Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHUULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lain (NAPZA)
merupakan masalah yang menjadi keprihatinan dunia international di samping masalah
HIV/AIDS, kekerasan (violence), kemiskinan, pencemaran lingkungan, pemanasan global
dan kelangkaan pangan. Sejak tahun 1987, PBB mengeluakan laporan tahunan konsumsi
narkoba di dunia. Saat ini, sekitar 25 juta orang mengalami ketergantungan NAPZA. Di
Indonesia pengguna NAPZA mencapai 3,8 juta jiwa. Yang menjadi lebih memprihatinkan
adalah sebagian besar pengguna tersebut ternyata adalah usia produktif, dan sebagian besar
di antaranya adalah remaja dan dewasa awal (20-30 tahun). 70 persen dari total pengguna
NAPZA di Indonesia anak usia sekolah, 4 persen lebih siswa SMA dan selebihnya
mahasiswa. Hal ini bila tidak segera ditanggulangi merupakan ancaman bagi kesejahteraan
generasi yang akan datang, di mana anak sebagai generasi muda merupakan penerus cita-
cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional yang perlu
untuk dilindungi (BNN, 2012).
Menurut perkiraan UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), sekitar
200 juta orang di seluruh dunia menggunakan NAPZA jenis narkotika dan psikotropika
secara illegal. Kanabis merupakan jenis NAPZA yang paling sering di gunakan, diikuti
dengan Amfetamin, Kokain, dan Opioida. Penyalahgunaan NAPZA jenis ini di dominasi
oleh pria, dan juga lebih terlihat di kalangan kaum muda dibandingkan katagori usia lebih
tua. Sebanyak 2,7% dari populasi dunia dan 3,9% dari seluruh orang berusia 15 tahun
keatas telah menggunakan Kanabis paling sedikit sekali antara tahun 2000 dan 2001
(Depkes, 2008).
Berkembangnya jumlah pecandu NAPZA ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor
dari dalam (internal) diri meliputi: minat, rasa ingin tahu, lemahnya rasa ketuhanan,
kesetabilan emosi. Faktor yang kedua adalah faktor dari luar (eksternal) diri meliputi:
gangguan psikososial keluarga, lemahnya hukum terhadap pengedar dan pengguna
narkoba, lemahnya sistem sekolah termasuk bimbingan konseling, lemahnya pendidikan
agama. Meskipun narkoba sangat diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan,
namun bila disalahgunakan atau digunakan sesuai dengan standar pengobatan, terlebih jika

1
disertai dengan peredaran narkoba secara gelap akan menimbulkan akibat yang sangat
merugikan perorangan ataupun masyarakat, khususnya generasi muda,
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah sampai ke tingkat yang sangat
mengkhawatirkan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa 50% penghuni LAPAS
(Lembaga Pemasyarakatan) disebabkan oleh kasus narkoba. Berita criminal di media
massa, baik media cetak maupun elektronik dipenuhi oleh berita tentang penyalahgunaan
narkoba.
Korban narkoba meluas ke semua lapisan masyarakat dari pelajar, mahasiswa,
artis, ibu rumah tangga, pedagang, supir angkot, anak jalanan, pekerja, dan lain
sebagainya. Narkoba dengan mudahnya diperoleh, bahkan dapat diracik sendiri yang sulit
dideteksi, pabrik narkoba secara ilegalpun sudah didapati di Indonesia.
Pemakaian narkoba di luar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, dan
pemakaiannya bersifat patologik (menimbulkan kelainan) dan menimbulkan hambatan
dalam aktivitas di rumah, sekolah atau kampus, tempat kerja dan lingkungan social.
Ketergantungan narkoba diakibatkan oleh penyalahgunaan zat yang disertai dengan
adanya toleransi zat (dosis semakin tinggi) dan gejala putus asa, yang memiliki sifat-sifat
keinginan yang tak terhankan, kecenderungan untuk menambah takaran (dosis),
ketergantungan fisik dan psikologis.
Kejahatan narkoba merupakan kejahatan international (International Crime),
kejahatan yang terkoorganisir (Organize Crime), mempunyai jaringan yang luas,
mempunyai dukungan dana yang besar dan sudah menggunakan teknologi yang canggih.
Narkoba mempunyai dampak negatif yang sangat luas ; baik secara fisik, psikis,
ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan lainsebagainya. Bila penyalahgunaan narkoba tidak
diantisipasi dengan baik, maka akan rusak bangsa dan negara ini. Oleh karena itu,
diperlukan kerja sama yang baik dari seluruh komponen bangsa untuk penanggulangan
penyalahgunaan narkoba.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya
(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika
dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang
memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama
multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan
secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.
Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan

2
atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila
disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun
masyarakat luas khususnya generasi muda.
Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah
sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial
ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada,
penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi
muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu
mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi
muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan
penyalahgunaan NAPZA, melalui upaya Promotif, Preventif, Terapi dan Rehabilitasi.
Peran penting sektor kesehatan sering tidak disadari oleh petugas kesehatan itu
sendiri, bahkan para pengambil keputusan, kecuali mereka yang berminat dibidang
kesehatan jiwa, khususnya penyalahgunaan NAPZA. Bidang ini perlu dikembangkan secara
lebih profesional, sehingga menjadi salah satu pilar yang kokoh dari upaya penanggulangan
penyalahgunaan NAPZA. Kondisi diatas mengharuskan pula Puskesmas sebagai ujung
tombak pelayanan kesehatan dapat berperan lebih proaktif dalam upaya penanggulangan
penyalahgunaan NAPZA di masyarakat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian NAPZA


NAPZA adalah kependekan dari Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya. NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan /
psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 yang
dimaksud NARKOTIKA meliputi :
1. Golongan Opiat : Heroin, Morfin, Madat, dll.
2. Golongan Kanabis : Ganja, Hashish.
3. Golongan Kokain : Kokain, Crack.
 Alkohol adalah minuman yang mengandung etanol (Etil-alkohol).
 Psikotropika menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 meliputi : ecstasy,
shabu-shabu, Isd, obat penenang/obat tidur, obat anti depresi dan anti psikosis.
 Zat Adiktif lain termasuk inhalansia (aseton, thinner car, lem atau glue),
nikotin(tembakau), kafein (kopi).
NAPZA tergolong zat psikoaktif. Yang dimaksud zat psikoaktif adalah zat yang
terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku,
perasaan, pikiran, persepsi, dan kesadaran.
Tidak semua zat psikoaktif disalahgunakan, misalnya : obat antipsikotik dan obat anti
depresi tidak mempunyai potensi disalahgunakan. Di Malaysia dikenal dengan istilah
dadah bagi semua zat yang penggunaannya adalah melawan hukum. Sedangkan di
Indonesia istilah itu disebut madat, yang kurang tepat bila dipakai sebagai padanan kata
dadah, karena madat adalah candu, yang menurut UU nomor 22 tahun 1997 termasuk
opiate, yaitu salah satu jenis narkotika saja. Sedangkan NARKOBA adalah kependekan
dari Narkotik dan Obat Berbahaya. Dikatakan kependekan mungkin kurang tepat karena :
1. Semua obat bisa berbahaya (insulin, pensilin, adrenalin)
2. Yang disalahgunakan tidak hanya obat, melainkan Ganja, ecxtasy, heroin, kokain, tidak
digunakan sebagai obat lagi.
3. Psikotropika, yang mempunyai UU tersendiri tidak tercermin dalam akronim itu.
4. Zat psikotropika yang sering disalahgunakan (menurut WHO 1992) adalah :
 Alkohol (semua minuman beralkohol)

4
 Opioida (heroin, morfin, pethidin, candu)
 Kanabinoida (ganja = mariyuana, hashish)
 Sedativa/hipnotika (obat penenang/obat tidur)
 Kokain : daun koka, serbuk kokain, creck
 Stimulansia lain, termasuk kafein, ecxtasy, dan shabu-shabu
 Halusinogenika; Isd, mushroom, mescalin
 Tembakau (mengandung nikotin)
 Pelarut yang mudah menguap seperti : aseton, glue, atau lem.
 Multiple (kombinasi) dan lain-lain, misalnya : kombinasi heroin dan shabu-shabu,
alkohol dan obat tidur.

2.2 Jenis-Jenis NAPZA


1. Heroin
Street name (nama jalanan) Putauw, BT, Brown Sugar, merupakan senyawa
semisintetik dengan nama kimia di asetil-morfin, tersebut dari morfin yang terdapat
dalam getah kotak biji tanaman paraver somniferum. Berupa serbuk putih dengan rasa
pahit. Dalam pasaran gelap warnanya bisa putih, coklat, atau dadu, bergantung pada
bahan pencampurannya (kakao, tawas, kinina, tepung jagung, atau tepung susu, gula
putih, gula merah). Dalam farmakologi tergolong opioida.
Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian menimbulkan perasaan
ingin menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan pemakai
akan kehilangan percaya diri hingga tak mempunyai keinginan untuk bersosialisasi.
Pemakai akan membentuk dunianya sendiri, mereka merasa bahwa lingkungannya
menjadi musuh.
2. Ectasy
Street name (nama jalanan) : inex, xtc, hug drug, yuppie drug, essence, clarity.
Beberapa merk terkenal lainnya adalah butterfly, black heart. Nama kimianya adalah
methylene-dioxy methamphetamine (mdma). Dalam farmakologi tergolong sebagai
psiko-stimulansia seperti amfetamin, meth-amphetamin, kafein, kokain, khat, nikotin.
Tergolong sebagai designed substance, yaitu senyawa yang direkayasa untuk tujuan
bersenang-senang. Jenis ini tidak digunakan dalam ilmu kedokteran.
Reaksi dari pemakaian ini memberikan sensasi energy lebih, euphoria, rasa senang,
distorsi waktu, persepsi dan kebas lidah. Ecstasy di konsumsi dengan cara ditelan,

5
biasanya dalam wujud tablet atau kapsul, pada mulanya ecstasy popular di night club
atau dikostik.
3. Kokain
Nama jalanan berupa koka, coke, happy dust, chalie, srepet, snow/salju. Kokain
adalah zat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan Eryth roxylon coca, termasuk
golongan semak tingginya mencapai 2 m. daunnya mengandung zat pembius. Serbuk
kokain warnanya putih dan rasanya pahit.
Kokain sering dihirup melalui hidung, akibat penggunaan dengan cara dihirup
akan beresiko kering dan luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam. Akan tetapi
ada juga yang diisap dengan rokok atau jika disuntikkan akan berdampak penyakit
HIV/AIDS. Akibat cocaine terhadap fisik pemakai adalah terhambatnya saluran darah,
pupil mata membesar, panas badan meningkat, denyut jantung meningkat, darah tinggi,
perasaan gelisah, nyeri, cemas. Menghisap crack cocaine bersama rokok akan
menimbulkan paranoia(sejenis penyakit jiwa yang meyebabkan timbul ilusi yang salah
tentang sesuatu dan akhirnya bisa bersifat agresif akibat delusi yang dialaminya).
Cocaine dapat menyebabkan kematian karena pernafasannya tersendat lalu otak
kekurangan oksigen.
4. Methamphetamine
Nama jalanan berupa habu-shabu, SS, ice. Methamphetamine adalah sejenis obat
yang kuat yang menyebabkan orang kecanduan yang dapat merangsang saraf sentral.
Biasanya berbentuk berupa serbuk kristal dan cairan. Dapat dikonsumsi dengan cara
dihisap dengan bantuan alat (bong). Contoh methamphetamine yang paling popular
adalah shabu-shabu.
Reaksi dari pemakaian ini memberikan rasa nikmat, euphoria, waspada, enerjik,
social & percaya diri, agitasi (mengamuk), agresi (menyerang), berkhayal, susah tidur
& banyak bicara, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan yang berlebihan.
5. Alkohol
Nama kimia dari alcohol adalah etanol atau etil alcohol. Banyak jenis dan merek
dari alkohol, yaitu bir, wiski, gin, vodka, martini, brem, arak, ciu, saguer, tuak, Johnny
Walker (topi miring), black and white (kam-put = kambing putih), manson house, dll.
Alkohol murni tidaklah dikonsumsi manusia. Yang sering dikonsumsi adalah
minuman yang mengandung bahan sejenis alcohol. Bahan ini dihasilkan dari proses
fermentasi gula yang dikandung dari malt dan beberapa buah-buahan seperti hop,
anggur dan sebagainya. Reaksi dari pemakaian alcohol ini memberikan euphoria

6
(perasaan gembira dan nyaman), lebih banyak bicara, rasa pusing, muntah, lelah, haus,
disorientasi, tekanan darah menurun, reflex melambat.
6. Ganja (Mariyuana, Marihuana, Hashish)
Street name (nama jalanan) : gelek, cimeng, buddha stick, mary jane, dll. Berasal
dari tanaman kanabis sativa. Zat aktif : Delta-9 Tetrahydrocannabinal (thc). Jenis ini
tidak lazim digunakan dalam ilmu kedokteran. Menurut UU nomor 5 tahun 1997
tentang Narkotika, jenis ini termasuk narkotika golongan 1 (satu). Penggunaan ganja
hanya untuk tujuan ilmu pengetahuan.
Ganja mempengaruhi penggunannya dengan cara yang berbeda. Beberapa orang
mengalami reaksi lebih kuat dari yang lain. Reaksi paling umum yang ditimbulkan
ganja adalah kejang-kejang dan mabuk, ada juga beberapa efek lain seperti : paranoid,
muntah-muntah, kehilangan koordinasi, kebingungan, meningkatkan nafsu makan,
mata merah, halusinasi.

2.3 Upaya Dalam Penaggulangan Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika


Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dapat dilakukan
melalui beberapa cara, sebagai berikut ini :
1. Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai
ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah lebih baik dari pada
pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti pembinaan dan pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh
pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat, pengajian oleh para ulama,
pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak keamanan, pengawasan obat-
obatan illegal dan melakukan tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi
atau meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
2. Represif (penindakan), yaitu menindak dan memberantas penyalahgunaan narkoba
melalui jalur hokum, yang dilakukan oleh para penegak hukum atau aparat kemananan
yang dibantu oleh masyarakat. Jika masyarakat mengetahui harus segera melaporkan
kepada pihak berwajib dan tidak boleh main hakim sendiri.
3. Kuratif (pengobatan), bertujuan penyembuhan para korban baik secara medis maupun
dengan media lain. Di Indonesia sudah banyak didirikan tempat-tempat penyembuhan
dan rehabilitas pecandu narkoba seperti Yayasan Titihan Respati, pesantren-pesantren,
yayasan Pondok Bina Kasih dll.

7
4. Rehabilitatif (rehabilitasi), dilakukan agar setelah pengobatan selesai para korban
tidak kambuh kembali “ketagihan” Narkoba. Rehabilitasi berupaya menyantuni dan
memperlakukan secara wajar para korban narkoba agar dapat kembali ke masyarakat
dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Kita tidak boleh mengasingkan para korban
Narkoba yang sudah sadar dan bertobat, supaya mereka tidak terjerumus kembali
sebagai pecandu narkoba.

2.4 Upaya Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA


A. Upaya pencegahan meliputi 3 hal :
1. Pencegahan primer : mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan NAPZA dan
melakukan intervensi. Upaya ini terutama dilakukan untuk mengenali remaja yang
mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan NAPZA, setelah itu melakukan
intervensi terhadap mereka agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan
ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses
tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
2. Pencegahan Sekunder : mengobati dan intervensi agar tidak lagi menggunakan
NAPZA.
3. Pencegahan Tersier : merehabilitasi penyalahgunaan NAPZA.
B. Yang dapat dilakukan di lingkungan keluarga untuk mencegah penyalahgunaan
NAPZA:
1. Mengasuh anak dengan baik
 penuh kasih sayang
 penanaman disiplin yang baik
 ajarkan membedakan yang baik dan buruk
 mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung jawab
 mengembangkan harga diri anak, menghargai jika berbuat baik atau
mencapai prestasi tertentu.
2. Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat. Hal ini membuat anak rindu
untuk pulang ke rumah.
3. Meluangkan waktu untuk kebersamaan.
4. Orang tua menjadi contoh yang baik. Orang tua yang merokok akan menjadi
contoh yang tidak baik bagi anak.
5. Kembangkan komunikasi yang baik

8
Komunikasi dua arah, bersikap terbuka dan jujur, mendengarkan dan
menghormati pendapat anak.
6. Memperkuat kehidupan beragama.
Yang diutamakan bukan hanya ritual keagamaan, melainkan memperkuat nilai
moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari.
7. Orang tua memahami masalah penyalahgunaan NAPZA agar dapat berdiskusi
dengan anak.
C. Yang dilakukan di lingkungan sekolah untuk pencegahan penyalahgunaan NAPZA :
1. Upaya terhadap siswa :
 Memberikan pendidikan kepada siswa tentang bahaya dan akibat
penyalahgunaan NAPZA.
 Melibatkan siswa dalam perencanaan pencegahan dan penanggulangan
penyalahgunaan NAPZA di sekolah.
 Membentuk citra diri yang positif dan mengembangkan ketrampilan yang
positif untuk tetap menghidari dari pemakaian NAPZA dan merokok.
 Menyediakan pilihan kegiatan yang bermakna bagi siswa ( ekstrakurikuler ).
 Meningkatkan kegiatan bimbingan konseling.Membantu siswa yang telah
menyalahgunakan NAPZA untuk bisa menghentikannya.
 Penerapan kehidupan beragama dalam kegiatan sehari – hari.
2. Upaya untuk mencegah peredaran NAPZA di sekolah :
 Razia dengan cara sidak.
 Melarang orang yang tidak berkepentingan untuk masuk lingkungan sekolah.
 Melarang siswa ke luar sekolah pada jam pelajaran tanpa ijin guru.
 Membina kerjasama yang baik dengan berbagai pihak.
 Meningkatkan pengawasan sejak anak itu datang sampai dengan pulang
sekolah.
3. Upaya untuk membina lingkungan sekolah :
 Menciptakan suasana lingkungan sekolah yang sehat dengan membina
hubungan yang harmonis antara pendidik dan anak didik.
 Mengupayakan kehadiran guru secara teratur di sekolah.
 Sikap keteladanan guru amat penting.
 Meningkatkan pengawasan anak sejak masuk sampai pulang sekolah.

9
D. Yang dilakukan di lingkungan masyarakat untuk mencegah penyalahguanaan NAPZA:
1. Menumbuhkan perasaan kebersamaan di daerah tempat tinggal, sehingga masalah
yang terjadi di lingkungan dapat diselesaikan secara bersama- sama.
2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyalahguanaan NAPZA
sehingga masyarakat dapat menyadarinya.
3. Memberikan penyuluhan tentang hukum yang berkaitan dengan NAPZA.
4. Melibatkan semua unsur dalam masyarakat dalam melaksanakan pencegahan dan
penanggulangan penyalahguanaan NAPZA.

10
BAB III
METODE

3.1 Metode Kegiatan


Metode kegiatan ini bersifat penyuluhan dengan menggunakan proyektor dan
mengadakan sesi tanya jawab di akhir pemaparan.

3.2 Waktu dan Tempat


Acara ini dilaksanakan pada:
Hari, Tanggal : Kamis, 30 Oktober 2019
Waktu : 10.00 WIB s/d selesai
Tempat : Ruang pertemuan siswa SMA MAN 1 Banyuasin

3.3 Sasaran
Sasaran khusus kegiatan ini adalah remaja sekolah Sekolah Menengah Atas
(SMA) usia 15-17 tahun khususnya anak sekolah SMA MAN 1 Banyuasin.

3.4 Susunan Kegiatan


Waktu Kegiatan
10.00 – 10.35 Pertemuan dengan kepala sekolah dan staf SMA MAN 1 Banyuasin
Persiapan alat
Persiapan siswa
Pembukaan
10.35 – 11.15 Penyampaian materi
11.15 – 11.20 Tanya jawab
11.20 – 11.25 Penutupan

11
BAB IV
HASIL

4.1 Persiapan dan Kendala


 Tidak ada kendala apapun, persiapan alat seperti laptop, proyektor, dan mic,
speaker berfungsi dengan baik dan siswa yang hadir datang tepat waktu.

4.2 Solusi
 Lebih ditingkatkan kembali agar siswa dapat lebih mengerti tentang materi
yang diberikan.

4.3 Kesan
Acara berlangsung interaktif dan kondusif. Siswa-siswi SMA MAN 1
Banyuasin menanggapi dengan baik. Hal ini terlihat dari antuasiasme mereka yang
aktif bertanya dan menjawab pertanyaan dari penyaji dengan benar dan tepat saat
penyuluhan.

4.4 Evaluasi
Acara berlangsung lancar.

12
LAMPIRAN

13
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang Pedoman


Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan
Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya
(NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Wiguna, 2003. Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat
rehabilitasi pada pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat
Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
Depkes, 2001. Buku Pedoman Praktis Bagi Petugas Kesehatan (Puskesmas)
Mengenai Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
Lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial RI Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.
Hawari, D. (2000). Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotik,
Alkohol dan Zat aAiktif). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

14

Anda mungkin juga menyukai