosa dan karbohidrat), haus.
Tanda : kulit kering, turgor jelek, distensi abdomen, pembesaran
tiroid(peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah) , bau
halitosis/manis, bau buah(aseton).
f) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
gangguan penglihatan, parestesia.
Tanda : disorientasi ; mengantuk, letargi.
g) Nyeri
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri
Tanda : wajah meringis dan palpitasi ;tampak sangat berhati-hati.
h) Respirasi
Gejala : Sesak nafas, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung
adanya infeksi atau tidak)
Tanda : lapar udara, frekuansi pernapasan
i) Keamanan
Gejala : Kulit kering, lesi/ulkus.
Tanda :demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi. Menurunnya
kekuatan umum/rentang gerak.
j) Seksualitas
Gejala : Adanya peradangan pada daerah vagina, masalah impoten pada
pria serta kesulitan orgasme pada wanita.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori,


maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes mellitus
yaitu :

a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan ditandai dengan peningkatan


haluaran urine, kelemahan, haus, turgor kulit buruk.
b) Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan masukan
berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metaboliK.
c) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa berhubungan dengan gula darah tidak
terkontrol.
d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan suhu, gangguan
sirkulasi, parastesia.
e) Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
f) Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi

3. Perencanaan Keperawatan

a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan gastrik berlebihan:


diare, muntah ditandai dengan peningkatan haluaran urine, kelemahan, haus,
turgor kulit buruk.

Tujuan : dapat mendemonstrasikan hidrasi adekuat

Kriteria hasil :
 Tanda vital stabil
 Nadi perifer dapat diraba
 Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
 Haluaran urine tepat secara individu
 Kadar elektrolit dalam batas normal

NO. Intervensi Rasional


1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya Hypovolemia dapat dimanifestasikan
perubahan TD ortostatik oleh hipotensi dan takikardia.
2. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, Merupakan indiKator dari tingkat
turgor kulit, dan membrane mukosa. dehidrasi, atau volume sirkulasi yang
adekuat
3. Pantau masukan dan pengeluaran, Memberikan perkiraan kebutuhan akan
catat berat jenis urine. cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan
4. Pertahankan untuk memberikan cairan Mempertahankan hidrasi / volume
paling sedikit 2500 ml/hari dalam sirkulasi.
batas yang dapat ditoleransi jantung
jika pemasukan cairan melalui oral
sudah dapat diberikan.
5. Observasi adanya perasaan yang Pemberian cairan untuk perbaikan yang
meningkat, edema, peningkatan berat cepat mungkin sangat berpotensi
badan, nadi tidak teratur, dan adanya menimbulkan kelebihan beban cairan
distensi pada vaskuler
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi Tipe dan jumlah cairan tergantung
cairan sesuai dengan indikasi pada derajat kekurangan cairan dan
respon pasien secara individual

b) Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metaboliK ditandai dengan
berat badan optimum : kelebihan lemak tubuh dengan lipatan / pengukuran lain.
Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
 Mencerna jumlah kalori/nutrient yang tepat
 Menunjukkan tingkat energi biasanya
 Berat badan stabil

No. Intervensi Rasional


1. Kaji pemahaman pasien tentang Kegemukan adalah resiko tambahan pada
hubungan langsung antara tekanaan darah tinggi.
hipertensi dan kegemukan
2. Bicarakan pentingnya menurunkan Kesalahan kebiasaan makan menunjang
masukan kalori dan batasi lemak, terjadinya aterosklerosis dan kegemukan,
garam, dan gula sesuai indikasi yang merupakan predisposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya misalnya :
stroke, penyakit ginjal, gagal jantung.
3. Kaji ulang masukan kalori harian Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan
dalam pilihan diet dalam program diet terakhir. Membantu
dalam menentukan kebutuhna individu
untuk penyesuaian / penyuluhan
4. Dorong pasien untuk Memberikan data dasar tentang
mempertahankan masukan keadekuatan nutrisi yang dimakan, dan
makanan harian termasuk kapan kondisi emosi saat makan. Membantu untuk
dan dimana makan dilakukan dan memfokuskan perhatian pada faktor mana
lingkungan dan perasaan sekitar pasien telah/dapat mengontrol perubahan
saat makanan dimakan
5. Intruksikan dan membantu memilih Menghindari makanan tinggi lemak jenuh
makanan yang tepat, hindari dan kolesterol penting dalam mencegah
makanan dengan kejenuhan lemak perkembangan arterogenesis
tinggi dan kolesterol
6. Kolaborasi Memberikan konseling dan bantuan dengan
Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi memenuhi kebutuhan diet individual

c) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa berhubungan dengan gula darah tidak


terkontrol.
Tujuan : diharapkan tidak terjadi ketidakstabilan gula darah
kriteria hasil : Gula darah dalam batas normal (GD puasa < 120 mg/dl)

