Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Keperawatan Anak 2”

DOSEN PEMBIMBING :

Lilis Maghfuroh, S.Kep.,Ns.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

1. Dyah Ayu Vindriana (17.02.01.2338)


2. Mega Indah D. A. (17.02.01.2348)
3. Nia Krisdianti (17.02.01.2357)
4. Sabilatul Abidah (17.02.01.2368)

5 A KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunanmakalah tentangini.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Paliatif. Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai
bagaimana Risiko Bunuh Diri yang sedang berkembangan dan apa yang harus
dilakukan oleh perawat pada pasien yang memiliki Palliatif di ICUini, dan besar
harapan kami bila makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.

Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak kesulitan yang kami


hadapi.Namun berkat bimbingan dari dosen, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.

Kami menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum


seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah.Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini
menjadi lebih baik dan berdayaguna.Harapan kami, mudah-mudahan makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Lamongan, 3 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 7
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 7
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 7

BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................ 6

2.1 Pengertian ...................................................................................................... 6


2.2 Etiologi ........................................................................................................... 7
2.3 Tanda & Gejala .............................................................................................. 9
2.4 Patofisiologi ................................................................................................... 10
2.5 Pathway .......................................................................................................... 11
2.6 Pemeriksaan Fisik .......................................................................................... 12
2.7 Penatalaksanaan ............................................................................................. 12

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................... 17

3. 1 Pengkajian ...................................................................................................... 17
3. 2 Diagnosa......................................................................................................... 25
3. 3 Perencanaan ................................................................................................... 26

BAB 4 PENUTUP...................................................................................................... 30

4. 1 Kesimpulan .................................................................................................... 30
4. 2 Saran .............................................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 34

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain
sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus
bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya
jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Epilepsi merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas
disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2013; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 5
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME.
Sumijati, 2009;72-73)
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan
kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama
adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 2011 : 858) .
Epilepsi merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan
segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan
untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang
yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif
dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan
keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta

4
memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-
spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada Epilepsi adalah :
Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma,
mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif,
memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis
dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 2012; 262).

1.2.Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk menegetahui Asuhan Keperawatan pada kasus Epilepsi di
Ruang Anak RSUD Jend. A.Yani Metro.

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Mampu melakukan pengkajian yaitu mengumpulkan data subyektif
dan data obyektif pada pasien dengan Epilepsi.
b. Mampu menganalisa data yang diperoleh
c. Mampu merumuskan diagnosa Keperawatan pada pasien dengan
Epilepsi
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana yang ditentukan.
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
1.3.Manfaat Penulisan
a. Hasil analisis ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi dan
pengetahuan khususnya untuk pasien Epilepsi dan keluarganya
sehingga diharapkan agar keluarga dapat lebih meningkatkan
kewaspadaan terhadap tanda dan gejala yang terjadi.
b. Hasil analisis ini diharapkan sebagai bahan masukan, acuan dan
pertimbangan bagi profesi keperawatan untuk lebih meningkatkan
edukasi dalam menangani pasien Epilepsipada saat memberikan
pengobatan.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang


berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel.
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi .
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas
muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi
klinik dan laboratorik.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan
bayi yang baru lahir

(Utopias,2009).

2.2. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik)
Sering terjadi pada:
1.Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,
ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi

6
simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan
otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis
epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut
terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk..
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang
tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun
kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal
atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang
dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik
dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai
berikut:

Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka Risiko terjadinya bangkitan ulang
adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali
itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan
mempunyai Risiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan Risiko untuk terjadinya
bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan
ulang dalam waktu 6 bulan pertama.

(Tarwoto,2007)

2.3. Tanda Dan Gejala

Manifestasi bangkitan kejang dapat bermacam-macam dari yang ringan


sampai yang berat. Yang rringan seperti rasa tidak enak di perut dan yang berta
dapat berupa gangguan kesadaran gangguan fungsi motorik, sensorik,
otonom,fungsi luhur, gangguan tingkah laku. Akan tetapi setiap orang memiliki
ambang kejangnya masing-masing. Sering dikemukakan bahwa pasien dengan
epilepsi memiliki ambang kejang yang rendah, sehingga dapat mengalami kejang

7
spontan atau gangguan ringan. Seseorang dianggap pasien epilepsi apabila telah
mengalami gangguan kejang spontan/epilepsi atau gangguan yang ringan lebih
dari 1 kali. pasien tersebut mendapat pengobatan antikonvulsan rumat untuk
mencegah terjadinya bangkitan kejang secara spontan tanpa faktor pencetus.

