Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia,
Afrika, Amerika latin, Karibia, dan Oceania, termasuk Indonesia penyakit
yang masih tergolong endemik di negara-negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia. Penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan dan
minuman ini, disebabkan oleh kuman S. typhi. Insiden demam tifoid di
seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta per tahun,
600.000 di antaranya menyebabkan kematian.

Di Indonesia kasus demam tifoid telah tercantum dalam Undang-undang


nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini
merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak
orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Di Indonesia insidens
penyakit tersebut tergolong masih tinggi. Penyakit tersebut diduga erat
hubungannya dengan hygiene perorangan yang kurang baik, sanitasi
lingkungan yang jelek (misalnya penyediaan air bersih yang kurang
memadai, pembuangan sampah dan kotoran manusia yang kurang
memenuhi syarat kesehatan, pengawasan makanan dan minuman yang
belum sempurna), serta fasilitas kesehatan yang tidak terjangkau oleh
sebagian besar masyarakat.

Di Indonesia, prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19
tahun. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi proses tumbuh
kembang,produktivitas kerja, prestasi kerja atau belajar, karena bila
penderita terkena npenyakit ini setidaknya akan mengurangi jam kerja
antara 4-6 minggu, terlebih bila disertai dengan komplikasi intestinal
(perdarahan intestinal, perforasi usus) atau komplikasi ekstra intestinal
(komplikasi hematologik, hepatitis tifosa, pankreatitis tifosa, miokarditis,

1
tifoid toksik). Tata laksana pada demam tifoid yang masih sering
digunakan adalah istirahat, perawatan, diet, terapi penunjang, serta
pemberian antibiotik.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana perawatan thypoid pada anak di Ruang Rawamerta RSUD
Karawang?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan thypoid pada anak di Ruang
Rawamerta RSUD Karawang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian thypoid
b. Mengetahui etiologi thypoid
c. Mengetahui patofisiologi thypoid
d. Mengetahui tanda dan gejala thypoid
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang thypoid
f. Mengetahui apa saja komplikasi thypoid
g. Mengetahui penatalaksanaan thypoid
h. Mengetahui pencegahan thypoid
i. Mengetahui dampak hospitalisasi thypoid
j. Mampu memberika asuhan keperawatan thypoid

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Thypoid
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman
yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman salmonella. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C.
sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis.

Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis.
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat
difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum.
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit
kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran
dari limpa/hati/kedua-duanya.

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala


sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
Penularan terjadi secara pekal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan
sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang
disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui
oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

B. Etiologi Typhoid.
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian.

3
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi
A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. Ada dua sumber penularan salmonella
typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier
adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1
tahun.

C. Patofisiologi Thypoid.
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.Masa
inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-
60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa
inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. Empat F (Finger,
Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu,
buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga
dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang
sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran
(sanitasi) yang andal.

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang


dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada
penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang
yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.

4
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi
darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,
usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala
toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan
merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi
lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.

D. Tanda dan Gejala Thypoid.


Masa tunas typhoid 10 – 14 hari.
1. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam
hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala,
anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak
enak di perut.
2. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,
lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran.

Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada
anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu
minggu atau lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai
penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala,
anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang
meningkat.

5
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa
demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung,
bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid
dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian
ujung tepi tampak lebih kemerahan. Sejalan dengan perkembangan
penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran ‘anak tangga’.
Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik.

Gambaran klinik tifus abdominalis

a. Keluhan:
a) Nyeri kepala (frontal) .
b) Kurang enak di perut.
c) Nyeri tulang, persendian, dan Otot
d) Berak-berak
e) Muntah
b. Gejala:
a) Demam
b) Nyeri tekan perut
c) Bronkitis
d) Toksik
e) Letargik
f) Lidah tifus (“kotor”)

E. Pemeriksaan Penunjang Pada Thypoid.


Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit.
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-

6
batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak
ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT.
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah.
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung
dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium.
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan Dengan Obat Anti Mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.

7
4. Uji Widal.
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang
pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah
suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang


ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal :

1. Faktor yang berhubungan dengan klien :


a. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan
antibodi.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru
dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai
puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
c. Penyakit-penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat
menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan
antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.

8
d. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan
obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
e. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat
tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi
karena supresi sistem retikuloendotelial.
f. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi
dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-
lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H
pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
g. Infeksi klien dengan klinis atau subklinis oleh salmonella
sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang
positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
h. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer
aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi
dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah
tertular salmonella di masa lalu.
2 Faktor-faktor Teknis.
a. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat
mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi
pada spesies yang lain.
b. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan
mempengaruhi hasil uji widal. Strain salmonella yang
digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain
salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

9
F. Komplikasi Thypoid.
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,
bronkopneumonia, hepatitis. Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan
perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan
komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului
oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut
jantung. Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi
seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain
Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan
arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan
osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati.
Komplikasi Thypoid antara lain terdiri dari :
1. Komplikasi intestinal.
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus.
c. Ilius paralitik.
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler. Kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : Hepatitis,
kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan
perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis
dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

10
G. Penatalaksaan Pada Thypoid.
1. Perawatan
a. Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
c. Diet
1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari
demam selama 7 hari.
d. Pengobatan.
1) Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg
perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7
hari bebas panas.
2) Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3) Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400
mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim).
4) Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB,
selama 2 minggu.
5) Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa
100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama
3-5 hari.
6) Golongan Fluorokuinolon
a) Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
b) Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
c) Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
d) Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
e) Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

11
7) Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan
tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok
septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam
organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi.

H. Pencegahan Thypoid.
1. Usaha Terhadap Lingkungan hidup.
a. Penyediaan air bersih terpenuhi
b. Pembuangan kotoran manusia baik BAK maupun BAB yang
hygiene.
c. Pemberantasan lalat
d. Pengawasan terhadap rumah-rumah penjual makanan
2. Usaha Terhadap Manusia
a. Dengan menjaga kebersihan makanan/minuman dan mencuci
tangan sebelum makan
b. Tidak makan dan jajan di sembarang tempat. Pilihlah rumah makan
dan tempat jajan yang menjaga dan mengutamakan kebersihan
karena penyebaran demam typhoid melalui makanan dan tangan
yang tercemar oleh bakteri ini.
c. Vaksinasi demam Thypoid.
d. Pendidikan kesehatan pada masyarakat berupa personal hygiene.

I. Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan
menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress
tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit
dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi :
1. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan
perubahan peran.

12
2. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
3. Lingkungan asing. Kebiasaan sehari-hari berubah.
Pemberian obat kimia.
4. Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun).
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman
sebayanya.
b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap
rasa nyeri.
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif.
e. Reaksi orang tua.
f. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur,
pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak.
g. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan
pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit.

13
ANALISA JURNAL (PICOT)

Judul Penelitian Perbedaan Efektifitas Kompres Hangat Basah Dan Plester


Kompres Terhadap Penuruan Suhu Tubuh Anak Demam
Typhoid
Peneliti Dede Mahdiyah1, Topan Aditya Rahman1, Aulia Dewi
Lestari2

Akademi Kebidanan Sari mulia Banjarmasin2Program


Studi DIV Bidan Pendidik STIKES Sari Mulia
Banjarmasin
Tempat penelitian RSUD dr. H. MOCH. Ansari Saleh Banjarmasin

Published 1 Juli 2015

Tujuan Penelitian Mengetahui perbedaan efektifitas kompres hangat dan


plester kompres terhadap penuruan suhu tubuh pada anak
demam typhoid
Population Populasi jumlah anak yang dirawat diruang alexsandri
berjumlah 741 anak dan sampel yang diambil hanya 30
orang.
Intervention Penatalaksanaan demam dengan menggunakan hangat
basah dengan cara waslap yang sudah dibasahi air hangat
di tempelkan di bagian aksila atau dahi dengan waktu 20
menit.
Tubuh dapat melepaskan panas melalui empat cara yaitu
radiasi, konveksi, konduksi, evaporasi (penguapan)

Penatalaksanaan demam menggunakan kompres plester


yaitu dengan cara menempelkan plester dibagian tubuh
tertentu, seperti dahi, ketiak dan lipatan paha. Pada
penelitian ini peneliti menempelkan plester kompres
dibagian axila dengan ferkuensi 1 kali pengompresan
dengan durasi waktu 20 menit.

Comparison Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini


adalah quasi eksperiment design dengan rancangan
separate sample pretest posttest.

14
Outcome Ada perbedaan penurunan suhu tubuh setelah dilakukan
kompres hangat basah dan plester kompres dengan nilai p-
value=0,000. Nilai rata-rata suhu tubuh sebelum kompres
hangat 38,14˚C dan plester kompres 38,02˚C. Selisih suhu
tubuh setelah dilakukan kompres hangat yaitu 1,10 dan
plester kompres yaitu 0,42. Sehingga kompres hangat
basah lebih efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada
anak demam typhoid di RSUD dr. H. MOCH. Ansari Saleh
Banjarmasin
Time September-November 2014

15
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THYPOID

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama : An. R
Umur : 4th 11bln
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anak ke- :1
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 24 Desember 2019
Tanggal Pengkajian : 26 Desember 2019
No.Medrek : 00.58.91.89
Diagnosa Medis : Thypoid Fever
Alamat : Utama Jaya

Identitas orang tua


- Ayah
Nama : Tn. R
Umur : 32th
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta

- Ibu
Nama : Ny. S
Umur : 23th
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :Wiraswasta

16
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan anaknya memiliki riwayat penyakit asma.
Pasien terlihat batuk-batuk
b. Keluhan Tambahan
Perut kembung, panas, mual dan muntah
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien demam 2 SMRS. Demam semakin lama semakin naik. Ibu
pasien mengatakan anaknya diberi minum obat penurun panas tapi
tidak turun-turun panasnya. Pasien juga batuk kering sejak 2 minggu
SMRS sampai dengan sekarang. Ibu pasien mengatakan anaknya
muntah dan perutnya kembung.
d. Riwayat Kesehatan dahulu
Ibu pasien mengatakan anaknya memiliki riwayat penyakit asma sejak
usia 1 tahun.
 Prenatal
a. Keluhan saat hamil
Ibu pasien mengatakan saat hamil mengeluh mual dan muntah
pada usia kehamilan 5 bulan
b. Tempat ANC
Klinik Bersalin
c. Kebutuhan nutrisi saat hamil
Ibu pasien mengatakan saat hamil selalu makan mie instan dan
nafsu makan berkurang dan ibu meminum susu hamil pada saat
awal usia kehamilan saja.
d. Usia kehamilan (preterm, aterm, post term)
Ibu pasien mengatakan usia kehamilan saat melahirkan anaknya
cukup bulan yaitu 9 bulan.
e. Kesehatan saat hamil dan obat yang diminum
Ibu pasien mengatakan saat hamil tekanan darahnya kadang-
kadang rendah. Ibu saat hamil tidak mengkonsumsi obat-obatan.

17
 Natal (untuk bayi/anak yang masih kecil)
a. Tindakan persalinan
Persalinan normal
b. Tempat bersalin
Klinik bersalin
c. Obat-obatan
Ibu pasien mengatakan tidak ingat obat apa saja yang diminum saat
melahirkan.
 Post natal (untuk bayi/anak yang masih kecil)
a. Kondisi kesehatan
Ibu pasien mengatakan anaknya pada saat lahir mata nya
kekuningan
b. Apgar score
Ibu pasien mengatakan tidak ingat dengan apgar score anaknya
c. BB lahir, PB lahir, anomaly congenital
BB lahir 2900 gram, PB lahir 48 cm, tidak ada cacat bawaan lahir
d. Penyakit waktu kecil (gejala, dan penanganannya)
Ibu pasien mengatakan anaknya memiliki riwayat asma
e. Pernah dirawat di RS
Ibu pasien mengatakan anaknya pernah di rawat di klinik terdekat
f. Penyakit yang diderita
Penyakit yang diderita An.R adalah asma
 Obat-obat yang digunakan (pernah / sedang digunakan)
a. Nama obat, dosis, waktu, rute
Ibu pasien mengatakan tidak ingat dengan obat yang pernah
diminum oleh anaknya
b. Allergi
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak memiliki alergi obat atau
makanan
c. Pernah menderita Astma, eczema
Ibu pasien mengatakan anaknya memiliki riwayat penyakit asma

18
d. Kecelakaan (jenis kecelakaan, akibat dan penanganannya)
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah mengalami
kecelakaan
d. Imunisasi ( imunisasi yang pernah didapat, usia dan reaksi waktu
imunisasi
Ibu pasien mengatakan anaknya sudah diimunisasi lengkap.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Penyakit yang pernah / sedang diderita oleh keluarga (baik berhubungan
/tidak berhubungan dengan penyakit yang diderita klien
Ibu pasien mengatakan ada keluarga atau ayahnya sendiri yang memiliki
riwayat penyakit asma

Gambar genogram dengan ketentuan yang berlaku (symbol dan 3


generasi)

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Menikah
: Meninggal
: Pasien
: Tinggal serumah

19
4. Riwayat Sosial
a. Yang mengasuh anak dan alasannya
An. R diasuh oleh nenek nya karena orangtua sibuk bekerja
b. Pembawaan secara umum (periang, pemalu, pendiam dan kebiasaan
menghisap jari, membawa gombal, ngompol)
Ibu pasien mengatakan saat di rumah anaknya periangg tetapi saat di
rumah sakit pasien tampak pemalu
c. Lingkungan rumah (kebersihan, keamanan, ancaman keselamatan
anak, ventilasi, letak barang-barang)
Ibu pasien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, terdapat beberapa
ventilasi di dalam rumahnya
5. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Terlampir
6. Keadaan Kesehatan saat ini
a. Diagnosis medis
Thypoid fever
b. Tindakan operasi
Tidak ada tindakan operasi yang dilakukan
c. Obat-obatan
1. Ondansentron 1 ml diberikan melalui IV
2. Paracetamol 20 ml diberikan melalui IV
3. Cefotaxime 3 ml diberikan melalui IV
d. Tindakan keperawatan
1. Monitor TTV
2. Lakukan kompres dan ajarkan kepada keluarga
3. Monitor intake-output
4. Pemberian obat
7. Pengkajian Pola Fungsi Gordon
a. Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
b. Status kesehatan anak sejak lahir
anak saat lahir matanya kuning

20
c. Pemeriksaan kesehatan secara rutin, imunisasi
Ibu pasien mengatakan sudah melakukan imunisasi lengkap
d. Penyakit yang menyebabkan anak absent dari sekolah
Ibu pasien mengatakan anaknya belum sekolah
e. Praktek pencegahan kecelakaan (pakaian, menukar popok, dll)
Ibu pasien mengatakan anaknya selalu diawasi dari bahaya maupun
kecelakaan yang tidak diinginkan
f. Kebiasaan merokok orang tua
Ibu pasien mengatakan ayahnya perokok, tetapi saat merokok jauh dari
anaknya.
g. Keamanan tempat bermain anak dari kendaraan
Ibu pasien mengatakan anaknya jarang bermain diluar rumah

PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN
(Berdasarkan hasil pengkajian melalui DDST 4 tahun 11 bulan)
- Kemandirian dan bergaul :
Keluarga klien mengatakan anaknya sudah mampu mengancingkan
bajunya dengan sendiri. A.n R bereaksi dengan tenang dan tidak rewel
- Motorik halus :
An. R mampu menyebutkan garis mana yang paling panjang, dengan
contoh pertanyaan “ mana garis yang lebih panjang (dengan
digambarkan)? “
- Kognitif dan bahasa :
An. R mampu menjawab pertanyaan dengan benar dengan contoh
pertanyaan “ Apa yang dilakukan jika kamu lapar? “ dan An. R mampu
menyebutkan warna sesuai dengan warnanya.
- Motorik kasar :
An. R tidak mampu berdiri sendiri karena sedang sakit harus di bantu oleh
keluarganya

21
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemas
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital :
Nadi 116x/menit Suhu 38,6oC
RR 32x/menit BB 15kg
LLA 15 TB 122 cm
c. Daerah kepala dan leher
- Stuktur dan bentuk
Bentuk wajah lonjong, rambut kriting, kulit kepala bersih, tidak
ada benjolan
- Muka
Inspeksi : simetris, tidak ada jaringan parut
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa
- Mata
Inspeksi : konjungtiva kanan dan kiri ananemis, sklera kanan dan
kiri anikterik, pupil kanan dan kiri isokor, pupil miosis
- Hidung
Inspeksi : simetris, terdapat bulu hidung, tidak ada sekret
Palpasi : tidak ada masa
- Telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada serumen, tidak ada luka
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa
- Mulut
Inspeksi : simetris, gigi tidak berlubang, tidak ada sariawan, warna
lidah merah muda, warna bibir pucat
- Leher
Inspeksi : warna kulit lebih terang, tidak ada jaringan parut
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
d. Daerah dada
Inspeksi : tidak ada jejas, tidak ada jaringan parut.
Perkusi : sonor

22
Palpasi : tidak ada masa, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan
Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 dan 2. Terdengar suara mengi
e. Daerah Abdomen
Inspeksi : warna kulit lebih terang, perut tampak kembung, tidak ada
lesi
Auskultasi : bising usus 3-4x/menit
Perkusi : perut kembung
Palpasi : terdapat pembesaran limpa
f. Daerah Punggung
Inspeksi : tidak ada luka, bentuk simetris
g. Daerah genetalia dan anus
Inspeksi : tidak terpasang kateter, keluarga pasien mengatakan
anaknya tidak memiliki hemoroid.
h. Ekstremitas
- Ekstremitas atas :
Inspeksi : tidak ada edema, terpasang infus sebelah kanan
- Ekstremitas bawah :
Inspeksi : tidak ada edeman, tidak ada lesi
i. Integument
Inspeksi : tidak ada luka, tidak ada jaringan parut
Palpasi : kulit elastis, tidak ada masa, CRT <3 detik, tidak ada nyeri
tekan
j. Neurologis
N 1 : penciuman klien masih baik
N 2 : penglihatan jelas
N 3 : fungsi otot bola mata baik dapat melihat ke atas , kebawah
N 4 : dapat menggerakkan bola mata
N 5 : bisa menggerakkan rahang
N 6 : fungsi pergerakkan bola mata
N 7 : dapat membedakan rasa
N 8 : fungsi pedengaran baik
N 9 : fungsi pegecapan baik

23
N 10 : terdapat reflek menelan
N 11 : dapat menggerakkan kepala
N 12 : dapat menggerakkan lidah ke kanan dan kiri

Pola aktivitas sehari-hari


No Jenis Aktivitas Sebelum sakit Ketika sakit
1. Nutrisi a. Nasi, telur, sayur, a. Nasi, telur, tempe,
a. Makan tempe. 3x sehari. ½ sayur, daging ayam.
- Jenis makanan porsi dihabiskan 3x sehari. ½ porsi
- Frekuensi b. Air mineral 6-7 tidak dihabiskan, 2
- Porsi gelas/hari sendok
b. Minum b. Minum air mineral 5
- Jenis gelas
- Frekuensi
2. Eliminasi a. BAB 2x sehari, a. BAB : belum BAB
a. BAB lembek, kuning selama dirawat
- Frekuensi kecoklatan b. BAK : 3x sehari,
- Konsistensi b. BAK 4x sehari, kuning jernih
- Warna kuning jernih
b. BAK
- Frekuensi
- Warna
3. Pola tidur a. Malam a. Malam 21.00 s/d
- Malam 21.00 s/d 05.40 06.00
- Siang WIB b. Siang kurang lebih 1
b. Siang kurang lebih jam
2 jam
4. Personal Hygene Mandi 2x sehari, Mandi : belum mandi
- Mandi keramas 3x seminggu, selama di rawat hanya
- Keramas gosok gigi 2x sehari di seka, belum keramas
- Gosok gigi dan gosok gigi.

24
5 Aktifitas Bermain Ibu pasien Ibu pasien mengatakan
mengatakan anaknya saat ini anaknya hanya
jarang main di luar berbaring di tempat
rumah tidur
1. Data psikologis
An.R tidak rewel, dan saat diberikan obat tidak menangis. An. R pendiam
dan malu-malu
2. Data sosial
Ibu pasien mengatakan anaknya jarang bermain tetapi aktif berinteraksi
dengan orang lain
3. Data hospitalisasi
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak nangis saat di bawa ke rumah sakit
4. Peran keluarga terhadap anak
Peran keluarga terhadap anak sangat baik. Keluarga sangat memperhatikan
anaknya dengan baik.
5. Data spiritual
Ibu pasien mengatakan selalu berdoa untuk kesembuhan anaknya

6. Data penunjang
- Laboratorium Tgl Pemeriksaan 25/12/2019
No Parameter Hasil Nilai Rujukan
1 Hemoglobin 11,8 g/dl 11,5 – 14,5 g/dl
2 Eritrosit 4,61/ul 3,60 – 5,20/ul
3 Leukosit 10/ul 4,00 – 12, 00/ul
4 Trombosit 340/ul 150- 400/ul
5 Hematokrit 33,7% 35,0 – 53,0 %
6 Basofil 0% 0 – 1%
7 Eosinofil 1% 1–3%
8 Neutrofil 69% 54 – 62 %
9 Limposit 20% 25 – 33 %
10 Monosit 10% 3–7%
11 MCV 73 fl 76 – 90 fl

25
12 MCH 26 fg 25 – 31 fg
13 MCHC 35 gr/dl 32 – 36 gr/dl
14 RDW-CV 13 % 12, 2 – 15,3 %
15 GDS 98 mg/dl 60 – 100 mg/dl
16 S. Typosa H 1/80 Negatif
17 S. H Paratypi A Negatif Negatif
18 S. H Paratypi B Negatif Negatif
19 S. H Paratypi C Negatif Negatif
20 S. Typosa O 1/320 Negatif
21 S. O Paratypi A Negatif Negatif
22 S. O Paratypi B 1/160 Negatif
23 S. O Paratypi C 1/160 Negatif

- Therapy
a. Paracetamol 3x250 mg (200 ml)
b. Cefotaxime 3x600mg (3 ml)
c. Ondansentron 3 x 2mg
d. Alco 3 x (0,8ml)

26
ANALISA DATA

Nama Pasien : An. R No. RM : 00.58.91.89


Umur : 4 Tahun 11 bulan

No Data Fokus Etiologi Masalah


1. Ds: Alergen Bersihan jalan nafas
-kluarganya klien tidak efektif
mengatkan anaknya Suhu dingin/ asap rokok
mempunyai asma
-Kluarga klien mengatakan Batuk-batuk
anaknya batuk batuk
Do : Terdengar bunyi mengi
- RR: 32x/ menit
- Terdengar suara Bersihan jalan nafas tidak
mengi efektif
- Batuk-batuk

2. Ds : Infeksi bakteri Hipetermia


- keluarga klien
mengatakan anaknya Reaksi inflamasi
demam atau panas
Do: Proses demam
- TTV: RR: 32x/mnt
N: 116x/mnt Suhu meningkat
S: 38,6oC
- Neutrofil Hipetermia
- Seluruh badan teraba
hangat

27
3. Ds : Kuman salmonela typosa Resiko defisit nutrisi
- keluarga klien
mengatakan napsu Masuk mulut bersama
anaknya berkurang makanan & minuman
- keluarga klien
mengatakan anaknya Masuk sampai ke usu halus
muntah
- keluarga klien Bakteri mengadakan
mengatakan multiplikasi diusu
makannya tidak
dihabiskan Gejala mual muntah & napsu
Do: makan menurun
- tampak lemas
- makan tidak Suplai tidak adekuat
dihabiskan
- makan 2 suap Resiko defisit nutrisi
- BB 15kg
- TB 122cm
- BBI 16,22
- LLA 15cm
- lingkar kepala 48cm
- perut kembung
- bising usus 3-4x/mnt

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Prioritas Masalah :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d adanya mengi
2. Hiperteimia b.d infeksi bakteri
3. Risiko defisit nutrisi b.d suplai tidak adekuat

28
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : An. R No. RM : 00.58.91.89


Umur : 4 Tahun 11 bulan
Tgl Dx Tujuan & Kriteria hasil Rencana Tindakan keperawatan
27-12- 1 Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
2019 keperawatan 2 x 24 jam Observasi :
diharapkan masalah  Monitor pola napas
bersihan jalan napas dapat  Monitor bunyi napas tambahan
teratasi dengan kriteria (ronkhi, mengi, wheezing)
hasil :  Monitor sputum
Bersihan jalan napas:  Monitor ttv
 Mengi menurun Terapeutik
 Posisikan semi fowler atau
fowler
 Lakukan fisioterapi dada , jika
perlu
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkn asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolabrasi
 Kolaborsi pemberian obat
bronkodilator, jika perlu
27-12- 2 Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertemi
2019 keperawatan 2 x 24 jam Observasi :
diharapkan masalah  Monitor suhu tubuh
termoregulasi dapat  Identifiksi penyebab hiertemia
teratasi dengan kriteria  Monitor haluan urin

29
hasil :  Monitor kompilikasi
Termoregulasi : hipertemia
 Suhu tubuh Terapeutik
membaik  Berikan cairan normal
 Suhu kulit  Lakukan pendinginan eksternal
membaik (mis kompres air hangat dahi,
leher, dada, abdomen, dan
aksila)
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
paracetamol dan cefotaxime
melalui intravena
27-12- 3 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
2019 keperawatan 2 x 24 jam Observasi :
diharapkan masalah status  Identifikasi nutrisi
nutrisi dapat teratasi  Identifikasi alergi dan
dengan kriteria hasil : intoleransi
Status nutrisi :  Identifikasi makanan yang
 Porsi makan yang disukai
dihabiskan  Monitor asupan makanan
meningkat  Monitor BB
 Pengetahuan  Identifikasi kebutuhan kalori &
tentang pilihan jenis nutrien
makanan yang Terapeutik
sehat meningkat  Anjurkan sajikan makanan
 Pengetahuan secara menarik dengan suhu
tentang tentang

30
standar nutrisi yang yang sesuai
tepat meningkat  Berikan suplemen makanan,
 Berat badan jika perlu
membaik  Berikan makanan tinggi kalori
 Bising usus dan protein
membaik Edukasi
 Nafsu makan  Ajarkan diet yang
membaik diprogramkan
 Berikan penkes tentang diet
pada anak tyhpoid fever
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
 Kolaborai pemberian obat
ondansentron & cefotaxime
melalui intravena

31
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : An. R No. RM : 00.58.91.89
Umur : 4 Tahuun 11 bulan
No TTD
Hari/Tgl waktu Implementasi Respon
DX
RR: 32x/menit
Jum’at 27- Mengecek tanda-tanda
I 15.15 Sh: 38,6◦C
12-19 vital
ND: 116x/menit
RR: 32x/menit
Jum’at Mengecek tanda-tanda
II 15.15 Sh: 38,6◦C
27-12-19 vital
ND: 116x/menit
RR: 32x/menit
Jum’at Mengecek tanda-tanda
III 15.15 Sh: 38,6◦C
27-12-19 vital
ND: 116x/menit
S : keluarga klien
Memonitor bunyi nafas
Jum’at mengatakan anaknya
I 15.17 tambahan (ronkhi,
27-12-19 memilki asma
mengi, wheezing)
O : terdengar suara mengi
S : keluarga klien
mengatakan anaknya
Jum’at
III 15.19 Memonitor suhu tubuh panas
27-12-19
O : badan teraba panas suhu
38,6◦C
S :-
O : adanya infeksi saluran
Jum’at Mengidentifikasi
III 15.31 pencernaan yang
27-12-19 penyebab hipertermia
disebabkan salmonella
thyposa
S : Keluarga mengatakan BB
Jum’at 15kg
II 15.40 Memonitor BB
27-12-19 O : ditimbang 15kg, BBI:
16,22 LLA: 15cm

32
S : - keluarga klien
mengatakan nafasu
makannya berkurang
Jum’at Memonitor asupan
II 15.43 - Keluarga klien
27-12-19 makanan
mengatakan makan
hanya 2 suap
O : porsi tidak dihabiskan
S:-
Jum’at Memberikan posisi
I 15.52 O : anak mau diposisikan
27-12-19 semifowler
semifowler
S:-
Mengkolaborasi
O : obat setelah di cek 15
Jum’at pemberian obat
III 16.00 menit klien terba
27-12-19 paracetamol 20cc
panasnya berkurang
melalui intravena
bagian ektremitas atas
S:-
Mengkolaborasi
O : obat dimasukan, klien
Jum’at pemberian obat
II 16.00 mau makan nasi
27-12-19 ondansentron 1cc
walaupun tidak
melalui intravena
dihabiskan
Mengkolaborasi
S:-
Jum’at pemberian obat
II 16.00 O : obat disuntikan untuk
27-12-19 cefotaxim 3cc melalui
menangani infeksi
intravena
Mengkolaborasi
S:-
Jum’at pemberian obat
III 16.00 O : obat disuntikan untuk
27-12-19 cefotaxim 3cc melalui
menangani infeksi
intravena
S : keluarga klien
Jum’at mengatakan ada nasi,
II 17.15 Mengidentifikasi nutrisi
27-12-19 telor, tempe, sayur wortel,
daging ayam

33
S:-
O : Setelah dilakukan
Jum’at Melakukan kompres kompres kurang lebih
III 17.25
27-12-19 hangat dengan waktu 20 menit,
dan panas berkurang
dengan hasil suhu 37,5oC
RR: 31x/menit
Sabtu Mengecek tanda-tanda
I 15.15 Sh: 37,2◦C
28-12-19 vital
ND: 115x/menit
RR: 31x/menit
Sabtu Mengecek tanda-tanda
II 15.15 Sh: 37,2◦C
28-12-19 vital
ND: 115x/menit
RR: 31x/menit
Sabtu Mengecek tanda-tanda
III 15.15 Sh: 37,2◦C
28-12-19 vital
ND: 115x/menit
S : keluarga mengatakan dan
bertanya tentang
makanan yang
diperbolehkan
O : -keluarga klien tampak
memperhatikan apa yang
Memberikan penkes sedang dijelaskan
Sabtu
II 15.40 tentang diet pada anak perawat
28-12-19
thypoid fever - Keluarga klien mampu
menyebutkan kembali
makanan tidak
diperbolehkan
- Keluarga klien tampak
memahami apa yang
disampaikan perawat
Sabtu S : keluarga klien
II 16.30 Mengindentifikasi alergi
28-12-19 mengatakan anaknya

34
tidak memiliki alergi
pada makanan
O:-
S : - keluarga klien
mengatakan makannya
masih sedikit
Sabtu Memonitor asupan
II 16.35 - Keluarga klien
28-12-19 makanan
mengatakan maknnya
hanya suap
O : porsi tidak dihabiskan
S : keluarga klien
mengatakan anaknya
Sabtu Memonitor kembali mampu mempunyai
I 16.45
28-12-19 bunyi nafas tambahan asma
O : klien masih terdengar
suara mengi
S : keluarga klien
mengatakan panasnya
Sabtu
III 17.10 Memonitor suhu tubuh sudah sedikit turun
28-12-19
O : masih sedkit teraba
hangat suhu 37,2◦C
S : keluarga klien
mengatakan tidak ada
Sabtu dahak dan mengatakan
I 17.15 Memonitor sputum
28-12-19 hanya batuk kering
O : tidak ada dahak, tetapi
klien tampak batuk terus

35
EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : An. R No. RM : 00.58.91.89


Umur : 4 Tahun 11 bulan
No Hari/
Waktu Catatan Perkembangan (SOAP)
Dx Tanggal
I Jumát, 19.00 S : Keluarga klien mengatakan anaknya memiliki asma
27-12-19
O : TTV: RR: 32x /menit
N : 116x /meni
S : 38,6oC
- Terdengar suara mengi
- Anak mau diposisikan semi fowler
A : Bersihan jalan napas tidk efektif
P : Lanjutkan intervensi manajemen jalan napas

II Jum’at 19.10 S : keluarga klien mengatakan anaknya panas


27-12-19
O : TTV: RR: 32x /menit
N : 116x /meni
S : 38,6oC
- Badan teraba panas
- Adanya infeksi saluran pencernaan yanng disebabkan
bakteri salmonella typhosa
- Obt paracetamol dimasukkakn melalui iv 20 cc, setelah
dicek kembali 15 menitan klien teraba pananya berkurang
bagian ekstremitas bawah
- Obt cefotaxime dimasukkakn melalui iv 3 cc
- Setelah dilakukan kompres kurang lebih dengan waktu 20
menit, dan panas berkurang dengan hasil suhu 37,5oC
A : Hipertemia
P : lanjutkan intervensi : manajemen hipertemia

36
III Jum’at 19.20 S: - keluarga klien mengatakan napsu makan anaknya
27-12-19 menurun/berkurang
- Keluarga klien mengatakan makan hanya 2 suap
- Keluarga klien mengatakan BB 15 Kg
- Keluarga klien mengatakan nutrisi yang masuk nasi, telor,
tempe, tahu, sayur wortel, daging ayam

O : TTV: RR: 32x /menit


N : 116x /meni
S : 38,6oC
BB : 15 Kg BBI : 16,22 LLA: 15 cm
- Obat ondansentron dimasukan melalui iv 1 cc
- Porsi tidak dihabiskan
A : Risiko defisit nutrisi
P : Lanjutkan intervensi manajemen nutrisi
I Sabtu 19.00 S : - kelarga klien mengatakan anaknya mempunyai riwayat
28-12-19 penyakit asma

O : - pada klien masih terdengar adanya suara mengi

- RR : 31x/menit
- Nadi : 115x/menit
- Suhu : 37,2 ̊C
- klien nampak terlihat batuk-batuk
A : bersihan jalan nafas tidak efektif
P : Lanjutkan intervensi manajemen jalan nafas

37
II Sabtu 19.10 S : - keluarga klien mengatakan panas anaknya sudah turun
28-12-19
O:- RR : 31x/menit
Nadi : 115x/menit
- Suhu : 37,2 ̊C
A : hipertermia
P : Hentikan intervensi manajemen hipertermia

III Sabtu 19.20 S : - kelarga klien mengatakan anaknya tidak memiliki alergi pada
makanan tertentu
28-12-19
- kelarga klien mengatakan anaknya masih makan sedikit
- kelarga klien mengatakan anaknya makan hanya 4 suap
sendok makan

O : - poris makan tidak di habiskan


- keluarga klien nampak memperhatikan apa yang di
sampaikan oleh perawat
- keluarga klien mampu menyebutkan kembali apa yang di
sampaikan oleh perawat
- keluarga klien memahami apa yang di sampaikan perawat
A : risiko defisit nutrisi

P : Lanjutkan intervensi manajemen nutrisi

38
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang
menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella
typhosa, salmonella type A.B.C. Penularan terjadi secara pekal, oral
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Etiologi demam
tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b
dan S.paratyphi C. Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan
lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala
demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri
dari demam satu minggu atau lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan
dan gangguan kesadaran.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x8 jam dengan melakukan


implementasi kompres hangat pada anak dengan demam thypoid
didapatkan hasil evaluasi orangtua pasien mengatakan demam pada
anaknya sudah turun. Suhu tubuh anak sebelum dilakukan kompres hangat
38,6oC turun menjadi 37,2oC.

B. Saran
1. Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan bagi instansi pelayanan
kesehatan untuk untuk mempertimbangkan hasil penelitian ini sebagai
intervensi dalam program dukungan terhadap penurunan suhu tubuh
dan mengembangkan SOP kompres hangat untuk menjadi standar
pelaksaan.
2. Pemberian kompres hangat dapat digunakan sebagai intervensi
keperawatan mandiri yang diberikan untuk menurunkan suhu tubuh dan
untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik

39
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. (2010). Penerapan Proses Keperawatan dan


Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta.

Effendy, Christantie. (2010). Perawatan Pasien DHF. EGC : Jakarta.

Hendarwanto. (2009). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. FKUI : Jakarta.

Sunaryo, Soemarno. (2009). Demam Berdarah Pada Anak. UI : Jakarta.

Zhezhe. (2012). Asuhan Keperawatan anak dengan thypoid. Online. Diunduh


pada: https://www.scribd.com/doc/106774909/Asuhan-Keperawatan-
Anak-Dhf-Dan-Thypoid [31 Desember 2019].

40

Anda mungkin juga menyukai