No Intervensi Rasional
1 Kaji faktor risiko riwayat penyakit Mengetahui faktor pemberat agar tidak
keluarga, kurang pengetahuan terjadi ketidakstabilan gula darah secara
tentang glukosa darah, gangguan berulang.
pola makan, dan olahraga.
2 Anjurkan pasien untuk Untuk memantau kadar gula darah
memeriksakan kadarglukosa darah
secara rutin, waktu dan dosis obat,
diet, aktivitas
3 Libatkan keluarga pasien untuk Memberikan informasi pada keluarga
perencanaan makan untuk memahami kebutuhan nutrisi
pasien
4 Identifikasi persepsi dan harapan Meberikan motivasi kepada klien
klien tentang pengobatan yang tentang harapan kesembuhan klien.
sedang dilakukan
5 Ajari klien untuk mengembangkan Kestabilan gula darah tidak hanya
strategi pencegahan untuk diperoleh dari pengobatan tetapi dari
menjaga ketidakstabilan gula pencegahan yang dilakukan klien.
darah
6 Berikan pengetahuan pada klien Mengurangi ansietas terhadap kondisi
tentang kondisi dan pengobatan dan pengobatan yang dilakukan
yang sedang dilakukan
7 Kolaborasi Konsultasikan dengan Membantu
ahli gizi tentang diet yang tepat menyeimbangkan/mengontrol kadar
untuk diabetes tipe I gula darah

d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan suhu,


gangguan sirkulasi, parastesia.
Tujuan : mencegah/menurunkan resiko infeksi
Kriteria hasil : mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk
mencegah terjadinya

No. Intervensi Rasional


1. Observasi tanda-tanda infeksi dan Pasien mungkin masuk dengan infeksi
peradangan, seperti demam, yang biasanya telah mencetuskan keadaan
kemerahan, adanya pus pada luka, ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
sputum purulen, urine warna keruh nasokomial
atau berkabut
2. Tingkatkan upaya pencegahan Mencegah timbulnya infeksi silang
dengan melakukan cuci tangan yang (infeksi nasokomial).
baik pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien
termasuk pasiennya sendiri
3. Perhatikan teknik aseptik pada Kadar glukosa yang tinggi dalam darah
prosedur invasive (seperti akan menjadi media terbaik bagi
pemasangan infuse, kateter folley pertumbuhan kuman
dan sebagainya), pemberian obat
intravena dan memberikan
perawatan pemeliharaan.
4. Anjurkan untuk makan dan minum Menurunkan kemungkinan terjadinya
adekuat (pemasukan makanan dan infeksi. Meningkatkan aliran urine untuk
cairan yang adekuat) kira-kira 3000 mencegah urine yang statis dan membantu
ml/hari jika tidak ada kontraindikasi. dalam mempertahankan Ph/keasaman
urine, yang menurunkan pertumbuhan
bakteri dan mengeluarkan organisme dari
sistem organ tersebut.
5. Kolaborasi Penanganan awal dapat membantu
Berikan obat antibiotik yang sesuai mencegah timbulnya sepsis.
e) Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami
injury

No. Intervensi Rasional


1. Hindarkan lantai yang licin. Mencegah pasien jatuh dan cidera
2. Gunakan bed yang rendah. Mempermudah melakukan aktivitas fisik

3. Orientasikan klien dengan ruangan. Untuk mempermudah pasien mengenal


ruangannya yang nantinya dapat
mempermudah aktivitasnya
4. Bantu klien dalam melakukan Untuk dapat memenuhi kebutuhan pasien
aktivitas sehari-hari setiap harinya
5. Bantu pasien dalam ambulasi atau Mencegah terjadinya kontraktur otot dan
perubahan posisi melancarkan peredaran darah

f) Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi.
Tujuan : pasien mengetahui tentang penyakitnya
Kriteria hasil :
 Pasien dapat mengungkapkan masalahnya
 Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan rasional
tindakannya

