Definisi
Pneumonia adalah salah satu infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkanmkonsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat. (Setiati,et al, 2014)
Secara klinis pneumonia dapat menjadi penyakit primer atau menjadi komplikasi dari
penyakit lain. Terjadinya inflamasi parenkim paru merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak namun lebih sering terjadi pada bayi dikarenakan sistem imun bayi masih rendah.
(Wong et al,2008)
2. Etiologi
Pneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan jamur. Menurut Nurarif & Kusuma
(2016), penyebab pneumonia pada anak dapat digolongkan menjadi:
c. Mycoplasma pneumonia.
e. Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, dan benda asing.
f. Pneumonia hipostatik.
g. Sindrom loeffler.
a. Umur balita: pada kelompok umur bayi sampai anak balita yang
b. Faktor nutrisi:
status gizi yang kurang dengan keadaan imunitas rendahakan mudah terserang penyakit
infeksi terutama pneumonia (Sediaoetama, 2008). Balita yang tidak mengkonsumsi ASI
eksklusif sampai usia 6 bulan dan pemberian ASI kurang dari 24 bulan lebih beresiko terkena
pneumonia, dibandingkan Pemberian ASI selama 6 bulan pertama. Pemberian ASI selama 2
tahun juga akan menambah ketahanan anak dalam melawan gangguan penyakit infeksi salah
satunya adalah Pneumonia. (Choyron, 2015)
c. Faktor lingkungan: anak balita yang tinggal di rumah dengan menggunakan jenis bahan
bakar yang memiliki banyak asap lebih beresiko terkena pneumonia. (Khasanah, Suhartono,
& Dharminto,2016)
3. Manifestasi Klinis
a. Demam tinggi
b. Pernapasan: batuk tidak produktif sampai produktif dengan sputum berwarna keputihan,
takipnea, bunyi napas ronki atau ronki kasar, pekak pada saat perkusi, nyeri dada,
pernapasan cuping hidung, pucat, sampai sianosis (bergantung pada tingkat keparahan )
frekuensi pernapasan >60x/menit.
c. Napas cuping hidung
d. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi didekatnya)
e. Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang lebih kecil)
f. Anak-anak yang lebih besar tidak nampak sakit
g. Demam
h. Ronchi
i. Sakit kepala
j. Sesak nafas
k. Menggigil
l. Berkeringat
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
5. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak sampai usia lanjut.
Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan,
sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat
pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan
jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun
dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh
bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan
bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri)
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai alveoli, reaksi
inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya
eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli menjadi
tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang
terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia .
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat
tahap yang berurutan:
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar
masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai kongesti
vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah
beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan
limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang.
Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan,
padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula
(hepatisasi = seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut
disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan
padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh
makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan arsitektur dinding
alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000
: 392).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Misnadiarly, 2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. Sinar X : Mengidenfikasi distribusi struktural (misal : lobar, bronchial), dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus).
Pada pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin lebih bersih.
2. GDA : Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada.
3. JDL Leukositosis : Biasanya ditemukan, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun.
4. LED : Meningkat
5. .Fungsi paru hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat dan komplain
menurun
6. Elektrolit Na dan CI mungkin rendah
7. Bilirubin meningkat
8. Aspirasi / biopsi jaringan paru
8. PENATAKLAKSANAAN
Menurut (Misnadiarly, 2008), kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa
diberikan antibiotik per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita dengan sesak
nafas atau penyakit jantung dan paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui
infus. Mungkin perlu di berikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respons terhadap pengobatan dan keadaannya membaik
dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan pada pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
di tentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
1. Oksigen 1-2L/menit
2. IVFD dekstrose 10% :Nacl 0,9% = 3: 1,+ KCI10 mEq/500 ml cairan
3. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi
4. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberiikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis
untuk memperbaiki transport mukosilier.
6. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community base:
1. Ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
2. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base:
5. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
6. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)
7. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
8. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
9. Pernafasan
Tanda :
10. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
11. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6-8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah
12. DIAGNOSA
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) diagnosa yang mungkin muncul adalah :
3. Mampu
mengidentifikasi dan 7. Merangsang batuk atau
mencegah faktor pembersihan jalan nafas
yang dapat suara mekanik pada faktor
menghambat jalan yang tidak mampu
nafas melakukan karena batuk
efektif atau penurunan
tingkat kesadaran.
Kriteria hasil:
dyspneu
2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(irama nafas, tidak
tercekik, tidak ada
nsuara nafas
abnormal)
3. Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan NIC Activity Therapy 1. Untuk dapat memberikan
b.d isolasi tindakan keperawatan program yang sesuai dan
selama ..x.. jam 1. Kaloborasikan dengan tenaga
respiratory diharapkan energi tepat.
rehabilitasi medik dalam
psikologis maupun 2. Untuk mengetahui
fisiologi pasien merencanakan program terapi
kemampuan pasien dalam
terpenuhi yang tepat
melakukan suatu aktivitas
NOC 2. Bantu pasien
3. Untuk membantu pasien
mengidentifikasikan aktivitas
1. Energy conervation dalam beraktivitas
yang mampu dilakukan
2. Activity tolerrance 4. Untuk dapat mengetahui
3. Bantu untuk mendapatkan alat
3. Self care: Adls kekurangan pasien dalam
bantuan aktivitas seperti kursi
Kriteria hasil: beraktivitas dan
roda
1. Berpartisipasi dalam 4. Bantu pasien dan keluarga memberikan penanganan
aktifitas fisik tanpa untuk mengidentifikasi yang tepat
disertai peningkatan kekurangan dalam aktivitas 5. Untuk bisa membuat
tekanan darah, nadi, 5. Bantu pasien mengembangkan pasien selalu termotivsi
RR motivasi dan peguatan dan besemangat
6. Monitor respon fisik, emosi, 6. Untuk mengetahui
sosial, dan spiritual kesanggupan dan
2. Mampu melakukan
keinginan pasien dalam
aktivitas sehari-hari
melakukan aktivitas
secara mandiri
3. Tanda tanda vital
normal
4. Energi psikomotor
5. Level kelemahan
6. Mampu berpindah:
dengan atau tanpa
bantuan
7. Status
kardiopulmonari
adekuat
8. Sirkulasi status baik
9. Status respirasi:
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
REFERENSI
Sugihartono, Nurjazuli. (2012). Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia.