Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) seperti kanker, jantung, diabetes

mellitus, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), serta penyakit kronik

lainnya akan mengalami peningkatan pada Tahun 2030. Peningkatan

kejadian kesakitan dan kematian akibat PTM menjadi ancaman serius

kesehatan masyarakat karena menambah beban ekonomi dan sosial bagi

masyarakat. Dari 100 orang penderita PTM 70 orang diantaranya tidak

menyadari bahwa dirinya mengidap PTM, sehingga terlambat dalam

mendapatkan penanganan yang mengakibatkan terjadinya komplikasi,

kecacatan bahkan kematian (Kementerian Kesehatan RI, 2015)

International Diabetes Federation (IDF) diperkirakan sekitar 415 juta

orang dewasa di dunia menyandang diabetes mellitus tipe 2 pada tahun

2015; pada 2040 menjadi sebesar 640 juta, bahkan, Indonesia saat ini

merupakan Negara terbesar ketujuh di dunia setelah RRC, India, USA,

Brazil, Rusia dan Meksiko dengan perkiraan jumlah penyandang diabetes

melitus tipe 2 sebanyak 10 juta orang pada tahun 2015 (Kementerian

Kesehatan RI, 2016).

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang

butuh penanganan serius. International Diabetes Federation (IDF, 2014)

mencatat pada tahun 2013 terdapat 382 juta orang di dunia yang menderita

DM, diantaranya terdapat 175 juta yang belum terdiagnosis dan terancam
secara progresif menjadi komplikasi tanpa disadari akibat tanpa

pencegahan. Data pada tahun tersebut diperkirakan akan meningkat

menjadi 592 juta orang yang akan menderita diabetes melitus di tahun

2035 (JKP –volume.4 No. 3 , Desember 2016)

WHO memperkirakan bahwa 90% penyakit diabetes melitus tipe 2,

80% penyakit kardioserebrovaskular dan 33% penyakit kanker,

sebenarnya dapat dicegah dengan mengonsumsi tinggi serat, olahraga

cukup dan tidak merokok (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

Hasil Sample Registration Survey (SRS) yang dilaksanakan oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian kesehatan RI tahun

2014 menunjukkan bahwa proporsi kematian PTM di Indonesia terus

meningkat (71%) dibandingkan tahun 1995. Empat dari 5 penyebab

kematian tertinggi tahun 2014 adalah stroke (21,1%), penyakit jantung

koroner (12,9%), diabetes melitus dengan komplikasi (6,7%), dan

hipertensi dengan komplikasi (5,3%) (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

data PTM diantaranya Prevalensi Diabetes Melitus pada penduduk umur >

15 tahun meningkat dari 6,9% menjadi 10,9%, prevalensi beberapa faktor

risiko PTM di Indonesia, yaitu kurang konsumsi sayur dan buah

meningkat dari 93,5% menjadi 95,5%, prevalensi aktifitas fisik kurang

pada penduduk umur > 10 tahun menigkat dari 26,1% menjadi

33,5%.sering mengkonsumsi makanan/minuman manis 65,2%, kurang


aktifitas fisik 48,2%, perokok (usia > 10 tahun) 34,7%, sering (satu kali

atau lebih setiap hari) makan makanan asin 24,5%, obesitas (usia > 18

tahun) 19,1% (terdiri dari berat badan lebih 8,8% dan obesitas 10,3%),

obesitas sentral 18,8%, sering makan makanan berlemak 12,8%, gangguan

mental emosional 11,6%, konsumsi alkohol (12 bulan terakhir) 4,6%.

Secara nasional, prevalensi obesitas sentral tahun 2013 adalah 26,6%,

lebih tinggi dari prevalensi pada tahun 2007 (18,8%), Prevalensi perokok

tahun 2013 meningkat (36,3%) dibandingkan tahun 2007 (34,7%).

Kecenderungan perokok meningkat pada remaja maupun balita.

(Kementerian Kesehatan RI, 2017).

