Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

OTITIS EKSTERNA MALIGNA

DISUSUN OLEH
LIBRY SELVIANA
030.11.166

PEMBIMBING
dr. HERI PURYANTO, M.Sc, Sp.THT-KL
dr. FAHMI NOVEL, Msi. Med Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
PERIODE 5 NOVEMBER - 8 DESEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

i
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul:


OTITIS EKSTERNA MALIGNA

Yang disusun oleh:


LIBRY SELVIANA
030.11.166

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:


dr. HERI PURYANTO, M.Sc, Sp.THT-KL
dr. FAHMI NOVEL, Msi. Med Sp. THT-KL

sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan


Klinik Ilmu THT
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal
Periode 5 November – 8 Desember 2018

Tegal, Desember 2018

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Heri Puryanto, M.Sc, dr. Fahmi Novel, Msi.Med


Sp.THT-KL Sp.THT-KL

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas Anugerah Keselamatan dan Belas
Kasih-Nya yang telah memampukan penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas
referat dengan judul “Otitis Eksterna Maligna”. Referat ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu THT RSUD
Kardinah Tegal.
Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah
ini, terutama kepada dr. Heri Puryanto, M.Sc, Sp.THT-KL dan dr. Fahmi Novel,
Msi. Med Sp. THT-KL selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis
belajar dalam Kepaniteraan Klinik THT. Penulis sangat terbuka dalam menerima
kritik dan saran karena penyusunan referat ini masih jauh dari kata sempurna.
Semoga referat ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Tegal, Desember 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 2

2.1 Anatomi telinga Luar .............................................................. 2

2.2 Fisiologi Pedengaran ............................................................... 4

2.3 Definisi .................................................................................... 5

2.4 Epidemiologi dan Etiologi ...................................................... 5

2.5 Stadium ................................................................................... 5

2.6 Patofisologi ............................................................................. 5

2.7 Faktor predisposisi .................................................................. 6

2.8 Gejala Klinis............................................................................ 6

2.9 Penegakkan Diagnosis ............................................................ 7

2.10 Tatalaksana ............................................................................ 7

2.11 Kompilkasi ............................................................................ 8

2.12 Prognosis ............................................................................... 8

BAB III KESIMPULAN ..................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 10

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis eksterna adalah radang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh
bakteri yang dapat terlokalisir atau difusa dan disertai rasa sakit ditelinga. Otitis
eksterna maligna adalah infeksi telinga luar yang berpotensi mengancam
kehidupan. Penyakit ini terjadi pada pasien tua dengan diabetes atau
immunocompromised, kelainan mikroangiopati dan disfungsi sel imun merupakan
predisposisi terjadinya infeksi.1,2
Radang telinga luar merupakan kasus yang paling sering menyebabkan
pasien datang ke klinik untuk mendapatkan pengobatan. Otitis eksterna ini dijumpai
seitar 5-20% dipoliklinik. Insidensinya sekitar 1:100 dan 1:250 dari seluruh
populasi, dengan variasi regional berdasarkan usia dan letak geografis. Hampir 98%
penyebabnya adalah bakteri, dengan patogen terbanyak Pseudomonas aeruginosa
(20-60%) dan Staphylococcus aureus (10-70%), yang paling sering terjadi adalah
infeksi polimikroba.1,2
Di Amerika Serikat digambarkan dari empat perseratus akan menjadi
kronis. Sekitar 50,5% kelompok terbanyak yang terkena otitis eksterna adalah
perempuan.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga Luar


Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan dalam. Telinga luar
terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastis dan kulit. Liang telinga berbentuk
huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar. Sedangkan
dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira
2,5 cm hingaa 3 cm.4
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telingaterdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada
seluruh kulit liang teliga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen.4

Gambar 2.1 (A) Telinga dan pembagiannya, (B) Permukaan lateral Pinna,
(C) Kartilago aurikular5

