Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hidup sehat adalah suatu hal yang utama dalam kegiatan sehari-hari.
Hidup sehat mencakup lingkungan tempat tinggal seseorang dimana
lingkungan tersebut akan mempengaruhi pola hidup orang yang bertempat
tinggal di lingkungan tersebut. Epidemiologi merupakan bagian dari ilmu
kesehatan masyarakat (Publick Health) yang menekankan perhatian pada
keberadaan penyakit maupun masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat.
Menurut asal katanya secara entimologis epidemiologi berarti ilmu yang
mengenai kejadian yang menimpa penduduk. Pada perkembangan hingga
dewasa ini, epidemiologi diartikan sebagai ilmu tentang distribusi
(penyebaran) dan determinan (faktorfaktor penentu) masalah kesehatan
masyarakat yang bertujuan untuk pembuatan perencanaan dan pengambilaan
keputusan dalam menanggulangi masalah kesehatan. (Ikhbal, 2012).
Berbagai macam penyakit yang diakibatkan oleh udara yang kurang bersih
di wilayah Indonesia menjadi permasalahan yang serius yang diderita oleh
masyarakat terutama penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Permasalahan penyakit ini juga dirasakan oleh masyarakat sekitar Banjarbaru,
Kalimantan Selatan tepatnya disekitar Sungai Besar. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Puskesmas Sungai Besar Banjarbaru, pasien yang berkunjung
untuk didiagnosa dan dilakukan pengobatan sementara pada tahun 2017
banyak yang menderita penyakit ISPA dengan rata-rata orang yang berobat
setiap bulannya sekitar 80 orang. Data tersebut diambil dari bulan Januari
sampai dengan bulan Oktober 2017. Penyakit ISPA rata-rata berada pada 10
besar penyakit yang ada di wilayah Sungai Besar, Banjarbaru. Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah
satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura (Depkes, 2003).

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang
tenggorokan, hidung, dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari.
ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini
mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan
(Robiah, 2014).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran pernafasan, mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan
adenoksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura (Robiah, 2014).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu
tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran
pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang
berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Robiah, 2014).

2.2 Etiologi
Penyebab ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri dan/atau virus yang
masuk ke saluran nafas. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus
streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetelia, dan
korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan
microvirus, adnovirus, koronavirus, pikornavirus, herpesvirus, dll
(Suhandayani, 2007).
Penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang
biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak
menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu
rumah tangga selalu melakukan aktivitas memasak. Timbulnya asap tersebut
tanpa disadari telah dihirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh
batuk dan sesak nafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-
zat seperti dry basis, ash, carbon, hydrogen, sulfur, nitrogen, dan oxygen yang
sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002).

2
Penyebaran melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda yang
telah dicemari virus/bakteri penyebab ISPA (hand to hand transmission) dan
dapat juga ditularkan melalui udara yang tercemar (air borne disease) pada
penderita ISPA yang kebetulan mengandung bibit penyakit ini melalui sekresi
berupa saliva atau sputum.

Faktor Resiko ISPA

HOST

AGENT ENVIRONMENT

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA adalah sebagai


berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering
mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1
tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia
muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut (Koch et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan,
namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan
prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka
kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-
laki di negara Denmark (Koch et al, 2003).

3
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein
(KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling
mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya
(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi
pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang
terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan
utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status
gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan
imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA
walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang
mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan
peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch
et al, 2003).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada
penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan
sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama
pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya
merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat
antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang
bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat
memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-
sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William
and Phelan, 1994).
2. Bibit Penyakit (Agent)
ISPA disebabkan oleh berbagai infectious agent yang terdiri dari
300 lebih jenis virus, bakteri, ricketsia. Bakteri penyebab ISPA antara
lain adalah dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pneumococcus,

4
Haemofilus, Bordetella, dan Corynebacterium. Virus penyebab ISPA
antara lain, golongan Paramyksovirus termasuk didalamnya virus
Influenza, Parainfluenza, dan virus campak, adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, Herpesvirus dan lain-lain.
Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri. Di negara
berkembang yang tersering sebagai penyebab pneumonia pada anak
ialah Streptococcus pneumonia dan Haemofilus influenza. Sedangkan
di Negara maju, dewasa ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan
oleh virus.
3. Faktor lingkungan (Environment)
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan
fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna
untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik
untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko
lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di
rumah culsterdi Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko
untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa
kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna
prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat
sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan
kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan
antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan
korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan
rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).

5
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya
mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan
dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari
penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat
akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam
rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun
kimia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat
penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek
pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa
sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang
tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang
tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil
penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau
insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD
di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan
tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman
untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran
pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA.
Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap
tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe
akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).

6
2.3 Anatomi Fisiologi

Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida


yang terjadi pada paru-paru. Sistem pernafasan terdiri dari hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan paru-paru.
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama , mempunyai dua
lubang/ cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu, dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung. Hidung dapat
menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa (Drs. H. Syaifuddin. B.Ac.,
1997).
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan, faring terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Faring dibagi atas tiga bagian yaitu
sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring, bagian tengah dengan
istimus fausium disebut orofaring, dan di bagian bawah sekali dinamakan
laringofaring.
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin),
panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh
otot polos dan lapisan mukosa. Trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua
bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri.
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama
kanan dan kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus
kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung-
ujungnya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli.

7
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan
tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada
yang di antaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum.
Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah
dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.
Besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara.
Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara
pasang surut. Sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat
dicapai masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-
paru dapat menampung sebanyak kurang lebih 5 liter.
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara
yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi) yang
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan
proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi
dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma
turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-
otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi
kecil kembali, maka udara terdorong keluar.
2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain
dari area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi
gas melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan
membran, luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien
difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam
Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah ( aliran darah ). Masuknya O2
kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian

8
membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang
ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel.
Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan
menembus membran alveoli, dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa
bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung.
Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida, konsentrasi dalam
darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam
otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi
pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak.

2.4 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksiya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke
atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending & Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran pernafasan, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang
melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol
adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran
pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri
patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza, dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.

9
Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan
infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada
bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-
tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam,
dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder
bakteri pun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri
yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah
terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di
saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri
dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula
bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas
mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi 4 tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis; penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap Inkubasi; virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit; dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul
gejala demam dan batuk
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis, dan dapat
meninggal akibat pneumonia.

10
2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah:
1. Gejala ISPA ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan
satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misal pada waktu berbicara atau menangis).
c. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak

diraba.
2. Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala
dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur
kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang
berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah
dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk
menghitung dapat digunakan arloji.

b. Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer).

c. Tenggorokan berwarna merah.


d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
g. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
3. Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-
gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala
sebagai berikut:
a. Bibir atau kulit membiru.
b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernafas.

11
c. Anak tiDak sadar atau kesadaran menurun.
d. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak
gelisah.
e. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
f. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
g. Tenggorokan berwarna merah.

2.6 Komplikasi
1. Asma
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang disebabkan
oleh suatu kondisi alergi non infeksi dengan gejala: sesak nafas, nafas
berbunyi wheezing, dada terasa tertekan, batuk biasanya pada malam hari
atau dini hari.
2. Kejang demam
Kejang demam adalah bangkilan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rentan lebih dari 38Oc) dengan geiala berupa serangan
kejang klonik atau tonikklonik bilateral. Tanda lainnya seperti mata
terbalik keatas dengan disertai kejang kekakuan atau kelemahan, gerakan
sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan kekauan
fokal.
3. Tuli
Tuli adalah gangguan system pendengaran yang terjadi karena adanya
infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus dengan gejala awal nyeri
pada telinga yang mendadak, persisten dan adanya cairan pada rongga
telinga.
4. Syok
Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami penurunan
f'ungsi dari system tubuh yang disebabkan oleh babagai faktor antara lain:
faktor obstruksi contohnya hambatan pada system pernafasan yang
mengakibatkan seseorang kekurangan oksigen sehingga seseorang
tersebut kekurang suplay oksigen ke otak dan mengakibatkan syok.

12
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans, 1997).

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut
(Smeltzer & Bare, 2002):
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak
dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan
mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak
menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi nafas), untuk ini
diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung nafas dapat
dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu
membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada
bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan
auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan
diklassifikasi.
2. Pengobatan
a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigendan sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan
pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai
obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin
prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila

13
demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus
diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
3. Perawatan di rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi
anaknya yang menderita ISPA.
a. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap
6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai
dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
b. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau
madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
c. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)
lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
e. Lain-lain
1) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.

14
2) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
3) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang
berventilasi cukup dan tidak berasap.
4) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk
maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas
kesehatan.
5) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan
di atas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan
dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang
mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak
dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

2.9 Pencegahan
Menurut Depkes RI (2002), pencegahan ISPA antara lain:
a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik dapat mencegah atau
menghindari penyakit infeksi. Makanan bergizi, banyak minum air putih,
olahraga teratur, serta istirahat yang cukup dapat menjaga badan untuk
tetap sehat. Karena, dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh juga
akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus/bakteri penyakit
yang akan masuk dalam tubuh.
b. Imunisasi
Pemberian imunisasi sangat diperlukan baik anak-anak maupun orang
dewasa. Imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh supaya tidak
mudah terserang penyakit yang dibawa oleh virus/bakteri.
c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Kebersihan diri merupakan sumber kenyamanan yang paling utama.
Kebersihan diri yang tidak terawat akan mempermudah menempelnya
kuman-kuman di tubuh, yang dapat menjadi jalan masuk berbagai jenis
penyakit.
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur/asap rokok yang berada di dalam rumah,
sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap yang bisa

15
menyebabkan ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi
sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap sehat bagi manusia.
d. Mencegah berhubungan dengan penderita ISPA
ISPA ini disebabkan oleh virus/bakteri yang ditularkan oleh seseorang
yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan
kemudian masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini umumnya berbentuk
aerosol (suspensi yang melayang di udara) yang berupa droplet, nuclei
(sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh, mis.
pada saat bersin). Untuk itu, sangatlah penting menghindari kontak yang
terlalu dekat dengan penderita, dan sebaiknya menggunakan alat
pelindung diri mis., masker baik untuk penderita maupun bukan penderita.

16
BAB III
METODE

3.1 Metode Kegiatan


Metode kegiatan ini bersifat penyuluhan dengan menggunakan banner,
membagikan leaflet, dan mengadakan sesi tanya jawab di akhir pemaparan.

3.2 Waktu dan Tempat


Acara ini dilaksanakan pada:
Hari, Tanggal : Sabtu, 16 November 2019
Waktu : 12.00 WIB s/d selesai
Tempat : Posyandu Panji Jaya

3.3 Sasaran
Sasaran khusus kegiatan ini adalah ibu-ibu yang mengantar anaknya ke
posyandu untuk imunisasi dan pengobatan di Posyandu Panji Jaya.

3.4 Susunan Kegiatan


Waktu Kegiatan
11.30 – 12.00 Persiapan alat
Persiapan peserta yaitu ibu-ibu yang datang ke posyandu
Pembagian leaflet ISPA
Pembukaan
12.00 – 12.45 Penyampaian materi
12.45 – 13.05 Tanya jawab
13.05 – 13.15 Penutupan

17
BAB IV
HASIL

4.1 Persiapan dan Kendala


 Persiapan alat seperti banner memakan waktu cukup banyak

4.2 Solusi
 Penyampaian materi dilakukan lebih cepat tanpa mengurangi fokus ibu-ibu
terhadap materi

4.3 Kesan
Acara berlangsung interaktif dan kondusif. Ibu-ibu di desa Pangkalan Panji
Banyuasin menanggapi dengan baik. Hal ini terlihat dari antuasiasme mereka yang
aktif bertanya dan menjawab pertanyaan dari penyaji dengan benar dan tepat saat
penyuluhan.

4.4 Evaluasi
Acara berlangsung lancar.

18
LAMPIRAN

19
DAFTAR PUSTAKA

Agung, A.A dkk. 2006. Determinasi Sanitasi Rumah dan Sosial Ekonomi Keluarga
Terhadap Kejadian ISPA pada Anak BALITA serta Manajement
Penanggulangannya di Puskesmas. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 3,
No.501, Juli: 49 – 58
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teoridan
Praktik dalam Keperawatan. Salemba Medika.
Iqbal, Wahid Mubarak. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Konsep dan Aplikasi dalam
Kebidanan. 2012. Jakarta: Penerbit Salemba.
Mardhatillah, D. 2014. Analisis Tingkat Pencemaran Udara Pada Kawasan
Perkantoran di Kota Makasar. Robiah Hasanah. 2011. Hubungan Kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita Dengan Pemukiman
di Sekitar Transportasi Tongkang Batubara di Sungai Barito Kecamatan
Tabunganen. Banjarbaru.
Septiawan, H. 2011. Efek dan Penanganan Karbon Dioksida. Retrieved desember
1, 2015, from Wahyu Rismadi. 2014. Faktor Resiko Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita di Desa Sungai Kitano
Kabupaten Banjar. Banjarbaru.
WHO. 2007. Pencegahan dan pengendalian Infeksi Saluran Ppernapasan Akut
(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi di Fasilitas Pelayanan Kesehtaan.
Janewa: World Health Organization.

20

Anda mungkin juga menyukai