Anda di halaman 1dari 29

HASIL RISET PROM TAHUN 2012

PROGRAM / KEGIATAN
(1)
Riset Keamanan, Khasiat, Mutu Obat Dan Makanan
I Riset Pengembangan Metode Analisis tervalidasi untuk produk terapetik
termasuk NAPZA, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, PKRT, dan
Riset pengembangan metode analisis bahan berbahaya dalam
1
kosmetik
1.1 Riset pengembangan Metode Analisis Acid violet 43 (Cl 60730) dalam
Sediaan Perona mata
1.2. Riset pengembangan metode analisis Acid orange 24 (Cl 20170) dalam
sediaan pewarna rambut
1.3 Riset pengembangan metode analisis Aminocarpoic acid dalam sediaan
pasta gigi
1.4 Riset pengembangan metode analisis 4-Aminosalicylic acid dalam sediaan
perawatan wajah
1.5 Riset pengembangan metode analisis Basic yellow 28 dalam sediaan
pewarna rambut
1.6 Riset pengembangan metode analisis Bishidroxy ethyl bisethyl
malonamide dalam sediaan perawatan kulit
1.7 Riset pengembangan metode analisis Metildibromoglutaronitril dalam
sediaan perawatan kulit
1.8 Riset pengembangan metode analisis 3-Iodo-2-propynyl N-
butylcarbamate dalam sediaan pewarna kulit
1.9 Riset pengembangan metode analisis Metilkloroisothiazolinone dalam
sediaan perawatan kulit
1.10 Riset pengembangan metode analisis Pigment yellow 1 (Cl 11680) dalam
sediaan perona mata
1.11 Riset pengembangan metode analisis Pigment yellow 12 (Cl 21090)dalam
sediaan perona mata
1.12 Riset pengembangan metode analisis Phenyl metil ferazolon dalam
sediaan perawatan rambut
1.13 Riset pengembangan metode analisis Phenoxyethanol dalam sediaan
perawatan kulit
1.14 Riset pengembangan metode analisis Trichloroacetic acid dalam sediaan
larutan pengelupas kulit (skin pelling solution)
1.15 Riset pengembangan metode analisis Theophylline dalam sediaan gel
antiselulit
2 Riset Pengembangan Metode Analisis Migrasi Komponen Penyusun
Kemasan Pangan (Monomer Stiren) dari kemasan polistiren ke dalam
simulan pangan
II Riset Mutu,Khasiat, dan Manfaat produk terapetik termasuk NAPZA, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, PKRT, dan keamanan pangan
1 Riset Profil Kromatogram/fingerprint multikomponen tanaman obat
bahan alam
1.1 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Andrographidis paniculatae Herbae
(Herba Sambiloto) dengan Piper retrofractum fructus (Buah Cabe Jawa)
untuk demam dan DBD
1.2 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Curcuma xenthoriza Rhizomae
(Rimpang Temulawak) dengan Tinospora crispa Folii (Daun Brotowali)
untuk nafsu makan
1.3 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Centelia asiatica Folii (Daun
Pegagan) dengan Nigelia sativa (Jintan hitam) untuk Suplemen otak
1.4 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Graptophylum pictum Folii (Daun
ungu) dengan Sonchus arvensis (Daun Tempuyung) untuk ambeien
1.5 Riset Profil Kromatogram / FingerprintGuazoma ulmifolia Lamk Folii (Daun
Jati Belanda) dengan Cassia Angustifolia Folii (Daun Senna) untuk lancar
buang air besar
2 Riset Profil Kromatogram/fingerprint tanaman obat bahan alam
2.1 Riset Profil Kromatogram /Fingerprint Colei amboinici Folii (Daun Jinten)
2.2 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Anacardii occidentalis Folii (Daun
Jambu Mede)
2.3 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Melaleucae leucadendrae Fructus
(Buah Kayu Putih)
2.4 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Parkiae roxburghii Semen (Biji
Kedawung)
2.5 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Kaempferiae galangae Rhizomae
(Rimpang Kencur)
2.6 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Zingiberis zerumbeti
Rhizomae(Rimpang Lempuyang Gajah)
2.7 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Phylanthi nirurii Herbae (Herba
Meniran)
2.8 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Myristicae fragnansis Semen (Biji
Pala)
2.9 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Eurycomae longifoliae Radicis
(Akar Pasak Bumi)
2.10 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Centelia asiaticae Herbae (Herba
Pegagan)
2.11 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Syzygii polyanthi Folii (Daun
Salam)
2.12 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Andrographidis paniculatae Herbae
(Herba Sambiloto)
2.13 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Caesalpiniae sappanis Ligni (Kayu
Secang)
2.14 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Apii graveolentis Herbae (Herba
Seledri)
2.15 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Piperis betle Folii (Daun Sirih)
2.16 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Elephanthopi scaberis (Daun Tapak
Liman)
2.17 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Curcumae heyneanae Rhizomae
(Rimpang Temu Giring)
2.18 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Boesenbergiae panduratae
Rhizomae (Rimpang Temu Kunci)
2.19 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Curcumae xanthorrizae Rhizomae
(Rimpang Temulawak)
2.20 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Curcumae zedoriae Rhizomae
(Rimpang Temu Putih)
3 Riset Iritasi Kulit secara invitro kosmetik yang mengandung pemutih
4 Riset Efek Mutagenik Alat Kesehatan
5 Riset Efek Mutagenik dari produk GMO
6 Riset Genetoksisitas menggunakan alat Flowcytometer
7 Pembuatan Baku Pembanding Laboratorium
7.1 Pembuatan Baku Pembanding Mehylisothiazolinone
7.2 Pembuatan Baku Pembanding Benzalkonium chloride
7.3 Pembuatan Baku Pembanding Triclocarban
7.4 Pembuatan Baku Pembanding Bithionol
7.5 Pembuatan Baku Pembanding Butyl Methoxydibenzoylmethane
7.6 Pembuatan Baku Pembanding Phytonadione
7.7 Pembuatan Baku Pembanding Dehidroacetic acid
7.8 Pembuatan Baku Pembanding Iodopropynyl Butylcarbamate
7.9 Pembuatan Baku Pembanding Benzil alcohol
7.10 Pembuatan Baku Pembanding Triethanolamine
8 Riset Pengembangan Metode Analisis Benzopyrene dalam produk
tembakau
9 Riset Validasi Metode Analisis S. Aureus Listeria Monocytogeneses
dan E. coli dalam pangan dengan menggunakan Real Time PCR
10 Riset Pengembangan Metode Deteksi Mikotoksin pada pangan
(Patulin)
11 Riset Pengembangan Metode Deteksi GMO pada produk pangan
menggunakan Real Time PCR
12 Riset sitotoksik terhadap alat kesehatan
PENGEMBANGAN METODE ANALISIS TERVALIDASI
BAHAN BERBAHAYA DALAM KOSMETIK

RINGKASAN

Dalam rangka menghadapi harmonisasi ASEAN, untuk pendaftaran kosmetik akan


dilakukan melalui suatu sistem notifikasi. Badan POM selaku institusi yang memiliki
kewenangan dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia terus berupaya untuk
meningkatkan perannya dalam melindungi masyarakat dari peredaran kosmetik yang
tidak memenuhi syarat keamanan, khasiat dan mutu. Pengawasan yang dilakukan oleh
Badan POM dimulai sebelum produk beredar yaitu dengan evaluasi produk pada saat
pendaftaran (pre marketing evaluation), inspeksi sarana produksi sampai kepada
pengawasan produk di peredaran (post marketing surveillance). Dengan adanya
harmonisasi ASEAN, pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM tersebut menjadi
pengawasan produk di peredaran (post marketing surveillance).
Munculnya jenis bahan berbahaya yang baru diketahui tersebut tentu menjadi tantangan
Badan POM untuk menemukan atau mengembangkan metode analisis yang tepat agar
pengawasan terhadap kosmetik semakin optimal. Beberapa dari bahan berbahaya
tersebut selain dikembangkan oleh PPOMN, PROM sebagai unit penunjang di Badan
POM juga dapat mengembangkan metode analisis tersebut karena mengingat semakin
luasnya penyebaran produk kosmetik di pasaran, baik produk lokal maupun impor. Pada
tahun 2012 ini, PROM telah mengembangkan 15 (lima belas) jenis metode analisis bahan
berbahaya dalam kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan beberapa metode analisis bahan
berbahaya dalam sediaan kosmetik sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan
dianalisis secara identifikasi atau penetapan kadar secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Hasil validasi dari lima belas metode analisis yang telah dikembangkan adalah sebagai
berikut :(1).Acid violet 43 dengan nama lain 4-[(9,10-dihydro-4-hydroxy-9,10-dioxo-1-
nthryl) amino] toluene3-sulphonate, berpotensi menyebabkan kanker, sehingga
keberadaannya dalam produk kosmetik harus diwaspadai. Hasil validasi metode analisis
dengan menggunakan fase diam silika gel 60 F 254, 20 x 10 cm dan ketebalan 0,250
mm, fase gerak (1) kloroform : metanol : asam formiat :70 : 30 : 0.5 (v/v/) ; fase gerak (2)
etil asetat : metanol: amonia 25 % : asam asetat : 50 :50 :0,5 :0,5 (v/v); dan fase gerak
(3) kloroform : Isopropanol : amonia 25 % : asam asetat, volume penotolan 5 µl. Hasil
deteksi dengan documentary sistem pada ʎ 254 nm dan 366 nm dengan nilai Rf pada
fase gerak 1 dan 2 dengani nilai Rf 0,65 dan fase gerak 3 adalah Rf 0,37 dan TLC -
Scanner pada ʎ 252 nm dengan nilai Limit of Detection (LOD) pada fase gerak 1,2 dan 3
adalah 5 µg/ml.
(2).Acid orange 24, dengan nama kimia sodium 4-[[3-[(2,4-dimethylphenyl)azo]-2,6-
dihydroxyphenyl]azo]benzenesulphonate salah satu pewarna yang dilarang ditambahkan
dalam sediaan kosmetik. Berdasarkan hasil riset diperoleh pemisahan yang terbaik
dengan menggunakan kolom Hipersil ODS (C 18), ukuran partikel: 5 μm; ukuran: (4,6 x
200 mm), fasa gerak : asetonitril ; asam asetat glasil ( 80 : 20 v/v), pada panjang
gelombang : 443 nm, laju alir: 0.5 ml/min, volume penyuntikan : 20 µL dan temperatur 40
0
C. Dari hasil penelitian diperoleh nilai LOD baku acid orange 24 : 5 µg/ml.
(3)Aminocarproic acid merupakan enzym inhibitor dan senyawa kimia berbahaya
apabila ditambahkan dalam produk pasta gigi. Validasi metode analisis secara
Kromatografi Lapis Tipis, dengan menggunakan fase diam silika gel 60 F 254, 10 x 10 cm
dan ketebalan 0,25 mm, dengan fase gerak kloroform : metanol : asam propionat :60 :
40 : 10 (v/v/) ; volume penotolan 10 µl, penampak bercak ninhydrin. Hasil deteksi dengan
documentary sistem pada cahaya tampak dengan nilai Rf 0,45 dan Limit of Detection
(LOD) adalah 5 µg/ml (4). Basic Yellow 28atau 2-[(4-
methoxyphenyl)methylhydrazono]methyl]-1,3,3-trimethyl-3H-indolium methyl sulphate]
adalah pewarna yang dilarang digunakan dalam Sediaan pewarna rambut. Penetapan
parameter spesifisitas dan batas deteksi fase diam yang digunakan adalah plat silika gel
60 F254, 20 cm x 20 cm dengan ketebalan 0.25 mm. Hasil riset menunjukan fase gerak
yang dipilih adalah fase 1 yaitu kloroform /asetonitril / metanol/ asam formiat (40 : 40 : 20
: 0.5 (v/v/v/v)), fase 2 yaitu kloroform/ metanol/ asam asetat (50 : 50 : 0.5 (v/v/v)), dan
fase 3 yaitu n-butanol /etanol/ air/asam asetat (60/10/20/0.5 (v/v/v/v)), Basic Yellow 28
terpisah secara sempurna dari bercak pewarna lainnya. Nilai Rf untuk fase 1 adalah
0,51, fase 2 adalah 0,64 dan fase 3 adalah 0,36. Nilai LOD untuk baku Basic Yellow 23
pada KLT dengan fase 1 adalah 1 µg/ml, fase 2 adalah 2.5 µg/ml, dan fase 3 adalah 1
µg/ml dengan nilai Limit of Detection (LOD) pada fase gerak 1,2 dan 3 adalah 5
µg/ml.(5). Bis-hydroxyethyl bis-cetyl malonamide dengan nama lain Pseudoceramide
H. Bis-hydroxyethyl bis-cetyl malonamide berfungsi sebagai agenpendinginkulit
dalamkrim kulit, sampo dan kondisioner. Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimal
KLT dengan menggunakan fase diam HPTLCSilica GelF254, dengan ukuran plate 20 x
10; fase gerak n-heksana : etil asetat (9: 1 v/v) dan toluene: etil asetat (9,6: 0,4 v/v);
detektor UV λ 254 dan 366 nm; dan volume penotolan 20 L. (6) Fenil metil pirazolon
merupakan zat pengoksidasi yang digunakan pada pewarna rambut. Batas maksimum
penggunaannya pada konsentrasi 0.5%, Penggunaan bersama dengan hidrogen
peroksida 1:1 dibatasi pada konsentrasi 0.25%. Kondisi optimal yang diperoleh secara
KCKT yaitu dengan menggunakan kolom C-18 (4,5 x 150 mm) ukuran partikel 5 mikro
meter, fase gerak buffer potassium dihidrogen fosfat 0.1 M pH 3 : asetonitril (55 : 45 v/v),
detektor PDA-243 nm. Dengan metode ini diperoleh waktu retensi baku pada 4.3 menit
dengan hasil validasi presisi untuk larutan baku dan larutan uji berturut-turut % RSD
0.852 dan 3.233. Nilai akurasi pada rentang 95-105 %. Linearitas 0.9995. LOD 15 ppb
dan LOQ 150 ppb. (7) Fenoksiethanol dalam produk kosmetik digunakan sebagai
pengawet. Validasi metoda penetapan kadar 2-fenoksietanol dalam serum perawatan
kulit dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi KCKT
yang digunakan adalah sebagai berikut: kolom C-18 (5 μm; 150 x 4,6 mm), fase gerak
0,1% asam o-fosfat dalam aquades : Asetonitril = 55 : 45 v/v, panjang gelombang 280
nm, laju alir 0,5mL/min, temp 40°C, dan vol injeksi 20 µL. Validasi dilakukan dengan
parameter sebagai berikut: uji kesesuaian sistem (UKS), spesifisitas, presisi, akurasi,
linearitas dan rentang. Hasil resolusi untuk UKS adalah 5,136 dengan efisiensi kolom
4697,477. Pada uji spesifisitas, puncak pelarut terpisah dengan baik dari puncak 2-
fenoksietanol. Pada penyuntikan campuran larutan uji dan larutan baku 2-fenoksietanol
diperoleh satu puncak yang solid. Presisi untuk larutan baku 2-fenoksietanol adalah
1,91% dan RSD untuk larutan uji adalah 3,09%. Akurasi untuk larutan uji 60% adalah
102,27%, untuk larutan uji 80% adalah 89,54%, untuk larutan uji 100% adalah 100,62%,
untuk larutan uji 120%, adalah 103,86% dan untuk larutan uji 140% adalah 101,62%.
Linearitas untuk larutan baku 2-fenoksietanol adalah 0,999 dengan persamaan regresi ;
sedangkan linearitas larutan uji adalah 1. dengan nilai keberterimaanr ≥ 0,999. (8)
Iodopropynyl butylcarbamate (IPBC) dengan nama lain 3-Iodo-2-propynyl N-
butylcarbamate, Senyawa Iodopropynyl butylcarbamate termasuk bahan yang dibatasi
kadarnya untuk produk kosmetik sediaan non bilas dengan kadar 0,01 % menurut ACD
(Asean Cosmetic Directive). Iodopropynyl butylcarbamate sangat efektif dalam mencegah
pertumbuhan jamur dalam kosmetik. Validasi metode analisis secara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi dengan kondisi optimal menggunakan : kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150
mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak : asetonitril : asam fosfat 1,0 % (45 : 55, v/v);
dengan laju alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ 250 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis Iodopropynyl butylcarbamate dengan waktu retensi (Rt)
IPBC adalah 13,312 menit, metildibromoglutaronitril 12,672 menit (uji sfesifisitas) dan %
RSD presisi retention time (Rt) 0,693 pada konsentrasi 50 μg/ml dengan persyaratan
RSD < 2 %; nilai linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 μg/ml, dengan
persamaan garis regresi Y = 1509 x + 6532, koefisien korelasi adalah 1 dengan nilai
keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi pada kadar 60 % - 140 % adalah 100,37 %; batas
deteksi (LOD) adalah 30 μg/L dan batas kuantitasi (LOQ) 250 μg/L. (9) Pigment Yellow
12 atau (2Z)-2-[[2-chloro-4-[3-chloro-4-[(2Z)-2-[2-oxo-1--.
phenylcarbamoyl)propylidene]hydrazinyl]phenyl]phenyl]hydrazinylidene]-3-oxo-N-phenyl-
butanamide Pengembangan metoda analisis untuk identifikasi Pigment Yellow 12 dalam
sediaan pewarna mata dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil validasi
metode analisis spesifisitas dan batas deteksi (LOD). Fase diam yang digunakan adalah
plat silika gel 60 F254, 20 cm x 20 cm dengan ketebalan 0.25 mm. Hasil riset menunjukan
fase gerak yang dipilih adalah fase 1 yaitu metanol/kloroform (20 :80 (v/v)) dan fase 2
yaitu diklorometan : heksana (50 : 50 (v/v)). Kriteria Keberterimaan (Acceptance Criteria)
adalah bila (1) tidak ada bercak selain bercak utama pada kromatogram larutan matriks
sampel yang memberikan warna dan Rf yang sama dengan bercak larutan baku, (2)
larutan baku menghasilkan 1 (satu ) bercak berwarna kuning, (3) bercak pada
kromatogram larutan sampel yang dispike memberikan warna dan Rf yang sama dengan
bercak larutan baku dan (4) bercak kuning dari Pigment Yellow 12 terpisah secara
sempurna dari bercak pewarna lainnya. Nilai Rf untuk fase 1 adalah 0,94 dan fase 2
adalah 0,165.(10) Pigmen Yellow 1 dalam produk kosmetik digunakan dalam sediaan
bayangan mata. Hasil penelitian menunjukkan kondisi yang sesuai untuk analisis KCKT
dengan menggunakan kolom C18 (oktadesil silana) dengan ukuran partikel 5 μm dan
panjang kolom (4,6 x 250 mm), panjang kolom 250 mm, dengan ukuran fase gerak
Asetonitril : Larutan asam asetat glasial 1% (90:10 v/v). Laju alir 1,0 ml/menit; detektor Uv
pada λ 425 nm; dan volume penotolan 20 L. Hasil validasi metode analisis Pigmen
Yellow 1 dengan waktu retensi (Rt) adalah 6,923 menit, Pigmen Orange 5,303 menit (uji
sfesifisitas) dan % RSD presisi retention time (Rt) 0,09, pada konsentrasi 50 μg/ml
dengan persyaratan RSD < 2 %; batas deteksi (LOD) adalah 25 μg/L( n= 9) (11).Asam
4-aminosalisilat dalam produk kosmetik digunakan dalam perawatan kulit sebagai
antibakteri. Hasil penelitian menunjukkan kondisi yang sesuai untuk analisis KCKT
dengan menggunakan kolom C8 (oktilsilana), panjang kolom 250 mm, dengan ukuran
partikel 5 μm dan panjang kolom (4,6 x 250 mm);fase gerak metanol: 0,5 M natrium fosfat
dibasa (Na2HPO4) 400 ml dan 1,0 ml tetrabutil amonium hidroksida dalam 100 ml metanol
pH 6,8. Laju alir 1,0 ml/menit; detektor Uv pada λ 280 nm; dan volume penotolan 20 L.
Hasil validasi metode analisis Asam 4-aminosalisilat dengan waktu retensi (Rt) adalah
3,529 menit, Natrium benzoat 7,318 menit (uji sfesifisitas) dan % RSD presisi retention
time (Rt) 0,693 pada konsentrasi 50 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; batas deteksi
(LOD) adalah 10 μg/L (n=9). (12).Teofilin dalam sediaan kosmetik gel antiselulit secara
HPLC. Teofilin merupakan senyawa turunan xantin yang biasa terdapat pada tanaman
teh dan kakao. Teofilin secara umum digunakan sebagai bronkodilator untuk penanganan
penyakit asma. Kondisi analisis identifikasi teofilin dalam gel antiselulit yang
dikembangkan menggunakan : Kolom C18 (oktadesil silana), (4,6 x 250 mm) ukuran
partikel: 10 μm, Fasa gerak : Metanol -Air - Asam Asetat 1% (32:62:6 v/v/v) (isokratik);
Detektor: UV-271 nm; Laju alir:1,0ml/menit; Temperatur: ambient. Validasi yang dilakukan
meliputi spesifisitas dan penentuan LOD. Senyawa sejenis yang digunakan untuk
spesifisitas metode adalah kafein. Nilai simpangan baku relatif memenuhi syarat (< 2%).
Sedangkan LOD metode adalah 0,025 ppm. (13).Thrichloroacetic acid berfungsi
sebagai pengelupas kulitdanpenghilangkutil, skin tag, penghilang tahi lalatdan
tato.Thrichloroacetic acid yang dilarang peredarannya dalam sediaan kosmetik skin
peeling. Hasil penelitian menunjukkan kondisi yang sesuai untuk analisis KCKT dengan
menggunakan kolom C18 (oktadesil silana) dengan ukuran partikel 5 μm dan panjang
kolom (4,6 x 250 mm); fase gerak metanol: 0,5 M Larutan Ammmonium Sulfat (30: 70
v/v) dangan flow rate 0,8 ml/menit; detektor PDA pada λ 210 nm; dan volume penotolan
20 L. pada λ 210 nm.
Ringkasan
Pengembangan Metode Analisa Migrasi Komponen Penyusun
Kemasan Pangan (Monomer Stirena) dari Kemasan Polistirena
Ke Dalam Simulan Pangan