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars
tensa (membran propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar

2
ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai
satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di
bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat
ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid.4

Gambar 2.2 Serat radier, sirkular, dan parabolik dari pars tensa5

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani


disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light)
ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5
untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya ialah cahaya dari luar yang
dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam
serabut, sirkular dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya
refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis refleks cahaya ini
dinilai, misalnya bila letak refleks cahaya mendatar, berarti terdapat
gangguan pada tuba eustachius.4
Membran timpani dibagi ke dalam 4 kuadran, dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis
itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-
depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran
timpani. Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di

3
bagian bawah belakang membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang
pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran
yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, stapes.4

Gambar 2.3 Pembagian telinga tengah menjadi epi-, meso-, dan


hipotimpanum5

2.2 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke
telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi
getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal
ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.4

4
2.3 Definisi
Otitis eksterna maligna adalah infeksi difus di liang telinga luar dan
struktur lain di sekitarnya. Otitis eksterna maligna atau lebih dikenal dengan
otitis eksterna nekrosis, bersifat agresif dan berpotensi fatal dari infeksi liang
telinga luar dan dapat menyebar secara progresif sepanjang jaringan lunak
dan tulang dasar tengkorak termasuk struktur intrakranial. Hal ini jarang
terjadi, kebanyakan didapati pada usia lebih tua dan pada pasien diabetes.
Otitis eksterna maligna juga meningkat pada pasien immunocompromise.4,5

2.4 Epidemiologi dan Etiologi


Di Amerika Serikat, otitis ekterna akut diperkirakan 2,4 juta kunjungan
pertahun yang terdiagnosis di pusat kesehatan. Dari empat perseratus akan
menjadi kronis. Pada penelitian, prevalensi otitis eksterna maligna 0%
dibandingkan tipe otitis eksterna lainnya seperti otitis eksterna difusa yang
mencapai 61%. Sekitar 50,5% kelompok terbanyak yang terkena otitis
eksterna adalah perempuan. Sedangkan penyebab terbanyak disebabkan oleh
trauma yaitu seitar 61%. 3
Sebagaimana diketahui, angka kejadian sekitar 1 banding 100 orang
dan 1 banding 250 orang dari seluruh populasi, dengan variasi regional
berdasarkan usia dan letak geografis. Hampir 98% penyebabnya adalah
bakteri, dengan patogen terbanyak Pseudomonas aeruginosa yaitu sekitar
20%-60% dan Staphylococcus aureus sekitar 10%-70%, namun yang paling
sering terjadi adalah infeksi polimikroba.1

2.5 Stadium
Menurut Benecke, seperti dikutip dari Imanto1, derajat Otitis eksterna
maligna dapat dibagi menjadi tiga, yaitu derajat satu (infeksi terbatas pada
jaringan lunak dan kartolago), derajat dua (keterlibatan jaringan luak dan
erosi tulang), dan derajat tiga (ekstensi intrakranial atau erosi tulang
temporal).
Dalam progresifitas penyakit otitis eksterna maligna, ada beberapa hal
yang berperan penting yaitu kanalis akustikus eksternus dengan invasi
melalui fisura santorini atau sutura timpanomastoid ke fosa retromandibula,

5
keterlibatan mastoid dan foramen jugulare, trombosis septik dari sinus vena
lateral, penyebaran ke apeks petrosus melalui vaskular.1
Pada sumber lain, stadium pada otitis eksterna maligna juga dibagi
menjadi tiga stadium. Stadium satu yaitu stadium otitis eksterna nekrosis
dimana terjadi otalgia parah dan tidak terdapat kelumpuhan wajah. Stadium
dua yaitu osteomielitis dari lateral ke foramen jugular, pada stadium ini telah
terjadi kelumpuhan wajah. Stadium tiga yaitu osteomielitis yang lebih luas,
dimana pada stadium ini foramen jugularis dan meluas.6

2.6 Patofisiologi
Biasanya terjadi pada orang tua dengan penyakit diabetes melitus. Pada
penderita diabetes, pH serumennya lebih tinggi dibanding pH serumen non
diabetes. Kondisi ini lebih mudah terjadi otitis eksterna. Akibat adanya faktor
immunocompromised dan mikroangiopati. Otitis eksterna berlanjut menjadi
otitis eksterna maligna. Saraf fasialis dapat terkena, sehingga menimbulkan
paresis atau paralisis fasialis.4

2.7 Faktor Predisposisi


Trauma merupakan penyebab umum disebabkan garukan karena gatal
pada telinga dengan apapun yang dapat digunakan (kuku jari, kertas, batang
korek api, kep rambut dan pengorek telinga). Meskipun memberikan
kepuasan pada penderita yang dapat melukai kulit, misal terjadi infeksi
sekunder. Pada keadaan lain juga menyebabkan iritasi atau reaksi alergi.2
Bahan kimia saat dipakai ke kulit menyebabkan iritasi yang kemudian
menimbulkan reaksi alergi. Perbedaan antara kedua reaksi terjadi jika
pemkaian dari bahan iritan secara lama dan pada konsentrasi yang cukup
tinggi. Reaksi iritasi lebih berat pada permukaan kulit yang lembab dan
mekanismer pertahann secara alami terganggu. Reaksi alergi hanya terjadi
beberapa individu dengan munculnya reaksi hipersensitivitas tipe 4 seetelah
periode sensitisasi terhadap alergen.2
Faktor risiko yang paling sering menyebabkan terjadinya otitis eksterna
adalah yang bekerja pada daerah dengan iklim panas dan lembab

6
dibandingkan yang bekerja pada iklim yang dingin. Terdapat beberapa hal
yang berpotensi menyebabkan terjadinya otitis eksterna, seseorang yang
berenang pada cuaca yang panas, menyebabkan mekanisme pertahanan kulit
liang telinga terganggu, telinga menjadi basah yang dapat menimbulkan
iritasi dan erupsi disebabkan oleh adanya zat kimia didalam kolam renang.
Selain itu, pasien immunocomprimised, limfoma, pasien dengan
transplantasi, AIDS, post kemoterapi dan radioterapi.2

2.8 Gejala Klinis


Gejala otitis ekterna maligna adalah rasa gatal di liang telinga yang
dengan cepat diikuti oleh nyeri, sekret yang banyak serta pembengkakan liang
telinga. Kemudian rasa nyeri tersebut akan semakin hebat, liang telinga
tertutup oleh jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya. Saraf fasialis dapat
terkena, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasialis.4
Kelainan yang terpenting adalah osteomielitis yang progresif, yang
disebabkan oleh kuman Pseudomonas aeroginosa. Penebalan endotel yang
mengiringi diabetes melitus berat, kadar gula darah yang tinggi diakibatkan
oleh infeksi yang sedang aktif, menimbulkan kesulitan pengobatan yang
adekuat.4

Gambar 2.4 Otitis Eksterna Maligna7

2.9 Penegakkan Diagnosis


Diagnosis ditegakkan dengan beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu
kultur eksudat liang telingan menggunakan suatu apusan kalsium alginat,

7
pemeriksaam hitung jenis leukosit dan laju endap darah, CT Scan untuk
melihat ekstensi penyakit. Dapat juga dengan pemeriksaan Bone Scan untuk
mendokumentasikan osteomielitis (nonspesifik) dan mungkin sembuh selama
beberapa bulan setelah resolusi terjadi, Gallium-67 Scan sebagai indikator
infeksi yang aktif dan berguna untuk mengikuti perjalanan penyakit, juga
positif dalam jaringan lunak dan infeksi tulang. Pengulangan Gallium Scan
setiap 4 minggu untuk menetukan kelanjutan pengobatan. Selain itu,
komorbitas adalah hal yang penting diketahui (misal: diabetes, HIV, dan lain-
lain).1
Otalgia parah pada pasien diabetes lansia dengan jaringan granulasi di
saluran telinga eksterna dan sekitar tulang rawan harus harus dicurigai otitis
eksterna nekrotikans. CT Scan mungkin dapat menunjukkan kerusakan tulang
tetapi seringkali tidak membantu. Sedangkan Gallium-67 lebih berguna
dalam diagnosis dan tindak lanjut pasien. Ini diambil oleh monosit dan sel
retikuloendotelial, dan merupakan indikasi jaringan lunak yang sedang
infeksi. Pemeriksaan ini dapat diulang setiap 3 minggu untuk memonitor
penyakit dan respons terhadap pengobatan. Bone Scan Technetium 99 dapat
mengetahui infeksi tulang, tetapi tes tetap positif untuk sekitar setahun dan
tidak bisa digunakan untuk memantau penyakit.5

2.10 Tatalaksana
Pengobatan harus cepat diberikan sesuai dengan hasil kultur dari
resistensi. Mengingat kuman penyebab tersering adalah Pseudomonas
aeroginosa, diberikan antibiotik dosis tinggi yang sesuai dengan
Pseudomonas aeroginosa. Sementara menunggu hasil kultur dan resistensi,
diberikan golongan fluoroquinolone (ciprofloxacin) dosis tinggi peroral. Pada
keadaan yang lebih ebrat diberikan antibiotik parenteral kombinasi dengan
antibiotik golongan aminoglikosida yang diberikan selama 6-8 minggu.4
Antibiotik yang sering digunakan adalah ciprofloxacin, ticarcilin-
clavulanat, piperacilin (dikombinasi dengan aminoglikosida), ceftriaxone,
ceftazidine, cefepime (maxipime), tobramicin (dikombinasi dengan
aminoglikosida), gentamicin (dikombinasi dengan golongan penicilin).4

8
Disamping obat-obatan, seringkali diperlukan juga tindakan
membersihkan luka (debrideman) secara radikal. Tindakan membersihkan
luka (debrideman) yang kurang bersih akan dapat menyebabkan makin
cepatnya penjalaran penyakit.4 Chandler, seperti dikutip dari Imanto1,
melaporkan angka mortalitas 38% dengan kombinasi modalitas pengobatan
dengan pembedahan dan antimikroba.1

2.11 Komplikasi
Penyebaran infeksi lebih lanjut dapat menyebabkan trombosis sinus
lateral dan sinus petrosal atas dan bawah. Awalnya osteomielitis dari pangkal
tengkorak. Osteomielitis progresif dari dasar tengkorak dapat menyebabkan
polineuropati kranial, dimana kelumpuhan saraf wajah adalah yang paling
umum, diikuti oleh saraf kranial (N. IX, X, XI dan XII) mencapai 15% dan
35% kasus. Pseudoaneurisma arteri karotis interna adalah komplikasi yang
jarang terjadi. Pseudoaneurisma ini dapat timbul dari emboli septik, trauma
atau penyebab iatrogenik. Selain itu, komplikasi lain dari otitis eksterna
maligna adalah otitis media kronis, otitis TB dan penyakit sekunder lainnya.8

2.12 Prognosis
Menurut laporan terbaru, seperti dikutip oleh Imanto1, terapi dengan
menggunakan antibiotik dan membersihkan liang telinga secara lokal
dikombinasi dengan terapi hiperbarik atau disebut dual modalitas terapi
(antibiotik dan terapi oksigen hiperbarik) menunjukkan peningkatan angka
keberhasilan mencapai 90-100%. Terapi rutin oksigen hiperbarik
mendapatkan hasil yang lebih baik pada otitis eksterna maligna derajat dua
dan tiga. Pasien otitis eksterna pada usia lanjut memiliki komplikasi dan
mortalitas di rumah sakit yang lebih besar. Penelitian menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara peningkatan mortalitas pada pasien dewasa /
lansia dengan DM. Pada pasien anak lebih sedikit mendapatkan komplikasi
dan tidak didapatkan angka kematian di rumah sakit.1,9