Diketahuui ada berbagai jenis epilepsi. Secara garis besar pasien epilepsi
selalu mengalami kejang dan kejang tersebut dapat dibagi menjadi kejang fokal
(parsial) dan kejang umum. Dengan melihat sendiri pada saat serangan/ dan
anamnesis kepada keluarga akan mempermudah untuk menduga anak menderita
epilepsi atau tidak. Pertolongan pada saat kejang sama dengan pasien kejang
lainnya, selanjutnya diperluka pemeriksaan laboratorium dan lainnya.

(Ngastiyah, 2014 )

Berikut ini beberapa jenis kejang beserta tanda dan gejalanya secar
spesifik. Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari
epilepsi, yaitu :

1) Kejang parsial : Berasal dari sebagian kecil dari otak atau satu hemisfer serebrum.
Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan kesadaran penderita
umumnya masih baik.

a. Kejang parsial sederhana : Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal,
femnomena halusinatorik, psikoilusi, atau emosionalkompleks.Pada
kejang parsial sederhana, kesadaran penderita masih baik.

b. Kejang parsial kompleks : Gejala bervariasi dan hampir sama dengan


kejang parsial sederhana, tetapi yang paling khas terjadi adalah penurunan
kesadaran dan otomatisme

2) Kejang umum : Berasal dari sebagian besar dari otak atau kedua hemisfer
serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran penderita
umumnya menurun.

8
a. Kejang Absans : Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan
mendadak disertai amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan
seperti aura atau halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.

b. Kejang Atonik : Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot
anggota badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau
lebih lama.

c. Kejang Mioklonik : Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang


cepat dan singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang.

d. Kejang Tonik-Klonik : Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran


hilang dengan cepat dan total disertai kontraksi menetap dan masif di
seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10 -
20 detik dan diikuti oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30 detik.
Selama fase tonik, tampak jelas fenomena otonom yang terjadi seperti
dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut jantung.

e. Kejang Klonik : Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik,
tetapi kejang yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2
menit.

f. Kejang Tonik Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering
mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan.

(Ngastiyah, 2014 )

2.4. Patofisiologi

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus


merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.

Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine


dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni

9
GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas
listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya
listrik saraf di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas
listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya
dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan
terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian
tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian
akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
(Hidayat,2009)

10
2.5. Pathway

Durasi pendek Durasi pendek


< 15 menit < 15 menit

Hiperkapni Hipoksemia Denyut jantung meningkat

Demam Meningkat Kerusakan Neuron otak

Takikardi Gangguan saraf otonom


Dx:tidak efektif
termoregulasi
peningkatan suhu Dx : jalan nafas tidak efektif

Dispnea O2 Menurun

Gangguan keseimbangan membran sel neuron Kebutuhan O2 Meningkat

Disfusi Na+& K+ Berlebilahan Kesadaran menurun

Pelepasan muatan listrik semakin meluaske Dx : gangguan perfusi jaringan


seluruh sel maupun membran sel disekitarnya
dengan bantuan neorotransiter

Dx : Hipoksia jaringan
Kejang

Parsial Umum

Sederhana Komplek Mioklonik Tonik Atonik

Klonik Tonik-klonik

11
2.6. Pemeriksaan Penunjang

1. Klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan


penginderaan.
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-
bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala
dan sebagainya).
(Hidayat,2009)
2.7. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa mengganggu


kapasitas dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan
medikamentosa dan pengobatan psikososial.
1) Pengobatan medika mentosa
Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah
manifestasi penyebabnya seperti tumor otak, radang otak, gangguan
metabolic, mka di samping pemberian obat anti-epilepsi diperlukan pula
terapi kausal. Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan:
 Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor
pencetusnya, pemberian obat harus dipertimbangkan.
 Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien
mengalami lebih dari dua kali sawan yang sama.
 Obat yang diberikan sisesuaikan dengan jenis sawan.
 Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini
toksisitas akan berkurang, mempermudah pemantauan, dan
menghindari interaksi obat.
 Dosis obat disesuaikan secara individual.
 Evaluasi hasilnya, bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:

12
- Salah etiologi: kelaianan metabolisme, neoplasma yang tidak
terdeteksi, adanya penyakit degenerates susunan saraf pusat.
- Pemberian obat antiepilepsi yang tepat.
- Kurang penerangan: menelan obat tidak teratur.
- Faktor emosional sebagai pencetus.
- Termasuk intractable epilepsi.
 Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang selama minimal 2 – 3
tahun. Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan
dosisnya.
 Jenis obat yang sering digunakan, yaitu:
 Phenobarbital (luminal).
Paling seringdipergunakan, murahharganya, toksisitasrendah.
 Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan
phenyletylmalonamid.
 Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai
ialah PH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus
temporalis, takberhasiatterhadap petit mal, efek samping yang
dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan
darah.
 Carbamazine (tegretol).
Mempunyaikhasiatpsikotropikyangmungkindisebabkanpengontrol
anbangkitanepilepsyitusendiriataumungkinjugacarbamazinemema
ngmempunyaiefekpsikotropik.Sifat ini menguntungkan penderita
epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan
tingkahlaku.Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus,
vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan
gangguanfungsi hati.
 Diazepam.

13
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung
(status konvulsi.).Pemberian secara IM. hasilnya kurang
memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknyadiberikan
secara IV atau intra rektal.
 Nitrazepam (inogadon).
Terutamadipakaiuntukspasmeinfantildanbangkitanmioklonus.
 Ethosuximide (zarontine).
Merupakanobatpilihanpertamauntukepilepsi petit mal
 Na-valproat (dopakene)
Obat pilihan kedua pada petit mal. Pada epilepsi grand mal pun
dapat dipakai. obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam
otak.
 Acetazolamide (diamox).
Kadang-
kadangdipakaisebagaiobattambahandalampengobatanepilepsi.Zat
ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak
menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam
keadaan hiperpolarisasi.
 ACTH
Seringkalimemberikanperbaikan yang
dramatispadaspasmeinfantil.
(Hidayat,2009)
2) Pengobatan Psikososial.
Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal
sebagian besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam
menjalani pengobatannya sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat
belajar, bekerja dan bermasyarkat secara normal.
3) Penatalaksanaan status epileptikus
a) Lima menit pertama
 Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu
serangan berikutnya.

14
 Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala dan
jalan nafas, intubasi bila perlu bantuan bentilasi.
 Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelaianan.
 Pasang jalur intravena dengan NaC10,9%, periksa gula darah, kimia
darah, hematology dan kadar OAE (bila ada fasilitas dan biaya).
b) Menit ke-6 hingga ke-9
Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50 ml glukosa 50%
bolas intravena (pada anak: 2 ml/kgBB/glukosa 25%) disertai 100 mg
tiamin intravena.
c) Menit ke-10 hingga ke-20
Pada dewasa: berikan 0,2 mg/kgBB diazepam dengan kecepatan 5 mg/menit
sampai maksimum 20 mg. Jika serangan masih ada setelah 5 menit, dapat
diulangi lagi. Diazepam harus diikuti dengan dosis rumat fenitoin.
d) Menit ke 20 hingga ke-60
Berikan fenitoin 20 mg/kgBB dengan kecepatan <50 mg/menit pada dewasa
dan 1 mg/kbBB/menit pada anak; monitor EKG dan tekanan darah selama
pemberian.
e) Menit setelah 60 menit
Jika status masih berlanjut setelah fenitoin 20 mg/kg maka berikan fenitoin
tambahan 5 mg/kg sampai maksimum 30 mg/kg. Jika status menetap,
berikan 20 mg/kg fenobarbital intravena dengan kecepatan 60 mg/menit.
Bila apne, berikan bantuan ventilasi (intubasi). Jika status menetap,
anestasia umum dengan pentobarbiatal, midazolam atau propofal.
4) Perawatan pasien yang mengalami kejang
Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin
tahu (pasien yang mempunyai aura/penanda ancaman kejang memerlukan
waktu untuk mengamankan, mencari tempat yang aman dan pribadi
a. Pasien dilantai jika memungkinkan lindungi kepala dengan bantalan untuk
mencegah cidera dari membentur permukaan yang keras.
b. Lepaskan pakaian yang ketat
c. Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang.

15
d. Jika pasien ditempat tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat
tidur.
e. Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan
diantara gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
f. Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme
untuk memasukkan sesuatu, gigi yang patah cidera pada bibir dan lidah
dapat terjadi karena tindakan ini.
g. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang karena
kontraksi otot kuat dan restrenin dapat menimbulkan cidera
h. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala
fleksi kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan
pengeluaran salifa dan mucus. Jika disediakan pengisap gunakan jika perlu
untuk membersihkan secret

Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi,
yakinkan bahwa jalan nafas paten. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah
kejang grand mal. Periode apnoe pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba
setelah kejang. Pasien pada saat bangun harus diorientasikan terhadap
lingkungan

16
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3. 1 Pengkajian
1. Identitas Klien Penanggung Jawab
Nama : Nama Orang tua :
Tn. /Ny.
No. Reg : Usia :
Jenis Kelamin : Pendidikan :
Usia : Pekerjaan :
Pendidikan : Hubungan dg anak :
Tgl MRS : Agama :
Tgl Pengkajian : Alamat :

1. Keluhan Utama
 Saat MRS
Anak dibawa ke RS setelah mengalami kejang berulang , sebelumnya
anak merasa mual setelah bermain berlarian bersama temannya hingga
hilang kesadaran.

 Saat Pengkajian
Anak mengeluh sakit kepala, tidak bertenaga (letih) dan nampak sering
melamun
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak pertamakali kejang saat berusia 10 bulan disertai panas dan
kejang terjadi setelah muntah kemudian dibawa ke bidan desa dan
diberi obat penurun panas dan diazepam. Keesokan harinya anak
kembali kejang dan dibawa ke RS dan dirawat selama beberapa hari.
Setelah itu orangtua rutin membawa anak periksa ke dokter saraf

17
setelah mengetahui anak mengalami epilepsi. Dan anak tidak pernah
mengalami kejang lagi sampai usia saat ini

f) Riwayat Penyakit Dahulu


Pada saat proses persalinan anak tersebut berlangsung lama atau disebut
partus lama disebabkan distosia bahu sehingga pada saat setelah dilahirkan
anak tersebut mengalami asfiksia. Anak juga mengalami keterlambatan
dalam tumbuh kembangnya dalam hal berjalan pada usia 3 tahun anak baru
bisa berjalan. Pada usia 10 bulan anak pernah mengalami kejang demam
disertai muntah dan terjadi secara berulang keesokan harinya.
g) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat keluarga yang pernah kejang akan tetapi anak terlahir
dari seorang ibu yang menderita DM sehingga pada saat proses persalinan
berlangsung lama atau partus lama yang disebakan distosia bahu dan anak
mengalami asfiksia setelah dilahirkan.
h) Riwayat Psiko Sosial Spiritual
a Konsep diri : Anak awalnya akan merasa bertanya-tanya mengapa anak
tersebut mengalami sakit yang ia rasakan. Tetapi, berkat penjelasan dari
tenaga medis dan orang tua, anak perlahan dapat menerimanya.
b Psikologi : Anak biasanya akan merasa sedih karena anak tidak bisa
melakukan aktivitasnya sehari-hari. Mereka akan berfikir bahwa
mereka merasa kesepian dan tidak mempunyai teman untuk diajak
bermain seperti biasanya.
c Spiritual : Anak tidak dapat menjalankan aktivitas keibadaannya seperti
biasanya.

i) Riwayat Tumbuh Kembang


 Prenatal
Pada masa prenatal ini, biasanya ibu mengatakan ketika mengandung
Anaknya, tidak pernah mengalami gangguan ataupun lainnya. Ibu
pasien mengatakan beliau rajin memeriksakan kondisi kehamilannya

18
satu bulan sekali di bidan praktek / puskesmas yang berada disekitar
rumahnya.
 Intranatal
Ibu klien mengatakan proses persalinan saat melahirkan Anaknya
secara normal dengan dengan perkiraan yang sesuai dengan tanggal
lahir anak
 Post Natal
Ibu klien mengatakan setelah melahirkan Anaknya, tidak terjadi
masalah yang menghawatirkan. Ibu klien hanya dirawat selama 3 hari
perawatan di rumah sakit dan setelah itu diperbolehkan pulang karena
tidak ada masalah apapun.
 Pertumbuhan
Pasien tumbuh dengan normal dan tidak ada tanda-tanda stunting.
 Perkembangan
Anak baru bisa berjalan saat usia 3 tahun. Anak selama di rumah sakit
suka main hp dan berlarian ketika bersama teman-temannya.
j) Riwayat Imunisasi (Minimal Imunisasi dasar)
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya mendapatkan imunisasi lengkap
k) Pola kebiasaan pemeliharaan Kesehatan

POLA KEBIASAAN SMRS MRS


Nutrisi Pasien makan 3-4 kali sehari Pasien mengalami penurunan
nafsu makan karena mual
saat makan hingga makan
sedikit
Istirahat Pasien tidur siang jam 13.00- Pasien tidur siang jam 14.00-
16.30 15.30
Pasien tidur malam jam 20.00- Pasien tidur malam jam 22.00-
06.00 04.30

19
Aktivitas Klien bermain dengan teman Klien hanya berbaring diatas
sebaya tempat tidur

Eliminasi BAK : 3x/hari BAK : 2x/hari kuning


BAB : 1X/hari kecoklatan
BAB : 1x/hari

Personal Hygiene pasien mandi dengan air


dingin 2x sehari, gosok gigi
2x sehari, kuku pendek
bersih

l) Pengkajian fisik
A. Pemeriksaan Fisik
No Pemeriksaan Hasil

Tanda-tanda vital

Nadi 1 x/menit (lebih dari angka normal)

RR x/menit (lebih dari angka normal)


O
Suhu C (lebih dari angka normal)

SPO2 % (kurang dari angka normal)

Berat Badan kg (normal pada umumnya anak lain)

Panjang Badan Cm (normal pada umumnya anak lain)

b. Kepala-leher

20
Kepala Bentuk kepala bulat, tidak adaedema, tidak ada

nyeri tekan, kaput (-)

Ubun-ubun Ubun-ubun lunak, ubun-ubun besar (+), ubun-

ubun kecil (-)

Mata Konjungtiva ananemis, sklera anikterik,

reaksi pupil terhadap cahaya (+)

Hidung Tidak ada polip ataupun benda asing,

keadaannya cukup bersih, secret tidak ada

Mulut Mukosa tampak pucat, keadaan cukup bersih,

tonsil warna pink, gusi warna pink, gigi klien

belum tumbuh, reflek menghisap (+)

T Tenggorokan Reflek menelan (+), tidak ada infeksi, tidak

ada nyeri, dan tidak ada edema.

Vena jugularis Tidak ada pembesaran vena jugularis

Kelenjar Limfe Tidak ada pembesaran kelenjar limfe

c. Thorax/paru-paru R R= (lebih dari angka normal) x/menit, Retraksi

dinding dada (-), penggunaan otot-otot

pernaasan (-), tidak ada edema, tidak ada nyeri

tekan, suara paru vesikuler reguler, ronchi (+),

whezing (-)

d. Jantung Perifer :

CRT <2detik (+), sianosis bibir (+)

21
Jantung :

Tidak ada edema, tidak ada nyeri dada, tidak

ada nyeri tekan, suara jantung S1 & S2

reguler, HR=(lebih dari angka normal) x/menit

e. Abdomen Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, bentuk

abdomen normal, suara bising usus 5x/menit

F Genitalia& anus Penis menonjol (+), keadaan genitalia cukup

bersih, tidak ada edema, Anus (+), tidak ada

hemoroid

G Ekstermitas Kekuatan otot (+), pergerakan cukup aktif,


tidak ada edema, kesadaaran composmentis
PCS = 15 ,tonus otot 5 5

5 5

m)Pemeriksaan penunjang
1. EEG
2. CT Scan
3. MRI
4. Laboratorium (Pemeriksaan DL)
n) Terapi yang diberikan
 Diazepam
 Fenobarbitol
 Injeksi Ranitidin 2x50 mg
 RL 1500 ml/hari
 Terpasang nasal 4lpm

22
ANALISA DATA

DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


(DO,DS) (Pohon masalah) KEPERAWATAN
Hipoksemia Termogulasi tidak
efektif
DS : - Hiperkapni
DO :
Demam Meningkat
Tanda Mayor :
- Kulit dingin / hangat
Stimulasi pusat
- Suhu tubuh fluktuatif
termolegulasi hipotalamus
- Menggigil
Tanda Minor :
- Tekanan darah
meningkat
- Kejang
- Pucat
- Pengisian kapiler > 3
detik
- Frekuensi napas
meningkat
- Kulit kemerahan
- Dasar kuku sianotik

23
Bersihan jalan napas
DS : Denyut jantung meningkat tidak efektif
T Tanda Manor: -
Tanda Minor :
Kerusakan Neuron otak
- Dipsnea
- Sulit bicara
- Ortopnea
Gangguan saraf otonom
DO :
Tanda Mayor :
- Batuk tidak efektif Disfungsi neuromuskuler
- Tidak mampu batuk
- Sputum berlebih
- Mengi, wheezing dan /
ronkhi kering
Tanda Minor :
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi napas menurun
- Frekuensi napas
berubah
- Pola napas berubah

Ds : Dispnea Perfusi perifer tidak


Tanda Mayor : - efektif
T Tanda Minor : O2 Menurun
- Parastesia
Kebutuhan O2 Meningkat
- Nyeri ekstremitas
(klaudikasi intermitten)
Penurunan konsentrasi
hemoglobin

24
Ds : Gangguan keseimbangan Risiko cidera
membran sel neuron
- Sakit kepala
- lemah
Do :
Disfungsi Na+ & K+
-mulut pucat Berelebihan
-

Pelepasan muatan listrik


semakin meluas ke seluruh
sel maupun membran sel
disekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter

Kejang

Hipoksia jaringan

PRIORITAS DX KEPERAWATAN

1.Termoregulasi tidak efektif b.d. stimulasi pusat termolegulasi


hipotalamus
2.Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. disfungsi neuromuskuler
3.Perfusi perifer tidak efektif b.d. penurunan konsentrasi hemoglobin
4. Risiko cidera b.d. hipoksia jaringan

25
INTERVENSI

No. SDKI SLKI SIKI

1.
Termoregulasi Setelah dilakukan
Regulasi Temperatur

tidak efektif intervensi selama 1x24


Observasi :
jam, maka a Monitor suhu tubuh
b.d. stimulasi
Termoregulasi anak tiap 2 jam, jika
pusat
membaik dengan perlu
termolegulasi kriteria hasil : b Monitor TD, frekuensi
hipotalamus a Menggigil menurun pernapasan, dan nadi
b Kulit merah
Terapeutik :
menurun
c Kejang menurun a Pasang alat pemantau

d Takikardi menurun suhu kontinu, jika perlu

e Hipoksia menurun b Tingkatkan asupan

f Suhu tubuh cairan dan nutrisi yang

membaik adekuat

g TD membaik c Sesuaikan suhu


lingkungan dengan
(L.14134)
kebutuhan pasien

Edukasi:

a Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan heat
stroke

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian atipiretik

26
(I.14578)

2.
Bersihan Setelah
jalan dilakukan
Gregulasi Temperatur

nafas tidak intervensi selama 1x24


Observasi :
jam diharapkan c Monitor suhu tubuh
efektif b.d.
bersihan jalan nafas anak tiap 2 jam, jika
disfungsi
meningkat dengan perlu
neuromuskuler kriteria hasil: d Monitor TD, frekuensi
a Wheezing menurun pernapasan, dan nadi
b Dispnea membaik
Terapeutik :
c Frekuensi napas
membaik d Pasang alat pemantau

d Pola napas suhu kontinu, jika perlu

membaik e Tingkatkan asupan


cairan dan nutrisi yang
(L.01001)
adekuat
f Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien

Edukasi:

b Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan heat
stroke

Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian
atipiretik

(I.14578)

3.
Perfusi Setelah
perifer dilakukan
PpPemantauan Respirasi

27
tidak efektif intervensi selama 1x24
ooObservasi

b.d. penurunan jam diharapkan a Monitor


bersihan jalan nafas frekuensi,irama,
konsentrasi
meningkat dengan kedalaman dan upaya
hemoglobin
kriteria hasil: napas
e Wheezing menurun b Monitor pola napas
f Dispnea membaik c Monitor saturasi
g Frekuensi napas oksigen
membaik d Auskultasi bunyi napas
h Pola napas
Terapeutik:
membaik
a Atur interval
(L.01001)
pemantauan
respirasi
sesuaikondisi pasien
b Dokumentasikan
hasil pemantauan

Edukasi:

a Jelaskan tujuan dan


prosedur
pemantauan
b Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

(I.01014)

4.
Risiko cidera b.d. Setelah dilakukan Pencegahan Cedera
intervensi selama 1x24
hipoksia jam, maka tingkat Observasi :
jaringan cedera menurun a Identifikasi area
dengan kriteria hasil : lingkungan yang

28
a Toleransi berpotensi
aktifitas menyebabkan
meningkat cedera
b Ketegangan b Idrntifikasi obat
otot menurun yang berpotensi
c Ekspresi wajah menyebabkan
kesakitan cedera
menurun
d Tekanan darah Terapeutik :
membaik a Pertahankan posisi
e Frekuensi napas tempat tidur diposisi
membaik terendah saat
(L.14136) digunakan
b Sosialisasikan
pasiendan keluarga
dengan lingkungan
ruang rawat
c Diskusikan
mengenai latihan
dan terapi fisik yang
diperlukan
d Tingkatkan
frekuensiobservasi
dan pengawasan
pasien, sesuain
kebutuhan.

Edukasi :

a Jelaskan alasan
intervensi
pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
b Anjurkan berganti
posisi secara
perlahan dan duduk
selama
beberapamenit
sebelum berdiri
(I.14537)

29
BAB 4

PENUTUP

4. 1 Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An.B didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengkajian

Pengkajian terpenting dari Epilepsi adalah melakukan anamnese

selengkap mungkin serta pemeriksaan fisik untuk menetukan penyebab

kejang terjadi.

Apabila dari anamnese dan pemeriksaan fisik masih sulit menentukan

penyebab Epilepsi maka dilakukan pemeriksaan penunjang.

Dan setelah dilakukan pemeriksaan penunjang EEG maka didaatkan

hasil yang menunjukkan hasil EEG abnormal dan menyatakan An.B

mengalami Epelepsi

2. Analisa dan Sintesa Data

Pada tahap analisa data dan sintesa data dalam kasus nyata penulis

hanya menemukan 4 diagnosa keperawatan, yaitu :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva, keruskan

neromuskuler.

b. Termogulasi tidak efektif : peningkatan suhu berhubungan dengan

peningkatan metabolik, proses infeksi

30
c. Risiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran,

keruskan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme

perlindungan diri dan aktivitas kejang yang terkontrol ( gangguan

keseimbangan )

d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan

berhubungan dengan kurang pemanjaan, kesalahan interprestasi,

kurang mengingat.

3. Diagnosa / Masalah Keperawatan

Masalah/diagnosa keperawatan yang muncul akibat dari kejang demam

adalah potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan

hiperthermi, Ketidakefektifan bersihan jalan nafas , Risiko terhadap

cidera, kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan

dengan keterbatasan informasi.

4. Perencanaan

Pada tahap perencanaan dalam kasus nyata ada beberapa langkah

tindakan yang ditambahkan penulis selain yang terdapat dalam tinjauan

pustaka sesuai kebutuhan klien saat itu.

5. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan dalam kasus nyata tidak menemui kesulitan

karena sikap keluarga yang kooperatif dan sarana dan prasarana yang

memadai.

31
6. Evaluasi

Evaluasi merupakan kunci keberhasilan dari proses keperawatan, terdiri

atas tinjauan laporan pasien dan pengkajian kembali keadaan pasien.

Dengan evaluasi akan membantu perawat dalam memenuhi kebutuhan

pasien yang dapat berubah-ubah.

4. 2 Saran

4.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan

Meningkatkan pengetahuan keluarga dengan cara membuat tool-tool

evaluasi perkembangan pasien di rumah, yang harus diisi oleh keluarga.

Membekali keluarga pasien yang terdekat untuk dapat memahami,

mengenali, dan bertindak secara efektif mengenai permasalahan-permasalah

yang dialami pasien.

4.2.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Institusi pendidikan dan pelayanan harus lebih aktif dalam meningkatkan

kualitas asuhan keperawatan pada pasien Epilepsi dengan selalu mengikuti

perkembangan evidence based.

4.2.3Bagi Institusi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan pemberian informasi dan

konseling terkait penyakit Epilepsi dan pengobatannya pada keluarga pasien

agar keluarga dapat lebih memotivasi pasien dalam menjalani program

pengobatan secara baik.

32
4.2.4. Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait penyakit Epilepsi sehingga

apabila terdapat keluarga yang mengalami Epilepsi, keluarga dapat

memotivasi anggota keluarganya yang sedang menjalani program

pengobatan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Arif, et. All.2010.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculaius.
Doengoes, M.E , Moorhouse, M. F & Geissler, A. C. 2011. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nurarif,A.H & Kusuma,H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc.Yogyakarta : Media Action.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2012. BukuAjar Keperawatan Medical Bedah.
volume II. Jakarta : ECG

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta.

PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai