Anda di halaman 1dari 40

LAB/SMF Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh:
Sulistyaning Tyas 1810029042
M. Yusuf Aditya P. 1910027018

Pembimbing:
Dr. Sherly Yuniarchan, Sp. A

LAB/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MULAWARMAN
RSUD A.W. SJAHRANIE
SAMARINDA 2019
LEMBAR PERSETUJUAN

TUTORIAL KLINIK

BRONKOPNEUMONIA

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Stase Anak

Oleh :

Sulistyaning Tyas 1810029042


M. Yusuf Aditya P. 1910027018

Pembimbing

dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A

LAB / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE
2019

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial klinik mengenai
“Bronkopneumonia”. Tutorial Klinik ini disusun dalam rangka tugas
kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Daerah
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan referat ini tidak lepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp.THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Ahmad Wisnu Wardhana, M.Se., Sp. A, sebagai Kepala Laboratorium
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Sherly Yuniarchan, Sp. A sebagai dosen pembimbing tutorial klinik.
5. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
6. Rekan sejawat dokter muda stase Ilmu Kesehatan Anak angkatan 2018/2019
yang telah bersedia memberikan saran dan mengajarkan ilmunya pada
penulis.
7. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam Tutorial Klinik ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir
kata, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Samarinda, Agustus 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 4


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 5
BAB II KASUS .................................................................................................................. 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 16
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................ 34
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................... 38
PENUTUP ........................................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 39

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penumonia hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang, termasuk Indonesia. Pneumonia menjadi
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun.
Berdasarkan RISKESDAS2018 prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosis
dokter meningkat dari 1,6% pada tahun 2013 menjadi 2% pada tahun
2018(KEMENKES, 2018).Period prevalence pneumonia yang tinggi terjadi pada
kelompok umur 1-4 tahun, kemudian meningkat pada umur 45-54 dan terus
meninggi pada kelompok umur selanjutnya(KEMENKES, 2013).
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Pneumonia lobularis disebut juga bronkopneumonia
merupakan suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya
mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering
menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur,benda asing dan jugaaspirasi selama penelanan
muntah atau sonde lambung(Bradley, et al., 2011).

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan tutorial klinik ini adalah agar dokter muda mampu
memahami definisi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan
dan prognosis bronkopneumonia.

5
BAB II
KASUS

Identitas Pasien
Nama : An. ARA
Usia : 2 Bulan 4 Hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Padang
Alamat : Jl. Juanda 6 no 37
Anak ke : 1

Identitas Orangtua
Nama Ayah : Tn.R
Usia : 32 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Ayah perkawinan ke : 1
Nama Ibu : Ny. R
Usia : 24 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMA
Ibu perkawinan ke : 1

Tanggal MRS : 06 Agustus 2019


Tanggal pemeriksaan : 13 Agustus 2019

6
Keluhan Utama
Batuk

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan batuk 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Saat batuk dahak tidak pernah dapat keluar. Keluhan lain yang menyertai sesak
nafas yang semakin memberat disertai dengan nafas berbunyi. Terkadang pasien
muntah saat batuk. Yang dimuntahkan berwarna putih dari susu yang diminum.
Ibu pasien menyangkal adanya demam, pilek, dan kejang. BAB dan BAK dalam
batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit
 Pasien pernah mendapat pengobatan karena demam saat berusia 4 hari

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga lainnya yang memiliki keluhan serupa.
Ayah:sehat, tidak pernah menderita tuberkulosis paru, tekanan darah tinggi,
kencing manis, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit infeksi menular
merokok (+).
Ibu :sehat, tidak pernah menderita tuberkulosis paru, tekanan darah tinggi,
kencing manis, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit infeksi menular.

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :


Berat badan lahir : 3.400 gram
Panjang badan lahir : 52cm
Berat badan sekarang : 4.800 kg
Tinggi badan sekarang : 56 cm
Gigi keluar : Belum
Tersenyum : Belum
Miring : Belum
Tengkurap : Belum

7
Duduk : Belum
Merangkak : Belum
Berdiri : Belum
Berjalan : Belum
Berbicara 2 suku kata : Belum

Makan dan minum anak


ASI : 0 bulan – 1 bulan
Susu sapi/ buatan : 1 bulan – sekarang

Pemeliharaan Prenatal
Periksa di : Bidan dan Dokter
Penyakit Kehamilan : Normal
Obat-obatan yang sering diminum : Tidak ada

Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Rumah Sakit
Persalinan ditolong oleh : Dokter
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
Jenis partus : SC

Riwayat Imunisasi Dasar


Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG (+) //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio (+) (+) (-) (-)
Campak (-) //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT (-) (-) (-) ////////////
Hepatitis B (+) (+) (-)

8
Pemeriksaan Fisik
Pada tanggal 06 Agustus 2019 di IGD

Keadaan umum : Sakit sedang


Kesadaran : Composmentis, GCS E4V5M6
Tanda-tanda vital
Frekuensi Nadi : 180x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 72x/menit, regular SaO2 95%
Suhu : 36,5oC, aksiler

Status gizi:
Berat badan : 4,8 kg
Tinggi Badan : 56 cm
BB/U : Normal (0 sampai 2 SD)
BB/PB :Normal (0 SD)
PB/U :Normal (0SD sampai -2 SD)

Regio Kepala/Leher
Rambut : Warna hitam, tipis, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-),
kornea tampak suram (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm)
Telinga : Sekret (-), darah (-)
Hidung : Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir normal, agak kering sianosis (+), lidah bersih
Tonsil : Normal, hiperemis (-/-), membesar (-/-)
Faring : Normal, hiperemis (-)
Gigi : Normal, karies (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

9
Regio Thorax
Paru-paru
1) Inspeksi : Bentuk pectus excavatum, pergerakan dinding dada
simetris, nafas cuping hidung, retraksi supraklavikula
dan intercosta (+).
2) Palpasi : Pergerakan dada simetris, raba fremitus simetris.
3) Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
4) Auskultasi : Suara napas simetris, rhonki (+/+), wheezing (+/+).
Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis teraba pada midclavicula line ICS IV
sinistra
3) Perkusi : Batas jantung kanan : parasternal line dekstra, batas
jantung kiri : midclavicula line ICS IV sinistra
4) Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Regio Abdomen
1) Inspeksi : Distensi (-), Hernia(-)
2) Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
3) Perkusi : Distribusi timpani di keempat kuadran
4) Palpasi : Soefl, defans muskular (-), hepar dan lien dalam batas
normal, nyeri tekan abdomen di empat kuadran (-)

Regio Ekstremitas
1) Inspeksi : Edema (-), deformitas (-). Petekie (-)
2) Palpasi : Akral hangat, edema (-), nyeri tekan (-), tonus dan
kekuatan otot normal, refleks fisiologis normal, refleks
patologis (-).

10
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Pemeriksaan Tgl 06/08 Tgl 09/08 Tgl 13/08 Nilai Normal
Leukosit 9350 7500 8450 6.000 – 18.000 /µL
Hemoglobin 11,2 11,1 11,3 13,4 – 19,8 g /dL
Hematokrit 34 33,2 32,9 28,0 - 42,0 %
Trombosit 226.000 267.000 421.000 150.000 – 450.000 /µL
LED 8 <10
GDS 124 95 70-140 mg/dL
Ureum 20,6 19,3-49,2 mg/dL
Creatinin 0,5 0,7-1,3 mg/dL
Natrium 137 138 135-155 mmol/L
Kalium 5,2 5,5 3,6-5,5 mmol/L
Chloride 105 103 98-108 mmol/L
Albumin 4,5 3,5-5,5 g/dL
CRP <6 <6,0

BGA tanggal 06/08/2019

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

pH 7,40 7,35-7,45

pCO2 45,90 35-45,00 mmHg

pO2 246,40 83-108,00 mmHg

SaO2 99,80 95-98

Beecf 3,6

Beb 3,9 -2,0-3,0

11
Pemeriksaan Radiologis

Foto Polos Thorak

Tanggal 06/08/2019

Kesan :cardiomegali dengan vaskular paru prominent suspek PJB

Foto baby gram

12
Tanggal 14/08/2019
Kesan : pneumonia aspirasi dan konfigurasi cor dalam batas normal

Echokardiography
Tanggal 09/08/2019
Small ASD secundum

DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja IGD
 Aspirasi pneumonia
 Bronkopneumonia
Diagnosis PICU

 Bronkopneumonia
 Bronchiolitis
 ASD
 Tongue tie
Diagnosis Ruangan Melati

 Aspirasi pneumonia
 ASD
 Tongue tie

PENATALAKSANAAN IGD

- IVFD RL 5 tpm
- Inj. Cevotaxime 3x175 mg/iv
- Inj. Cortidex 3 x 0,1 mg/iv
- Rawat PICU