No. Intervensi Rasional


1. Ciptakan lingkungan yang Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan
saling percaya dengan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam
mendengarkan penuh proses belajar
perhatian, dan selalu ada untuk
pasien
2. Pilih berbagai strategi belajar, Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses
seperti teknik demonstrasi informasi meningkatkan pencerapan pada individu
yang memerlukan keterampilan yang belajar.
dan biarkan pasien
mendemonstrasikan ulang,
gabungkan keterampilan baru
ini kedalam rutinitas rumah
sakit sehari-hari
3. Diskusikan tentang rencana Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan
diet, penggunaan makanan membantu pasien dalam merencanakan
tinggi serat dan cara untuk makan/mentaati program.
melakukan makan diluar
rumah
4. Buat jadwal latihan/aktivitas Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya
yang teratur dan identifikasi dengan kerja puncak insulin. Makanan kudapan
hubungan dengan penggunaan harus diberikan sebelum atau selama latihan
insulin yang perlu menjadi sesuai kebutuhan dan rotasi injeksi harus
perhatian menghindari kelompok otot yang akan digunakan

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
5. Evaluasi
a) Cairan terpenuhi, tidak terjadi dehidrasi
b) Kekurangan nutisi dapat diatasi, kontrol berat badan teridentifikasi
c) Tidak terjadi ketidakstabilan gula darah
d) Resiko terjadinya infeksi dapat dicegah.
e) Pasien tidak mengalami resiko injuri
f) Pasien memahami tentang penyakitnya
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Laporan Kasus
1. PENGKJIAN
a. BIODATA
1. Identitas Pasien
Nama : Ny.K
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Manonjaya, Sukadana Ciamis
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
No Register : 0606554
Diagnosa Medis : Ulkus Pedis Sinistra dengan gangren gas
Tanggal Masuk : 25 November 2019
Tanggal Pengkajian : 29 November 2019
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn .W
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wirausaha
Hub dengan pasien : Suami
Alamat : Dusun Manonjaya, Sukadana Ciamis

b. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT


Pada tanggal 25 November 2019, klien masuk ke RSUD Ciamis di
Ruang Dahlia lantai 2 pukul 11.00 WIB lalu dipindahkan ke ruangan Wijaya
Kusuma lantai 2 pada tanggal 27 November 2019 pada pukul 10.00 WIB. Klien
mengatakan panas pada seluruh tubuh, mual muntah, lemas dan ingin
membersihkan luka dikaki sebealah kiri.
c. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG (POST OPERASI)
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 29 November 2019 pada pukul
09.00 WIB. Klien mengatakan mual, muntah dirasakan ketika diisi dengan
makanan dan minum, mual berkurang ketika tidak sedang makan dan minum,
mual dirasakan sejak 9 hari yang lalu. Klien tampak ada sensasi muntah,
mengernyitkan dahi dan tampak lemas. Klien mengatakan luka dari hari ke hari
semakin bertambah parah dan melebar serta basah. Klien mengatakan panas
pada seluruh tubuh dan nyeri pada sekitar luka, nyeri bertambah ketika ditekan
pada sekitar luka dan berkurang ketika tidak ditekan, nyeri seperti ditusuk-tusuk.
Nyeri dirasakan pada atas tungkai kaki kiri. Skala nyeri 4. Nyeri dirasakan
sekitar 9 hari yang lalu. Klien tampak menahan nyeri dan meringis.

d. RIWAYAT KSEHATAN DAHULU


Klien mengatakan sudah mengalami penyakit diabetes selama 1 tahun
yang lalu dan dapat mengobati lukanya secara mandiri.

e. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Klien mengatakan ada dua anggota keluarga yaitu adik dan kakaknya
yang mengalami serangan jantung dikarenakan penyakit DM.

f. DATA BIOLOGIS
1. Penampilan umum

Klien tampak bersih dengan tingkat kesadaran compos mentis

TTV : TD : 130/80 mmHg R : 22 x/menit

P : 82 x/menit S : 39,2OC

BB : 50 Kg TB : 155 Cm

BMI = BB / (TB)2 (m) = 50 / (1,55)2 = 20.81

Klien membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya karena klien


tampak lemas. Klien terpasang infus di tangan kiri dengan cairan infus futrolit.
Warna kulit pucat dan ekstermitas bawah bagian kiri sedikit sulit digerakkan.
2. Activity Daily Living

