Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

KEJANG DEMAM PADA ANAK

Pembimbing:
dr. Pulung M. Silalahi, Sp.A

Penulis:
Melani Oktavia(1102015131)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 2 SEPTEMBER 2019 – 9 NOVEMBER 2019
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... 0

DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kejang Demam .......................................................................................... 4

2.2 Klasifikasi Kejang Demam ...................................................................................... 4

2.3 Etiologi dan Patofisiologi Kejang Demam .............................................................. 5

2.4 Manifestasi Klinis Kejang Demam .......................................................................... 7

2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding Kejang Demam ................................................. 7

2.6 Tatalaksana Kejang Demam .................................................................................. 10

2.7 Prognosis ............................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 15

2
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kejang demam didefinisikan sebagai kejang dalam hubungannya dengan penyakit


demam tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit akut pada
anak-anak yang lebih dari 1 bulan tanpa kejang demam sebelumnya. Mekanisme dimana
demam memicu kejang demam tidak jelas. Kejang demam adalah jenis kejang anak yang
paling umum, mempengaruhi 2% sampai 5% anak-anak. Usia onset adalah antara 6 bulan dan
5 tahun, insiden puncak terjadi pada sekitar usia 18 bulan. Kejang demam sederhana adalah
jenis kejang demam yang paling umum. Menurut definisi, mereka digeneralisasi, berlangsung
kurang dari 10 menit dan hanya terjadi sekali dalam periode waktu 24 jam. Kejang demam
kompleks adalah serangan dengan onset fokal atau yang terjadi lebih dari satu kali selama
penyakit demam, atau berlangsung lebih dari 10 menit. Status demam epileptikus, subtipe
kejang demam kompleks, mewakili sekitar 25% dari semua episode status anak epileptikus.

Risiko kekambuhan setelah datang dengan satu kejang demam adalah sekitar 30%,
dengan risiko 60% setelah 2 kejang demam dan 90% setelah 3 kejang demam. Beberapa
keluarga memiliki pola pewarisan autosom dominan dengan dugaan pewarisan poligenik untuk
sebagian besar pasien dengan kejang demam. Patofisiologi untuk kejang demam telah
dikaitkan dengan risiko genetik yang terkait dengan tingkat kenaikan suhu dengan studi pada
hewan menunjukkan pengaturan suhu asam c-aminobutyric (GABA) sebagai reseptor.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 38oC) akibat suatuproses ekstra kranial. Dalam praktek sehari-hari orangtua
sering cemas bila anaknya mengalami kejang, karenasetiap kejang kemungkinan dapat
menimbulkan epilepsidan trauma pada otak. Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering
dijumpai pada anak. Insiden kejang demam 2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak
laki-laki lebih sering dari pada perempuan denganperbandingan 1,2–1,6:1. Saing B (1999),
menemukan 62,2%, kemungkinan kejang demam berulang pada 90anak yang mengalami
kejang demam sebelum usia 12 tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah
usia 12 tahun. Kejang demam kompleks dankhususnya kejang demam fokal merupakan
prediksi untuk terjadinya epilepsi. Sebagian besar penelitimelaporkan angka kejadian epilepsi
kemudian harisekitar 2 – 5 %.

Menurut IDAI Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.

2.2 Klasifikasi Kejang Demam

Klasifikasi kejang demam terdiri dari :

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)


Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80%
di antara seluruh kejang demam.
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

4
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih
dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang
demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan
kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang
demam.

2.3 Etiologi dan Patofisiologi Kejang Demam

Etiologi Kejang Demam

Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kejang demam menurutLumban Tobing (2005):

1. Demam itu sendiri, yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui
atau enselofati toksik sepintas.

Spesialis anak, Prof. Darto Saharso SpA (K) mengatakan. Kejang bisa terjadi pada bayi yang
baru lahir dan pada anak-anak. Pada bayi yang baru lahir, kejang bisa terjadi karena cedera saat
persalinan, kekurangan oksigen, dan bayi kuning. Sedang pada anak-anak, kejang bisa terjadi
karena infeksi otak, trauma kepala, kekurangan cairan karena diare atau muntaber, epilepsi atau
ayan serta febris konvulsiatau kejang demam. Beliau juga menjelaskan dampak kejang bisa
mengakibatkan cacat fisik, cacat mental, gangguan perilaku, gangguan belajar, epilepsi,
bahkan meninggal. Beberapa penyakit yang bisa timbul akibat kejang adalah cerebral palsy
atau lumpuh otak, development delay (lambat pertumbuhan) yang meliputi motoric delay

5
(lambat motorik atau gerak), speech delay (lamban bicara) dan cognitive delay (lamban
kognitif), terjadi kelumpuhan, epilepsi, kelainan perilaku hingga keterlambatan mental.

Patofisiologi Kejang Demam

Untuk mempertahankan kinerja otak diperlukan adanya energi yang didapatkan dari hasil
metabolisme. Bahan yang dibutuhkan mutlak disini adalah glukosa. Proses metabolisme ini
juga membutuhkan oksigen yang dihantar oleh paru-paru ke jantung kemudian ke otak. Sel
syaraf, seperti sel lainnya dikelilingi oleh suatu membrane yang permukaan dalamnya lipoid
sedangkan permukaan luarnya ionik. Dalam keadaan normal permeabilitas sel terhadap ion
kalium lebih tinggi dari ion natrium, sehingga kadar kalium dalam sel tinggi sedangkan kadar
natrium dalam sel rendah. Hal yang sebaliknya berlaku di luar sel saraf. Untuk menjaga
homeostasis ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstrasel, rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan adanya perubahan patofisiologi dari membran
sendiri karena adanya penyakit atau pengaruh keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal 10 -
15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena
itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. dengan
bantuan”neurotransmitter”, perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini dapat menimbulkan
kejang.

Tidak semua jenis neurotransmitter dapat menyebabkan terjadinya perpindahan ini.


Hanya neurotransmitter yang bersifat eksitasi seperti glutamat dan asam aspartate yang dapat
menyebabkan peningkatan penyaluran impuls saraf. Adanya daerah neuron yang mati
(misalnya oleh karena adanya glioma tumbuh lambat, hematoma, gliosis dan malformasi
arterivenosus) juga dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitasi yang baru. Eksitasi
berlebih ini yang akan disalurkan menuju motor end plate sehingga menyebabkan kontraksi
secara tiba-tiba dari otot-otot rangka.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda. Pada anak dengan ambang
kejang rendah, dapat timbul kejang pada suhu 38oC. Sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi, dapat timbul kejang pada suhu 40oC atau lebih. Oleh karena itu perlu

6
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang. Kejang demam yang
berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi
pada kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh karena metabolism anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat akibat
peningkatan aktivitas otot dan selanjutnya diikuti peningkatan metabolisme. Hal ini pada
akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada neuron otak setelah berlangsungnya kejang pada
waktu yang cukup lama. Edema otak juga dapat terjadi karena adanya gangguan peredaran
darah yang menyebabkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler.

2.4 Manifestasi Kejang Demam

Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh mencapai 38°C atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung
singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata
terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa
didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Sebagian besar kejang
berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit.
Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang
berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun
untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa
detik atau menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar tanpa defisit neurologis..
Biasanya, kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa ini, anak agak
sensitif (irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di sekitarnya. Kejang demam yang
berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang
diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis
yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada
kejang demam yang pertama.

2.5 Diagnosis Kejang Demam


Berdasarkan kriteria Livingston, kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana (simple
febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy triggered off by fever).

7
Pembagian ini dapat memprediksi prognosis dari pasien yang mengalami kejang demam.
Menurut Livingston, kriteria kejang demam sederhana adalah sebagai berikut:
- Umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 4 tahun
- Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit
- Kejang bersifat umum
- Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
- Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
- Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
- Frekuensi bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

Pasien yang tidak memiliki minimal salah satu dari kondisi di atas merupakan pasien yang
menderita epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy triggered off by fever). Dengan
menggunakan kriteria Livingston tersebut, ternyata sangat banyak pasien yang termasuk dalam
golongan epilepsi yang diprovokasi demam, sehingga konsekuensinya pasien-pasien yang
memiliki kondisi tersebut harus menerima pengobatan rumat. Selain itu juga sulit sekali untuk
melakukan anamnesis berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami
kejang. Oleh karena itu, pembagian kejang demam dibagi sebagai kejang demam yang
membutuhkan terapi rumat maupun yang tidak membutuhkan terapi rumat. Umumnya kejang
demam berlangsung singkat, berupa serangan klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali
kejang berhenti dengan sendirinya. Setelah kejang berhenti, anak langsung menangis.

A. ANAMNESIS
Anak yang mengalami kejang demam akan didahului dengan serangan demam baik
suhu tinggi maupun suhu yang tidak terlalu tinggi yang dapat disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Pastikan
tidak adanya infeksi sistem saraf pusat untuk mengeliminasi kemungkinan kejang oleh
penyebab lain.
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan untuk menganamnesis anak dengan kejang demam:
- Usia anak berkisar 9-15 bulan
- Adanya riwayat infeksi seperti infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis maupun infeksi saluran kemih.
- Tidak ada infeksi sistem saraf pusat.
- Adanya demam sebelum timbulnya kejang

8
- Umumnya serangan kejang berlangsung 24 jam pertama sewaktu demam.
- Kemungkinan adanya pengaruh genetik, riwayat anggota keluarga yang juga
pernah mengalami kejang demam.

B. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam. Umumnya dapat
dilakukan pemeriksaan tanda – tanda vital yaitu pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan,
denyut nadi serta tekanan darah pada penderita. Yang menonjol disini biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh. Pemeriksaan tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk
memperhatikan apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk pemeriksaan kesadaran yang
digunakan dapat berbentuk pemeriksaan kualitatif maupun kuantitatif.
Tingkat kesadaran kualitatif pasien terbagi atas:
- Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan.
- Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi
- Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri
- Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian kesadaran turun
lagi
- Koma : tanpa gerakan sama sekali
Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale. Pemeriksaan tanda rangsang
meningeal dapat digunakan untuk mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk pemeriksaan tanda
rangsang meningeal meliputi kaku kuduk, tanda Kernig, tanda Laseque dan tanda Brudzinsky.

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa :

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang
dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.

2. Pungsi lumbal

9
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada:

- Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

- Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

- Bayi > 18 bulan tidak rutin


Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
3. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks.
4. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti:

- Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

- Paresis nervus VI
- Papiledema

2.6 Tatalaksana Kejang Demam


Tatalaksana Non Medikamentosa
Seringkali kejang yang terjadi akan berhenti dengan sendirinya. Penting untuk menjaga jalan
napas agar tetap lancar pada pasien yang mengalami serangan kejang demam. ♪ Jika anak
mengalami kejang, posisikan anak miring (semiposisi) dengan leher yang diekstensikan
sehingga sekresi dapat keluar secara lancar melalui mulut.
a. Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara
hati-hati, angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam mulut.
Berikan O2 jika tersedia.

10
b. Tetap perhatikan keadaan vital pasien seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung. Penting untuk mengetahui pada suhu berapa anak
mengalami kejang sehingga kita dapat mengetahui ambang kejang anak tersebut.
c. Jangan letakkan apapun (sendok, jari) di mulut pasien.
d. Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian
antipiretik. Antipiretik yang dapat digunakan pada anak adalah Paracetamol. Jangan
gunakan asam salisilat sebagai antipiretik karena dapat menyebabkan sindrom Reye.

Tatalaksana Medikamentosa
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-
0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan
dosis maksimal 20 mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3
tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang
demam). Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

Pemberian obat pada saat demam

Antipiretik

11
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih
dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, seh-
ingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.

Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko
berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg
setiap 8 jam pada suhu > 38,50C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel
dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.

Pemberian obat rumat

Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah
satu):

1. Kejang lama > 15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

- Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.


- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
- Kejang demam > 4 kali per tahun

Penjelasan:

- Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat

- Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan


merupakan indikasi pengobatan rumat

12
- Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus
organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur
kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2
dosis.

Lama pengobatan rumat

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.

Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian
besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi
dengan cara yang diantaranya:

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

13
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

Vaksinasi

Sejauh in tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang mengalami
kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian pasca
vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi sedangkan setelah
vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal
bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.

2.7 Prognosis Kejang Demam

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian
lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan
kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum
atau fokal.

Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Abraham MR, Julien IE, Colin DR. 2007. Sistem saraf. Buku ajar pediatric Rudolph.
Vol 3. Ed 20th. Jakarta: EGC
2. Deliana M, 2002. Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak,
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/viewFile/962/893 (diakses pada
tanggal 12 september 2019 pukul 18:24 WIB)
3. IDAI, 2012. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
http://www.idai.or.id/professional-resources/guideline-consensus/konsensus-
penatalaksanaan-kejang-demam (diakses pada tanggal 12 september 2019 pukul 18:40
WIB)
4. Irdawati, 2009. Kejang Demam dan Penatalaksanaannya.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/2377/KEJANG%20DEMA
M%20DAN%20PENATALAKSANAANNYA.pdf?sequence=1&isAllowed=y
(diakses pada tanggal 12 september 2019 pukul 18:50 WIB)
5. Richard EB, Robert MK, Ann MA. 2004. Kejang-kejang pada masa anak-anak. Ilmu
kesehatan anak nelson. Vol 3. Ed 15th. Jakarta: EGC
6. Roy M, Simon JN.2005. Kejang demam. Pediatrika. Ed 7 th. Jakarta: Erlangga
7. Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. 2003. Kejang demam sederhana. Buku kuliah
ilmu kesehatan anak. Vol 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
8. Taslim SS, Sofyan I. 2001. Kejang demam. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: Balai
Penerbit IDAI

15

Anda mungkin juga menyukai