Teknologi kemasan pangan berkembang sangat dinamis seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan inovasi teknologi. Menyikapi perkembangan tersebut,Badan POM
sebagai lembaga pemerintah harus dapat menjamin keamanan produk kemasan
tersebut. Salah satu implementasinya adalah keluarnya peraturan tentang Pengawasan
Kemasan Pangan melalui Peraturan Kepala Badan POM NOMOR
HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011.Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) telah
melakukan riset pengembangan metode analisa migrasi komponen penyusun kemasan
pangan (monomer stiren) dari kemasan polistiren ke dalam simulan pangan. Metode
analisa yang dikembangkan menggunakan etanol 50 % sebagai simulan pangan. Etanol
50% digunakan untuk mewakili pangan berlemak dan berminyak yang banyak dikemas
menggunakan kemasan polistirena. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kemasan polistirena jenis Expanded Polistyrene (EPS). Suhu yang digunakan adalah 60
°C yang mewakili suhu pangan yang dikemas dalam keadaan panas dengan lama kontak
2 jam dan 30 menit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan validasi metode
tersebut agar tersedia metode analisa yang valid (absah) dan terpercaya.
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap: (i) pengembangan metoda dan (ii)
validasi metoda. Instrumen yang digunakan untuk menguji keberadaan senyawa migran
adalahGas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-FID) tipe QP 2010. Parameter
validasi yang diuji adalah Uji kesesuaian system, Spesifitas, Linieritas, Presisi, Akurasi,
LOD dan Uji stabilita.
Hasil validasi terhadap monomer stiren yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa pengujian berada dalam rentang penerimaan; (i) nilai Resolusi (R) analit 39.55
(syarat keberterimaan >1.5), (ii)efisiensi kolom untuk analit 345631 (syarat keberterimaan
> 2000), (iii) faktor ikutan (tailing factor) 1.142 (syarat keberterimaan<2), (iv) SBR
(Simpangan baku relative-RSD) pada 5 kali penyuntikanulang 0.06 % (syarat
keberterimaan <2 %). Pada uji spesifitas (i)tidak terjadi interferensi dari puncak larutan
baku, puncak dari larutan uji dan puncak dari larutan hasil urai (metabolit),(ii) puncak
pelarut terpisah dengan baik dari puncak analit, (iii) pada penyuntikan campuran larutan
uji dan larutan baku diperoleh satu puncak yang solid dari analit yang diuji. Uji linieritas
menghasilkan nilai koefisien korelasi 0.9995 (syarat keberterimaan > 0,999). Nilai %RSD
pada uji presisi larutan sampel 2.5 % dan nilai 2/3 CV Horwitznya 4.118 untuk lama
kontak 120 menit. Untuk nilai %RSD presisi sampel dengan lama kontak 30 menit adalah
1.567 % dengan nilai 2/3 CV Horwitznya 4.309. Nilai %RSD pada uji presisi larutan baku
0.023 %dengan nilai 2/3 CV Horwitznya 8.098 (syarat keberterimaan, RSD < 2/3 CV
Horwitz). Nilai akurasi untuk waktu kontak 120 menit adalah 101.054%; 111.657% dan
95.809%. Nilai akurasi untuk waktu kontak 30 menit adalah 116.420 % (syarat
keberterimaan 80 – 110%). Nilai LOQ adalah 1.022 dengan% RSD 8.751 % (syarat
keberterimaan % RSD 15 – 20 %). Untuk uji stabilita perubahan kadar rata-rata untuk
konsentrasi 0.25; 0.5 dan 1 µg/mL adalah 3.19%; 2.41 %; 1.74 % (syarat keberterimaan<
5 %). Berdasarkan nilai tersebut dapat dikatakan bahwa metode analisis monomer stiren
sebagai migran dari kemasan pada simulan pangan adalah valid.
Hasil pengujian terhadap sampel kemasan pangan menunjukkan nilai migrasi stirena dari
kemasan ke simulan pangan dengan suhu inkubasi 60 °C adalah 0.056 % (waktu
inkubasi 120 menit) dan untuk waktu inkubasi 30 menit adalah 0.041 %. Batas migrasi
total residu monomer stiren dalam Peraturan Kepala Badan POM NOMOR
HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan adalah
sebesar 0.5 % untuk pangan berlemak. Oleh karena itu polistirena yang digunakan pada
penelitian ini dapat dikatakan aman untuk bersentuhan dengan pangan
o
berlemak/berminyak pada suhu 60 C selama 120menit.
Riset Profil Kromatogram/Finger print multikomponen tanaman obat bahan
alam