NO ADL DI RUMAH DI RS
1. Nutrisi
a. Makan
- Jenis menu Nasi, sayur, daging, tahu Bubur, telur, sayur
tempe
- Frekuensi 3 x/hari 3 x/hari
- Porsi
1/3 porsi 4 sendok makan
- Pantangan
- Keluhan Makanan manis -
- Mual
b. Minum
- Jenis menu Teh manis, kopi, air Bening, Air bening
jus
- Frekuensi 1 botol 2 botol
- Jumlah
1,5 liter 3 liter
- Pantangan
- Keluhan Kopi, teh manis -
- -
2. Istirahat dan Tidur
a. Malam
- Berapa jam 8 jam 8 jam
- Dari jam ...s/d... 21.00-05.00 21.00-05.00
- Kesukaran tidur - -
b. Siang
- Berapa jam 1 jam 2 jam
- Dari jam...s/d... 13.00-14.00 13.00-15.00
- Kesukaran - -
3. Eliminasi
a. BAK
- Frekuensi 5-6 x/hari 10 x/hari
- Jumlah 2000 ml 4000 ml
- Warna Kuning jernih Kuning jernih
- Bau
Khas Khas
- Kesulitan
- -
b. BAB
- Frekuensi 1 x/hari 1 x/hari
- Konsistensi Lembek Lembek
- Warna Kuning Hitam
- Bau Khas Khas
- Kesulitan
- -
4. Personal Hygiene
a. Mandi
- Frekuensi 2 x/hari 1 x/hari
- Sabun Sabun batang -
- Gosok gigi 2 x/hari 1 x/hari
b. Berpakaian
- Ganti pakaian 2 x/hari 1 x/hari
5. Mobilitas dan Aktivitas
- Aktivitas Aktivitas Ringan Berbaring, miring
(Membereskan rumah) kanan, miring kiri,
tidur dan makan
- Kesulitan Luka pada kaki Luka pada kaki

 Menghitung Balance Cairan dan IWL Klien

Input cairan : Air (makan + minum) = 3300 cc

Infus = 1000 cc

Obat Injeksi = 4525 cc

Air Metabolisme = 250 cc


+
9075 cc

Output : Urin = 4000 cc

Feses = 100 cc

IWL = 15 x BB / 24

IWL = 15 x 50 / 24

= 31 cc

Jumlah = 4000 + 100 + 31 = 4131 cc

Balance cairan dalam 24 jam : 9075 - 4134 = 4944 cc

3. Data hasil Pemeriksaan fisik


a. Sistem Pernafasan
1) Status mental : Klien tampak stabil
1) Tingkat kesadaran : Compos mentis
2) Refkleks-refleks : Refleks bisep (+) , refleks trisep (+),
refleks patella kaki kanan (+), refleks babinski kaki
kanan (+)
3) Nervus Cranial :
- N1 : Klien mampu mencium bau dengan baik
- N2 : Klien mampu melihat dengan baik
- N3 : Refleks pupil baik
- N4 : Gerakan bulu mata keatas dan kebawah baik
- N5 : Klien dapat berkedip apabila dirangsang
- N6 : Gerakan bulu mata ke kanan dan ke kiri baik
- N7 : Klien dapat mengernyitkan kening
- N8 : Klien dapat mendengar dengan baik
- N9 : Klien memiliki fungsi pengecapan yang baik, klien dapat
merasakan rasa manis, asin dan pahit
- N10 : Klien dapat menjulurkan lidah
- N11 : Klien dapat menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri
- N12 : Klien dapat mendorong pipi ke kanan dan ke kiri
b. Sistem Pernafasan
1) Inpeksi : Bentuk hidung simetris, terdapat septum nasal, tidak ada
pernafasan cuping hidung, bentuk dada simetris, frekuensi
pernafasan 22 x / menit, pergerakan dada simetris
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan di area sinus frontalis dan sinus
maksilaris, vocal fremitus kiri dan kanan sama, tidak ada
nyeri tekan pada bagian dada.
3) Perkusi : Terdengar bunyi sonor
4) Auskultasi : Terdengar bunyi nafas vesikuler
c. Sistem Pencernaan
1) Inpeksi : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir kering, fungsi
menelan baik, bentuk abdomen simetris
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada abdomen
3) Perkusi : Terdengar suara timpani
4) Auskultasi : Bising usus 7 x / menit
d. Sistem Kardiovaskuler
1) Inspeksi : Bentuk dada simetris, konjungtiva anemis, CRT 2 detik = 4
detik
2) Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
3) Perkusi : Terdengar suara sonor
4) Auskultasi : Bunyi jantung reguler
e. Sistem Integumen
1) Inspeksi : Kulit kuning langsat, kulit tampak kering, tampak luka
pada bagian bawah tungkai kaki kiri, kondisi luka basah,
bentuk luka melebar mendalam, terdapat jaringan nekrotik
2) Palpasi : Terdapat oedema pada kaki kiri atas tungkai
f. Sistem Muskoloskeletal
1) Inspeksi : Bentuk lengan simetris, terpasang infus ditangan sebelah
kiri, tidak ada oedema, bentuk kaki simetris, terdapat ada
edema pada kiki atas tungkai
2) Palpasi : Terdapat ada oedema pada kaki kiri atas tungkai,
Kekuatan otot 5 5
5 4

g. Sistem Genitourinaria
1) Inspeksi : Tidak terpasang kateter
2) Palpasi : Tidak ada distensi kandung kemih, tidak ada nyeri tekan di
bagian kostravetebral

4. DATA PSIKOSOSIAL SPIRITUAL


a. Psikososial
1) Non Verbal : Klien tampak lemas
2) Verbal : Klien mampu berkomunikasi dengan baik
3) Status emosi : Emosi klien stabil dan menerima kondisinya
4) Konsep diri : Klien ingin cepat sembuh dan ingin cepat pulang
5) Interaksi sosial : Klien mampu berinteraksi dengan baik
6) Pola koping : Klien mempunyai semangat
b. Spiritual
Klien beragama islam dan selalu berdoa untuk kesembuhan penyakitnya
5. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium
29/11/19

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Satuan Nilai Normal


Kimia Darah
Gula Darah Sewaktu 235 mg/dl 70-200

2. Terapi
Cefotaxime 1x2
Ranitidin 2x1
Ondansentron 2x1
Kalnex 3 x 500 mg
Metronidazole 3 x 500 mg
Sansulin 1 x 16
Paracetamol 3 x 500 mg
Novaron Antalgin 3 x 1 tablet

ANALISA DATA

DATA KEMUNGKINAN MASALAH


ETIOLOGI
DS : - Klien mengatakan DM tipe I Mual
mual, mual dirasakan
ketika diisi dengan
makanan dan minum Gula darah meningkat

DO : - Klien tampak ada


sensasi muntah Saraf otonom pencernaan
- Mengernyitkan dahi terganggu
- Tampak lemas

Pergerakan makanan lebih


lambat

Asam lambung meningkat

Mual
DS : - Klien mengatakan DM tipe I Kerusakan integritas
luka dari hari ke jaringan
hari semakin
bertambah parah Reaksi auto imun
dan melebar serta
basah
Sel beta pankreas ancur
DO : - Tampak luka pada
bagian kaki kiri
pada bawah tungkai
- Kondisi luka basah Defisiensi insulin
- Bentuk luka
melebar mendalam
- Terdapat jaringan Hiperglikemia
nekrotik

Vikositas darah meningkat

Aliran darah melambat

Kematian jaringan

Luka DM

Nekrosis luka

Gangren

Kerusakan integritas
jaringan
DS : Klien mengatakan DM tipe I Hipertermi
panas pada seluruh tubuh

Gula darah meningkat


DO : Suhu klien 39,2oc

Metabolisme terganggu

Daya tahan tubuh menurun

Proses infeksi

Hipertermi
DS : - Klien mengatakan DM tipe I Nyeri akut
nyeri pada sekitar
luka, nyeri bertambah
ketika ditekan Reaksi auto imun
disekitar luka, nyeri
seperti ditusuk-tusuk,
nyeri dirasakan pada Sel beta pankreas hancur
atas tungkai kaki kiri

- skala nyeri 4 (0-10) Defisiensi insulin


DO : - Klien tampak
menahan nyeri dan
meringis
Hiperglikemia

Viskositas darah meningkat

Aliran darah melambat


Kematian jaringan

Nekrosis luka

Gangren

Nyeri akut

II. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Mual b.d gula darah meningkat ditandai dengan sensasi muntah


2. Kerusakan integritas jaringan b.d hiperglikemia ditandai dengan tampak luka pada
bagian kaki sebelah kiri pada bawah tungkai, kondisi luka basah, bentuk luka
melebar mendalam dan terdapat jaringan nekrotik
3. Hipertermi b.d proses infeksi ditandai dengan suhu 39,2oc
4. Nyeri akut b.d luka DM ditandai dengan klien tampak menahan nyeri dan meringis
IV. CATATAN PERKEMBANGAN

Hari / Tanggal PERKEMBANGAN TTD PELAKSANA


Sabtu, 30 S : Klien mengatan mual berkurang
November
2019 pukul O : - Klien nampak tidak ada sensasi muntah
10.00 WIB - Klien tampak makan sebanyaj ½ porsi

A : Mual

P : Lanjutkan intervensi 2,3

I : - Menganjurkan kebersihan mulut sesering TTD Pelaksana


mungkin
R : Klien mengikuti apa yang telah
dianjurkan
- Menganjurkan pola makan dengan porsi
sedikit makanan yang menarik bagi klien
R : Klien mengerti dan merasa senang
dan dapat makan dengan porsi sedikit

E : Masalah teratasi sebagian


Sabtu, 30 S : Klien mengatakan merasa nyaman dan
November merasa lebih baik dari sebelumnya
2019 pukul
11.00 WIB O : - Luka tampak bersih
- Balutan tampak bersih dan tidak rembes
- Tidak terdapat jaringan nekrosis

A : Kerusakan integritas jaringan

P : Lanjutkan intervensi 5,6


TTD Pelaksana
I : - Mempertahankan teknik balutan steril
ketika melakukan perawatan luka
R : Klien tampak tenang dan memahami
terhadap penjelasan mengenai
balutnm steril
- Menganjurkan klien dan kelurga untuk
mengenal tanda dan gejala infeksi
R : Klien dan keluarga memahami
mengenai tanda dan gejala infeksi

E : Masalah teratasi sebagian

Sabtu, 30 S : Klien mengatakan panas pada seluruh tubuh


November berkurang
2019 pukul
13.00 WIB
O : Suhu klien 38,5oc

A : Hipertermi

P : Lanjutkan Intervensi 1, 3, 4
TTD Pelaksana

I : - Memantau suhu dan tanda-tanda vital


lainnya
R : Klien merasakan panas di seluruh
tubuh
- Memberi obat atau cairan IV
R : Klien koorperatif
- Menganjurka istirahat, terapkan
pembatasan aktivitas
R : Klien merasa nyaman dan rileks
E : Masalah teratasi sebagian
Sabtu, 30 S : - Klien mengatakan nyeri pada sekitar luka
November berkurang
2019 pukul
- Skala nyeri berkurang menjadi 3 dari 0-10
13.20 WIB

O : - Klien tampak sedikit menahan nyeri


- Klien dapat melakukan relaksasi nafas
dalam TTD Pelaksana

A : Nyeri akut
P : Lanjutkan intervensi 3,4
I : - Menganjurkan klien untuk menggunakan
obat-obatan penurun nyeri yang adekuat
R : Setekah 1 jam diberi obat klien
mengatakan nyeri sedikit berkurang

- Menganjurkan istirahat/tidur yang


adekuat untuk membantu penurunan nyeri
R : Klien mengatakan tidak ada kesulitan
dalam beristirahat atau tidur
E : Masalah teratasi sebagian
B Pembahasan

Dalam seminar kasus dengan gangguan Sistem Endokrin Diabetes Melitus, Pada
Ny. K yang berusia 51 Tahun yang berasal dari Dusun Margajaya Ciamis . pada tanggal
25 November 2019 klien di rawat di ruang Dahlia Lt. 2 lalu dipindahkan ke ruang
Wijaya Kusuma Lt. 2 pada tanggal 27 November 2019 dengan Diagnosa Medis Ulkus
Pedis Sinistra dengan Gangren gas.

Kemudian pada tanggal 28 November 2019 Pukul 12.15 klien melakukan


pembersihan luka ganren gaz di ruang OK dan kembali ke ruang wijaya kusuma lantai
2 pada pukul 13.45. dan kemudian pada tanggal 29 November 2019 dilakukan asuhan
keperawatan pada Ny. K selama 2 x 24 Jam, dan didapatkan 4 diagnosa Keperawatan,
yaitu :

1. Mual b.d Gula darah meningkat d.d sensasi muntah, menyernyitkan dahi dan
tampak lemas.
Diagnosa ini muncul karena pada penderita DM Tipe 1 gula darah meningkat dan
dapat merusak saraf otononom pencernaan (saraf vagus), maka gerakan otot
lambung terganggu dan pergerakan makanan menjadi lebih lambat kemudian asam
lambung meningkat dan akhirnya klien merasa mual, dengan DO yang didapatkan:
- Klien tampak ada sensasi muntah
- Mengernyitkan dahi
- Tampak lemas

Intervensi yang diberikan :

- Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi dan distraksi)


- Lakukan kebersihan mulut sesering mungkin
- Berikan informasi mengenai mual seperti penyebab mual
- Tingkatkan istirahat dan tidur yang cukup untuk memfasilitasi pengurangan
mual

2. Kerusakan Integritas Jaringan b.d Hiperglikemia d.d hiperglikemia ditandai dengan


tampak luka pada bagian kaki kiri pada bawah tungkai, kondisi luka basah, bentuk
luka melebar mendalam dan terdapat jaringan nekrotik.
Diagnosa ini muncul karena pada DM Tipe I terjadi reaksi auto imun kemudian sel
beta pankreas hancur kemudian terjadilah defisiensi insulin lalu hiperglikemia
menyebabkan viskositas darah meningkat, aliran darah melambat dan terjadilah
kematian jaringan terdapat luka DM disertai dengan jaringan nekrosis , dengan DO
yang didapatkan:
- Tampak luka pada bagian kaki kiri pada bawah tungkai
- Kondisi luka basah
- Bentuk luka melebar mendalam
- Terdapat jaringan nekrotik

Intervensi yang diberikan :


- Angkat balutan dan plester perekst
- Monitor karakteristik luka, trmasuk drainase, warna, ukuran dan bau
- Oleskan salep yang sesuai dengan jenis luka
- Pertahankan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka
- Anjurkan klien dan keluargannya untuk mengenal tanda dan gejala infeksi

3. Hipertermi b.d proses infeksi ditandi dengan suhu 39,2oc .


Diagnosa ini muncul dikarenakan pada DM Tipe I gula darah meningkat,
metabolisme terganggu akhirnya daya tahan tubuh menurun kemudian terjadi
infeksi dan respon tubuh mengalami hipertermi sebagai reaksi infeksi , dengan DO
yang didapatkan:

- Suhu klien 39,2oc

Intervensi yang diberikan :

- Pantau suhu dan tanda-tada vital lainnya


- Monitor warna kulit dan suhu
- Beri obat IV atau cairan IV
- Fasilitasi istrirahat, terapkan pembatasn aktivitas

4. Nyeri akut b.d luka DM ditandai dengan klien tampak menahan nyeri
Diagnosa ini muncul karena pada penderita DM Tipe I gula darah meningkat dan
dapat merusak saraf otononom pencernaan (saraf vagus), maka gerakan otot
lambung terganggu dan pergerakan makanan menjadi lebih lambat kemudian asam
lambung meningkat dan akhirnya klien merasa mual, dengan DO yang didapatkan:

- Klien tampak menahan nyeri dan meringis

Intervensi yang diberikan :

- Lakukan pngkajian nyeri komperhensif, yamg meli[uti lokasi, karakteristik,


onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan factor
pencetus
- Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (relaksasi)
- Dorong klien untuk menggunakan obat-obatan penurun nyeri yng adekuat
- Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri
BAB IV
PENUTUP

 KESIMPULAN
Pada kesimpulanya penderita DM yang memiliki luka gangren ataupun tidak harus
mengubah gaya hidup dan pola asupan nutrisi yang sehat, dikarenakan apabila segera
tidak diubah maka dapat terjadi berbagai komplikasi yang berkelanjutan seperti Luka
Gangren yang meluas disertai jaringan nekrotik, nanah dan berbau, atherosklerosis dan
Gangguan Vaskuler lainya.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.

Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Nanda Internasional . 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC.

Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Edisi 8,Volume 2.
Jakarta : EGC.

Price & Wilson.2005. Patofisiologis Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai