Makalah Manajemen Kesehatan
Makalah Manajemen Kesehatan
“Manajemen Kesehatan”
Oleh :
Kelas D
Kelompok 4
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
I
PENDAHULUAN
dalam manajemen pemeliharaan sapi perah, karena ternak yang sehat akan memiliki
menjadi bentuk pencegahan dan dari pelayanan individu menjadi bentuk pelayanan
mempunyai arti penting karena meningkatkan hasil usaha (baik bibit maupun susu)
dengan manajemen pakan dan pola pemeliharaan. Terjadinya penyakit pada ternak
(dalam hal ini sapi perah) sangat merugikan pemilik/peternak, karena akan
pada sapi yang dipelihara, dan segera melaporkan pada petugas kesehatan hewan
perah
perah
TINJAUAN PUSTAKA
Agalactiae) merupakan bakteri penyebab utama mastitis pada sapi perah yang
menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar akibat penurunan produkai susu.
besar S. aureus telah resisten terhadap oksasilin (87,5%) dan eritromisin (71,97%)
dan ada beberapa isolate yang juga resisten terhadap tetrasiklin (37,46%),
terjadinya abortus, pedet lahir lemah atau kematian pedet, infertilitas dan penurunan
Penularan melalui inhalasi dapat terjadi terutama ketika ternak sehat dan
ternak yang mengalami abortus ditempatkan dalam satu kandang yang padat
Bovine Virus Diarrhea (BVD) juga merupakan agen penyebab diare pada
sapi, walaupun secara umum jarang dijumpai pada anak sapi yang baru lahir. Anak
sapi yang baru lahir terinfeksi oleh BVD akan mengalami demam tinggi , susah
ditemukan hampir disemua kelompok sapi bahkan pada letupan neonatal enteritis
dengan gejala diare di Scotland pada tahun 2003 paling tinggi disebabkan eleh
Protozoa ini memiliki ukuran jauh lebih kecil dari pada koksidia dan memiliki
kemampuan untuk melekat pada sel lapisan usus halus dan merusak mikrovili,
protozoa ini biasanya terjadi pada anak sapi umur tujuh sampai 21 hari. Anak sapi
Coccidia species dapat menyebabkan diare pada anak sapi umur antara 3
minggu sampai 6 bulan. Infeksi menunjukkan klinis yang beragam dari sakit ringan,
diare khronis sanpai diare berdarah. Jenis protozoa lain yaitu Giardia. Disebut
sebagai penyebab diare pada anak sapi. Infeksi alam sering ditemukan kedua jenis
protozoa yaitu Cryptosporidium dan Giardia (Mc. Allister dkk., 2005; Nydam dkk.,
berulang, dan endometritis, sedangkan gangguan klinis yang sering terjadi adalah
13 abomasum dan pneumonia. Adanya gangguan penyakit pada sapi perah yang
kandang atau culling (afkir). Selain itu, faktor-faktor yang perlu diperhatikan di
dalam kesehatan sapi perah adalah lingkungan yang baik, pemerahan yang rutin dan
tempat yang disediakan, genangan air dalam kandang harus dikeringkan untuk
tidak ada lalat atau serangga lain yang dapat mengganggu ternak di kandang.
Ternak sedapat mungkin dimandikan minimal satu kali sehari atau dua kali sehari
apabila air melimpah, sapi sangat perlu dimandikan pada pagi hari karena biasanya
pada malam hari telah penuh dengan kotoran yang menempel pada tubuhnya
(Siregar, 1995).
Sapi memerlukan pemeliharaan badan secara khusus, antara lain: daki, lapisan kulit
paling atas adalah lapisan kulit mati sehingga kulit akan mengeluarkan peluh yang
bercampur bau hingga kulit kotor oleh daki dan kotoran, sapi akan membuang
kotoran setiap waktu dan akan berbaring ditempat tersebut maka kotoran harus
dibersihkan. Sapi perah yang terserang penyakit segera melakukan tindakan yang
Kesehatan hewan adalah suatu status kondisi tubuh hewan dengan seluruh
sel yang menysun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi
normal. Kerusakan sel mungkin saja terjadi secara normal sebagai akibat proses
sel tubuh yang rusak atau mati bagi hewan yang sehat. Kerusakan mungkin saja
serangan penyakit atau gangguan lain yang merusak fungsi sel dan jaringan (Akoso,
1993).
III
PEMBAHASAN
Mastitis berasal dari bahasa Yunani yaitu Matos yang berarti infeksi dan Itis
berarti radang. Jadi mastitis adalah infeksi yang menyebabkan peradangan ambing
pada sapi perah. Biasanya penyakit ini berlangsung secara akut, sub akut maupun
kronis. Mastitis ditandai dengan peningkatan jumlah sel di dalam air susu,
perubahan fisik maupun susunan air susu dan disertai atau tanpa disertai perubahan
produksi susu. Perubahan fisis (susu) biasanya meliputi perubahan warna, bau, rasa,
Salah satu penyebab utama mastitis pada sapi perah adalah Staphylococcus
aureus.Mastitis yang disebabkan oleh S. aureus dapat terjadi secara klinis namun
seringkali terjadi secara subklinis dan menahun. Mastitis adalah istilah yang
digunakan untuk radang yang terjadi pada ambing, baik bersifat akut, subakut
ataupun kronis, dengan kenaikan sel di dalam air susu dan perubahan fisik maupun
susunan air susu, disertai atau tanpa adanya perubahan patologis pada kelenjar
(Subronto, 2003).
kehilangan produksi susu, kualitas dan kuantitas susu berkurang, banyak sapi dan
kambing yang diculling. Penurunan produksi susu per kuartir bisa mencapai 30%
atau 15% per sapi per laktasi, sehingga menjadi permasalahan besar dalam industri
sapi dan kambing perah. Saat periode kering adalah saat awal bakteri penyebab
mastitis menginfeksi, karena pada saat itu terjadi hambatan aksi fagositosis dari
neutrofil pada ambing. Berbagai jenis bakteri telah diketahui sebagai agen
yeast dan fungi juga sering menginfeksi ambing, namun biasanya menyebabkan
mastitis subklinis.
• Staphylococcus
tidak motil, facultative anaerob, catalase positif, dapat tumbuh pada media yang
Staphylococcus aureus merupakan salah satu penyebab utama mastitis pada sapi
perah yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar akibat turunnya
substansi-substansi yang diproduksi oleh organisme ini antara lain adalah enzim
1) Cara penularan
Penularan mastitis dari seekor sapi ke sapi lain dan dari kuarter terinfeksi
ke kuarter normal bisa melalui tangan pemerah, kain pembersih, mesin pemerah
Penyakit mastitis menular dari satu sapi ke sapi yang lain atau dari kuarter
terinfeksi ke kuarter normal melalui tangan pemerah. Oleh karena itu, sapi yang
dimulai dari kuarter yang sehat kemudian dilanjutkan ke kuarter yang terkena
mastitis.
2) Diagnosis
perubahan warna air susu yang dihasilkan. Uji lapang dapat dilakukan dengan
menggunakan California Mastitis Test (CMT), yaitu dengan suatu reagen khusus
Radang dikatakan subklinis bila gejala klinis radang tidak ditemukan saat
pemeriksaan ambing. Pada radang yang bersifat akut, tanda-tanda radang jelas
ditemukan, seperti ambing bengkak, panas jika diraba, sakit, warna kemerahan, dan
3) Kontrol
Pencegahan terhadap mastitis ditempuh melalui dipping puting sehabis pemerahan
Iodophor 0,5 - 1%. Salasia (2005) mengemukakan bahwa guna mencegah infeksi
baru oleh bakteri penyebab mastitis, maka perlu beberapa upaya, antara lain :
satu sapi ke sapi lain dan kondisi-kondisi yang memudahkan kontaminasi bakteri
• Air susu pancaran pertama saat pemerahan ditampung di strip cup dan
diamati terhadap ada tidaknya mastitis. Pencelupan atau diping puting dalam biosid
3000 IU (3,3 mililiter/liter air). Penggunaan lap yang berbeda untuk setiap ekor
sapi, dan pastikan lap tersebut telah dicuci dan didesinfektan sebelum digunakan
(Hidayat,2008).
β-karoten serta imbangan antara Co (Cobalt) dan Zn (Seng) perlu diupayakan untuk
• Mengobati luka bakar dan ambing sapi dengan antibiotik agar tidak terjadi
mastitis kronis.
dan Chloramphenicol. Disinfeksi puting dengan alkohol dan infusi antibiotik intra
dengan alkohol dan infusi antibiotik intra mamaria bisa mengatasi mastitis. Injeksi
2006)
Dinyatakan oleh Swart (1984) bahwa strategi efektif untuk mencegah dan
dan Streptococcus sp yang diisolasi dari kasus mastitis sapi telah banyak yang multi
pada setiap kasus mastitis yang mungkin tidak selalu tepat, maka timbul masalah
baru yaitu adanya residu antibiotika dalam susu, alergi, resistensi serta
mempengaruhi pengolahan susu. Mastitis sub-klinis yang disebabkan oleh bakteri
gram positif juga makin sulit ditangani dengan antibiotik, karena bakteri ini sudah
120 ml, 5% Povidone-Iodine (0,5% Iodine) setelah susu diperah habis pada 7 ekor
memuaskan, karena 100% (7 ekor) penderita bisa memproduksi susu kembali pada
menghasilkan 71% (5 ekor). Mean milk Weight (kg) pada terapi Iodine lebih besar
daripada terapi dengan Chlorhexidine. Sekresi susu dari kuartir yang diberi Iodine
tidak mengandung residu pada pemeriksaan 35 hari post infusi, sedangkan pada
menyebabkan terjadinya abortus, pedet lahir lemah atau kematian pedet, infertilitas
dan penurunan produksi susu (Enright, 1990). Sapi pada semua umur peka terhadap
brucellosis dan infeksi ini dapat berlangsung bertahun-tahun. Pada sapi betina
abortus merupakan gejala klinis yang utama, umumnya terjadi pada umur
Indonesia Bagian Timur dan Sulawesi Selatan dan prevalensi rendah di Kalimantan
dan Sumatra. Brucellosis di Pulau Jawa dilaporkan pada sapi perah. Brucellosis
merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam golongan penyakit hewan
menular strategis berdasarkan Surat keputusan Dirjen Peternakan tahun 1997. Oleh
karena itu, penyakit ini menjadi prioritas untuk dikendalikan dan diberantas.
Secara morfologi kuman B. abortus bersifat gram negatif, tidak bergerak, tidak
kuman B. abortus dapat hidup pada feses, cairan abortus dan susu selama 6 bulan
dan mungkin dapat bertahan hidup dalam fetus abortus sampai 8 bulan. Kuman B.
abortus sangat peka terhadap panas, sinar matahari langsung, pasteurisasi dan juga
Brucellosis pada sapi bersifat kronis dengan fase bakterimia yang subklinis
. Predeleksi bakteri tersebut terutama pada uterus sapi betina. Penularan penyakit
biasanya terjadi melalui makanan atau saluran pencernaan, selaput lendir mata,
kulit yang luka, ambing, inseminasi buatan dengan semen yang tercemar dan
plasenta. Sapi dewasa dan terutama sapi yang sedang bunting sangat peka terhadap
infeksi B. abortus, sedangkan pada dara dan sapi tidak bunting banyak yang resisten
terhadap infeksi. Penularan melalui inhalasi juga terjadi terutama ketika ternak
sehat dan ternak yang mengalami abortus ditempatkan dalam satu kandang yang
pada kebuntingan trimester akhir (5-7 bulan). Terdapat 30-80% abortus terjadi pada
sapi-sapi yang peka dan beberapa kasus endometritis dan retensi plasenta juga
dilaporkan. Sapi yang terinfeksi dapat melahirkan pedet yang lemah atau kematian
pedet, retensi plasenta, dan penurunan produksi susu . Sapi yang terinfeksi
sterilitas, sedangkan pada sapi jantan, brucellosis dapat menyebabkan orchitis dan
epididimitis.
dan pengobatan dilakukan dalam waktu 6 minggu, namun hasilnya tidak cukup
sapi perah dapat dilakukan secara higiene dan sanitasi, vaksinasi dan penyingkiran
beberapa negara adalah vaksin aktif B. abortus S19 yang dibuat dari strain B.
abortus halus/smooth.
3.3.1 Penyebab
Penyebab diare diketahui ada dua kelompok yaitu disebabkan oleh agen
infeksius dan penyebab lain. Diare yang disebabkan oleh agen infeksius berupa
coli yang bersifat pathogen dan menimbulkan penyakit. Jenis Escherichia coli
antara lain E. coli enterotoksigenik (ETEC) yang memiliki antigen untuk melekat
pada dinding usus halus dan memproduksi enterotoksin yang mampu menstimulir
hipersekresi usus. Strain tersebut paling umum dijumpai pada kasus diare pada anak
sapi baru lahir. Toksin yang dihasilkan berpotensi menimbulkan diare yang terus
menerus (profus) tinja encer berwarna kuning, dehidrasi, sok, dan kematian.
E. coli pathogen tipe lain yang dapat menimbulkan gejala diare kompleks
feses. Strain ini biasanya ditemui pada sapi umur 2 minggu hingga 2 bulan. Selain
itu juga pada pedet sering terjangkit diare yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
enterica subspecies enterica serotipe Dublin (S. Dublin) dan Salmonella enterica
Toksin yang dihasilkan dari bekteri penyebab diare ada 5 macam, yaitu tipe
A, B, C, D dan E. Setiap toksin menghasilkan tipe lesi yang berbeda. Toksin tipe C
terutama menyerang anak sapi neonatal (umur 1 sampai 10 hari) sedangkan toksin
tipe D terutama menyerang umur lebih tua biasanya pada pada anak yang sedang
umum dijumpai. Kedua virus tersebut tersebar pada sapi dewasa tanpa
menunjukkan gejala klinis dan sangat umum ditularkan ke sapi muda. Virus akan
menyerang vili pada lapisan sel usus halus menggangu proses penyerapan. Diare
yang ditimbulkan bersifat profus, hampir tidak ada demam, depresi dan dehidrasi
Bovine Virus Diarrhea (BVD) juga merupakan agen penyebab diare pada
sapi, walaupun secara umum jarang dijumpai pada anak sapi yang baru lahir. Anak
sapi yang baru lahir terinfeksi oleh BVD akan mengalami demam tinggi , susah
nafas dan diare profus. Protozoa ini memiliki ukuran jauh lebih kecil dari pada
koksidia dan memiliki kemampuan untuk melekat pada sel lapisan usus halus dan
disesabkan oleh agen protozoa ini biasanya terjadi pada anak sapi umur tujuh
sampai 21 hari. Anak sapi neonatal dilaporkan terserang diare akibat infeksi oleh
Cryptosporidium parvum.
Coccidia species dapat menyebabkan diare pada anak sapi umur antara 3
minggu sampai 6 bulan. Infeksi menunjukkan klinis yang beragam dari sakit ringan,
diare khronis sanpai diare berdarah. Jenis protozoa lain yaitu Giardia. Disebut
sebagai penyebab diare pada anak sapi. Infeksi alam sering ditemukan kedua jenis
Selain disebabkan oleh bakteri dan virus, diare juga bisa disebabkan karena
berdampak yaitu:
Nutrisi yang tidak cukup dari induk waktu bunting terutama pada waktu
Lingkungan yang tidak mendukung untuk anak sapi yang baru lahir. tempat
stres bagi sapi yang baru lahir dan akan mudah terkena infeksi agen
penyakit.
Kurangnya perhatian terhadap anak sapi yang baru lahir terutama selama
terlalu dingin atau bahkan basi. Meskipun seringkali tidak sangat berbahaya
dan tidak sampai menyebabkan kematian, diare non-infeksi pada anak sapi
3.3.2 Penanggulangan
1) Pencegahan
agen-agen infeksi penyebab diare anak sapi. Anak sapi yang baru lahir tidak
memiliki maternal antibodi terhadap agen penyebab diare atau penyakit lain
dan vitamin A dan E. Pada sapi tidak terjadi perpindahan antibodi dari induk
• Manajemen pemberian pakan dan nutrisi yang baik untuk memastikan anak
sapi tumbuh sehat dan kuat. Perubahan menu pakan baik jenis maupun
Pisahkan sapi dara dari sapi dewasa dan hindari tempat melahirkan yang
kelompok dara dan betina induk terhadap diare yang disebabkan oleh agen
terhadap kelompok sapi betina dimana diare pada anak sapi dalam
2) Pengobatan
Pengobatan pada anak sapi yang menderita diare sangat mirip tanpa
• Jika anak sapi mengalami dehidrasi berat (mata sayu), lemah atau kolaps
yang disertai dengan tidak ada reflek menghisap susu maka perlu pemberian
• Jika anak sapi mengalami dehidrasi sedang dan masih bisa berdiri maka
• Pemberian cairan peroral terus menerus lebih dari 2 hari sangat tidak
dianjurkan
Pengobatan khusus ditujukan untuk diare yang telah diketahui penyebabnya antara
lain:
• Antibiotik hanya digunakan pada penderita diare oleh infeksi bakteri, dosis
• Anti koksidia diberikan pada penderita diare oleh infeksi koksidia, dosis dan
fetus yang sanggup hidup sendiri di luar tubuh induk. Abortus dapat terjadi
pada berbagai umur kebuntingan dari 42 hari sampai saat akhir masa
disertai dengan adanya kontraksi dinding uterus sebagai akibat kerja secara
waktu terjadinya kematian fetus itu. Oleh karena itu fetus yang telah mati
sekitar saluran peranakan bagian luar yang mengalami relaksasi pada saat
tubuh. Pada banyak kasus, saluran kantung kemih tertutup oleh bagian
vagina yang mengalami prolaps sehingga sapi tidak dapat kencing. Kasus
ini lebih banyak dijumpai pada induk sapi yang berumur tua dan induk sapi
b. Setiap ternak yang masuk ke dalam farm harus dilakukan isolasi di kandang
d. Ternak yang sudah keluar dari farm apabila dimasukkan kembali harus
1. Pemisahan kelompok-kelompok sapi bibit, sapi dara, sapi bunting, sapi siap
hewan dan tempat pemotongan ternak, perlu juga membuat pagar pembatas
yang permanen.
Untuk keberhasilan dalam usaha bidang agribisnis ternak sapi perah sangat
kandang. Ada beberapa macam peralatan dan sarana pendukung kandang yang
perlu dipersiapkan.
padat yang ada di lingkungan sekitar kandang. Disamping itu peralatan ini
atau penguat.
atau mengangkut air, makanan penguat, untuk memandikan ternak dan lain
mempunyai umur pakainya kuat dan lama , maka ember atau dalung yang
3) Selang air. Peralatan slang air ini dipergunakan untuk mengalirkan air dari
sebagainya. Sikat ini sebaiknya yang terbuat dari bahan ijuk atau nilon
5) Kereta dorong (wheel barrow). Kereta dorong (wheel borrow) ini
kotoran atau limbah padat seperti (sampah, sisa-sisa rumput, dan limbah
penanganan limbah
atau vitamin sebagai perangsang nafsu makan dan lain sebagainya. Ada
7) Milk Can. Sapi perah yang sudah laktasi setiap hari diperah susunya.
sapi perah, kerbau perah, ternak dan kambing perah air susunyadiambil
biasanya sapi perah, kerbau perah, ternak dan kambing perah dimandikan
terlebih dahulu agar supaya sapi bersih dari kotoran yang menempel
ambing dan puting susunya. Karena apabila ambing dan puting susunya
front loading, penampung tetes, silo, mesin pendingin susu. Selain peralatan
kandang tersebut, masih ada sarana pendukung lainnya yang sangat penting
perah, kerbau perah, ternak dan kambing perah) peralatan pedukung lainya,
diantaranya:
a) Peralatan kesehatan- gunting kuku, rennet/pisau kuku, drencing gun
(alat pencecok), trokar atau alat suntik. Gunting kuku dan renet
penyakit
yang sakit atau tidak sakit. Drencing gun pada umumnya digunakan
hanya sesekalai atau dua kali saja, selama proses pemerahan ternak
tersebut berlangsung, yaitu pada saat ternak sapi, kerbau, ternak dan
kambing baru datang dari pasar atau baru dibeli. Ternak sapi,
Bload adalah penyakit yang menyerang ternak ruminansia dengan jenis dan
bangsa perut kembung dan apabila dipukul akan terdengar suara seperti
10) Alat suntik. Alat suntik adalah alat yang dipergunakan untuk menyuntik
ternak, baik itu pada waktu pemberian obat terhadap ternak yang sakit atau
pada saat pemberian vitamin pada ternak. Sebetulnya secara aturan yang
berhak menggunakan alat suntik ini adalah dokter hewan, namun kenyataan
menggunakan alat ini untuk memberi vitamin atau mengobati pada saat
pickup, mini traktor, hand traktor, kendaraan roda dua.Jenis sarana angkutan
peternakan. Agar supaya sarana angkutan dapat dipergunakan secara optimal tanpa
adanya gangguan atau kerusakan pada saat dipergunakan, maka sarana angkutan
misalnya : sistem pendingin, oli mesin, gear box dan bahan bakar. Apabila bahan
bakarnya kurang segera diisi. Seluruh bagian yang perlu pelumas dilumasi,
Hewan yang sehat adalah hewan dengan status kondisi tubuh dimana
seluruh sel yang menyusunnya dan cairan tubuh yang dikandungnya secara
mantap dan teratur, dapat bertumpu dengan empat kaki dan posisi punggung
rata.
3. Mata bersinar, sudut mata bersih, tidak kotor dan tidak ada perubahan pada
1. Mata
Ternak yang sehat mempunyai sorot mata yang bersih dan juga cerah,
kondisi bola mata yang cukup baik, bersih dan juga tidak terdapat kelainan-kelainan
mata, semisal berair, bercak kemerahan pada area kornea mata, adanya selaput
berwarna putih seperti katarak, ataupun adanya beberapa kotoran dan luka di sudut
mata. Pada ternak sehat, pupil matanya akan bereaksi jika ia melihat pergerakan
Ternak yang sehat mempunyai rambut yang tidak kusut, bersih, halus, tidak
kusam, dan juga mengkilap. Secara normal, rambut ternak memang akan rontok
ketika ditarik, tetapi jumlahnya tidaklah banyak. Kerontokan bulu dalam jumlah
3. Nafsu Makan.
Ternak yang mempunyai nafsu makan yang baik merupakan salah satu ciri
ternak yang sehat, karena gejala awal dari ternak yang sakit adalah adanya
4. Pergerakan.
Banyaknya gerak ataupun aktivitas ternak bisa menjadi salah satu indikator
dari kesehatan ternak. Apabila ternak banyak bergerak dan tidak nglentruk, kondisi
dari ternak bisa dianggap sehat, sedangkan ternak yang cenderung diam serta
kurang agresif merupakan ciri dari ternak yang sedang kurang sehat.
5. Kulit.
Kulit ternak yang elastis dan tidak ada luka fisik/cacat. Saat disentuh atau
ditarik, kulit ternak sangat terasa kenyal, dan posisi kulit akan kembali ke keadaan
yang semula dalam waktu singkat. Perubahan warna kulit ternak yang terjadi secara
6. Membran Mukosa.
Mukosa pada hidung dan mata tidak berbau, halus, terlihat mengkilat dan
tidak pucat. Cermin hidung (kerbau, sapi, kuda) yang sehat selalu nampak basah.
7. Kotoran/ Feses
yang simetris. Dari berbagai sisi, sikap berdiri ternak yang sehat haruslah seimbang
Sedangkan secara anatomi dan secara fisologi ternak, kesehatan ternak untuk fisik
bagian luar anggota badan sempurna, kaki-kaki berkembang simetris, dan tidak
terdapat kecacatan ataupun kelainan pertumbuhan yang buruk pada seluruh anggota
tubuh si ternak.
3. Mata jernih dan tajam, hidung bersih, memamah biak bila istirahat.
yang ditimbulkan cukup besar, karena meskipun ternak diberi pakan dengan
tercemar oleh telur-telur atau bibit-bibit cacing. Berbagai obat cacing yang
jika ada wabah penyakit yang berbahaya, misalnya penyakit mulut dan kuku
Ternak harus ditangani dengan baik untuk mencapai kesejahteraan hewan dan
kualitas daging yang baik. Adalah penting bahwa pengurus hewan ternak
2. Transportasi darat
Bagian ini mencakup bongkar muat hewan ternak dan sistem transportasinya.
Bagian ini mencakup transportasi darat dari kapal ke feedlot dan/atau rumah potong
pada saat keluar dari kapal, di feedlot dan rumah potong hewan
transportasi
3. Pengoperasian feedlot
Bagian ini mencakup kedatangan hewan ternak di feedlot dan persiapan untuk
berikut:
Sebuah fasilitas yang dirancang dan dioperasikan dengan baik dapat meningkatkan
kesejahteraan hewan dan membuat penanganan lebih mudah bagi pekerja kandang
kesejahteraan hewan dan kualitas karkas. Juru sembelih harus mampu mengenali
dan memecahkan masalah perdarahan yang buruk. SOP tersebut mencakup proses-
proses berikut:
LEARNING OBJECTIVE
memperlakukan hewan
c. Ilmu kesrawan mengukur efek terhadap hewan atas adanya situasi situasi
petani-peternak;
pengangkutan
3. Pengangkutan;
dimiliki oleh setiap hewan untuk dapat hidup dan berproduksi dengan baik; bebas
dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa panas dan tidak nyaman, bebas dari luka,
sakit dan penyakit, bebas mengekspresikan perilaku normal dan alaminya, dan
Tempat tinggal hewan ternak Idealnya tempat tiggal hewan ternak tersedia
dua areal, terbuka dan tertutup. Areal terbuka berfungsi sebagai tempat hewan
tempat beristirahat hewan di malam hari. Sesuai dengan fungsinya, areal terbuka
ini hendaknya tersedia cukup luas sesuai dengan jenis dan jumlah individu serta
perilaku hewan yang dipelihara. Selain itu, luasnya areal ini juga dapat menolong
menghadap ke timur dan kandang ganda membujur ke arah utara selatan. sehingga
hal ini memungkinkan sinar matahari pagi bisa masuk ke dalam ruangan atau lantai
Ventilasi merupakan jalan keluar masuknya udara dari dalam dan dari luar
mengeluarkan udara kotor dari kandang dan menggantikan udara bersih dari luar
(Sugeng, 2007).
Atap merupakan pembatas (isolasi) bagian atas dari kandang dan berfungsi untuk
menghindarkan dari air hujan dan terik matahari, menjaga kehangatan ternak di
waktu malam, serta menahan panas yang dihasilkan oleh tubuh hewan itu sendiri
(Sugeng, 2007).
Sudut kemiringan atap sekitrar 30° dengan bagian yang miring meluncur ke bagian
belakang.
Bahan yang bisa dimanfaatkan sebagai atap kandang antara lain: genteng,
seng, asbes, daun kelapa, daun nipah, ataupun dari bahan lain. Bahan genteng cukup
baik karena tahan lama, udara luar bisa masuk ke dalam kandang melalui celah-
kencang, penahan keluarnya udara panas dari dalam kandang yang dihasilkan tubuh
ternak, dan penahan percikan air dari atap masuk ke dalam ruangan kandang. Ada
berbagai macam bahan yang bisa bermanfaat untuk dinding, antara lain: anyaman
tidak licin, tidak mudah menjadi lembab, tahan injakan, atau awet.
Lantai yang rata, tidak kasar atau tajam akan menjamin kehidupan ternak. Lantai
yang kasar atau tajam sangat merugikan ternak sebab kulitnya bisa lecet, yang
akhirnya bisa mengundang berbagai kuman. Sebaliknya lantai juga tidak boleh
terlalu licin. jika terlalu licin bisa menyebabkan hewan mudah tergelincir atau jatuh
sehingga bisa mengakibatkan fraktur. Yang tidak kalah penting pembuatan lantai
juga diusahakan agar tetap mudah kering dan juga lantai harus dibuat agak miring
agar air pembersih ataupun air kencing hewan mudah lepas (Sugeng, 2007).
fisis dan psikis hewan ternak serta layak dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.
besar, hewan kecil, unggas, hewan eksotik, satwa liar, satwa aquatik, dan
hewan laboratorium,
teknologi reproduksi,
5. Pengawasan keamanan dan mutu pangan asal hewan,
6. Pengawasan dan pengendalian mutu obat hewan dan bahan-bahan biologis serta
Sistem peternakan merupakan sebuah sistem yang saling berkait dalam satu
hewan yang baik), good transportation practice (transportasi yang baik), good
yang baik), good distribution practice (distribusi yang baik), good manufacturing
baik), good catering practice (pengemasan yang baik) hingga good services
practice(pelayanan konsumen).
Pelaksanaan kesehatan hewan yang baik erat kaitannya dengan peran dokter
hewan. Dokter hewan dalam menjalankan perannya dituntut memiliki etika dan
membuat hewan menjadi sehat atau bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (bagian
dari five freedom). Dasar dari tanggungjawab ini yang membuat peran dokter
KESIMPULAN
disimpulkan bahwa:
antibiotik.
vaksinasi dan beberapa pencegahan lain untuk menjaga ternak sapi perah
pun ada dua yaitu pengobatan diare yang telah diketahui penyebabnya dan
4) Karantina dilakukan untuk hewan yang baru masuk ke farm dari luar untuk
pemisahan hewan ternak yang sudah tidak lagi produktif atau tidak sesuai
5) Sarana dan Prasarana Manajemen Kesehatan Sapi Perah terdiri dari Sekop,
6) Ciri ternak yang sehat dan bisa di lihat Mata, Rambut ataupun Bulu., Nafsu
Barrington, G.M. and S.M. Parish. 2001. Bovine Neonatal Immunology. Food
Anim. Pract. 17:463-476.
Berge, A.C., D.A. Moore and W.M. Sischo. 2006. Prevalence and antimicrobial
resistance patterns of Salmonella enterica calves from dairies and calf
ranches. Am. J. Vet. Res. 67(9): 1580-1588.
C.L. Gyles and C.O. thoen(Eds.). Ames, Iowa. Iowa State University Press. pp.
114-131ACRES, S.D. 1985. Enterotoxigenic Escherichia coli infections in
newborn calves: a review. J. Dairy Sci. 68: 229-256
Chotiah, S. 2006. Daftar Koleksi Biakan Mikroba Balitvet Culture Collection. Edisi
tahun 2006. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor. hlm. 48.
Crouch, C.F. and S.D. Acres. 1984. Prevalence of rotavirus and coronavirus
antigens in the feces of normal cow. Can. J. Comp. Med. 48:340-342.
Etgen WM, James RE, Reaves PM. 1987. Dairy Cattle Feeding and Management.
Ed ke-7. Virginia:Virginia Polytecnic Institute and State University.
Hamilton, N., J. Mac-leod and D. Butler. 1985. Functional and structural responses
of intestine to enteric infection. In: Infectious Diarrhea in the Young:
Strategies for control in Humans and Animal.Tripori, S. (Eds.). Proc. Of an
International Diarrhea in South East Asia and Western Pacific Region,
Geelong, Australia. pp. 165-171.
http://peternakan.umm.ac.id/id/umm-news-2849-penyakit-pada-ruminansia.html
(Diakses tanggal 30 Oktober 2017)
http://www.deptan.go.id/dinakkeswan_jateng/detailberita.php?id=333 (Diakses
pada Minggu, 30 Oktober 2017)
http://www.merdeka.com/peristiwa/trites-makanan-dari-isi-lambung-sapi.html
(Diakses pada Minggu, 30 Oktober 2017)
Janke, B.H., D.H. Francis, J.E. Ckusmiyati dan Supar. 1998. Escherichia coli
verotoksik dari Anak Sapi Perah Penderita Diare. Pros. Seminar Hasil-Hasil
Penelitian Veteriner. Bogor, 18-19 Pebruari 1988. Balai Penelitian
Veteriner,Bogor. hlm. 103-108.
Janke, B.H., D.H. Francis, J.E. Collin, M.C.Libal, D.H. Zeman, D.D. Johnson
and R.D.Neiger. 1990. Attaching and effacing Escherichia coliinfection as a
cause of diarrhea in young calves. Javma. 196 (6): 897-901.
Lance, S.E., G.J. Miller, D.D. Hancock, P.C.Bartlett and L.E. Heider. 1992.
Salmonella infections in neonatal dairy calves. Javma.201(6): 864-868.
Mason, C and G. Caldow. 2005. The control and management of calf diarrhea in
beef herds. Technical Note (TN) 576. Supporting the land-based industries
for over a century (SAC). West Mains Road, Edinburgh EH9 3JG. SAC
reseives support from the Scottish Executive Environmrnt and Rural Affairs
Departement.
MC. Allister, T.A., M.E. Olson, A. Fletch, M.Wetzstein and T. Entz. 2005.
Prevalence of Giardia and Cryposporidium in beef cows in southern Ontario
and beef calves southern British Columbia. Can. Vet. J. 46: 47-55.
Nydam, D.V., S.E. Wade, S.L. Schaaf and H.O.Mohammed. 2001. Number of
Cryptosporidium parvum oocysts and Giardia spp. Cysts by dairy calves after
natural infections. Am. J. Vet. Res.62:1612-1615
Poernomo, J.S. 2004. Variasi tipe antigen Salmonella pullorum yang ditemukan di
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas
– 2020 342 Indonesia dan penyebaran serotipe Salmonella pada ternak.
Wartazoa. 14(14):143-159.
Priadi A. dan L. Natalia. 2006. Bakteri Penyabab Diare pada Sapi dan Kerbau. Di
Indonesia. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner,
Bogor, 5-6 September 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
hlm. 38-43.
Putro, 2012 Putro, P.P., Prihatno, S.A., Setiawan, E.M.N. 2012. Petunjuk
Praktikum Ruminansia I Blok 115. Bagian Reproduksi dan Kebidanan.
FKH UGM.
Quinn, P.J. 2002.Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell
Science
Rahayu, I. D. 2011. Mastitis Pada Sapi Perah. Fakultas Pertanian-
Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang: Malang.
http://karanhtengahraharjo.blogspot.com/2011/10/mastitis-pada-sapi-
perah.html
Ressang, Abdul Aziz. 1984. Patologi Khusus Veteriner. IPB Press: Bogor
Ruegg,P.L.2002.http://www.uwex.edu/MilkQuality/PDF/milk%20quality%20test
s01.pdfTanggal akses 19/04/2011.
Saepulloh, M dan I. Sendow. 2006. Deteksi Bovine rotavirus pada feses anak
sapi dari beberapa daerah di Jawa Barat dengan menggunakan Uji
Aglutinasi Latek. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner, Bogor, 5-6 September 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. hlm. 220-225
Sindoredjo, S. 1960. Pedoman Perusahaan Pemerahan Susu. Fakultas
Kedokteran Hewan dan Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Stott, G.H., D.B. Marx, B.E. Menefee dan G.T.Nightingale. 1979a. Colostral
immunoglobulin transfer in calves: I. Period of absorption. J. Dairy Sci.
62:1632-1638.
Suwito, W. 2005. Kejadian Escherichia coli verotoksigenik pada susu sapi dari
peternakan di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Tesis. Magister
Sain. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.