DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
5 A KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunanmakalah tentangini.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Paliatif. Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai
bagaimana Risiko Bunuh Diri yang sedang berkembangan dan apa yang harus
dilakukan oleh perawat pada pasien yang memiliki Palliatif di ICUini, dan besar
harapan kami bila makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3. 1 Pengkajian ...................................................................................................... 17
3. 2 Diagnosa......................................................................................................... 25
3. 3 Perencanaan ................................................................................................... 26
BAB 4 PENUTUP...................................................................................................... 30
4. 1 Kesimpulan .................................................................................................... 30
4. 2 Saran .............................................................................................................. 32
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain
sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus
bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya
jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Epilepsi merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas
disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2013; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 5
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME.
Sumijati, 2009;72-73)
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan
kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama
adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 2011 : 858) .
Epilepsi merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan
segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan
untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang
yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif
dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan
keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta
4
memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-
spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada Epilepsi adalah :
Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma,
mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif,
memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis
dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 2012; 262).
1.2.Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk menegetahui Asuhan Keperawatan pada kasus Epilepsi di
Ruang Anak RSUD Jend. A.Yani Metro.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian
(Utopias,2009).
2.2. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik)
Sering terjadi pada:
1.Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,
ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi
6
simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan
otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis
epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut
terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk..
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang
tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun
kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal
atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang
dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik
dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai
berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka Risiko terjadinya bangkitan ulang
adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali
itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan
mempunyai Risiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan Risiko untuk terjadinya
bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan
ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
(Tarwoto,2007)
7
spontan atau gangguan ringan. Seseorang dianggap pasien epilepsi apabila telah
mengalami gangguan kejang spontan/epilepsi atau gangguan yang ringan lebih
dari 1 kali. pasien tersebut mendapat pengobatan antikonvulsan rumat untuk
mencegah terjadinya bangkitan kejang secara spontan tanpa faktor pencetus.
Diketahuui ada berbagai jenis epilepsi. Secara garis besar pasien epilepsi
selalu mengalami kejang dan kejang tersebut dapat dibagi menjadi kejang fokal
(parsial) dan kejang umum. Dengan melihat sendiri pada saat serangan/ dan
anamnesis kepada keluarga akan mempermudah untuk menduga anak menderita
epilepsi atau tidak. Pertolongan pada saat kejang sama dengan pasien kejang
lainnya, selanjutnya diperluka pemeriksaan laboratorium dan lainnya.
(Ngastiyah, 2014 )
Berikut ini beberapa jenis kejang beserta tanda dan gejalanya secar
spesifik. Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari
epilepsi, yaitu :
1) Kejang parsial : Berasal dari sebagian kecil dari otak atau satu hemisfer serebrum.
Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan kesadaran penderita
umumnya masih baik.
a. Kejang parsial sederhana : Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal,
femnomena halusinatorik, psikoilusi, atau emosionalkompleks.Pada
kejang parsial sederhana, kesadaran penderita masih baik.
2) Kejang umum : Berasal dari sebagian besar dari otak atau kedua hemisfer
serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran penderita
umumnya menurun.
8
a. Kejang Absans : Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan
mendadak disertai amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan
seperti aura atau halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.
b. Kejang Atonik : Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot
anggota badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau
lebih lama.
e. Kejang Klonik : Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik,
tetapi kejang yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2
menit.
f. Kejang Tonik Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering
mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan.
(Ngastiyah, 2014 )
2.4. Patofisiologi
9
GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas
listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya
listrik saraf di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas
listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya
dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan
terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian
tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian
akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
(Hidayat,2009)
10
2.5. Pathway
Dispnea O2 Menurun
Dx : Hipoksia jaringan
Kejang
Parsial Umum
Klonik Tonik-klonik
11
2.6. Pemeriksaan Penunjang
12
- Salah etiologi: kelaianan metabolisme, neoplasma yang tidak
terdeteksi, adanya penyakit degenerates susunan saraf pusat.
- Pemberian obat antiepilepsi yang tepat.
- Kurang penerangan: menelan obat tidak teratur.
- Faktor emosional sebagai pencetus.
- Termasuk intractable epilepsi.
Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang selama minimal 2 – 3
tahun. Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan
dosisnya.
Jenis obat yang sering digunakan, yaitu:
Phenobarbital (luminal).
Paling seringdipergunakan, murahharganya, toksisitasrendah.
Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan
phenyletylmalonamid.
Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai
ialah PH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus
temporalis, takberhasiatterhadap petit mal, efek samping yang
dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan
darah.
Carbamazine (tegretol).
Mempunyaikhasiatpsikotropikyangmungkindisebabkanpengontrol
anbangkitanepilepsyitusendiriataumungkinjugacarbamazinemema
ngmempunyaiefekpsikotropik.Sifat ini menguntungkan penderita
epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan
tingkahlaku.Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus,
vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan
gangguanfungsi hati.
Diazepam.
13
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung
(status konvulsi.).Pemberian secara IM. hasilnya kurang
memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknyadiberikan
secara IV atau intra rektal.
Nitrazepam (inogadon).
Terutamadipakaiuntukspasmeinfantildanbangkitanmioklonus.
Ethosuximide (zarontine).
Merupakanobatpilihanpertamauntukepilepsi petit mal
Na-valproat (dopakene)
Obat pilihan kedua pada petit mal. Pada epilepsi grand mal pun
dapat dipakai. obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam
otak.
Acetazolamide (diamox).
Kadang-
kadangdipakaisebagaiobattambahandalampengobatanepilepsi.Zat
ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak
menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam
keadaan hiperpolarisasi.
ACTH
Seringkalimemberikanperbaikan yang
dramatispadaspasmeinfantil.
(Hidayat,2009)
2) Pengobatan Psikososial.
Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal
sebagian besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam
menjalani pengobatannya sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat
belajar, bekerja dan bermasyarkat secara normal.
3) Penatalaksanaan status epileptikus
a) Lima menit pertama
Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu
serangan berikutnya.
14
Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala dan
jalan nafas, intubasi bila perlu bantuan bentilasi.
Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelaianan.
Pasang jalur intravena dengan NaC10,9%, periksa gula darah, kimia
darah, hematology dan kadar OAE (bila ada fasilitas dan biaya).
b) Menit ke-6 hingga ke-9
Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50 ml glukosa 50%
bolas intravena (pada anak: 2 ml/kgBB/glukosa 25%) disertai 100 mg
tiamin intravena.
c) Menit ke-10 hingga ke-20
Pada dewasa: berikan 0,2 mg/kgBB diazepam dengan kecepatan 5 mg/menit
sampai maksimum 20 mg. Jika serangan masih ada setelah 5 menit, dapat
diulangi lagi. Diazepam harus diikuti dengan dosis rumat fenitoin.
d) Menit ke 20 hingga ke-60
Berikan fenitoin 20 mg/kgBB dengan kecepatan <50 mg/menit pada dewasa
dan 1 mg/kbBB/menit pada anak; monitor EKG dan tekanan darah selama
pemberian.
e) Menit setelah 60 menit
Jika status masih berlanjut setelah fenitoin 20 mg/kg maka berikan fenitoin
tambahan 5 mg/kg sampai maksimum 30 mg/kg. Jika status menetap,
berikan 20 mg/kg fenobarbital intravena dengan kecepatan 60 mg/menit.
Bila apne, berikan bantuan ventilasi (intubasi). Jika status menetap,
anestasia umum dengan pentobarbiatal, midazolam atau propofal.
4) Perawatan pasien yang mengalami kejang
Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin
tahu (pasien yang mempunyai aura/penanda ancaman kejang memerlukan
waktu untuk mengamankan, mencari tempat yang aman dan pribadi
a. Pasien dilantai jika memungkinkan lindungi kepala dengan bantalan untuk
mencegah cidera dari membentur permukaan yang keras.
b. Lepaskan pakaian yang ketat
c. Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang.
15
d. Jika pasien ditempat tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat
tidur.
e. Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan
diantara gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
f. Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme
untuk memasukkan sesuatu, gigi yang patah cidera pada bibir dan lidah
dapat terjadi karena tindakan ini.
g. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang karena
kontraksi otot kuat dan restrenin dapat menimbulkan cidera
h. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala
fleksi kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan
pengeluaran salifa dan mucus. Jika disediakan pengisap gunakan jika perlu
untuk membersihkan secret
Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi,
yakinkan bahwa jalan nafas paten. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah
kejang grand mal. Periode apnoe pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba
setelah kejang. Pasien pada saat bangun harus diorientasikan terhadap
lingkungan
16
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3. 1 Pengkajian
1. Identitas Klien Penanggung Jawab
Nama : Nama Orang tua :
Tn. /Ny.
No. Reg : Usia :
Jenis Kelamin : Pendidikan :
Usia : Pekerjaan :
Pendidikan : Hubungan dg anak :
Tgl MRS : Agama :
Tgl Pengkajian : Alamat :
1. Keluhan Utama
Saat MRS
Anak dibawa ke RS setelah mengalami kejang berulang , sebelumnya
anak merasa mual setelah bermain berlarian bersama temannya hingga
hilang kesadaran.
Saat Pengkajian
Anak mengeluh sakit kepala, tidak bertenaga (letih) dan nampak sering
melamun
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak pertamakali kejang saat berusia 10 bulan disertai panas dan
kejang terjadi setelah muntah kemudian dibawa ke bidan desa dan
diberi obat penurun panas dan diazepam. Keesokan harinya anak
kembali kejang dan dibawa ke RS dan dirawat selama beberapa hari.
Setelah itu orangtua rutin membawa anak periksa ke dokter saraf
17
setelah mengetahui anak mengalami epilepsi. Dan anak tidak pernah
mengalami kejang lagi sampai usia saat ini
18
satu bulan sekali di bidan praktek / puskesmas yang berada disekitar
rumahnya.
Intranatal
Ibu klien mengatakan proses persalinan saat melahirkan Anaknya
secara normal dengan dengan perkiraan yang sesuai dengan tanggal
lahir anak
Post Natal
Ibu klien mengatakan setelah melahirkan Anaknya, tidak terjadi
masalah yang menghawatirkan. Ibu klien hanya dirawat selama 3 hari
perawatan di rumah sakit dan setelah itu diperbolehkan pulang karena
tidak ada masalah apapun.
Pertumbuhan
Pasien tumbuh dengan normal dan tidak ada tanda-tanda stunting.
Perkembangan
Anak baru bisa berjalan saat usia 3 tahun. Anak selama di rumah sakit
suka main hp dan berlarian ketika bersama teman-temannya.
j) Riwayat Imunisasi (Minimal Imunisasi dasar)
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya mendapatkan imunisasi lengkap
k) Pola kebiasaan pemeliharaan Kesehatan
19
Aktivitas Klien bermain dengan teman Klien hanya berbaring diatas
sebaya tempat tidur
l) Pengkajian fisik
A. Pemeriksaan Fisik
No Pemeriksaan Hasil
Tanda-tanda vital
b. Kepala-leher
20
Kepala Bentuk kepala bulat, tidak adaedema, tidak ada
whezing (-)
d. Jantung Perifer :
21
Jantung :
hemoroid
5 5
m)Pemeriksaan penunjang
1. EEG
2. CT Scan
3. MRI
4. Laboratorium (Pemeriksaan DL)
n) Terapi yang diberikan
Diazepam
Fenobarbitol
Injeksi Ranitidin 2x50 mg
RL 1500 ml/hari
Terpasang nasal 4lpm
22
ANALISA DATA
23
Bersihan jalan napas
DS : Denyut jantung meningkat tidak efektif
T Tanda Manor: -
Tanda Minor :
Kerusakan Neuron otak
- Dipsnea
- Sulit bicara
- Ortopnea
Gangguan saraf otonom
DO :
Tanda Mayor :
- Batuk tidak efektif Disfungsi neuromuskuler
- Tidak mampu batuk
- Sputum berlebih
- Mengi, wheezing dan /
ronkhi kering
Tanda Minor :
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi napas menurun
- Frekuensi napas
berubah
- Pola napas berubah
24
Ds : Gangguan keseimbangan Risiko cidera
membran sel neuron
- Sakit kepala
- lemah
Do :
Disfungsi Na+ & K+
-mulut pucat Berelebihan
-
Kejang
Hipoksia jaringan
PRIORITAS DX KEPERAWATAN
25
INTERVENSI
1.
Termoregulasi Setelah dilakukan
Regulasi Temperatur
membaik adekuat
Edukasi:
a Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan heat
stroke
Kolaborasi :
26
(I.14578)
2.
Bersihan Setelah
jalan dilakukan
Gregulasi Temperatur
Edukasi:
b Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan heat
stroke
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
atipiretik
(I.14578)
3.
Perfusi Setelah
perifer dilakukan
PpPemantauan Respirasi
27
tidak efektif intervensi selama 1x24
ooObservasi
Edukasi:
(I.01014)
4.
Risiko cidera b.d. Setelah dilakukan Pencegahan Cedera
intervensi selama 1x24
hipoksia jam, maka tingkat Observasi :
jaringan cedera menurun a Identifikasi area
dengan kriteria hasil : lingkungan yang
28
a Toleransi berpotensi
aktifitas menyebabkan
meningkat cedera
b Ketegangan b Idrntifikasi obat
otot menurun yang berpotensi
c Ekspresi wajah menyebabkan
kesakitan cedera
menurun
d Tekanan darah Terapeutik :
membaik a Pertahankan posisi
e Frekuensi napas tempat tidur diposisi
membaik terendah saat
(L.14136) digunakan
b Sosialisasikan
pasiendan keluarga
dengan lingkungan
ruang rawat
c Diskusikan
mengenai latihan
dan terapi fisik yang
diperlukan
d Tingkatkan
frekuensiobservasi
dan pengawasan
pasien, sesuain
kebutuhan.
Edukasi :
a Jelaskan alasan
intervensi
pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
b Anjurkan berganti
posisi secara
perlahan dan duduk
selama
beberapamenit
sebelum berdiri
(I.14537)
29
BAB 4
PENUTUP
4. 1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An.B didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengkajian
kejang terjadi.
mengalami Epelepsi
Pada tahap analisa data dan sintesa data dalam kasus nyata penulis
neromuskuler.
30
c. Risiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran,
keseimbangan )
kurang mengingat.
4. Perencanaan
5. Pelaksanaan
karena sikap keluarga yang kooperatif dan sarana dan prasarana yang
memadai.
31
6. Evaluasi
4. 2 Saran
32
4.2.4. Bagi Masyarakat
pengobatan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Arif, et. All.2010.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculaius.
Doengoes, M.E , Moorhouse, M. F & Geissler, A. C. 2011. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2012. BukuAjar Keperawatan Medical Bedah.
volume II. Jakarta : ECG
34