9
BAB III
KESIMPULAN

Otitis eksterna adalah radang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh
bakteri yang dapat terlokalisir atau difusa dan disertai rasa sakit ditelinga. Otitis
eksterna maligna adalah infeksi telinga luar yang berpotensi mengancam
kehidupan. Penyakit ini terjadi pada pasien tua dengan diabetes atau
immunocompromised, kelainan mikroangiopati dan disfungsi sel imun merupakan
predisposis ternyadinya infeksi.
Gejala otitis ekterna maligna adalah rasa gatal di liang telinga yang dengan
cepat diikuti oleh nyeri, sekret yang banyak serta pembengkakan liang telinga.
Kemudian rasa nyeri tersebut akan semakin hebat, liang telinga tertutup oleh
jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya. Saraf fasialis dapat terkena, sehingga
menimbulkan paresis atau paralisis fasialis.
Diagnosis ditegakkan dengan kultur eksudat liang telinga menggunakan
suatu apusan kalsium alginat, pemeriksaan hitung jenis leukosit dan laju endap
darah, CT Scan, Bone Scan ,Gallium-67 Scan.
Mengingat kuman penyebab tersering adalah Pseudomonas aeroginosa,
diberikan antibiotik dosis tinggi yang sesuai dengan Pseudomonas aeroginosa.
Sementara menunggu hasil kultur dan resistensi, diberikan golongan
fluoroquinolone (ciprofloxacin) dosis tinggi peroral. Pada keadaan yang lebih ebrat
diberikan antibiotik parenteral kombinasi dengan antibiotik golongan
aminoglikosida yang diberikan selama 6-8 minggu.
Peningkatan aktivitas antobiotik aminoglikosida. Terpi rutin oksigen
hiperbarik ada kemajuan (derajat dua dan tiga) dan kasus refrakter dikombinasi
dengan antibiotik.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Imanto M. Radang Telinga Luar. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah


Kepala Leher (THT-KL) Jurnal Kesehatan. 2015;VI(2).p.201-10.
2. Damayani R. Karakteristik Penderita Otitis Eksterna di Poliklinik THT-KL
RSUP H.Adam Malik FK-USU [Tesis]. Medan; 2017.
3. Triastuti I, Sudipta IM, Sutanegara SWD. Prevalensi Penyakit Otitis Eksterna
Di RSUP Sanglah Denpasar Periode Januari-Desember 2014. E-Jurnal
Medika.2018;7(6).p.20.
4. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan
Kelainan Telinga. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti
RD Editor, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher, Edisi keenam, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007.p.10-6,63.
5. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Anatomy of Ear. In: Disease of Ear, Nose
and Throat and Head and Neck Surger, 6th Ed. Amsterdam: Elsevier;
2014.p.2-5.
6. Sarv COLM. Malignant External Otitis-Case Report. Global Journal Of
Otolaryngology. 2018;14(3).p.77.
7. Ameen M. Malignant Otitis Externa. Accesed on 10 Dec 2019. Available
from:https://www.slideshare.net/mamoon901/malignant-otitis-externa-
84298813
8. Alba R, Serrano NV, Mancila C,Guilen R, Sanchez T. Malignant External
Otitis With Neurocranial Involvement: A Case Analysis and a Literature
Review. ENF INF MICROBIOL. 2018;38(1).p.27-32.
9. Sylvester MJ, Patel VM, Ying YLM, Sanghvi S, Eloy JA. Malignant Otitis
Externa Hospitalizations: Analysis of Patient Characteristics. Accesed on 3
Dec 2019. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27882553

11

Anda mungkin juga menyukai