1
SKENARIO
NYERI PANGGUL
Seorang perempuan berusia 60 tahun datang ke UGD Rumah Sakit dengan keluhan
nyeri panggul kanannya setelah jatuh di kamar mandi. Sejak terjatuh tidak mampu berdiri
karena rasa nyeri yang sangat pada panggul kanannya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum sakit berat, merintih kesakitan, compos mentis.Tekanan darah 140/90 mmHg,
denyut nadi 104x/menit, frekuensi napas 24x/menit. Terdapat hematom pada art. coxae dextra
posisi tungkai atas kanan sedikit fleksi, abduksi, dan eksorotasi. Ditemukan krepitasi tulang
dan nyeri tekan juga pemendekan ekstremitas. Gerakan terbatas karena nyeri. Neurovaskular
distal baik. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan fraktur femoris tertutup. Dokter
menyarankan untuk dilakukan operasi.
KATA SULIT
PERTANYAAN
2
JAWABAN
3
HIPOTESIS
Fraktur adalah pecahnya suatu bagian terutama tulang yang dapat disebabkan oleh
kecelakaan dengan trauma langsung maupun tidak langsung. Kepadatan tulang
mempengaruhi besarnya resiko fraktur, misalnya pada tulang femur. Fraktur pada femur
menimbulkan gejala nyeri tekan,gerakan terbatas,krepitasi tulang,pemendekan tulang,dan
vital sign meningkat. Pemeriksaan yang dilakukan adalah look,feel,movement dan dapat
ditangani dengan airway,breathing,circulation.
SASARAN BELAJAR
4
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Articulatio Coxae
1.1 Makroskopis
Articulatio coxae berada di antara caput femoris dan acetabulum. Jenis
sendinya berupa enarthrosis spheroidea. Penguat dari sendi tersebut adalah tulang
rawan pada facies lunata. Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang
terdiri dari jaringan ikat fibrosa. Ia berjalan dari pinggir acetabulum menyebar ke
latero-inferior mengelilingi collum femoris dan akhirnya melekat pada linea
intertrochanterica bagian depan dan pertengahan bagian posterior collum femoris (11
jari diatas crista intertrhrocanterica). Bagian lateral dan distal collum femoris adalah
di luar capsula articularis.
Ligamen- ligamen pada sendi ini ialah:
Ligamentum iliofemorale yang berfungsi mempertahankan art. Coxae tetap
ekstensi, menghambat rotasi femur, mencegah batang badan berputar ke
belakang pada waktu berdiri sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi otot
untuk mempertahankan posisi tegak.
Ligamentum ischiofemorale yang berfungsi mencegah rotasi interna.
Ligamentum pubofemorale berfungsi mencegah abduksi, ekstensi, dan rotasi
externa. Selain itu diperkuat juga oleh Ligamentum transversum acetabuli dan
Ligamentum capitis femoris. Bagian bolong disebut zona orbicularis.
Gerakan pada pinggul sangatlah luas, terdiri dari fleksi, ekstensi, adduksi, abduksi,
sirkumdiksi, dan rotasi. Panjang leher femur dan tubuh tulang tersebut memiliki efek
besar dalam mengubah sudut gerakan fleksi, ekstensi, adduksi, dan abduksi sebagian
ke dalam gerakan berputar di sendi. Jadi ketika paha melakukan fleksi maupun
ekstensi, kepala femur berputar di dalam acetabulum hanya dengan sedikit meluncur
ke sana kemari. Kemiringan dari leher femur juga mempengaruhi gerakan adduksi
dan abduksi. Sedangkan rotasi pada paha terjadi karena adanya gerakan
meluncur/gliding dari kepala femur terhadap acetabulum.
5
Pada femur atau tulang paha terdiri dari bagian kepala dan leher pada bagian proksimal dan
dua condylus pada bagian distal. Kepala tulang paha akan membentuk sendi pada pinggul.
Bagian proksimal lainnya yaitu trochanter major dan trochanter minor menjadi tempat
perlekatan otot. Pada bagian proksimal posterior terdapat tuberositas glutea yakni permukaan
kasar tempat melekatnya otot gluteus maximus. Di dekatnya terdapat bagian linea aspera,
tempat melekatnya otot biceps femoris. Salah satu fungsi penting kepala tulang paha adalah
tempat produksi sel darah merah pada sumsum tulangnya. Pada ujung distal tulang paha
terdapat condylus yang akan membuat sendi condylar bersama lutut. Terdapat dua condylus
yakni condylus medialis dan condylus lateralis. Di antara kedua condylus terdapat jeda yang
disebut fossa intercondylaris.
6
1.2 Mikroskopis
Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix kolagen ekstraselular
(type I collagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini termineralisasi oleh deposit kalsium
hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi kaku dan kuat. Tulang panjang memiliki 2 struktur,
yaitu tulang kompakta dan tulang spongiosa. Tulang kompakta merupakan tulang padat, yang
terdiri atas serat kolagen yang tersimpan dalam lapisan-lapisan tipis yang disebut lamel.
Sedangkan untuk tulang spongiosa terdiri atas daerah yang saling berhubungan dan tidak padat
Tulang terdiri atas dua bagian yakni, diaphysis dan epiphysis. Diaphyisis lebih banyak
disusun oleh tulang kompakta, sedangkan bagian epiphysis lebih banyak disusun oleh tulang
spongiosa karena dapat melakukan pemanjangan (pertumbuhan).
7
Tulang kompakta memiliki lamellae yang tersusun dalam tiga gambaran umum yakni :
1. Lamelae sirkumfleksia sejajar terjadap permukan bebas periosteum dan endoosteum.
2. System Havers (osteon) sejajar terhadap sumbuh sejajar tulang kompakta. Lapisan
lamellar 4-20 tersusun secara konsentris disekitar ruang vascular.
3. System intersisial adalah susunan tidak teratur dari lamel – lamel, secara garis besar
membentuk segitiga dan segiempat.
Pada tulang kompakta juga terdapat kanal Havers, kanal Volkman, lacuna dan kanalikuli.
Tulang membentuk formasi endoskeleton yang kaku dan kuat dimana otot-otot skeletal
menempel sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan. Tulang juga berperan dalam
penyimpanan dan homeostasis kalsium. Kebanyakan tulang memiliki lapisan luar tulang
kompak yang kaku dan padat. Tulang dan kartilago merupakan jaringan penyokong sebagai
bagian dari jaringan pengikat tetapi keduanya memiliki perbedaan pokok antara lain :
a. Tulang memiliki system kanalikuler yang menembus seluruh substansi tulang.
b. Tulang memiliki jaringan pembuluh darah untuk nutrisi sel-sel tulang.
c. Tulang hanya dapat tumbuh secara aposisi .
d. Substansi interseluler tulang selalu mengalami pengapuran.
8
Terdapat dua macam proses penulangan:
1. Penulangan intramembranosa / desmal (tanpa dimulai dengan pembentukan tulang rawan)
2. Penulangan intrakartilaginosa / endokondral (dimulai dengan pembentukan tulang rawan)
Zona Istirahat : terdapat di lempeng epifisis,terdiri atas sel tulang rawan primitif yang
tumbuh kesegala arah
Zona proliferasi : terletak di metafisis,terdiri atas kondrosit yang membelah,dan
menghasilkan sel berbentuk gepeng atau lonjong yang tersusun berderet-deret
longitudinal seperti tumpukan uang logam,sejajar dengan sumbu panjang model
tulang rawan.
Zona maturasi dan hipertrofi kondrosit : ukuran kondrosit beserta lakunanya
bertambah besar
Zona klasifikasi : terjadi endapan kalsium fosfat didalam matriks tulang
tawan.Matriks menjadi basofil dan kondrosit banyak yang mati (perlekatan zat
kapur,nutrisi kurang)
Zona degenerasi : kondrosit berdegenerasi,banyak yg pecah,lakuna kosong dan saling
berhubungan satu dnegan yang lainnya.Daerah matriks yang hancur diisi oleh sel
osteoprogenitor
Zona penulangan (osifikasi) : sel progenitor yang mengisi lakuna yang telah kosong
berubah menjadi osteoblas,yang mulai mensekresi matriks tulang,sehingga
terbentuklah balok-balok tulang. (dihancurkan oleh osteoklas)
1.3 Kinesiologi
Gerak sendi
Fleksi : M. iliopsoas, M. pectineus, M. rectus femoris, M. adductor longus, M.
adductor brevis, M. adductor magnus pars anterior tensor fasciae latae.
Ekstensi : M. gluteus maximus, M. semitendinosis, M. semimembranosus, M.
biceps femoris caput longum, M. adductor magnus pars posterior.
Abduksi : M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. piriformis, M. sartorius,
M. tensor fasciae latae.
Adduksi : M. adductor magnus, M. adductor longus, M. adductor brevis, M.
gracilis, M. pectineus, M. obturator externus, M. quadratus femoris.
9
Rotasi medialis : M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. tensor fasciae latae,
M. adductor magnus (pars posterior).
Rotasi lateralis : M. piriformis, M. obturator internus, Mm. gamelli, M. obturator
Externus, M. quadratus femoris, M. gluteus maximus dan Mm. adductores.
Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri dari jaringan ikat fibrosa.
Capsula articularis berjalan dari pinggir acetabulum os.coxae menyebar ke latero-inferior
mengelilingi colum femoris untuk melekat ke linea intertrochanterica bagian depan dan
meliputi pertengahan posterior collum femoris kira-kira sebesar ibu jari diatas crista
trochanterica. Bagian dari lateral dan distal belakang colum femoris adalah extracapsular
articularis. Sehingga fraktur colum femoris dapat terjadi intracapsular dan extracapsular.
2.1 Definisi
Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya tulang atau pecah (ruptur) pada
tulang
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis
yang bersifat total maupun parsial.
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), merupakan fraktur dengan luka pada kulit
(integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau
membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi:
Grade I : luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak
Ekstensif.
Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.
1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
2. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
10
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
2.3 Etiologi
3.1 Definisi
Fraktur femoris adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis.
11
Klasifikasi fraktur collum femoris, yaitu:
1. Fraktur intrakapsular, fraktur ini terjadi di kapsul sendi pinggul
Fraktur capital : Fraktur pada kaput femur
Fraktur subkapital : Fraktur yang terletak di bawah kaput femur
Fraktur transervikal : Fraktur pada kolum femur
Klasifikasi Pauwel’s untuk fraktur kolum femur juga sering digunakan. Klasifikasi ini
berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi
tegak.
Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal pada posisi
tegak
Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
Tipe III : garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal pada posisi
tegak
12
3.2 Etiologi
Fraktur biasanya terjadi secara tiba-tiba dan dengan menggunakan kekuatan otot yang dapat
terjadi secara langsung (direct) atau tidak langsung (indirect).
Secara langsung (direct), yaitu tulang patah pada lokasi tubrukan; jaringan lunak juga
rusak. Patahan tulang secara langsung biasanya membagi tulang secara memanjang
atau melengkung diatas fulcrum sehingga tercipta patahan berbentuk kupu-kupu;
kerusakan diatas kulit biasa terjadi; jika terjadi tabrakan, pola fraktur akan
membentuk comminuted dengan kerusakan jaringan lunak yang parah.
Patahan tulang tidak secara langsung (indirect), yaitu tulang patah pada jarak tertentu
dari tempat tubrukan; kerusakan jaingan lunak pada patahan tulang idak dapat
dihindarkan.
3.3 Patofisiologi
Ketika terjadi patah tulang yang diakibatkan oleh truma, peristiwa tekanan ataupun patah
tulang patologik karena kelemahan tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh
darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan,
kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya.. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal
medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi
fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan
vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai
melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap
awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom
menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian
menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan
masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan
menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma
compartement.
13
14
3.4 Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak
ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak
satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-
x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
3.5 Pemeriksaan
15
Kebiasaan makan yang kurang dapat menyebabkan gangguan sistem endokrin,
kardiovaskular, dan gastrointestinal dan kehilangan tulang ireversibel. Dokter harus waspada
terhadap stres patah tulang dan memahami tanda-tanda yang mungkin terjadi dari trias atlet
wanita, terutama mencatat patah tulang yang tidak biasa yang terjadi karena trauma minimal.
Fitur umum untuk stres semua fraktur adalah sebagai berikut:
a. Partisipasi dalam kegiatan rutin
b. Onset nyeri yang membahayakan
c. Perubahan terbaru dalam aktivitas atau peralatan
d. Riwayat tidak pernah mengalami trauma
e. Nyeri dengan beban yang berat
f. Relief sakit dengan istirahat
g. Kelainan menstruasi
h. Predisposisi osteopenia
Pasien biasanya melaporkan riwayat nyeri panggul, pangkal paha, atau lutut nyeri yang
memburuk dengan olahraga. Ciri khas dari fraktur stres adalah riwayat nyeri setempat terkait
latihan yang keras dan dengan istirahat atau tetap dengan aktivitas kurang kuat. Nyeri semakin
memburuk dengan olahraga yang terus-menerus. Rasa sakit ini diakibatkan oleh karena
aktivitas berulang-ulang, dan berkurang dengan istirahat.
Pemeriksa harus menanyakan apakah gejala ini telah terjadi di masa lalu, dan, jika
demikian, apakah pasien mencoba menggunakan es atau panas atau obat (misalnya
asetaminofen, aspirin, obat anti-inflamasi nonsteroid [NSAIDs]). Pertanyaan yang harus
ditanyakan tentang partisipasi sebelumnya dalam program terapi fisik, dan dokter harus
berusaha untuk memahami rencana pengobatan yang digunakan.
Diagnosis banding
a. Osteitis Pubis
Osteitis pubis adalah peradangan simfisis pubis dan sekitarnya insersi otot. Osteitis
pubis biasanya dialami oleh atlet. Gejala yang muncul dari pubis osteitis dapat
hampir semua keluhan tentang pangkal paha atau perut bagian bawah serta
perbedaan panjang kaki.
http://www.orthoclinic.com.sg/wp-content/uploads/2013/10/osteitis_pubis.jpg
16
b. Slipped Capital Femoral Epiphysis
Slipped capital femoral epiphysis adalah ketidakstabilan growth plate (lempeng
pertumbuhan) femoralis proksimal. Ada pemisahan epiphysis femoralis proksimal
melalui pelat pertumbuhan sehingga menyebabkan selipan terjadi di atas epifisis.
http://www.orthopediatrics.com/binary/org/ORTHOPEDIATRICS/images/hipimages/child_hi
p_slipped_cfe_anatomy05.jpg
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00052
c. Snapping Hip Syndrome
Snapping Hip Syndrome atau Iliopsoas Tendinitis adalah suatu kondisi dimana
terdengar suara derik atau merasakan sensasi gertak di pinggul ketika sedang
berjalan, berlari, bangun dari kursi, atau mengayunkan kaki. Gertakan pinggul
terjadi akibat hasil dari kekakuan otot dan tendon di sekitar pinggul. Orang-orang
yang terlibat dalam olahraga lebih mungkin untuk mengalami patah pinggul. Penari
dan Atlet muda lebih rentan memiliki patah pinggul.
http://www.caringmedical.com/wp-content/uploads/2013/11/Snapping_Hip_syndrome.jpg
17
3.7 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi
dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi
terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur.
1. Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b. Immobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau
inernal.
1. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik
gips atau fiksator eksternal.
2. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai
inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di
butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik
10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2. Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
3. Memantau status neurologi.
4. Mengontrol kecemasan dan nyeri
5. Latihan isometrik dan setting otot
6. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
7. Kembali keaktivitas secara bertahap.
Operatif
Dapat dilakukan secara:
Terbuka
Menyayat kulit fascia sampai tulang yang patah. Pen dipasang secara retrograde
Tertutup
Tanpa sayatan di daerah patah. Pen dimasukkan melalui ujung trochanter major
dengan bantuan image intersifier.Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk ke
fragmen bagian distal
Indikasi operatif, apabila:
- Cara non operatif gagal
- Multiple fraktur
- Rupture A. femoralis
- Patologik fraktur
- Usia lanjut
18
Farmakologi
Obat-obatan seperti biphosphonates dapat meningkatkan densitas tulang sehingga
mengurangi resiko re-fracture. Kebanyakan obat-obatan ini diminum.
Efek samping : Nausea, nyeri abdominal, dan inflamasi pada esofagus.
Farmakokinetik : Oral, jika intoleran dapat digunakan IV tubing.
2.8 Komplikasi
Kompikasi Umum :
a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal kejaringan
yang rusak.
b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk
kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan
kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran
darah.
c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan
berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk).
d. Thrombosis vena: pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama pada
tungkai bawah terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya statis aliran
darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan faktor
penyebab. Trombus vena sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan hanya
mengandung sedikit masa trombosit. Pada umumnya menyerupai reaksi bekuan darah
dalam tabung.
e. Emboli paru : penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus,
yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus),
tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau
gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat
pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam
jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan
bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau
orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin
tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru. Kebanyakan kasus disebabkan
oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul. Penyebab yang
lebih jarang adalah gelembung udara, lemak, cairan ketuban atau gumpalan parasit
maupun sel tumor.
f. Nekrosis avaskuler : terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang disertai
pergeseran dan 10% pada fraktur yang tanpa pergeseran. Jika lokalisasi fraktur lebih
ke proksimal, maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler menjadi lebih
besar.
19
3.9 Prognosis
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan IV tidak dapat
diramalkan sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Penggantian pinggul total
mungkin lebih baik kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai ada
kerusakan acetabulum dan pada pasien dengan penyakit paget atau metastatic.
Pada fraktur leher femur inpaksi biasanya penderita dapat berjalan selama beberapa hari
setelah jatuh sebelum timbul keluhan. Umumnya gejala yang timbul minimal dan panggul
yang terkena dapat secara pasif digerakkan tanpa nyeri. Fraktur ini biasanya sembuh tiga
bulan tanpa tindakan operasi, tetapi apabila tidak sembuh atau terjadi disinpaksi yang tidak
stabil atau avaskuler, penanganannya sama dengan yang di atas.
20
Daftar Pustaka
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22361/4/Chapter%20II.pdf
(Moore, K. L., Dalley, A. F., Agur, A. M. R. 2013. Clinically Oriented Anatomy, Ed.7.
Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business)
(Eroschenko, V. P. 2010. Atlas Histologi diFiore: dengan Korelasi Fungsional, Ed. 11. Jakarta:
EGC)
(Syamsir, H. M. 2017. Kinesiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi)
(Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang: Bintang Lamupate)
(Solomon,L.,Warwick,D.,Nayagam,S. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures
ninth edition. London: Hodder Arnold)
(Grace, Pierce A dan Neil R. Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Erlangga)
(Simbardjo, Djoko. 2008. Fraktur Batang Femur dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:
FKUI)
(Reksoprodjo, Soelarto. dkk. 2014. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: BINARUPA
AKSARA Publisher)
21