Sektor energi merupakan sektor strategis dan vital dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Energi merupakan penggerak bagi seluruh sendi kehidupan manusia modern.
Seluruh negara di dunia berupaya untuk mendapatkan sumber energi, tak jarang melalui
peperangan. Sebegitu vitalnya energi bagi sebuah negara pun membuat mantan Presiden
Jimmy Carter mengeluarkan doktrin yang dikenal sebagai Doktrin Carter pada tahun 1980an.
Doktrin Carter berisi tentang upaya Amerika Serikat (AS) untuk melindungi dan
memastikan stabilitas dan keamanan pasokan minyak dari Timur Tengah menuju AS,
dengan cara apapun. Cara apapun ini jika dijabarkan maka dapat berarti juga dengan cara-
cara militer, jika negosiasi dan diplomasi damai gagal dilakukan. Begitu vitalnya arti energi
bagi sebuah negara bangsa, tercukupinya kebutuhan energi berarti sektor produksi dapat
berjalaan, aktivitas warga negara dapat berjalan normal, stabilitas pembangunan, serta yang
memenuhi kebutuhan energinya melalui eksplorasi dalam negeri maupun mencari sumber-
sumber energi di luar negeri. Energi merupakan kebutuhan, tidak hanya berhenti pada entitas
negara namun juga menjadi kebutuhan personal atau individu. Pasokan dan ketersediaan
Kebutuhan energi dunia masih didominasi oleh bahan bakar yang bersumber dari
fosil. Menurut Chandrawati (2007) hingga tahun 2020 tiga komoditas konsumsi energi utama
didominasi oleh minyak, gas alam, dan batubara, diikuti oleh nuklir dan sumber energi
terbarukan lainnya.
Keamanan Energi
Perubahan pemikiran keamanan terjadi secara signifikan pada masa pasca Perang
Dingin. Konsepsi keamanan bergeser dan mengalami proses redefinisi. Kemanan tidak lagi
menjadi domain negara, sifat dari ancaman tidak hanya bersifat militer namun juga ancaman
non militer. Referent object ancaman meluas hingga pada tataran individu. Individu menjadi
aktor rentan terdampak masalah keamanan seperti keamanan politik, ekonomi, hukum,
Menurut United Nations Development Program (UNDP) pada tahun 1994 keamanan
insani mencakup economic security, food security, health security, enviromental security,
personal security, community security, dan political security. Definisi ringkas keamanan
insani menurut UNDP adalah pertama, aman dari ancaman kronis seperti kelaparan,
penyakit, dan tekanan. Kedua, perlindungan dari gangguan tiba-tiba dan penganiayaan pada
kehidupan sehari-hari. Secara umum definisi keamanan insani menurut UNDP adalah bebas
dari ketakutan dan bebas dari ketakutan tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari. Saat ini
permasalahan ketika suplai terbatas sementara kebutuhan tinggi, serta daya beli masyarakat
yang rendah.
Sementara itu Yergin (2007) memiliki pandangan terhadap situasi energi dunia yang
ia sebut sebagai Sistem Keamanan Energi. Sistem keamanan energi tersebut merupakan
respon terhadap siatuasi krisis minyak dunia yang terjadi pada tahun 1973. Menurut Yergin
ada tiga situasi dasar isu keamanan energi yaitu pertama, peak oil atau situasi ketika produksi
minyak global pada situasi produksi maksimun atau puncak namun situasi tersebut berubah
menjadi penurunan produksi dalam waktu cepat. Situasi tersebut dapat diperparah dengan
tidak adanya ladang minyak baru, yang kemudian secara otomatis akan menaikkan harga
lapisan ozon yang dibabkan oleh produksi karbon dioksida. Produksi karbondioksida secara
masif oleh sektor industri dan transportasi yang tidak ramah terhadap lingkungan. Konsumsi
energi dunia telah memberikan efek negatif terhadap lingkungan, begitu juga ketika pola
Ketiga, faktor Timur Tengah. 60 persen cadangan minyak dunia berada di Timur
Tengah. Sementara Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan yang paling bergejolak di
dunia. Konflik bisa terjadi kapan saja di wilayah produksi. Instabilitas situasi tersebut
berdampak pada stabilitas produksi dan akan sangat berdampak pada keamanan energi dunia.
Ketiga faktor di atas menjadi instrumen kuat dalam stabilitas ketersediaan energi
khususnya minyak di dunia. Terdapat satu faktor lain yang penulis sisipkan yaitu faktor
keamanan pelayaran. Distribusi minyak dunia dari wilayah produksi menuju wilayah
pengolahan dan konsumsi dilakukan melalui jalur laut. Jalur laut dipilih karena faktor
efektifitas dan efisiensi. Dewasa ini beberapa wilayah laut yang menjadi choke points
pelayaran dunia seperti Teluk Aden yang merupakan jalur keluar masuk rute Terusan Suez –
Laut Merah – Samudera Hindia atau sebaliknya dan wilayah Selat Malaka merupaka wilayah
terorisme laut terbesar di dunia. Ancaman perompakan menjadi ancaman terbesar dalam
distribusi sektor energi. Selain ancaman perompakan, konflik perebutan wilayah laut seperti
di wilayah Laut Tiongkok Selatan atau wilayah laut yang sarat konflik seperti Teluk Arab dan
Indonesia dikenal sebagai wilayah penghasil energi di dunia. Pada saat terjadi
booming harga minyak dunia tahun 1973 dari 2,9 US Dollar menjadi 11,65 US Dollar akibat
negara-negara Arab membatasi produksi minyak mereka untuk Barat, Indonesia mendapatkan
keuntungan besar. Indonesia mendapatkan keuntungan besar saat itu dan menjadi penggerak
pembangunan era Orde Baru, karena saat itu Indonesia merupakan produsen minyak besar di
luar Timur Tengah. Cadangan minyak Indonesia saat itu masih melimpah. Situasi berbalik
saat ini, dari berbagai laporan studi menyatakan bahwa cadangan minyak kita tidak akan
Indonesia pada tahun 2014 mengimpor minyak sebesar 24 juta kiloliter atau separuh
dari jumlah total konsumsi BBM tahun 2014. Konsekuensi sebagai negara pengimpor minyak
menjadikan Indonesia bukan lagi sebagai anggota OPEC (Organization of the Petroleum
Exporting Countries) sejak tahun 2008. Alarm krisis energi di masa depan bagi Indonesia
telah meraung, perlu upaya khusus, cepat, dan bekelanjutan untuk menanggulangi ancaman
tersebut. Setidaknya oleh dua pemerintahan terakhir yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan
Joko Widodo telah dimulai upaya peralihan mindset nasional sumber energi.
Pemerintahan baru Presiden Joko Widodo dalam visi dan misinya mencanangkan
program kedaulatan energi. Dari visi misi tersebut dapat ditarik tiga strategi utama yaitu,
Pertama, diversifikasi energi nasional melalui perubahan konsumsi energi bagi industri dan
Kedua, pengurangan impor energi minyak dan meningkatkan eksplorasi serta eksploitasi
Pada strategi pertama selain melakukan diversifikasi energi, juga harus dilakukan
ekplorasi sumber minyak baru di dalam negeri dan luar negeri serta memastikan terjaminnya
pasokan impor minyak yang stabil. Impor minyak harus tetap dilakukan namun kuantitasnya
harus diturunkan dari tahun ke tahun dan dibarengi dengan proses diversifikasi yang stabil
dan kontinyu sehingga di masa mendatang minyak bukanlah komoditas utama energi di
Indonesia. Harus digaris bawahi bahwa pun proses diversifikasi merupakan strategi yang
temporer mengingat cadangan batu bara dan gas alam Indonesia yang terbatas. Pada strategi
ini ekploitasi juga merupakan fase vital, eksploitasi sumber energi di Indonesia harus secara
bertahap dijalankan oleh aktor dalam negeri baik BUMN maupun swasta. Jika diperlukan
untuk melakukan kebijakan moratorium pemberian konsesi eksploitasi energi bagi asing
Khusus untuk upaya eksplorasi di luar negeri dapat dilakukan melalui saluran diplomasi
Program energi terbarukan tidak boleh hanya sebatas slogan dalam kebijakan
pemerintah. Program energi terbarukan seperti bahan bakar nabati, tenaga surya, tenaga
angin, maupun nuklir harus sudah dijalankan, minimal pada fase pengembangan advance.
Strategi di atas harus diikuti edukasi pada masyarakat. Pendidikan merupakan sarana
yang ampuh untuk merubah pola pikir masyarakat. Pola pikir lama yang menyatakan bahwa
sumber energi utama adalah minyak harus diubah. Masyarakat harus paham pada situasi
energi terkini, sehingga ketika program diversifikasi dilakukan tidak menjadikan masyarakat
resisten. Edukasi tidak terbatas hanya pada diversifikasi energi menuju batu bara dan gas
bumi, namun juga edukasi untuk memberikan pemahaman mengenai energi terbarukan yang
Permasalahan energi di Indonesia tidak hanya pada hal-hal yang bersifat teknis,
namun juga pada hal-hal yang sifatnya non teknis. Seperti permasalahan mafia BBM dan
sektor energi lainnya, juga permasalahan korupsi di sektor hulu maupun hilir. Kebijakan
energi pemerintahan Joko Widodo haruslah holistik, tidak hanya menyangkut hal-hal teknis
namun juga hal non teknis. Harus ada political will yang kuat dari pemerintah serta bebas dari
ancaman, bebas dari rasa takut, dan terpenuhi kebutuhan pokoknya adalah inti dari keamanan
insani. Negara bertanggungjawab untuk menghadirkan rasa aman tersebut kepada setiap