Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT KOMUNIKASI

“DEFINISI DAN PENGERTIAN”

DISUSUN OLEH ( KELOMPOK 5 ):


1. INDRA BAYU SAPUTRA ( Nim : 170501076 )
2. NIKEN DWI LESTARI ( Nim : 170501072 )
3. CINDY TUA HARIANJA ( Nim : 170501081 )
4. RIDHO MULTAZZAM ( Nim : 170501070 )
5. IMAM FADLY ( Nim : 170501079 )

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT karena dengan pertolongan-Nya kami
dapat menyelesaikan Tugas Makalah Filsafat Komunikasi kami yang berjudul “DEFENISI
DAN PENGERTIAN”
Kami juga patut bersyukur terhadap Tugas Filsafat Komunikasi ini yang telah diberikan oleh
dosen pembimbing kami, karena dengan adanya tugas ini, kami dapat sekaligus menambah
wawasan terhadap Tugas Makalah yang dikerjakan.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada teman – teman kami dari hasil makalah
ini. Oleh karena itu, kami berharap makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita
bersama.

Pekanbaru, 16 Juni 2018

Kelompok 5

1
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ...... 1
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ...... 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. ...... 3


1.1. Latar belakang .......................................................................................... ...... 3
1.2. Pokok masalah ......................................................................................... ...... 3

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. ...... 4


2.1. Hakikat Iman ............................................................................................ ...... 4
2.2. Hubungan Iman , Ilmu dan Amal ............................................................ ...... 6
2.3. Sifat-sifat orang beriman.......................................................................... ...... 9
2.4. Hal-hal yang dapat merusak iman............................................................ .... 11

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... .... 15


3.1.Kesimpulan................................................................................................ .... 15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... .... 16

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak orang mengetahui Definisi dari suatu hal maupun Pengetian. Namun
sesungguhnya mereka banyak yang belum mengerti apa makna dari Definisi dan Pengertian
itu sendiri.
Karna itu kami mengangkat materi Definisi dan Pengertian ini selain untuk memenuhi
tugas mata kuliah Filsafat Komunikasi, ini juga kami buat untuk sama-sama mengetahui apa
itu Definisi dan Pengertian.

1.2 Pokok Masalah


Dari latar belakang yang kami tulis, kami akan menguraikan masalah yang akan kami
bahas dalam makalah ini mengenai :
1. Apa itu Definisi?
2. Apa itu Pengertian?

1.3 Tujuan
Tujuan dari dibuatnya Makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi Tugas yang diberikan oleh Dosen
2. Untuk lebih mengenal apa itu Definisi dan Pengertian

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Iman


Iman secara Bahasa artinya membenarkan (percaya). Secara syara’, iman adalah
ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Artinya iman adalah ucapan hati,
lisan dan anggota badan. Ucapan hati yakni keyakinan dan kepercayaan, adapun ucapan lisan
bermakna pernyataannya sedangkan perbuatan hati yaitu kepatuhan, keikhlasan, ketaatan,
kecintaan, dan keinginannya kepada segala amal saleh, dan ada pula perbuatan anggota badan
yakni lebih kemelaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan.
Syaikh Shalih Al Fauzan berkata ketika menerangkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, bahwa iman itu adalah ucapan dan perbuatan “ini adalah pengertian iman menurut
Ahlus sunnah wal Jama’ah, yaitu bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan. Ucapan ini
terbagi dua yakni ucapan hati yang berupa keyakinan, dan ucapan lisan yang berupa
mengucapkan kalimat syahadat. Sedangkan perbuatan juga terbagi dua yakni perbuatan hati,
yaitu niat dan keikhlasan, dan perbuatan anggota badan yaitu seperti sholat ataupun haji.
Pada prinsipnya ,iman adalah membenarkan kabar berita dan tunduk kepada syari’at.
Karena itu barang siapa yang dalam hati nya tidak ada pembenaran dan sikap tunduk, maka ia
bukan sebagai seorang muslim. Penyempurnaan iman yang wajib adalah dengan
melaksanakan perkara-perkara wajib dan meninggalkan perkara - perkara haram. Sedangkan
penyempurnanya yang bersifat Sunnah adalah dengan melaksanakan amalan-amalan Sunnah
dan meninggalkan yang makhruh serta menjaga diri dan yang syubhat.
Allah berfirman yang artinya :“sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang
menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi, maka niscaya
mereka mendirikan Shalat, menunaikan Zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari
perbuatan yang mungkar dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”(Qs. Al-Hajj/22:40-
41)
Sesungguhnya iman itu tidak diperoleh hanya dengan berangan-angan, tidak pula
dengan berhias secara fisik, akan tetapi iman adalah apa yang terukir dan tertanam dalam
hati. Dan bukti kejujuran iman itu adalah dengan mengerjakan berbagai ketaatan dan
menjauhi berbagai kemaksiatan. Setiap orang bisa mengaku Muslim bahkan lebih dari itu

4
yaitu mengaku Mukmin. Setiap orang bisa mengucapkan kalimat syahadat, orang-orang
munafik juga menyebut Allah. Padahal mereka berada dineraka yang paling dasar kelak.
Mereka datang kepadaNabi Muhammad S.A.W dan mengucapkan “kami bersaksi
bahwa engkau adalah utusan Allah” Mereka bersumpah kepada Nabi dan para sahabatnya
bahwa mereka beriman kepada beliau, padahal sebenarnya mereka tidaklah demikian. Akan
tetapi syahadat dan iman mereka tidaklah bermanfaat bagi mereka. Karena syahadat dan iman
mereka tidak bersumber kepada keyakinan dan keimanan, tidak pula karena sikap menerima
dan tunduk. Allah S.W.T. berfirman yang artinya :“Diantara manusia ada yang mengatakan
“kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian” Padahal mereka itu sesungguhnya bukan
dari orang-orang yang beriman. (Qs: Al-Baqarah/2:8)
Keyakinan keseluruhannya adalah iman, karena keyakinan merupakan dasar dari pada
iman itu sendiri. Jika keyakinan tertanam dalam hati, seluruh anggota tubuh termotivasi untuk
berbuat baik. Seorang hamba tidak akan pernah mencapai ketakwaannya yang hakiki hingga
ia meninggalkan keraguan dalam hatinya, dalam pengertian menjaga diri dari kesyirikan dan
menekuni segala perbuatan baik. Namun lahirnya nasihat akan “keraguan” sesungguhnya
menunjukan perbedaan tingkat keimanan manusia
Hakikat iman yang dibawa oleh Rasullullah SAW tegak berdiri diatas 3 pilar, jika
salah satu darinya roboh, maka iman pun akan tumbang, 3 pilar itu diantara lain, yang
pertama keyakinan dalam hati yang meliputi 2 hal yakni ikrar dalam hati dan amalan dalam
hati, yang kedua pengucapan dengan lisan yang dimaksudkan dengan tidak hanya pelafalan 2
kalimat syahadat saja tapi harus disertai dengan pembenaran terhadap semua makna yang
terkandung didalamnya serta meyakini lahir dan bathin, dan yang ketiga peramalan dalam
perbuatan atau mengerjakan segala sesuatu apa yang diperintahkan oleh Allah, serta
meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.
Allah berfirman didalam Al-Qur’an yang artinya “sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hati mereka, dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Nya, bertambahlah iman mereka (dikarenanya)
dan kepada Rabblah mereka bertawakkal (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, dan
menafkah kan sebagian dari Rezeki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang
yang beriman dengan sebenar-benarnya” (Qs: An Anfal: 2-4)

5
2.2 Hubungan Iman, Ilmu dan Amal

Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi kedalam
agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan. Dalam agama
islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak. Sedangkan iman,
ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman berorientasi terhadap rukun iman
yang enam, sedangkan ilmu dan amal berorientasi pada rukun islam yaitu tentang tata cara
ibadah dan pengamalanya.
Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan sangat
menentukan sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan dengan hati. Akidah
sebagai kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun iman, yaitu iman
kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rosul-rosul Allah, hari qiamat, dan
takdir.
Meskipun hal yang paling menentukan adalah akidah/iman, tetapi tanpa integritas ilmu
dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislaman seorang muslim menjadi
kurang utuh, bahkan akan mengakibatkan penurunan keimanan pada diri muslim, sebab
eksistensi prilaku lahiriyah seseorang muslim melambangkan batinnya.

 Hubungan Iman dan Ilmu


Beriman berarti meyakini kebenaran ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW. Serta
dengan penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalankan perintah Allah
SWT dan Rasul kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga tidak menyimpang dari
yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Cara memahaminya adalah dengan selalu mempelajari
agama (Islam).
Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya. Dengan
ilmu keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman orang yang berilmu dapat
terkontrol dari sifat sombong dan menggunakan ilmunya untuk kepentingan pribadi bahkan
untuk membuat kerusakan.

 Hubungan Iman Dan Amal


Amal Sholeh merupakan wujud dari keimanan seseorana. Artinya orang yang beriman
kepada Allah SWT harus menampakan keimanannya dalam bentuk amal sholeh. Iman dan
Amal Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Mereka bersatu padu
dalam suatu bentuk yang menyebabkan ia disebut mata uang. Iman tanpa Amal Sholeh juga
dapat diibaratkan pohon tanpa buah.
Dengan demikian seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan amalan
keislaman, begitu pula orang yang mengaku islam harus menyatakan keislamannya. Iman dan

6
Islam seperti bangunan yang kokoh didalam jiwa karena diwujudkan dalam bentuk amal
sholeh yang menunjukkan nilai nilai keislaman.
 Hubungan Amal Dan Ilmu
Hubungan ilmu dan amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu adalah
pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal boleh lurus dan berkembang bila didasari
dengan ilmu. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan ilmu baik itu yang
berupa amal ibadah atau amal perbuatan lainnya. Kedua jika orang itu berilmu maka ia harus
diiringi dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika dilandasi dengan ilmu. Begitu juga
dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna jika diiringi dengan amal. Keduanya tidak
dapat dipisahkan dalam perilaku manusia. Sebuah perpaduan yang saling melengkapi dalam
kehidupan manusia yaitu setelah berilmu lalu beramal.
Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al-qur'an sangat kental dengan nuansa–
nuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam
ajaran islam. Keimanan yang dimiliki oleh seseorang akan jadi pendorong untuk
menuntut ilmu, sehingga posisi orang yang beriman dan berilmu berada pada posisi yang
tinggi dihadapan Allah yang berarti juga rasa takut kepada Allah akan menjiwai seluruh
aktivitas kehidupan manusia untuk beramal shaleh. Dengan demikian nampak jelas bahwa
keimanan yang dibarengi dengan ilmu akan membuahkan amal–amal shaleh. Maka dapat
disimpulkan bahwa keimanan dan amal perbuatan beserta ilmu membentuk segi tiga pola
hidup yang kokoh. Ilmu, iman dan amal shaleh merupakan faktor menggapai kehidupan
bahagia.
Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian sabdanya,
“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan
tanpa iman” [HR. Ath-Thabrani] . Kemudian dijelaskannya pula bahwa, “Menuntut ilmu itu
wajib atas setiap muslim” [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al Baihaqi] . Selanjutnya, suatu
ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya ia pernah bertanya, "Wahai
Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan orang-orang?". Beliau Saw.
menjawab: "Masing-masing dimudahkan kepada suatu yang diciptakan untuknya" [HR.
Bukhari] “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan
kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.” [HR. Abu Na’im] . ”Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu
lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu
yang bermanfaat.” [HR. At Tirmidzi] . ”Seseorang itu tidak menjadi ‘alim (ber-ilmu)
sehingga ia mengamalkan ilmunya.” [HR. Ibnu Hibban].
Suatu ketika datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan
pertanyaan: ”Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab Rasulullah Saw :
“Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula “Ilmu apa yang Nabi
maksudkan ?”. Jawab Nabi Saw : ”Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala !
” Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw salah tangkap, ditegaskan lagi “Wahai

7
Rasulullah, kami bertanya tentang amalan, sedang Engkau menjawab tentang Ilmu !” Jawab
Nabi Saw.
Pula “Sesungguhnya sedikit amalan akan berfaedah (berguna) bila disertai dengan
ilmu tentang Allah, dan banyak amalan tidak akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang
Allah” [HR.Ibnu Abdil Birrdari Anas]. Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena
ketiadaan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, banyak amal setiap orang menjadi sangat
berkaitan dengan keimanan dan ilmu pengetahuan karena ”Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka
kerana keimanannya (QS. Yusuf : 9)
Ilmu pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala adalah penyambung antara
keimanannya dengan amalan-amalan manusia di muka bumi ini. Sebagaimana kaedah
pengaliran iman yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. bahwasanya iman adalah sebuah
tashdiq bi-l-qalbi yang di ikrarkan bi-l-lisan dan di amalkan bilarkan Dengan itu di simpulkan
bahawa kita jangan memisah ketiga komponen yang telah kita perhatikan tadi (iman,ilmu dan
amal) karena pemisahan setiap komponen menjadikan islam itu janggal.

 Kaitan antara iman, ilmu dan amal


Dalam sejarah kehidupan manusia, Allah swt memberikan kehidupan yang sejahtera,
bahagia, dan damai kepada semua orang yang mau melakukan amal kebaikan yang diiringi
dengan iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt semata (QS. At – Thalaq : ayat 2 – 3
).Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai sebagai suatu perbuatan amal sholeh jika
perbuatan tersebut tidak dibangun diatas nilai iman dan takwa, sehingga dalam pemikiran
Islam perbuatan manusia harus berlandaskan iman dan pengetahuan tentang pelaksanaan
perbuatan.

Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada Allah
swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah : 11. Yang
isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang berilmu
pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat kedudukannya
karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt dan Rasulnya, sedangkan orang yang
berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak manfaat kepada orang lain.
Islam tidak menghendaki orang alim yang digambarkan seperti lilin, mampu menerangi
orang lain sedang dirinya sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya, karena dapat
memberitahu orang lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak mengerjakan seperti
dalam Q.S. Ash – Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim dan pandai hendaknya
menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan dan lindungan Allah swt.
Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan antara
satu dengan lainnya.

8
2.3 Sifat – Sifat orang Beriman
Beriman kepada Allah SWT merupakan satu hal yang wajib dilaksanakan oleh kaum
muslimin. Iman kepada Allah berarti bahwa kita mempercayai Dia adalah satu-satunya Dzat
yang memiliki keagungan dan kesempurnaan. Beriman kepada Allah menjadi suatu
kebutuhan dasar manusia dan menjadi sumber kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat
kelak. Bentuk keimanan tersebut direalisasikan dengan mengakuinya di dalam hati,
diucapkan lewat lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan
Tentu saja menyadang gelar sebagai orang yang beriman menjadi suatu hal yang
mulia. Adapun sifat-sifat orang beriman Allah SWT telah memberikan jawabannya di dalam
surah Al-Anfal diantaranya

1. Memiliki Rasa Takut di Dalam Hatinya


Sifat pertama yang dimiliki oleh orang yang beriman adalah mereka memilii perasaan takut
di dalam hatinya. Allah Ta’ala berfirman
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka” (QS. Al-Anfal: 2)
Perasaan takut jika disebutkan nama Allah SWT hanya dimiliki oleh orang yang beriman.
Perasaan takut tersebut menjadi bentuk mengagungkan Allah. Apabila ia hendak berbuat
maksiat, kemudian teringat Allah, dan tidak jadi melakukannya maka ia adalah orang yang
beriman.

2. Adanya Tambahan Iman ketika Ayat Quran Dibacakan


Sifat kedua yang dimiliki oleh orang yang beriman adalah ketika dibacakan ayat suci Al-
Qur’an maka bertambahlah keimanan orang tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa orang
yang beriman, ketika mendengar bacaan Al-Qur’an maka bergetarlah hatinya. Di sinilah
kemudian bertambah keimanan orang tersebut. Allah Ta’ala berfirman
“dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya)” (QS. Al-
Anfal: 2)
Ada begitu banyak manfaat yang akan diperoleh mereka yang bertambah rasa imannya.
Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah memerintahkan Ibnu Mas’ud
untuk membacakan Al Qur’an, lantas Ibnu Mas’ud bertanya, “Bagaimana aku membacakan
Al Qur’an sedang Al Qur’an diturunkan untukmu?”.

9
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pun menjawab, “Sungguh aku senang
mendengar bacaan Al Qur’an dari orang lain.” Ibnu Mas’ud pun membaca surah An-Nisa,
tatkala sampai pada ayat 41, “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu
(Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)” (QS. An-Nisa: 41). Maka
Nabi mengatakan, “Cukup” Aku pun memandangi Nabi dan melihat mata beliau berlinangan
air mata. (HR. Al-Bukhari). Dengan bertambahnya keimanan, maka akan menjauhkan diri
kita dari perbuatan maksiat dan justru mendekatkan diri kepada ketaatan.

3. Tawakkal Hanya kepada Allah


Sifat kedua yang dimiliki oleh orang beriman adalah mereka hanya bertawakal kepada
Allah semata. Tidak ada tempat ataupun makhluk lain yang menjadi tempatnya berlindung
dan bergantung. Ia menyadari bahwa hanya Allah lah sebaik-baiknya tempat bertawakal.
Allah Ta’ala berfirman: “dan hanya kepada Rabbnya mereka bertawakkal” (QS. Al-Anfal:
2).
Orang yang beriman akan senantiasa menyandarkan segala urusannya hanya kepada
Allah. Mereka juga menyadari bahwasanya terwujud dan tidak terwujudnya segala sesuatu itu
hanya atas kehendak Allah SWT.

4. Mendirikan Shalat
Shalat merupakan tiang agama. Ternyata senantiasa mendirikan shalat menjadi salah
satu sifat atau ciri yang dimiliki oleh orang beriman. Mereka akan selalu mengerjakan
perintah Allah yang satu ini dan tentu saja mendapatkan pahala setelahnya. Allah Ta’ala
berfirman “(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat” (QS. Al-Anfal: 3).
Banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa shalat menjadi salah satu
bukti keimanan seseorang. Orang yang beriman akan mendirikan shalat secara sempurna,
baik itu shalat yang hukumnya wajib ataupun yang sunnah.

5. Senang Berinfak
Selain orang yang senantiasa mendirikan shalat, ternyata orang beriman juga gemar
untuk berinfak atau bersedekah. Mereka menyadari bahwa sedekah menjadi jalan untuk

10
menolong sesama manusia yang berada dalam kesulitan. Allah Ta’ala berfirman “dan yang
menginfakkan rizki yang Kami berikan kepada mereka” (QS. Al-Anfal: 3).

2.4 Hal-Hal Yang Dapat Merusak Iman


Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya mengemukakan bahwa tidak seperti Nabi
dan Rosul yang imannya selalu naik, iman seseorang itu kadang akan naik, kadang turun.
Atau bahkan akan turun terus sehingga akhirnya lenyap dan hatinya pun akan gersang tanpa
memiliki iman. Padahal orang yang seperti inilah yang akan menghuni neraka. Oleh karena
itu, kita haruslah tetap waspada dan hati-hati dalam menjaga iman, sehingga iman kita akan
terhindari hal-hal yang merusak. Adapun beberapa hal-hal yang dapat merusak iman yakni :

 Syirik
Syirik adalah segala keyakinan dan amalan yang semestinya hanya untuk Allah tetapi
dilakukan untuk selain Allah. Syirik akbar (syirik besar) yaitu menyekutukan Allah dengan
mahluknya seperti keyakinan adanya kekuatan selain Allah. Misalnya menyembah berhala
Syirik yang seperti ini disebut dengan syirik I’tiqody, artinya syirik karena keyakinan yang
salah, dan juga disebut syirik jali artinya syirik yang nyata dan dikategorikan sebagai dosa
besar. Tidak ada yang bisa menghapus dosa ini selain bertaubat selagi masih hidup dan
menggantinya dengan bertauhid kepada Allah SWT. “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS: Annisa : 48 )

 Melakukan Sihir
Sihir yang dimaksud dalam bahasan ini adalah tata cara yang bertujuan merusak rumah
tangga orang lain atau menghancurkan orang lain dengan jalan meminta bantuan kepada
setan. Hal ini termasuk perbuatan terlarang dan dosa besar. Firman Allah SWT : Dan mereka
mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka
mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak
mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka
mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di
negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada
seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu

11
janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan
sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka
itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan
izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan
tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa
yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat,
dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka
mengetahui. (QS Al-Baqarah : 102)

Menurut hadits yang diriwayatkan secara marfu’ oleh ibnu mas’ud, perbuatan yang temasuk
sihir adalah memohon kekuatan pada alam, mempercayai bahwa benda-benda tertentu dapat
menolak dari gangguan pada diri, dan juga memalingkan hati perempuan agar menyukainya.

Sihir dikatakan merusak, sebab sasaran sihir antara lain :

1. Mempengaruhi hati dan badan seseorang, untuk di sakiti atau di bunuh.


2. Memusnahkan harta benda seseorang.
3. Memutuskan ikatan kasih sayang seseorang dengan suami istri atau anak atau dengan
anggota keluarga lainnya.

 Memakan Harta Riba


Riba menurut bahasa berasal dari kata “rabaa- yarbuu” yang artinya tambahan,
sedangkan mengenai definisi riba menurut syara’ para ulama berbeda pendapat. Akan tetapi
secara umum riba diartikan sebagai utang piuitang atau pinjam meminjam atau barang yang
disertai dengan tambahan bunga. Agama islam dengan tegas melarang umatnya memakan
riba, sebagaimana firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk
orang-orang yang kafir.” (Qs. Ali Imron : 130)
Hal itu dikarenakan merugikan dan mencekik pihak yang berhutang. Ia diharuskan
membayar dengan bunga yang berlipat. Seandainya terlambat membayar, bunganya pun akan
terus berlipat. Perbuatan seperti itu banyak dilakukan di zaman jahiliyah dan para ulama
menyebutnya istilah riba nasi’ah. Adapun bentuk riba lainnya adalah riba fadhal yaitu

12
menukar barang dengan barang sejenis, namun salah satunya lebih banyak atau lebih sedikit
dari pada yang lainnya

 Membunuh Jiwa Manusia


Maksud membunuh dalam pembahasan ini adalah membunuh jiwa yang diharamkan
tanpa hak dengan sengaja. Orang yang berbuat seperti itu akan dimasukkan keneraka
jahannam dan kekal didalamnya sebagaimana firman Allah SWT : Dan barangsiapa yang
membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di
dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang
besar baginya. (Qs: An-nisa’ : 93) Sebagaimana halnya perbuatan musyrik membunuh orang
mukmin tanpa sengaja juga termasuk dosa yang kemungkinan besar tidak akan dapat
ampunan Nya.
 Memakan Harta Anak Yatim
Anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya atau ia masih kecil atau
dengan kata lain ditingggal mati oleh orang yang menanggung nafkahnya. Memakan harta
anak yatim dilarang apabila dilakukan secara dzalim. Sepeti firman Allah SWT :
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka). (Qs : An-nisa’ : 10) Dengan demikian apabila dilakukan dengan
cara yang patut (baik) orang yang memelihara anak yatim boleh mengambil sedikit harta
anak tersebut (QS. Al An’aam: 512) yaitu menambil sebatas biaya pemeliharaanya. Itupun
kalau sinak sudah beranjak dewasa. Akan tetapi, apabila mampu, sebaiknya dia tidak
mengambil harta anak yatim tersebut (QS. Annisa’ : 6)
 Melarikan Diri dari Perang Jihad
Kata al-jihad secara bahasa berasal dari kata jahadtu jihadan, artinya saya telah berjuang
keras. Adapun secara istilah jihad adalah berjuang dengan mengeluarkan seluruh daya dan
upaya memerangi kaum kafir dan pemberontak. Islam mewajibkan kepada umatnya untuk
memelihara, menjaga, membela agamanya, serta mempertahankan agamanya. Konteksnya
jika islam diperangi musuh, umat islam wajib berperang dan Orang yang lari dari perang atau
jihad telah menipu dirinya sendiri dan telah berkhianat kepada Allah SWT dan dia dianggap
tidak meyakini kemahakuasaan Allah SWT yang senantiasa menolong setiap hambaNYA
yang berjuang menegakkan agama Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT :

13
Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk
(sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka
sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya
ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya. (QS: An-Anfal : 16)
 Menuduh wanita mukminat yang baik-baik berzina (Qadzaf)
Al-qadzaf secara bahasa artinya menuduh, sedangkan menurut istilah adalah menuduh
seseorang berzina sehingga ia harus dijatuhi hukuman had. Perempuan baik-baik dalam islam
ialah seorang mukminat yang senantiasa taat kepada Allah SWT dan menjaga kehormatannya
dari perbuatan keji (zina).apabila wanita seperti itu dituduh berzina tanpa disertai syarat yang
telah ditetapkan syara’ seperti mendatangkan empat saksi dan menyaksikan dengan mata
kepala sendiri, maka penuduhnya wajib didera delapan puluh kali dan kesaksiannya tidak
boleh diterima selama-lamanya. Allah SWT berfirman : Dan orang-orang yang menuduh
wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang
saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang
fasik. (QS An-Nur : 4)
 Riya
Riya’ adalah menampakkan kebaikan atau keutamaan diri sendiri kepada orang lain
melalui pembicaraan, tulisan, sikap dan perbuatan dengan maksud mendapat perhatian atau
pujian. Riya’ merupakan hal yang bisa melunturkan keimanan kepada Allah SWT,
menghilangkan pahala dari kebaikan-kebaikan yang dilakukan serta menjadi penghalang
pertemuannya dengan Allah SWT kelak. Allah SWT berfirman : Katakanlah: Sesungguhnya
aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya
Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS Al-Kahf : 110 )

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasar penjabaran yang telah disampaikan, bahwa keimanan manusia telah Allah
tulisakan dalam Al-Quran dan telah disebutkan pula As-Sunnah. Tingkat keimanan seseorang
berbeda-beda. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa keimanan seorang dapat berubah
menjadi lebih baik melalui beberapa tingkat, mulai dari dasar hingga tingkatan yang lebih
tinggi. Namun karena keimanan seseorang dari hati, terkadang iman ini dapat naik ataupun
turun. Tetapi, apabila masing-masing dari kita dapat beristiqomah insyallah iman kita akan
tetap terjaga.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ayat-ayat suci Allah Swt yang terdapat di dalam Al-Qur’an

Hafidudin, Didin.2005.Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi.Syaamil.Bandung

Prof.Drs.Abdullah Al-Mushlih&Prof.Dr.Sholah Ash-Showi. 2016 “MaaLaaYasa’ul Muslim


Jahluhu” dimuroja’aholeh :Syaikh Sholih bin Fauzan bin Abdulloh Al-Fauzan sub bab
“Hakikat keimanan dan tingkatannya”. Al-Qowam.Jakarta

Abri Khalid Muhammad “Memahami sifat-sifat orang beriman dan cara membentuknya”

Prof. Dr. Abdurrozaq bin Abdul Muhsin Al-Badr “Ilmu Berbuah Iman dan Amal” Rumah
Ilmu.

Az-Zanndani Syaikh Abdul Majid “Ensiklopedia iman”Rumah buku cahaya

16

Anda mungkin juga menyukai