Produk obat tradisional baik yang berbahan dasar simplisia maupun ekstrak tanaman
obat saat ini sangat beragam jenis dan jumlahnya. Hal ini didorong oleh minat
masyarakat terhadap obat tradisional yang meningkat beberapa tahun terakhir.
Meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat memicu pemalsuan isi obat tradisional
mengingat proses produksi obat tradisional cukup sederhana dan rendah kontrol. Oleh
karena itu diperlukan sistem pengawasan oleh Badan POM yang dapat memastikan
kebenaran kandungan tanaman yang diklaim terdapat dalam obat tradisional.
Dalam tanaman terdapat bermacam-macam senyawa kimia. Umumnya suatu spesies
tanaman mempunyai senyawa atau golongan senyawa yang spesifik bagi spesies
tanaman tersebut. Senyawa ini sering disebut senyawa marker atau penanda. Selain
sebagai penanda, senyawa marker bisa bersifat aktif secara farmakologi. Salah satu sifat
fisikokimia senyawa adalah kepolaran. Kepolaran dapat digunakan sebagai parameter
untuk membedakan senyawa yang satu dengan yang lain.
Produk obat tradisional dapat mengandung satu jenis atau lebih tanaman obat. Identitas
tanaman obat dalam produk obat tradisional baik yang berupa serbuk simplisia maupun
ekstrak dapat dikonfirmasi dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). KLT mampu
membedakan senyawa-senyawa yang mempunyai kepolaran yang berbeda sehingga
menghasilkan jejak-jejak senyawa dalam sebuah plat KLT (kromatogram/fingerprint).
Identitas tanaman obat dalam produk obat tradisional dapat dikonfirmasi dengan melihat
kecocokan antara kromatogram produk obat dengan kromatogram tanaman obat yang
sudah dipastikan identitas spesiesnya.
Metode ini mempunyai bias yang besar karena profil kromatogram tanaman ditentukan
oleh kandungan senyawa dalam tanaman. Jenis dan jumlah senyawa dalam tanaman
sangat bervariasi, dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya lokasi tumbuh tanaman,
waktu pemanenan, proses pengeringan, proses ekstraksi dll. Jika faktor-faktor tersebut
tidak terkontrol/terstandardisasi maka tidak dapat dijamin suatu spesies tanaman
mempunyai kromatogram yang sama. Oleh karena itu, konfirmasi identitas tanaman
dengan metode KLT perlu didukung oleh metode yang lebih akurat dan spesifik. Salah
satu cara untuk meningkatkan spesifikasi dan akurasi metode yaitu dengan
menggunakan senyawa marker dalam KLT. Namun umumnya senyawa marker relatif
mahal.
Alternatif lain untuk meningkatkan spesifisitas yaitu dengan merekam spektrum ultraviolet
senyawa pada kromatogram menggunakan alat TLC Scanner sehingga diperoleh data
spektrum yang bersesuaian dengan nilai faktor retensi. Seperti diketahui bahwa struktur
senyawa kimia menghasilkan spektrum ultraviolet yang khas, tetapi terbatas pada
senyawa yang mampu mengabsorpsi sinar ultraviolet. Data spektrum ini dapat digunakan
sebagai pendukung dalam konfirmasi identitas senyawa.
Mengingat produk obat tadisional di pasaran biasanya mengandung lebih dari satu
macam tanaman, maka perlu dicoba untuk mengembangkan profil kromatogram
campuran tanaman. Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan profil kromatogram
dari dua macam tanaman. Berikut daftar tanaman yang dikembangkan profil
kromatogramnya dan jenis fase gerak yang digunakan dalam KLT.

No Jenis Tanaman Fase Gerak

1 Herba Sambiloto (Andrographidis herba) Toluena – etil asetat – asam


dan Buah Cabe Jawa (Retrofracti fructus) format (15:13,5:1,5,v/v/v)

2 Daun Ungu (Graptophylii folium) dan Kloroform – metanol – air


Daun Tempuyung (Sonchi folium) (7:3:0,65, v/v/v)

3 Rimpang Temulawak (Curcumae rhizoma) Kloroform – metanol (97:3, v/v)


dan Herba Brotowali (Tinosporae herba)
4 Herba Pegagan (Centella herba) dan Diklorometana – metanol – air
Biji Jintan Hitam (Nigellae sativae semen) (14:6:1, v/v/v)

5 Daun Jati Belanda (Guazumae folium) dan 2-propanol – etil asetat – air –
Daun Sena (Cassiae angustifoliae folium) asam asetat (8:8:5:0,2, v/v/v)

Metode KLT tersebut telah berhasil digunakan untuk konfirmasi identitas jenis
tanaman dalam produk obat tradisional yang mengandung 2 campuran tanaman.
PROFIL KROMATOGRAM/FINGERPRINT
BEBERAPA TANAMAN OBAT BAHAN ALAM

RINGKASAN

Beberapa tanaman Obat Bahan Alam banyak digunakan dalam produk obat bahan alam
berupa simplisia / ekstrak. Untuk mencegah pemalsuan komponen penyusun produk,
perlu ditetapkan standardisasi kualitas simplisia/ekstrak.Oleh karena itu Badan POM
perlu menerapkan standar untuk bahan baku tersebut Pada penelitian ini ada 20 jenis
simplisia tanaman obat yang diteliti yang diperoleh dari berbagai daerah di pulau Jawa
seperti : Solo, Bandung, Bogor, dan Jogjakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh profil kromatogram(fingerprint) Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) dan KLT scanner denganmengidentifikasi suatu campuran dari obat
bahan alam melalui sidik jari (finger print) yang bermanfaat dalam mendukung program
pengembangan Obat asli Indonesia dalam rangka meningkatkan mutu pengawasan obat
bahan alam yang beredar di Indonesia.
Tahapan penelitian meliputi proses ekstraksi, analisis secara Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) yang dilanjutkan dengan photo documentary system dan KLT scanner. Profil
kromatogram secara KLT dianalisis pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm dan
profil kromatogramsecara KLT scanner dianalisis pada panjang gelombang maksimum
masing-masing senyawa marker . Kondisi optimum ekstraksi yang diperoleh adalah
sonikasi selama 5 menit pada suhu 60 0C dan disentrifus pada kecepatan 4000 rpm
selama 5 menit.Sedangkan kondisi fase gerak yang digunakan untuk masing-masing
tanamanyang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
No Nama Simplisia Fase gerak
1 Daun Sirih Toluen: Etil Asetat (7: 3 v/v)
2 Rimpang Temu Putih n-heksan: Etil Asetat (7: 3 v/v)
3 Akar Pasak Bumi Kloroform: Metanol (9: 1 v/v)
4 Herba Meniran Kloroform: Asetonitril: Metanol: Asam
Formiat (60:30:10:0,5 v/v/v)
5 Kayu Secang Kloroform: Asetonitril: Metanol :Asam
Formiat (60:30:10:0,5 v/v/v)
6 Rimpang Temu Giring Toluen: Etil Asetat: Metanol: Asam
Formiat (50: 40: 10: 0,5 v/v/v)

7 Rimpang Lempuyang Gajah Kloroform: Metanol (95 : 5 v/v)


8 Rimpang Temulawak Kloroform: Metanol (97:3 v/v)
9 Herba Pegagan Diklorometan: Metanol: Air (14:6:1 v/v/v)
10 Daun Jinten Kloroform: Metanol: Air (45:15:2 v/v/v)
11 Herba Sambiloto Toluen: Etil Asetat: Asam Format
(30 : 27 : 3 v/v/v)
12 Rimpang Temu Kunci n-heksan: Etil Asetat (8: 2 v/v)
13 Daun Tapak Liman n-heksan: Kloroform (1: 9 v/v)
14 Buah Kayu Putih n-heksan: Etil Asetat (7: 3 v/v)
15 Biji Kedawung Toluen: Metanol (9: 1 v/v)
16 Rimpang Kecur n-heksan: Etil Asetat (9: 1 v/v)
17 Daun Salam Asam Format: Etil Asetat: Diklormetan
(0,5: 4,5: 6 v/v/v)
18 Daun Jambu Mede n- heksan: Etil Asetat (6: 4 v/v)
19 Biji Pala Toluen: Etil Asetat (8: 2 v/v)
20 Herba Seledri Siklo heksan: Toluen: Etil Asetat (1: 5: 4
v/v/v)

Hasil profil kromatogram/ finger print 20 tanaman obat bahan alam tersebut diatas dapat
digunakan untuk “Atlas Profil Kromatogram (Fingerprint) Tanaman Obat Indonesia”
volume II yang sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas pengawasan obat
herbal. Disamping itu juga dapat dimanfaatkan oleh industri obat tradisional untuk
memelihara standar mutu produknya.

Kata kunci : Fingerprint, tanaman obat bahan alam, KLT


RISET IRITASI KULIT SECARA IN VITRO TERHADAP KOSMETIK YANG
MENGANDUNG PEMUTIH

Kosmetik termasuk sediaan farmasi yang pembuatannya harus mengikuti persyaratan


keamanan dan kemanfaatan sesuai Undang-Undang Kesehatan serta Peraturan
Pelaksanaannya (Permenkes Nomor 72 Tahun 1998). Kosmetik merupakan suatu produk
yang mengandung berbagai macam zat aktif yang digunakanpada bagian luar badan
(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan melindungi supaya tetap
dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati
atau menyembuhkan suatu penyakit. Namun, kandungan zat tertentu pada produk
kosmetik justru dapat menyebabkan iritasi yang memicu tumbuhnya jerawat dan
menyebabkan timbulnya masalah kulit. Ada dua tipe reaksi yang disebabkan oleh
paparan kosmetik, yakni iritasi kulit dan alergi kulit. Keduanya ditandai oleh area
peradangan (kulit kemerahan, gatal, dan bengkak), tetapi iritasi kulit lebih sering terjadi
daripada alergi.
Tujuan dilakukannya riset ini adalah untuk pengembangan metode uji iritasi kulit secara in
vitro khususnya untuk kosmetik yang pada awalnya dilakukan dengan metode in vivo
dalam rangka menunjang kebijakan pengawasan obat dan makanan.Oleh karena itu,
pada tahun anggaran 2012 PROM melakukan riset iritasi kulit secara invitroterhadap
kosmetik yang mengandung pemutih. Riset ini dilakukan karena sesuai dengan European
Union Cosmetic Regulation, bahwa sejak tahun 2004 tidak boleh menggunakan hewan
(in vivo) untuk uji produk kosmetik dan mulai tahun 2015 di Indonesia akan dilarang
menggunakan hewan coba untuk pengujian kosmetik sehingga harus dikembangkan uji
alternatif yaitu menggunakan jaringan kulit buatan ataupun uji secarain vitro lainnya.
Pada riset ini digunakan jaringan kulit sintetis yang sudah tervalidasi yaitu Skinethic Skin
Irritation Test-42bis Using the Reconstructed Human Epidermis (RHE) model dari SkinEthic
laboratories, dengan prinsip pengukuran viabilitas sel menggunakan metode MTT yang
diukur menggunakan alat ellisa reader pada panjang gelombang 570 nm. Sampel
diperlakukan sterilisasi dengan dan tanpa penyinaran sinar UV.
Dari hasil riset iritasi kulit secara in vitro terhadap 4 jenis kosmetik pemutih yang meliputi :
1. Sampel berupa salep yang mengandung hidroqinon 4%
2. Sampel berupa lotion yang mengandung air purifikasi, propilen gliko, asam
laktat, poliisobutena terhidrogenase, trietanolamin, alkohol, dl-pantenol,
polisorbat 20, isopropil palmitat, tokoperil asetat, diazolidinil urea, propil
paraben, hidroksi etil selulosa, hidroksi propil metil selulosa, n-butil resorsinol,
retinol dan metil paraben.
3. Sampel berupa serum yang mengandung air, gliserin, etil heksil salisilat, niasinamid,
butil metoksidibenzoilmetan, isopropil isostearat, oktokrilen, hidroksi etil akrilat/ sodium
akriloildimetil taurat kopolimer, asam fenilbenzimidazol sulfonat, polietilen,
isoheksadekana, trietanolamin, benzil alkohol, pantenol, tokoferil asetat, stearil alkohol,
behenil alkohol, setil alkohol, etil paraben, fragrance, polisorbat 60, karbomer, steril
alkohol, polyethylene, isohexadecane, triethanolamine, benzyl alcohol, panthenol,
tocopheryl acetate, stearyl alcohol, behenyl alcohol, cetyl alcohol, ethylparaben,
fragrance, polysorbate 60, carbomer, cetearyl alcohol, cetearyl glucoside,
methylparaben, peg-100 stearate, propylparaben, disodium edta, linalool,
hydroxyisohexyl 3-cyclohexene carboxaldehyde, butylphenyl methylpropional, butylene
glycol, propylene glycol, benzyl salicylate, citronellol, alpha-isomethyl ionone,
ammonium polyacrylate, aloe barbadensis leaf extract, milk lipids, morus alba root
extract, coix lacryma-jobi ma-yuen seed extract, ceramide 3, ci 77891, ci 19140.
4. Sampel berupa lotion yang mengandung air, sikloheksasilosan oktokrilen, gliserin,
asam fenilbenzimidazol sulfonat, trietanolamin, setil alkohol, poliakrilodimetil taurat,
peg-100 stearate, polisorbat 60, gliseril stearat,asam terpalidin dikampor sulfonat,
kopolimer akrilat, asam stearat, disodium edta, mika, kalsium panten sulfonat, asam
kaprilol salisilat, askorbil glukosit, sodium sitrat, diazolidin urea, metilparaben,
propilparaben, titanium dioksid CL 77891, parfum, limone, linalol, hydroxyisohexyl 3-
cyclohexene carboxaldehyde, citronellol, benzyl benzoat, alpha-isomethyl ionone.
Ada satu yang menyebabkan iritasi terhadap kulit yaitu sampel yang mengandung retinol
(sampel 2), dan sterilisasi produk dengan sinar UV tidak berpengaruh terhadap sifat iritan
produk kosmetik
RISET EFEK MUTAGENIK TERHADAP ALAT KESEHATAN

Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Permenkes No 1190/
Menkes/Per/VIII/ 2010).
Tujuan dilakukan riset efek mutagenik terhadap alat kesehatan ini adalah untuk
mengetahui keamanan alat kesehatan yang digunakan oleh masyarakat, baik yang
digunakan oleh masyarakat dibawah pengawasan tenaga medis seperti penggunaan
NGT (NasoGastric Tube) pada pasien rawat inap, tanpa pengawasan tenaga medis
seperti penggunaan IUD (Intra Uterine Device)ataupun diantara keduanya yaitu kateter
tenchkoff pada pasien gagal ginjal. Penggunaan alat kesehatan dalam jangka waktu
lama, tentulah akan membuat suatu reaksi antara alat kesehatan dengan sel didalam
tubuh. Reaksi ini dapat bersifat positif maupun negatif. Reaksi negatif salah satunya
adalah kemungkinan alat kesehatan ini mampu mengeluarkan partikelnya yang bersifat
mutagen. Partiket yang bersifat mutagen ini berpotensi untuk menimbulkan bermacam
penyakit diantaranya adalah kanker.
Salah satu cara untuk mengetahui apakah suatu bahan bersifat mutagenik adalah
dengan melakukan uji mutagenisitas menggunakan metode Ames. Pada penelitian ini
dilakukan uji mutagenisitas menggunakan Metode Ames MPF (microplate format),
metode ini merupakan pengembangan dari metode Ames konvensional, pada metode
Ames MPF digunakan microplate, sehingga lebih mudah dalam pengerjaannya dan lebih
efisien. Metode Ames ini menggunakan bakteri yang sudah dimutasi sehingga tidak
mampu mensintesa asam amino esensial yaitu histidin, biotin atau triptofan untuk
pertumbuhannya. Bila bahan uji yang bersifat mutagen dipaparkan pada bakteri Ames,
maka bakteri tersebut akan mengalami mutasi balik dan kembali pada wildtype, dengan
demikian gen his dan gen trp yang termutasi akan mengalami mutasi balik, sehingga
kembali normal dan bakteri uji dapat mensintesis sendiri histidin, biotin atau triptofan yang
dibutuhkan dalam pertumbuhannya, yang ditunjukkan dengan pertumbuhan bakteri di
dalam media yang miskin histidin, biotin atau triptofan.
Dari hasil riset efek mutagenik dengan metode Ames terhadap 3 jenis alat kesehatan
yaitu :
1)NasoGastric Tube (NGT) merk A,
2) Intra Uterine Device(IUD) merk B
3) kateter tenchkoff merk C
Dan terhadap 3 strain bakteri :
1)Ames (Salmonella Thyphimurium TA100
2)TA98 dan E.coli uvrA), pada dosis 50 mg/kg (NGT, kateter tenchkoff) dan 100 mg/kg
(IUD) yang diekstraksi dengan salin dan DMSO dengan dan tanpa penambahan
lyophilized rat liver S9 didapat hasil bahwa tidak ditemukan pertumbuhan koloni revertan
sebanyak 2 kali base line, sehingga dapat disimpulkan bahwa NGT, IUD, kateter
tenchkoff tidak bersifat mutagenik.
RISET EFEK MUTAGENIK TERHADAP PRODUK GMO

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia, maka diperlukan semakin banyak
pula jumlah pangan yang dikonsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan yang semakin
membesar maka dibutuhkan pula kemajuan teknologi dalam bidang pertanian, sehingga
produktivitasnya meningkat. Salah satu kemajuan dibidang bioteknologi adalah
terciptanya produk rekayasa genetik atau produk GMO (Genetically Modified Organism).
GMO didefinisikan sebagai organisme yang telah mengalami perubahan pada materi
genetiknya, baik melalui penyisipan (insertion) maupun penghapusan (deletion) satu atau
beberapa fagmen DNA dengan menggunakan teknik-teknik dalam rekayasa genetika.
Teknik yang digunakan dalam hal ini adalah teknik DNA rekombinan, yaitu teknik
menggabungkan molekul-molekul DNA dari sumber yang berbeda menjadi satu molekul
sehingga diperoleh organisme dengan sifat fenotip yang diinginkan.
Tujuan dilakukan riset efek mutagenik terhadap produk GMO ini adalah untuk mengetahui
keamanan produk GMO, dimana wacana mengenai keamanan produk berteknologi GMO
inipun masih gencar diperdebatkan, baik pengaruhnya terhadap kesehatan manusia
maupun terhadap kelestarian lingkungan. Sedangkan publikasi tentang efek buruk dari
penggunaan GMO ini jarang sekali ditemukan, hanya ada beberapa artikel yang
menyebutkan bahwa produk asal GMO ini menyebabkan gangguan pencernaan dan
alergi.
Pada penelitian ini dilakukan uji mutagenisitas menggunakan Metode Ames MPF
(microplate format), metode ini merupakan pengembangan dari metode Ames
konvensional, pada metode Ames MPF digunakan microplate, sehingga lebih mudah
dalam pengerjaannya dan lebih efisien. Metode Ames ini menggunakan bakteri yang
sudah dimutasi sehingga tidak mampu mensintesa asam amino esensial yaitu histidin,
biotin atau triptofan untuk pertumbuhannya. Bila bahan uji yang bersifat mutagen
dipaparkan pada bakteri Ames, maka bakteri tersebut akan mengalami mutasi balik dan
kembali pada wildtype, dengan demikian gen his dan gen trp yang termutasi akan
mengalami mutasi balik, sehingga kembali normal dan bakteri uji dapat mensintesis
sendiri histidin, biotin atau triptofan yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya, yang
ditunjukkan dengan pertumbuhan bakteri di dalam media yang miskin histidin, biotin atau
triptofan.
Dari hasil riset efek mutagenik menggunakan metode Ames MPF terhadap 3 produk
pangan yang diduga mengandung GMO yang meliputi: keripik kentang yang berkode MP,
sereal jagung yang berkode KCF dan susu bayi soya yang berkode NSterhadap 3 strain
bakteri Ames (Salmonella Thyphimurium TA100, TA98 dan E.coli uvrA), pada dosis 5000,
2500, 1250, 625, 313 dan 156 µg/mL yang diekstraksi dengan salin dan DMSO dengan
dan tanpa penambahan lyophilized rat liver S9 didapat hasil bahwa tidak ditemukan
pertumbuhan koloni revertan sebayak 2 kali base line, sehingga dapat disimpulkan bahwa
keripik kentang (MP), sereal jagung (KCF) dan susu bayi soya (NS)tidak bersifat
mutagenik.
RISET GENOTOKSISITAS MENGGUNAKAN ALAT FLOWCYTOMETER

Riset genotoksisitas merupakan pengujian secara in vitro dan in vivo yang dirancang
untuk mendeteksi produk/senyawa/zatyang dapat menyebabkan kelainan genetik dengan
berbagai mekanisme. Adanya kelainan genetik ini dapat mengakibatkan berbagai macam
penyakit tergantung lokasi kelainan genetik yang terjadi. Jika terjadi pada sel somatik,
maka dapat mengakibatkan penyakin kanker, kardiovaskuler dan penuaan. Sedangkan
jika terjadi pada sel germinal akan mengakibatkan kemandulan, penyakit genetik seperti
cystic fibrosis, sickle cell anemia dan hemofilia.
Menurut European Medicines Agency (EMEA, 2007), diperlukan uji genotoksik terutama
untuk produk/senyawa/zat yang terindikasi mampu menyebabkan mutasi gen. Mutasi gen
(mutagen) sendiri dapat dideteksi dengan menggunakan Ames test. Uji mutagen dengan
ames test baru memberikan gambaran awal dari sifat mutagen suatu
produk/senyawa/zat, karena ames test menggunakan bakteri yang bersifat prokariyot,
sedangkan manusia bersifat eukariyot.
Tujuan dilakukan riset genotoksik ini adalah terhadap untuk mengetahui keamanan
produkalat kesehatan, dan merupakan salah satu aspek keamanan yang harus dinilai
yaitu sifat genotoksiknya, produk/senyawa/zat yang bersifat mutagen secara ames test.
Uji genotoksik dilakukan dengan cara memejankan produk/senyawa/zat kepada tikus,
baik secara akut maupun kronis, kemudian diakhir pengujian diambil darah tikus untuk
melihat terjadi displace kromatin, yang merupakan hasil dari rusak atau hilangnya
kromosom. Jika terjadi kerusakan atau hilangnya kromosom, maka sel akan membentuk
inti sekunder (mikronukleus) diluar inti utama pada sel yang membelah saat telofase.
Mikronukleus terbentuk secara spontan, tetapi jumlah mikronukleus yang tinggi dalam sel
mengindikasikan adanya paparan dari senyawa genotoksik. Mikronukleus biasanya
terlihat pada sel darah merah (eritrosit) yang kekurangan DNA. Adanya mikronukleus
dapat dideteksi dengan menggunakan flowcytometry. Flowcytometry adalah alat yang
mampu mengukur partikel secara individual.
BAHAN BAKU PEMBANDING KIMIA

Tahun 2012 Bidang Terapetik melakukan kegiatan pembuatan Baku Pembanding Kimia,
berdasarkan kebutuhan bahan baku pengujian di Balai Pengawas Obat dan Makanan di
seluruh Indonesia, yang diperoleh dari list rating kebutuhan bahan baku pembanding
berdasarkan pada hasil evaluasi kebutuhan Balai POM. Penetapan prioritas dilakukan
berdasarkan :

a. Baku pembanding yang dibutuhkan untuk pengujian.


b. Ketersediaan bahan baku (raw material) pada distributor.
c. Kemampuan uji periset PROM
d. Fasilitas laboratorium PROM.
Adapun pembuatan 10 (sepuluh) bahan baku pembanding kimia yang dapat dilakukan
yaitu : Methylisothiazolinone, Benzalkonium chloride, Triclocarban, Bithionol, Butyl
methoxy dibenzoylmethane, Phytonadione, Dehydro acetic acid, Iodo Propynyl Butyl
carbamate, Benzil alcohol dan Triethanolamine.
Bahan baku pembanding Kimia Methyl isothiazolinone digunakan sebagai pembanding
dalam identifikasi secara spektrofotometri inframerah, spektrofotometer ultraviolet dan
kromatografi cair kinerja tinggi. Serapan spektrofotometer ultraviolet : larutan baku primer
dan bahan baku Methyl isothiazolinone dalam metanol (0,0004 % ) menunjukkan serapan
maksimum pada panjang gelombang 276 nm. Serapan jenis baku primer (A 1%, 1 cm)
pada panjang gelombang maksimum adalah 217 - 221 nm (n=9; RSD= 0.873%).
Sedangkan serapan jenis bahan baku pada panjang gelombang maksimum 276 adalah
214 - 219 (n=9; RSD= 1.075%). Sedangkan identifikasi menggunakan kromatografi cair
kinerja tinggi : larutan baku primer dan bahan baku Methyl isothiazolinone dalam
methanol (1: 50.000) diperoleh pemisahan yang terbaik dengan menggunakan kolom
Oktadesilsilana (L1); 250 x 4,6 mm; 5 μm; fasa gerak : Asetonitril : 0,05 M KH2PO4
(30:70 v/v), pada panjang gelombang : 268 nm, laju alir: 1,0 ml/min, volume penyuntikan
0
: 20 µL dan temperatur 40 C . Waktu retensiyang diperoleh baku primer dan bahan
baku Methyl isothiazolinone pada menit : 5.48.
Serapan spektrofotometer ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Benzalkonium
chloride (0,025%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 269 dan
270 nm. Serapan jenis baku primer (A 1%, 1 cm) pada panjang gelombang maksimum
168 - 169 nm (n=9; RSD= 0.33%). Sedangkan serapan jenis bahan baku pada panjang
gelombang maksimum adalah 208 - 216 nm (n=9; RSD= 1.63 %).
Serapan spektrofotometer ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Triclocarban
(0,08%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 340 nm.
Serapan spektrofotometri ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku bithionol dalam
metanol (0.02%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 307 nm.
Serapan jenis baku primer (A 1%, 1 cm) pada panjang gelombang maksimum adalah
247-249 (n=9; RSD=0.328%). Sedangkan serapan jenis bahan baku bithionol pada
panjang gelombang maksimum adalah 249 (n=9; RSD=0.126).
Serapan spektrofotometri ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Butyl
Methoxydibenzoylmethane dalam metanol (0.02%) menunjukkan serapan jenis baku
primer (A 1%, 1 cm) pada panjang gelombang maksimum adalah 357 nm (n=5;
RSD=0.002%). Sedangkan serapan jenis bahan bakuButyl Methoxydibenzoylmethane
pada panjang gelombang maksimum adalah 357 (n=5; RSD=0.092).
Serapan spektrofotometer ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Phytonadione,
dalam metanol (0,2 % ) menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang
249.20 nm.
Serapan spektrofotometer ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Dehydro
acetic acid, dalam metanol (0,5 % ) menunjukkan serapan maksimum pada panjang
gelombang 307.80 dan 308.20 nm.
Serapan spektrofotometri ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Iodo Propynyl
Butyl carbamate dalam metanol (0.02%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang
gelombang 226 nm dan 339.60.
Serapan spektrofotometri ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Benzil alcohol
dalam metanol (0.4%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 268
dan 269.50 nm. Serapan jenis baku primer (A 1%, 1 cm) pada panjang gelombang
maksimum adalah 149 (n=9; RSD=0.55%). Sedangkan serapan jenis bahan baku
bithionol pada panjang gelombang maksimum adalah 138 (n=9; RSD=0.12).
Serapan spektrofotometri ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku
Triethanolamine.dalam metanol (0.4%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang
gelombang 270 nm.
RISET PENGEMBANGAN METODE ANALISIS BENZO[A]PYRENE
DALAM PRODUK TEMBAKAU MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS
SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS)

Teknologi riset pengembangan metoda analisis benzopyrene dalam produk tembakau


berkembang sangat dinamis seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasi
teknologi. Menyikapi perkembangan tersebut, aspek keamanaan bagi kesehatan manusia
perlu diperhatikan. Oleh karena itu peraturan pemerintah untuk menjamin keamanan
produk tembakau tersebut diterapkan dengan benar. Dalam implementasi peraturan
tentang rokok, PROM telah melakukan riset pengembanagan metode analisis
benzopyrene dalam produk tembakau dengan menggunakan kromatografi gas
spektorofotometri massa (GC-MS). Metode analisis yang dikembangkan adalah dengan
menggunakan sikloheksan sebagai pelarut pada produk tembakau dan melakukan
ekstraksi, preparasi clean up (SPE) dan derivatisasi.

Berdasarkan Peraturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan validasi metode tersebut
agar tersedia metode analisis benzopyrene yang valid (absah) dan terpecaya.

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yitu tahap : persiapan, validasi metode
benzopyrene analisis dan pengujian sampel rokok. Instrumen yang digunakan untuk
menguji keberadaan senyawa benzopyrene adalah Gas Chromatography-Mass
Spektrometer (GC-MS) dengan sikloheksan sebagaipelarut dan benzopyrene – d12
sebagai baku internal. Parameter validasi yang diuji adalah Limit of Detection (LOD) dan
Limit of Quantitation (LOQ), linearitas, kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision),
dan spesifisitas (selektivitas).

Hasil analisis uji benzopyrene pada produk tembakau dari sampel menunjukkan sampel
memiliki konsentrasi 17,171 ng/cig diatas nilai benzopyrene maksimum yang diijinkan
oleh WHO dengan nilai berkisar antara 0.01 ng/cig.
VALIDASI METODE ANALISIS S. aureus, Listeria monocytogenes DAN E.
coli
DALAM PANGAN DENGAN MENGGUNAKAN REAL TIME PCR

Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 Tentang


Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan
menyatakan bahwa pangan tercemar adalah pangan yang mengandung bahan
beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau
jiwa manusia.

Salah satu kejadian luar biasa yang ditangani oleh Badan POM adalah KLB Keracunan
Pangan. Pusat Riset Obat dan Makanan yang salah satu fungsinya adalah
mendukung program pengawasan keamanan pangan, perlu mengembangkan lebih
lanjut kajian dan penelusuran mikroba patogen penyebab keracunan pada
pangan.Salah satu metoda yang telah dikembangkan adalah menggunakan teknik
Polymerase Chain Reaction (PCR).

Tujuan riset pada tahun 2012 adalah (1) mengembangkan metode analisa tervalidasi
yang dapat mengisolasi dan mengamplifikasi DNA mikroba patogen Staphylococcus
aureus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli dari susu cair dengan cara
penggunaan primer spesifik dan probe untuk meningkatkan akurasi hasil PCR dan (2)
optimasi suhu annealing, konsentrasi primer dan probe untuk memperoleh hasil
maksimal dalam proses amplifikasi PCR. Penggunaan bakteri ini disertai pula bakteri
kontrol dan akan digunakan untuk uji spesifisitas. Ekstraksi DNA dilakukan
menggunakan metode kit komersial (Qiagen) terhadap mikroba patogen Gram positif
dan bakteri Gram negatif. Selanjutnya bakteri patogen tersebut ditelusuri kembali
dengan menggunakan alat Real TimePolymerase Chain Reaction dan dilakukan
validasi metodenya.
Hasil optimasi konsentrasi primer dan probe L.monocytogenes dan E.coli O157:H7,
menunjukkan hasil nilai CT pada konsentrasi 100nM. DNA S.aureus yang belum
teramplifikasi kemungkinan tidak adanya produk PCR karena kondisi PCR yang belum
optimal atau tidak adanya DNA. Limit deteksi (LOD) untuk Listeria monocytogenes
adalah 1,30 copy/ml (R2 = 0,999) dan efesiensi 101,14; LOD untuk E. coli 0157:H7
adalah 1,34 copy/ml (R2 = 0,960) dengan efisiensi 82,60 dan LOD untuk S. aureus
adalah 1,34 copy/ml (R2 = 0,922).
PENGEMBANGAN METODE DETEKSI MIKOTOKSIN PADA PANGAN
(Patulin)

Peningkatan kejadian foodborne diseases di banyak negara pada abad belakangan ini,
berhubungan erat dengan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme pada pangan.
Perhatian khusus pada pangan sering difokuskan pada bahaya mikroorganisme, residu
pestisida, penggunaan yang berlebih dalam penyalahgunaan bahan tambahan pangan,
kontaminasi bahan kimia termasuk toxin biological dan sebagainya.Seperti halnya bakteri,
fungi mikrokospik juga dapat menyebabkan penyakit yang dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu infeksi kapang atau fungi mikrokospik yang disebut mikosis dan
mikotoksikosis atau intoksikasi yang disebabkan oleh tertelannya suatu hasil metabolisme
beracun dari kapang atau fungi. Dari kedua golongan ini, hanya mikotoksikosis yang
mungkin disebarkan melalui pangan dan racun yang diproduksi oleh kapang dan fungi
inilah yang disebut mikotoksin.

Salah satu jenis mikotoksin adalah patulin, yang dihasilkan oleh spesies tertentu dari
Penicillium, Aspergillus dan Byssochlamys. Penicillium expansum adalah jamur yang
paling umum terisolasi dari apel yang membusuk dan menyebabkan busuk selama
penyimpanan. Patulin telah dilaporkan mutagenik dan menyebabkan neurotoksik, efek
immunotoksik, genotoksik dan gastrointestinal pada hewan pengerat. Karena
toksisitasnya, Gabungan Food Agricultural Organization (FAO)/World Health Organization
(WHO) Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah menetapkan Provisional
Maximum Tolerable Daily Intake (PMTDI) untuk patulin dari 0,4 µg/kg berat badan/hari
(WHO, 1995). Jus dari buah matang apel merupakan sumber utama patulin, yang
biasanya disimpan pada suhu rendah sebelum pengolahan. Bahkan pada suhu di bawah
5°C beberapa spesies Penicillium dapat tumbuh dan menghasilkan patulin. Kontaminasi
patulin pada apel biasanya dikaitkan dengan daerah jaringan lunak dan meskipun
menghilangkan jaringan busuk dari buah dapat mengurangi tingkat patulin, penetrasi
tetap terjadi sampai kira-kira 1 cm ke dalam jaringan di sekitarnya (Welke et al., 2009).
WHO telah menetapkan konsentrasi maksimum yang dianjurkan adalah 50 µg/L patulin
dalam jus apel. Selain itu, setidaknya 15 negara Eropa telah menetapkan batas-batas
peraturan untuk patulin dalam berbagai makanan, biasanya apel dan produk apel,
menggunakan batas yang sama dari 50 µg/kg (FAO, 1996). Uni Eropa menetapkan
tingkat maksimum yang diperbolehkan untuk produk apel yang ditujukan untuk bayi dan
anak kecil adalah 10 µg/kg (The Commission of the European, 2006).
Penelitian pengembangan metode deteksi mikotoksin pada sampel pangan ini dibatasi
pada pengembangan metode analisis patulin yang terdapat pada jus apel.Tujuan umum
penelitian ini adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya patulin di dalam jus apel
dan memberikan gambaran tentang kontaminasi patulin pada jus apel di
Indonesia.sedangkan tujuan khusus adalah tersedianya metode preparasi sampel dan
metode analisis yang tervalidasi patulin pada jus apel.
Metode analisis cemaran patulin pada sampel pangan jus apel yang dikembangkan oleh
Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) telah divalidasi berdasarkan tujuh parameter
validasi, yaitu Uji kesesuaian Sistem (UKS), Spesifisitas, Linieritas, Keseksamaan
(presisi), kecermatan (akurasi) dan LOD. Hasil validasi metodepatulin pada jus apel yang
digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengujian berada dalam rentang
penerimaan; (i) nilai Resolusi (R) analit 2000 (syarat keberterimaan >1.5), (ii)efisiensi
kolom untuk analit 2500 (syarat keberterimaan > 2000), (iii) faktor ikutan (tailing factor)
1.5 (syarat keberterimaan<2), (iv) SBR (Simpangan baku relative-RSD) pada 5 kali
penyuntikanulang 1.5 % (syarat keberterimaan <2 %). Pada uji spesifitas (i)tidak terjadi
interferensi dari puncak larutan baku, puncak dari larutan uji dan puncak dari larutan hasil
urai (metabolit),(ii) puncak pelarut terpisah dengan baik dari puncak analit, (iii) pada
penyuntikan campuran larutan uji dan larutan baku diperoleh satu puncak yang solid dari
analit yang diuji.

Kata kunci: mikotoksin, patulin, jus apel


RISET SITOTOKSISITAS TERHADAP ALAT KESEHATAN

Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Permenkes No 1190/
Menkes/Per/VIII/ 2010). International Standard mengeluarkan suatu pedoman yang
digunakan dalam uji keamanan alat kesehatan yang dituangkan dalam ISO 10993:
Biological evaluation of medical devices. Dimana pada pedoman ini disebutkan bahwa
untuk evaluasi keamanan alat kesehatan diperlukan beberapa pengujian antara lain:
Sitotoksisitas; Sensitisasi; Iritasi; Reaksi intrakutan; Toksisitas Sistemik;Toksisitas
subakut dan subkronik; Genotoksisitas;Implantasi; Kompatibilitas dengan darah.
Pesatnya perkembangan alat kesehatan dalam menunjang kesehatan perlu diiringi
dengan peningkatan pengawasan post market. Oleh karena itu dalam rangka menjamin
keamanan alat kesehatan, Badan POM telah dan akan terus meningkatkan pengawasan
alat kesehatan setelah produk tersebut beredar di pasaran. Untuk itu tahun anggaran
2012 ini melalui Pusat Riset Obat dan Makanan khususnya bidang Toksikologi akan
melakukan Riset Toksisitassecara In Vitro terhadap Alat Kesehatan yang beredar di
pasaran. Riset toksisitas secara in vitro ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keamanan
alat kesehatan terhadap sel manusia.
Adapun tujuan dilakukannya riset sitotoksisitas terhadap alat kesehatan ini adalah untuk
mengetahui respon dari sel ketika kontak langsung dengan sediaan uji. Selain itu, uji ini
juga dapat digunakan untuk mengestimasi dosis awal pada uji toksisitas akut secara oral
(Wilson, 2008), juga berguna untukmenentukan kadar senyawa atau zat sitotoksik yang
dapat menghambat pertumbuhan sel sampai 50% / IC50 (Inhibition Concentration-50).
Dari hasil riset sitotoksisitas menggunakan Vero cell dan BALB/3T3 cell clone A31
terhadap 6 jenis alat kesehatan yaitu NasoGastric Tube (NGT) merk A, Intra Uterine
Device(IUD) merk B dan kateter tenchkoff merk C, susuk KB merk D, disposable syrhing
merk E.
KAJIAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) :
“PEMBUATAN REAGEN KIT DALAM RANGKA PENINGKATAN FUNGSI DAN
KINERJA MOBIL LABORATORIUM KELILING”

Pusat Riset Obat dan Makanan dalam rangka peningkatan fungsi dan kinerja mobil
laboratorium keliling Badan POM, berperan untuk menyediakan peralatan yang
sederhana dan dengan cepat mampu menunjukkan hasil, yaitu perangkat uji cepat (rapid
test kit). Perangkat uji cepat untuk pengujian bahan berbahaya pada pangan yang
terdapat pada mobil laboratorium keliling masih merupakan perangkat uji cepat komersial,
sehingga perlu ketersediaan perangkat uji cepat yang efektif dengan efisien biaya.
Tujuan riset ini adalah untuk (1) meningkatkan pengawasan terhadap pangan jajanan
anak sekolah, (2) tersedianya reagen kit untuk pengujian formalin, boraks, rhodamin B
dan metanil yellow pada pangan jajanan anak sekolah, dan (3) tersedianya pedoman
atau tata cara penggunaan reagen kit .
Sampel pangan jajanan anak sekolah antara lain mie, bakso, es kelapa, es potong,
kerupuk, es sirup dan jelly. Metode yang digunakan adalah uji pendahuluan terhadap
beberapa metode dalam protokol untuk masing-masing senyawa target dengan prinsip uji
kimia analisis semi mikro, selanjutnya dilakukan optimasi metode dan penentuan LOD.
Reagen untuk formalin adalah phenylhydrazine hydrochloride dengan LOD 5 ppm, untuk
boraks adalah kertas kurkumin dengan HCl 3 N dan LOD yang diperoleh 50 ppm, untuk
metanil yellow digunakan benang wol yang dididihkan dengan NaOH 40% dan
direaksikan dengan HCl 50% dengan LOD yang diperoleh 2 ppm, dan untuk rhodamin B
digunakan antimony (III) chloride 1% dan HCl dengan LOD 0,5 ppm.

Anda mungkin juga menyukai