13
FOLLOW UP

Tempat S O P
dan
Tanggal

Senin Demam (-), muntah(- K: CM, T: 36,4°C,N :150 x/mnt, RR: 40 IVFD KAEN 4 A 480 cc/
), batuk berkurang, x/mnt, nasal kanul O2 1-2 lpm hr
12/08 sesak berkurang Pulmo: pectus exavatum, gerak nafas Inj. Cefotaxime 3x 240 mg
simetris, , retraksi (+) intercosta vesikuler Inj Gentamisin 1x24 mg
PICU (+)(+), whezzing (+/+), ronkhi (+/+) Inj. Dexamethasone 3x0,8
mg
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), NAC 50 mg +salbutamol
Abd : distensi (-) bising usus (+) kesan 0,5 mg 3x1
normal Nebu ventolin 0,5 cc+ NS
3% 0,5 cc 3x/hari
Ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik, Susu Neocate 8x60 cc
edema (-) Konsul Bedah anak

Selasa Demam (-), muntah(- K: CM, T: 36,5°C, N:140x/mnt, RR: 35 IVFD KAEN 4 A 110 cc/
), batuk berkurang, x/mnt, nasal kanul O2 1-2 lpm hr
13/08 sesak berkurang Pulmo: pectus exavatum, gerak nafas Inj. Ampisilin sulbactam
simetris, , retraksi (+) intercosta vesikuler 2x200
Melati (+)(+), whezzing (-/-), ronkhi (+/+) NAC 40 mg +salbutamol
0,5 mg+ CTM 0,4 mg pulv
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), 3x1
Abd : distensi (-) bising usus (+) kesan Cetirizine 1x1,25
normal Nebu pulmicort 2x 1 resp
Susu Neocate 8x60 cc
Ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik,
edema (-)

Rabu Demam (-), muntah(- K: CM, T: 37,2°C, N:130x/mnt, RR: 34 IVFD KAEN 4 A 110
), batuk berkurang, x/mnt, nasal kanul O2 1-2 lpm cc/hr
14/08 sesak berkurang Pulmo: pectus exavatum, gerak nafas Vancomicin 1x75 mg/iv
simetris, , retraksi (-) vesikuler (+)(+), Terapi lain lanjut
Melati whezzing (-/-), ronkhi (+/+)

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-),


Abd : distensi (-) bising usus (+) kesan
normal

Ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik,


edema (-)

Kamis Demam (-), muntah(- K: CM, T: 36,6°C, N:135x/mnt, RR: 32 IVFD KAEN 4 A 110
), batuk berkurang, x/mnt, nasal kanul O2 1-2 lpm cc/hr
15/08 sesak berkurang Pulmo: pectus exavatum, gerak nafas Vancomicin 1x75 mg/iv
simetris, retraksi (-) vesikuler (+)(+), Terapi lain lanjut
Melati whezzing (-/-), ronkhi (+/+)

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-),


Abd : distensi (-) bising usus (+) kesan
normal

Ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik,


edema (-)

Jumat Demam (-), muntah(- K: CM, T: 36,6°C, N:132x/mnt, RR: IVFD KAEN 4 A 110
), batuk berkurang, 33x/mnt, cc/hr
16/08 sesak (-) Pulmo: pectus exavatum, gerak nafas Vancomicin 1x75 mg/iv
simetris, retraksi (-) vesikuler (+)(+), Terapi lain lanjut

14
Melati whezzing (-/-), ronkhi (-/-)

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-),


Abd : distensi (-) bising usus (+) kesan
normal

Ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik,


edema (-)

Sabtu Demam (-), muntah(- K: CM, T: 36,5°C, N:128x/mnt, RR: 32 IVFD KAEN 4 A 110
), batuk berkurang, x/mnt, cc/hr
17/08 sesak (-) Pulmo: pectus exavatum, gerak nafas Vancomicin 1x75 mg/iv
simetris, retraksi (-) vesikuler (+)(+), Pro frenektomy selasa
Melati whezzing (-/-), ronkhi (-/-) tanggal 20/08/2019
Terapi lain lanjut
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-),

Abd : distensi (-) bising usus (+) kesan


normal

Ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik,


edema (-)

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

BRONKOPNEUMONIA

3.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian
besar disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri/virus) dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll) (Said, 2012).
Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3. Bronkopneumonia
Apabila parenkim paru yang terkena infeksi dan mengalami inflamasi
meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia lobaris atau
pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di
bronkiolus dengan bercak-bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut
bronkopneumonia(Bennete, 2013).
Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai pada
anak-anak. Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution)(Bennete, 2013).Pneumonia merupakan penyakit
peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan
sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat(Bradley, et al.,
2011).

3.2 Etiologi dan Faktor Risiko


Faktor resiko yang meningkatkan insiden bronkopneumonia yaitu :

 Pertusis  Laki-laki
 Morbili  Imunisasi yang tidak memadai
 Gizi kurang  Defisiensi Vitamin A

16
 Umur kurang dari 2 bulan  Pemberian makanan tambahan
 Berat badan lahir rendah terlalu dini
 Tidak mendapat ASI yang  Kepadatan tempat tinggal
memadai
 Polusi udara
(Rahajoe, 2008; Bennete, 2013)
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum organisme penyebab pada
naonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi
pneumonia pada neonates dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan
bakteri Gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Kleibsiella sp. Pada
bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain
bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoiae(IDAI,
2013).
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di
samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Penelitian Virkki dkk.pada
pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32% campuran
bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%.Virus yang terbanyak ditemukan
adalah RSV, Rhonovirus, Parainfluenza virus.Bakteri yang terbanyak adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza tipe B, dan Mycoplasma
pneumoniae.Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi
bakteri yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun (IDAI, 2013).
Secara klinis, umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan
pneumonia virus.Demikian juga pemeriksaan radiologis dan laboratorium,
biasanya tidak dapat menentukan etiologi (IDAI, 2013).
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai antara lain:
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b. Pada bayi:

17
1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus,
RSV,Cytomegalovirus.
2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c. Pada anak-anak:
1) Virus: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar – dewasa muda:
1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis(Kliegman
et al., 2011)
2. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon:
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid:
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum.Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada
anak yang sedang menangis.Keparahan penyakit tergantung pada jenis
minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam
lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak
ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya bronkopneumonia.Menurunnya sistem imun pada penderita-
penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang
belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini(Kliegman et al., 2011).

18
Etiologi pneumonia pada anak sesuai kelompok usia di negara maju
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Bakteri Bakteri
E. Colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Lahir-20 hari
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo dan Herpes Simpleks
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophillus influenza tipe B
3 minggu - Virus Moraxella catharalis
3 bulan Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial Virus Virus Sitomegalo
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis
Streptococcus pneumonia Neisseria Meningitidis
4 bulan –
Virus Staphylococcus aureus
5 tahun
Virus Adeno Virus
Virus Influenza, Parainfluenza Virus Varisela-Zoster
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia Legionella sp
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
5 tahun - remaja
Virus
Virus Adeno, Epstein-Barr, Influenza,
Parainfluenza, Rino, Respiratory Syncytial
Virus, Virus Varisela-Zoster

19
3.3 Patofisiologi
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai
parenkim paru.Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme
pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.Mekanisme
pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier
aparatus.Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi IgA lokal dan respon
inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel(Bennete, 2013).
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau
bila virulensi organisme bertambah.Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian
bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas,
dan jarang melalui hematogen.Virus dapat meningkatkan kemungkinan
terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi
mekanisme pembersihan dan respon imun.Diperkirakan sekitar 25-75 % anak
dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus(Bennete, 2013).
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru-paru dapat
melalui berbagai cara, antara lain :
A. Inhalasi langsung dari udara
B. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
C. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
D. Penyebaran secara hematogen
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke bronkus, bronkiolus dan alveoli yang menyebabkan radang pada
jaringan sekitarnya.Mikroorganisme yang terinhalasi ke dalam saluran nafas akan
menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas yang dapat menimbulkan gejala-
gejala seperti batuk, pilek, dan demam ringan.
Apabila hal ini tidak diobati dengan segera dan sistem imun tubuh sedang
menurun maka infeksi akan berlanjut ke saluran nafas bawah. Hal ini akan
direspon dengan mengaktivasi silia dan mengeluarkan sekresi mukus untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
batuk produktif pada penderita bronkopneumonia.

20
Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang
terkena akan mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagisitosis yang
cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah
makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis,
kuman dan febris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal (IDAI, 2013).
Selain itu, mikroorganisme yang difagosit oleh makrofag akan
mengeluarkan sitokin berupa interleukin-1 (IL-1) yang mengakibatkan
hipotalamus menginduksi pelepasan prostaglandin E-2 (PGE-2) yang akan
menaikkan set point. Hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya demam.
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan
penyakit, sehingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi.
Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila
dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya
bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru
(bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi
pada satu lobus (pneumonia lobaris) (IDAI, 2013).
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif
jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkopneumonia), lobar, atau
intersisial.Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran
pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi
neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.Konsolidasi jaringan
menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.Peningkatan aliran
darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran
fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan
terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan
kerja jantung(Bennete, 2013).

21
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan
disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu).Pada kebanyakan
kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara
enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui
batuk.Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi
intrapleura menyebabkan terjadinya empiema.Resolusi dari reaksi pleura dapat
berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan
ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):


Stadium kongesti (4-12 jam pertama)

Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih,
bakteri dalam jumlah banyak, beberapa netrofil dan makrofag

Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,
warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus
didapatkan fibrin, leukosit, neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan
kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.

Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)

Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan
pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leuksoit,
tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif.

Stadium resolusi (7-12 hari)

Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit


mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.
Secara patologi anatomi bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris
dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur.
Dengan pengobatan antibiotik urutan stadium khas ini tidak terlihat.

3.4 Manifestasi Klinis


Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting
adalah penyebab dari Pneumoniae (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali
dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi

22
bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak
menunjukkan perbedaan nyata, Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa
pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
leukositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. Gambaran klinis
pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, secara
umum adalah sebagai berikut.
- Gejala infeksi umum yaitu, demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
- Gejala gangguan repiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea,
nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak pada
perkusi, suara nafas melemah dan ronki. Pada perkusi dan auskultasi umumnya
tidak ditemukan kelainan (Said, 2012).

3.5 Diagnosa
Anamnesa
Pada anamnesa dapat ditemukan adanya keluhan demam, menggigil, batuk
non produktif, rhinitis, mialgia, sakit kepala dan pusing. Batuk yang awalnya
kering kemudian dapat menjadi produktif dengan dahak yang purulen bahkan bisa
berdarah, disertai sesak nafas, demam, kesulitan makan/minum, dan anak tampak
lemah (Pudjiadi, et al.,2009).
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya
bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah
retraksi dinding dada;penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung;
orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang
bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas

23
menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada,
yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan
suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat
apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.Retraksi lebih mudah terlihat
pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah
dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi
akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat
dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada
tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem
saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya
distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal
(contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase
hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan.Selain
itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif
faring selama inspirasi(Bennete, 2013).
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan
infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan
berkurang.
3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras
atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung
jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme

24
terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka(Bennete, 2013).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit.Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumonia viral dan
bakterial.Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi
20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-
40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan.Leukopenia (<5.000/mm3)
menunjukkan prognosis yang buruk.Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir
selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan
bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi (Bennete, 2013& IDAI,
2013).
Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan
LED.Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat
membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.Analisa gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik.Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah
bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete, 2013& IDAI, 2013).
Pemeriksaan mikrobiologik
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS.Untuk pemeriksaan
mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring,
bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru (IDAI, 2013).
Pemeriksaan Radiologis
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat.Kelainan foto rontgen
toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.Kadang-
kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul
gejala klinis.Akan tetapi, resolusi infiltrate sering memerlukan waktu yang lebih
lama setelah gejala klinis menghilang.Pada pasien dengan pneumonia tanpa

25
komplikasi, ulangan foto rontgen toraks tidak diperlukan.Ulangan foto rontgen
tiraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk
tindak lanjut (IDAI, 2013).
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
pneumonia di IGD hanyalah pemeriksaan rontgen foto toraks posisi AP. Lynch
dkk. Menambahkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak
meningkatkan sensitivitas dan spesifitas penegakan diagnosis pneumonia pada
anak. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan
tanda dan gejala klinik distress pernapasan seperti takipneu, batuk, dan ronki,
dengan atau tanpa suara napas yang melemah (IDAI, 2013).
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,
berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal
sebagai round pneumonia.
- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga ke perifer paru,
disertai peningkatan corakan peribronkial (IDAI, 2013).
Gambaran foto rontgen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrate
ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu
penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru
kanan, terutama di lobus atas.Bila ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus
bawah, maka hal itu merupakan predictor perjalanan penyakit yang lebih berat
dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat (IDAI, 2013).
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan
peningkatan corakan bronkovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di
pinggir lapang paru.Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah
(Bennete, 2013).
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman oleh WHO adalah:

26
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
- Pneumonia berat
o Bila ada sesak napas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
- Pneumonia
o Bila tidak ada sesak napas
o Ada napas cepat dengan laju napas:
 >50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
 >40x/menit untuk anak >1-5 tahun
o Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
- Bukan pneumonia
o Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas(IDAI, 2013)

Bayi berusia di bawah 2 bulan


Pada bayi berusia di bawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih
bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:
- Pneumonia
o Bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
- Bukan pneumonia
o Tidak ada napas cepat atau sesak napas
o Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk
bayi berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin (IDAI, 2013).

3.6 Diagnosa Banding


Diagnosa banding pada bronkopneumonia adalah sebagai berikut (WHO,
2013).

27
 Bronkiolitis
Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas
cuping hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki
nyaring halus pada auskultasi. Gambaran laboratorium dalam batas normal, kimia
darah menggambarkan asidosis respiratorik ataupun metabolik.

3.7 Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,
distress pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonates dan bayi kecil
dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap (IDAI, 2013).
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif.Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah.untuk nyeri dan demam dapat
diberikan analgetik/antipiretik.Suplementasi vitamin A tidak terbukti
efektif.Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi (IDAI, 2013).
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan .terapiantibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia
yang diduga disebabkan oleh bakteri (IDAI, 2013).
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena
tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat.Oleh karena itu, antibiotik dipilih
berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris
didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia
dan keadaan klinis pasien serta factor epidemiologis (IDAI, 2013).

Pneumonia rawat jalan


Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol.Pada pneumonia ringan
berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektivitas yang

28
mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada
pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari
mempunyai efektivitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25
mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP-20 mg/kbBB
sulfametoksazol)(IDAI, 2013).
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan
sebagai terapi alternative beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. pneumoniae dan bakteri atipik
(IDAI, 2013).

Pneumonia rawat inap


Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan
beta lactam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap
beta lactam atau kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin,
amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.
Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia
tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi control mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal (IDAI, 2013).
Pada neonates dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus
dimulai sesegera mungkin. Oleh karena pada neonates dan bayi kecil sering terjadi
sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik
spectrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat dengan aminoglikosid
atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat
diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari (IDAI, 2013).
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan
adalah antibiotik beta-laktam dengan/tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih
berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru
intravena, atau sefalosporin generasi ketiga.Bila pasien sudah tidak demam atau
keadaan sudah stabil, antibiotic diganti dengan antibiotic oral dan berobat jalan
(IDAI, 2013).
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan
antibotik beta-laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan

29
kloramfenikol.Feyzullah dkk.Melaporkan hasil perbandingan pemberian antibiotic
pdada anak dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibotik yang
dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4
jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena (50
mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata
memiliki efektivitas yang sama (IDAI, 2013).
Akan tetapi, banyak peneliti yang melaporkan resistensi Streptococcus
penumoniae dan Haemophilus influenza-mikroorganisme paling penting penyebab
pneumonia pada anak-terhadap kloramfenikol (IDAI, 2013).
Penatalaksanaan pengobatan pneumonia khususnya bronkopneumonia
pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI,
2012; Bradley et.al., 2011)
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau
PaO2pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah
dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

30
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
o Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a. Ampicillin (50-100 mg/kg/hr, 4x) + aminoglikosid
b. Amoksisillin +asam klavulanat (25-50 mg/kgBB 3x/hari)
c. Amoksisillin (25-50 mg/kgBB 3x/hari) + aminoglikosid
d. Sefalosporin generasi ke-3
Cefixime : 1,5 – 3 mg/kgBB/dosis 2x/hari
Cefotaxim 50-180 mg/kgBB/hari terbagi 4-6 dosis
o Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan-5 tahun)

a. Beta laktam-amoksisillin
b. Amoksisillin-asam klavulanat
c. Golongan sefalosporin
Cefixime : 1,5 – 3 mg/kgBB/dosis 2x/hari
Cefotaxim 50-180 mg/kgBB/hari terbagi 4-6 dosis
d. Kotrimoksazol (4 mg TMP/kgBB dan 20 SMZ/kgBB 2x/hari)
e. Eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis
o Anak usia sekolah (> 5 tahun)

a. Amoksisillin/makrolid
b. Tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) 15-25 mg/kgBB/hari, tiap 12
jam
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error)
maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam
sekali sampai hari ketiga.Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan
perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih
tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan
dulu ada tidaknya penyulit seperti empiema, abses paru yang menyebabkan
seolah-olah antibiotik tidak efektif).

Kriteria Rawat Inap


Bayi:

31
- Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis
- Frekuensi nafas >60x/menit
- Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
- Tidak mau minum/menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak:
- Saturasi oksigen < 92%, sianosis
- Frekuensi nafas >50x/menit
- Distres pernapasan, grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah(IDAI, 2013; Rahajoe, 2008)

3.8 Komplikasi
Bila bronkopneumonia tidak ditangani secara tepat, maka komplikasinya
adalah sebagai berikut (Yuwono, 2007) :
 Otitis media akut (OMA) : Terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi

32
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara,
kemudian gendang telinga akan tertarik kedalam dan timbul efusi.
 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru.
 Efusi pleura.
 Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Endokarditis bakterial yaitu peradangan pada katup endokardial

3.9 Prognosis
Sembuh total bila didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas
lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein

dan datang terlambat untuk pengobatan(Bennete, 2013).

33
BAB 4
PEMBAHASAN

Teori Kasus

Anamnesis

 Bronkopneumonia  Pasien datang dengan keluhan :


1. Demam , Menggigil 1. Batuk sejak 4 hari smrs
2. Batuk non produktif, rhinitis, 2. Sesak nafas dan berbunyi
mialgia, sakit kepala dan pusing. 3. Tidak ada demam
3. Batuk yang awalnya kering 4. Terkadang pasien muntah saat
kemudian dapat menjadi produktif batuk
dengan dahak yang purulen bahkan
bisa berdarah
4. Sesak nafas, kesulitan makan atau
minum, dan anak tampak lemas

Teori Kasus

Pemeriksaan Fisik

 Bronkopneumonia :  Pemeriksaan di IGD :


1. Pada inspeksi terlihat retraksi otot 1. Terdapat batuk produktif
epigastrik, interkostal, suprasternal, 2. Sesak nafas (RR: 72x/menit),
dan pernapasan cuping hidung. dengan nafas cuping hidung,
2. Tanda objektif yang merefleksikan sianosis pada bibir, retraksi
adanya distres pernapasan adalah supraklavikula dan interkosta
retraksi dinding dada;penggunaan 3. Terdengar suara nafas tambahan
otot tambahan yang terlihat dan ronki basah kasar pada kedua
cuping hidung; orthopnea; dan lapang toraks dan wheezing
pergerakan pernafasan yang 4. Pasien tidak demam
berlawanan. 5. Pada pemeriksaan lainnya tidak

34
3. Pada palpasi ditemukan vokal ditemukan adanya kelainan
fremitus yang simetris.
4. Konsolidasi yang kecil pada paru
yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas
masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi
energi vibrasi akan berkurang.
5. Pada perkusi tidak terdapat kelainan.
6. Pada auskultasi ditemukan crackles
sedang nyaring.

Teori Kasus

Pemeriksaan Penunjang

 Bronkopneumonia : Hasil Pemeriksaan Penunjang :


1.Pada pemeriksaan laboratorium
Foto Thorax tanggal 06/08/19
terdapat peningkatan jumlah
leukosit. Kesan : cardiomegali dengan vaskular
2.Infeksi virus leukosit normal atau paru prominent suspek PJB
meningkat (tidak melebihi
Foto Babygram
20.000/mm3 dengan limfosit
Tanggal 14/08/2019
predominan) dan bakteri leukosit
meningkat 15.000-40.000 /mm3
Thorax
dengan neutrofil yang predominan.
Terdapat infiltrat pada parakardial
3. Leukositosis hebat (>30.000/mm3)
pulmo dextra
hampir selalu menunjukkan adanya
Kesan : pneumonia aspirasi dan
infeksi bakteri.
konfigurasi cor dalam batas normal
4.Pada hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta peningkatan

35
LED.
5.Pemeriksaan mikrobiologik untuk
diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada
pneumonia berat.
6.Pemeriksaan Radiologis :
Bronkopneumonia, ditandai dengan
gambaran difus merata pada kedua
paru, berupa bercak-bercak infiltrate
yang dapat meluas hingga ke perifer
paru, disertai peningkatan corakan
peribronkial

Teori Kasus

Penatalaksanaan

1. Penatalaksaan Umum PICU


Bronkopneumoni : IVFD KAEN 4 A 480 cc/ hr
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 Nasal kanul O2 1-2 lpm
L/menit Inj. Cefotaxime 3x 240 mg
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi Inj Gentamisin 1x24 mg
dan koreksi elektrolit. Inj. Dexamethasone 3x0,8 mg
c. Asidosis diatasi dengan pemberian NAC 50 mg +salbutamol 0,5 mg 3x1
bikarbonat intravena. Nebu ventolin 0,5 cc+ NS 3% 0,5 cc
2. Penatalaksanaan Khusus 3x/hari
Bronkopneumoni : Susu Neocate 8x60 cc
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat Ruang Melati
penurun panas sebaiknya tidak IVFD KAEN 4 A 110 cc/ hr
diberikan pada 72 jam pertama Inj. Ampisilin sulbactam 2x200
karena akan mengaburkan NAC 40 mg +salbutamol 0,5 mg+
interpretasi reaksi antibiotik awal. CTM 0,4 mg pulv 3x1

36
b. Obat penurun panas Cetirizine 1x1,25
diberikan\hanya pada penderita Nebu pulmicort 2x 1 resp
dengan suhu tinggi, takikardi, atau Susu Neocate 8x60 cc
penderita kelainan jantung Tanggal 14/08/19
c. Pemberian antibiotika AB diganti Vancomisin 1x75 mg/iv
berdasarkan mikroorganisme
penyebab dan manifestasi klinis. Bayi
dan anak usia pra sekolah (2 bulan-5
tahun)
 beta laktam-amoksisillin
 amoksisillin-asam klavulanat
 golongan sefalosporin
cefixime : 1,5 – 3 mg/kgBB/dosis
2x/hari
cefotaxim 50-180 mg/kgBB/hari
terbagi 4-6 dosis
 kotrimoksazol (4 mg TMP/kgBB
dan 20 SMZ/kgBB 2x/hari)
 eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari
dibagi 3-4 dosis

37
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pasien An. ARA, laki-laki, berusia 2 bulan 4 Hari, datang dengan keluhan
utama batuk4 hari SMRSdan kemudian diikuti dengan sesak nafas. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis
pada pasien ini adalah Bronkopneumoni.
Tatalaksana yang diperoleh pasien ini adalah terapi suportif, terapi
simptomatis dan kasual.
Secara umum, penegakan diagnosis, alur penatalaksanaan sudah sesuai
dengan literatur yang ada. Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan
penyakit dan penatalaksanaan yang telah didapatkan adalah bonam.

5.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari tutorial klinik ini, baik dari
segi diskusi, penulisan dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari dosen-dosen yang mengajar, dari rekan-rekan sesama dokter muda dan
dari berbagai pihak demi kesempurnaan referat ini.

38
DAFTAR PUSTAKA

Bennete, M. J. (2013, maret 09). Pediatric Pneumonia. Retrieved des 25, 2015,
from.medscape.com:http://emedicine.medscape.com/article/967822-
overview.
Bradley, J., Byington, C., Shah, S., Alverson, B., Carter E, R., Harrison, C., et al.
(2011). The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and children. 13) Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B.,
Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H.,
Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swan.
IDAI. (2013). Pedoman Pelayanan Medis Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
jakarta: IDAI.
KEMENKES. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI .
KEMENKES. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Kliegman, R., & et All. (2011). Nelson Textbook of Pediatrics. California:
ELSEVIER.
Pudjiadi, A. H., Hegar, B., Handryastuti, S., Idris, N. S., Gandaputra, E. P., &
Harmoniati, E. D. (2009). Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Rahajoe, N. (2008). Buku Ajar Respirologi Anak, edisi pertama. jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
Said, M. (2012). Pneumonia. In N. N. Rahajoe, B. Supriyatno, & D. B. Setyanto,
Buku Ajar Respirologi (pp. 350-64). Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
World Health Organization. (2013). Pocket Book of Hospital Care for Children.
Switzerland: WHO publication.
Yuwono, D. (2007). Besaran Penyakit pada Balita di Indonesia;. Retrieved
desember 25, 2015, from http://www.bmf.litbang.depkes.go.id
Zain, M. S. (2012). Bronkiolitis. In N. N. Rahajoe, B. Supriyatno, & D. B.
Setyanto, Buku Ajar Respirologi (pp. 333-47). Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.

39
40

Anda mungkin juga menyukai