Diabetes Melitus (DM) atau disebut diabetes merupakan penyakit

gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup

insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar

gula darah. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa didalam

darah (hiperglikemia) (Pusdatin Kementerian Kesehatan RI, 2014)

Menurut Sistim Informasi Rumah Sakit (SIRS), data

morbiditas/mortalitas kasus rawat inap di rumah sakit di Indonesia

(data SIRS 2015), jumlah kasus DM tipe 2 terbanyak pada perempuan

(26.360) dan laki laki (18.523), sedangkan menurut kelompok umur

terbanyak pada usia 45 – 64 yaitu 28.255 (Kementerian Kesehatan RI,

2017).
Prevalensi diabetes melitus per kabupaten/kota di Provinsi

Lampung berdasarkan diagnosa dan gejala pada penduduk usia lebih dari

15 tahun hasil Riskesdas 2013, Prevalensi DM di Kabupaten Tanggamus

sebesar 0,8 % merupakan kabupaten ke 5 setelah Metro (1,2 %) ,

Kabupaten Lampung Selatan (1,1%), Kabupaten Pesawaran (1,0%),

kabupaten Tulang Bawang (1,0%) dan Kota Bandar Lampung (0,9%).

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Jumlah kasus DM di

Puskesmas tahun 2016 sebanyak 41.780 jiwa dengan penderita laki laki

16.037 dan wanita 25.753. Untuk data DM dari RS tahun 2016,

sebanyak 1.622 dari rawat inap dan 4.736 dari rawat jalan. Data kasus

DM berdasarkan laporan surveilans kasus Puskesmas tahun 2016,

Kabupaten Tanggamus hanya melaporkan sebanyak 419 kasus

menduduki peringkat ke 13 data yang dilaporkan dari kabupaten disusul

Kabupaten Mesuji (180 kasus) dan Way Kanan (27 kasus)

(Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2016).

Pengendalian faktor risiko PTM di masyarakat melalui kegiatan

Pos Pembinaan Terpadu (POSBINDU) PTM. Posbindu PTM merupakan

wujud peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini,

pemantauan faktor risiko PTM serta tindak lanjut dini yang dilaksanakan

secara terpadu, rutin dan periodik. Sasaran program ini ditujukan kepada

seluruh masyarakat sehat dan berisiko yang berusia mulai dari 15 tahun

keatas dan diselenggarakan sebulan sekali. Posbindu PTM diperlukan

untuk dapat mengendalikan faktor risko PTM sebagai berikut: merokok,


pola makan tidak sehat, kebiasaan minum alkohol, kurang aktifitas fisik,

obesitas, tekanan darah tinggi, peningkatan kadar gula darah dan lemak

darah yang terdapat pada setiap individu agar tidak berkembang penjadi

PTM. Aktifitas Posbindu PTM meliputi identifikasi faktor risiko (FR)

PTM, edukasi konseling FR PTM, pencatatan dan pemantauan termasuk

rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan menggunakan sistem 5

meja. Pelayanan sistem 5 meja terdiri dari meja I untuk pelayanan

registrasi dan administrasi, meja 2 untuk wawancara, meja ke–3 untuk

pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkar perut,

analisa lemak tubuh), meja ke–4 untuk pengukuran FR PTM biologis

(pengukuran tekanan darah, gula darah, kolesterol, arus puncak ekspirasi

dan lainnya), meja ke-5 untuk edukasi dan konseling.

B. Rumusan Masalah

1. Definisi penyakit diabetes melitus?

2. Bagaimana epidemiologi penyakit diabetes melitus?

3. Bagaimana gejala penyakit diabetes melitus?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi penyakit diabetes melitus

2. Mengetahui dan mengidentifikasi epidemiologi penyakit diabetes

melitus

3. Mengetahui gejala penyakit diabetes mellitus


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) atau penyakit gula atau kencing manis adalah

penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi normal

(hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolute maupun

relative. Tingkat kadar glukosa darah menentukan apakah seseorang

menderita Diabetes Melitus atau tidak. Tabel berikut menunjukkan kriteria

DM atau bukan

Bukan DM Puasa Vena < 100 2 jam PP -


Kapiler < 80
Gangguan Puasa Vena 100 – 140 2 jam PP Vena 100 – 140
Toleransi Kapiler 80 - 120
Glukosa Kapiler 80 - 120

DM Puasa Vena > 140 2 jam PP Vena > 200

Kapiler > 120 Kapiler > 200

( Hasdianah, 2012)

Menurut Kementerian Kesehatan RI, 2016, Diabetes Melitus (DM)

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua duanya.

Istilah “diabetes” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “siphone”

ketika tubuh menjadi suatu saluran untuk mengelurkan cairan yang berlebih

dan “mellitus” dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti madu. Kelainan

yang menjadi penyebab mendasar dari diabetes melitus adalah defisiensi


relative atau absolute dari hormon insulin. Insulin merupakan satu-satunya

hormon yang dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah.

Jenis diabetes melitus dikelompokkan menurut sifatnya :

1. Diabetes melitus tergantung insulin

2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin, terdiri penderita gemuk dan

kurus

3. Diabetes melitus terkait malnutrisi

4. Diabetes melitus yang terkait keadaan atau gejala tertentu seperti

penyakit pankreas, penyakit hormonal, obat-obatan/bahan kimia,

kelainan insulin/reseptornya, sindrom genetik dll. ( Hasdianah, 2012)

B. Epidemiologi PTM

Berdasarkan perjalanannya penyakit dapat dibagi menjadi : Akut dan

Kronis. Berdasarkan sifat penularannya dapat dibagi menjadi : Menular

dan Tidak Menular. Proses terjadinya penyakit merupakan interaksi antara

agen penyakit, manusia (Host) dan lingkungan sekitarnya. Untuk penyakit

menular, proses terjadinya penyakit akibat interaksi antara : Agent penyakit

(mikroorganisme hidup), manusia dan lingkungan sedangkan untuk penyakit

tidak menular proses terjadinya penyakit akibat interaksi antara agen penyakit

(non living agent), manusia dan lingkungan. Penyakit tidak menular dapat

bersifat akut dapat juga bersifat kronis. Pada Epidemiologi Penyakit tidak

Menular terutama yang akan dibahas adalah penyakit- penyakit yang bersifat

kronis. Penyakit-penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan degeneratif

sebagai penyebab kematian mulai menggeser kedudukan dari penyakit-


penyakit infeksi. Penyakit tidak menular mulai meningkat bersama dengan

life-span (pola hidup) pada masyarakat. Life – span meningkat karena

adanya perubahan-perubahan didalam : kondisi sosial ekonomi, kondisi

hygiene sanitasi, meningkatnya ilmu pengetahuan, perubahan perilaku

Penyakit yang termasuk di dalam penyebab utama kematian, yaitu :

o Ischaemic Heart Disease

o Cancer

o Cerebrovasculer Disease

o Chronic Obstructive Pulmonary Disease

o Cirrhosis

o Diabetes Melitus

C. Patofisiologi Diabetes Melitus

Tubuh manusia memerlukan energi untuk dapat beraktifitas secara baik.

Energi tersebut berasal dari makanan, terutama zat karbohidrat. Contoh

karbohidrat ialah nasi, jagung, gandum, kentang, tepung, dan lainnya.

Karbohidrat diuraikan dalam tubuh menjadi glukosa, sedikit galaktosa dan

fruktosa. Glukosa yang ada dalam darah tidak dapat langsung masuk kedalam

sel sel tubuh. Untuk dapat masuk kedalam sel dibutuhkan bahan hormon

yang diproduksi oleh kelenjar ludah perut (pankreas), yang dikenal dengan

hormon insulin (Kementerian Kesehatan RI, 2016)

Bila insulin ini tidak dihasilkan akibat kerusakan pada sel beta

kelenjar pankreas, ataupun jumlah insulin cukup tetapi tidak dapat digunakan

secara efektif (resistensi insulin), maka hal ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar gula darah sehingga menimbulkan berbagai gejala dan

komplikasi kerusakan organ tubuh pada seseorang akibat kadar gula darahnya

yang tinggi.

D. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut Rudi Bilous dan Richard Donelly (2014) terdapat dua kategori

diabetes, yaitu :

1. Diabetes Tipe I : terjadi akibat penghancuran autoimun dari sel beta

penghasil insulin dipulau Langerhans pada pankreas (defisiensi

absolute)

2. Diabetes Tipe II : merupakan dampak dari gangguan sekresi insulin

dan resistensi terhadap kerja insulin yang seringkali disebabkan oleh

obesitas (defisiensi relatif).

Klasifikasi penyakit Diabetes Melitus berdasar modifikasi PERKENI

2015, yaitu :

1. Diabetes Melitus Tipe 1

Defisiensi insulin absolute akibat destruksi sel beta. Penyebab :

infeksi virus dan idiopatik.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

Defisiensi insulin secara relatif, dapat berupa :

a. Defek sekresi insulin lebih dominan daripada resistensi insulin

b. Resistensi insulin lebih dominan dari defek sekresi insulin


3. Diabetes Melitus tipe lain

a. Defek genetik fungsi sel beta

b. Defek genetik kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. Karena obat atau zat kimia

f. Infeksi

g. Imunologi (jarang)

h. Sindroma genetik lain

4. Diabetes Melitus Kehamilan (Gestasional).

( Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Menurut Hasdianah (2012) klasifikasi etiologi diabetes melitus adalah

sebagai berikut :

1. Diabetes Melitus tipe 1(insulin dependent), adalah mereka yang

menggunakan insulin oleh karena tubuh tidak dapat menghasilkan

insulin. Pada diabetes mellitus tipe 1, badan kurang atau tidak

menghasilkan insulin, terjadi karena masalah genetic, virus atau

penyakit autoimun. Injeksi unsulin diperlukan setiap hari untuk pasien

DM tipe 1. Diabetes tipe 1 ini disebabkan oleh factor genetika

(keturunan), factor imunologik dan factor lingkungan.

2. Diabetes mellitus tipe 2 (insulin requirement) adalah meerka yang

membutuhkan insulin sementara atau seterusnya. Pankreas tidak

menghasilkan cukup insulin agar kadar gula darah normal, oleh karena
itu badan tidak dapat respon terhadap insulin. Penyebabnya tidak

hanya satu yaitu akibat resistensi insulin yaitu banyaknya jumlah

insulin tapi tidak berfungsi. Bisa juga karena kekurangan insulin atau

karena gangguan sekresi atau produksi insulin. DM tipe 2 menjadi

semakin umum oleh karena faktor resikonya yaitu obesitas dan

kekurangan olahraga.

D. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus

Tanda dan gejala penyakit Diabetes Melitus dapat berupa :

1. Keluhan klasik, yaitu :

a. Sering kencing (poliuri)

b. Cepat lapar (polifagia)

c. Sering haus (polidipsi)

d. Berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas .

2. Keluhan lainnya, yaitu :

a. Kesemutan

b. Gatal di daerah genitalia

c. Keputihan pada wanita (Flour Albus)

d. Luka sulit sembuh

e. Bisul yang hilang timbul

f. Penglihatan kabur

g. Cepat lelah

h. Mudah mengantuk
i. Disfungsi ereksi.

(Kementerian Kesehatan RI, 2016)

E. Diagnosis Diabetes Melitus

Penegakkan diagnosis pasti bagi Diabetes Mellitus (DM) dilakukan

melalui pemeriksaan kadar gula darah. Untuk jelasnya dapat dilihat pada

tabel 2 dibawah ini;

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai penyaring

dan diagnosis DM

Pemeriksaan Sampel darah Bukan Belum pasti DM


DM DM
Kadar glukosa Plasma Vena < 100 100 – 199 > 200
Darah sewaktu Darah Kapiler < 90 90 – 199 > 200
(mg/dl)
Kadar glukosa Plasma Vena < 100 100 – 125 > 126
darah puasa Darah Kapiler < 90 90 – 99 > 100
(mg/dl)
(Sumber : Konsensus PERKENI.2015)

Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis DM:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu dengan hasil > 200 mg/dl atau puasa > 126 mg/dL atau

pemeriksaan darah kapiler sewaktu dengan hasil > 200 mg/dL atau

puasa > 100 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaaan HbA1c (> 6.5 %) oleh American Diabetes

Association (ADA) tahun 2011 sudah dimasukkan menjadi salah

satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana


laboratorium yang telah terstandarisasi dengan metode National

Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP)

3. Melakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO

dengan beban 75 gram glukosa lebih sensitif dan spesifik

dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun

pemeriksaan ini memiliki keterbatasan . TTGO sulit untuk

dilakukan berulang – ulang dan dalam praktek sangat jarang

dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus

4. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal maupun

DM, maka pasien dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi

glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu

(GDPT)

a. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan

TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara

140 – 199 mg/dL

b. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah

pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 –

125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140

mg/dL.

F.Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi diabetes melitus daapt berupa komplikasi akut maupun

kronis :
1. Komplikasi Akut

a. Ketoasidosis

b. Infeksi yang berulang

c. Penurunan berat badan

2. Komplikasi Kronis

a. Nefropati Diabetik (Gangguan Ginjal )

b. Retinopati Diabetik (Gangguan mata/penglihatan)

c. Neuropati Diabetik (Gangguan saraf yang menyebabkan ulserasi dan

amputasi pada kaki)

d. Penyakit Kardiovaskuler (Penyakit jantung dan pembuluh darah)

G. Faktor penyebab Diabetes Melitus

Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil

atau sebagian besar dari sel sel betha dari pulau pulau Langerhans pada

pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi

keruangan insulin.

Menurut Hasdianah (2012) Beberapa faktor pemicu penyakit DM,

antara lain :

1. Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. konsumsi

makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin


dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula

dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan DM.

Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya

meningkatkan resiko terkena DM, kurang gizi (malnutrisi) dapat

merusak panckreas, sedangkan berat badan lebih (obesitas)

mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).

2. Obesitas (kegemukan)

Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung

memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit DM.

Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang

DM.

3. Faktor genetis

Diabetes Melitus dapat diwariskan dari orangtua kepada anak. Gen

penyebab DM akan dibawa oleh anak jika orangtuanya menderita

DM. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit

walaupun resikonya sangat kecil.

4. Bahan bahan kimia dan obat-obatan

Bahan bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan

radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan

fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon

hormon untuk proses metabolism tubuh termasuk insulin. Segala

jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat

mengiritasi pankreas.
5. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat

menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan

fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon hormon

untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti

kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan risiko

terkena DM.

6. Pola hidup

Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab DM. Jika

orang malas berolahraga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena

penyakit DM karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori

yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam

tubuh merupakan faktor utama penyebab DM selain disfungsi

pankreas.

7. Kadar kortikosteroid yang tinggi

8. Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan

9. Obat –obatan yang dapat merusak pankreas

10. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

H. Faktor risiko Diabetes Melitus

Faktor risiko penyakit Diabetes Melitus adalah sebagai berikut

(Kementerian Kesehatan RI, 2016) :


1. Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

a. Usia > 40 tahun

Diabetes melitus dapat menyerang warga penduduk dari berbagai

lapisan, baik dari segi ekonomi rendah, menengah , atas , ada pula dari

segi usia. Tua maupun muda dapat menjadi penderita DM. Umumnya

manusia mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis menurun

dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah

seseorang memasuki usia rawan, terutama setelah usia 45 tahun pada

mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka

lagi terhadap insulin. Teori yang ada mengatakan bahwa seseorang > 45

tahun memiliki peningkatan resiko terhadap terjadinya DM dan

intoleransi glukosa yang disebabkan oleh faktor degeneratif yaitu

menurunnya fungsi tubuh, khususnya kemampuan dari sel β dalam

memproduksi insulin untuk memetabolisme glukosa (Pangemanan,

2014).

Jenis kelamin laki laki memiliki risiko diabetes meningkat lebih

cepat. Para ilmuwan dari University of Glasgow, Skotlandia

mengungkap hal itu setelah mengamati 51.920 laki laki dan 43.137

perempuan. Seluruhnya merupakan pengidap diabetes tipe II dan

umumnya memiliki indeks massa tubuh (IMT) diatas batas kegemukan

atau overweight. Laki laki terkena diabetes pada IMT rata rata 31,83

kg/m2 sedangkan perempuan baru mengalaminya pada IMT 33,69

kg/m2. Perbedaaan risiko ini dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh.


Pada laki laki,penumpukan lemak terkonsentrasi disekitar perut

sehingga memicu obesitas sentral yang lebih berisiko memicu gangguan

metabolisme (Pramudiarja, 2011).

b. Ada riwayat keluarga Diabetes Melitus

Diabetes melitus dapat diwariskan dari orangtua kepada anak. Gen

penyebab DM akan dibawa oleh anak jika orangtuanya menderita DM.

pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun

resikonya sangat kecil (Hasdianah,2010)

c. Riwayat pernah menderita Diabetes Gestasional

Diabetes melitus gestasional berhubungan dengan meningkatnya

komplikasi perinatal (disekitar waktu melahirkan), dan ibu memiliki

risiko untuk dapat menderita penyakit diabetes melitus yang lebih besar

dalam jangka waktu 5 – 10 tahun setelah melahirkan. Diabetes mellitus

Gestasional ini meningkatkan morbiditas neonates, misalnya

hipoglikemia, ikterus, polisitemia dan makrosomia. Hal ini terjadi

karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga

merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi DMG kira

kira 5-5 % dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi

DM di masa mendatang (Ramadhan, 2008)

d. Riwayat berat badan lahir rendah, kurang dari 2500 gram.

2. Fakror Risiko yang dapat dimodifikasi :

a. Kegemukan (BB > 120 % BB idaman atau Indek Massa Tubuh (IMT) >

23 kg/m2) dan lingkar perut pria > 90 cm dan wanita > 80 cm


Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki

peluang lebih besar untuk terkena penyakit DM. Sembilan dari sepuluh

orang gemuk berpotensi untuk terserang DM.

Kegemukan (Obesiatas) adalah persentase abnormal lemak yang

dinyatakan dalam indeks masa tubuh (IMT) yaitu perbandingan antara

berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (Kaplan &

Stamler,1991). Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi

langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas

visceral yaitu penumpukan lemak pada visera abdomen dan omentum

yang meningkatkan risiko terjadinya diabetes mellitus, hipertensi, sindrom

metabolic dan penyakit kardiovaskular. Ada obesiatas visceral terjadi

peningkatan risiko terbentuknya plak arteriosklerosis akibat proses

inflamasi dari lemak yang tertumpuk di visera.

Salah satu resiko yang dihadapi oleh orang yang obesitas adalah

penyakit diabetes tipe 2. Menurut beberapa hasil penelitian, diabetes tipe 2

sangat erat kaitannya dengan obesitas dikarenakan pankreas menghasilkan

insulin dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan kadar glukosa

darah pada tingkat normal, namun insulin tersebut tidak dapat bekerja

maksimal membantu sel sel tubuh menyerap glukosa karena terganggu

oleh komplikasi komplikasi obesitas, salah satunya adalah kadar lemak

darah yang tinggi (terutama kolesterol dan trigliserida).

Karena tidak efektifnya kerja insulin membantu penyerapan

glukosa oleh sel sel tubuh maka pankreas akan berusaha menghasilkan
lebih banyak insulin. Lama kelamaan karena dipaksa untuk menghasilkan

insulin secara berlebihan secara terus menerus, akhirnya kemampuan

pankreas untuk menghasilkan insulin semakin berkurang. Kondisi ini

disebut resistensi insulin (insulin resistance). Resistensi insulin merupakan

faktor resiko seseorang dapat mengalami diabetes tipe 2.

Nilai IMT dihitung menurut rumus :

IMT = Berat Badan (kg)


Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

Klasifikasi IMT orang Indonesia berdasarkan rekomendasi WHO pada

populasi Asia Pasifik tahun 2000 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel. 3. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)

Populasi Asia menurut WHO

Indeks Massa Tubuh (Kg/cm2) Kategori


< 18 Berat badan kurang
18,50 – 22,9 Normal
> 23 Berat badan lebih
23,00 – 24,9 Berisiko
25,00 – 29,9 Obesitas derajat 1
> 30 Obesitas derajat 2
Sumber : Kementerian Kesehatan RI, 2014

b. Kurangnya aktifitas fisik

Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan

pengeluaran tenaga dan energi sehingga terjadi pembakaran energi.

Peningkatan aktifitas fisik yang gerakannya kontinyu dengan gerakan

intensitas rendah sampai sedang sehingga terjadi peningkatan pengeluaran


energi dan peningkatan massa otot. Aktifitas fisik dikatakan teratur jika

dilakukan dengan frekuensi 3 -5 kali seminggu dengan durasi minimal 150

menit/minggu dengan selang waktu satu hari istirahat.

c. Hipertensi, tekanan darah diatas 140 atau 90 mmHg

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana

tekanan darah sitolik > 140 mmHg dan atau tekanan diastolik > 90

mmHg. Seringkali hipertensi terjadi tanpa gejala, sehingga pasien tidak

merasa sakit. Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan

bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Pada

usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan

darah sistolik atau yang dikenal dengan hipertensi sistolik terisolasi (HST).

Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai

risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah

sistolik dibandingkan dengan perempuan, karena pria diduga memiliki

gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun setelah

memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat.

Bahkan setelah usia usia 65 tahun, akibat faktor hormonal maka pada

perempuan kejadian hipertensi lebih tinggi dari pria.

d. Riwayat Dislipidemia, kadar lipid (Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau

Trigliserida > 250 mg/dl).

Kelainan metabolisme lipid (lemak) ditandai dengan peningkatan

kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan /atau penurunan


kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting

dalam terjadinya aterosklerosis, yang kemudian mengakibatkan

peningkatan tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah

meningkat.

Tabel 4. Batasan kadar lipid/lemak dalam darah

Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikasi


Kolesterol Total < 200 Yang diinginkan
200– 239 Batas Tinggi
>240 Tinggi
Kolesterol LDL < 100 Optimal
100 – 129 Mendekati optimal
130 -159 Batas Tinggi
160– 189 Tinggi
>190 Sangat Tinggi
Kolesterol HDL < 40 Rendah
>60 Tinggi

Trigliserida < 150 Normal


150 – 199 Batasan Tinggi
200 – 499 Tinggi
>500 Sangat Tinggi
Sumber : Kementerian Kesehatan RI, 2014

e. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular jangka panjang termasuk penyakit jantung, stroke


dan semua penyakit lain dari jantung dan sirkulasi, seperti pengerasan dan
penyempitan pembuluh darah memasok darah ke kaki, yang dikenal
sebagai 13 penyakit pembuluh darah perifer. Namun, penyakit jantung dan
stroke merupakan dua bentuk paling umum dari penyakit kardiovaskular.
Orang dengan diabetes memiliki risiko lima kali lipat peningkatan
penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan mereka yang tidak
menderita diabetes. Tubuh membutuhkan pasokan darah segar untuk
bekerja dengan baik. Sirkulasi darah melalui arteri dari tubuh transfer
oksigen dan bahan bakar ke jaringan dan membawa pergi produk yang
tidak diinginkan dan limbah yang tubuh tidak perlu. Jika tidak mengikuti
gaya hidup sehat atau memiliki sejarah keluarga penyakit kardiovaskular,
diabetes, dapat menyebabkan menumpuknya bahan lemak pada dinding
arteri. Ini dikenal sebagai aterosklerosis. Jika arteri menjadi terlalu sempit,
bahkan tertutup sepenuhnya, itu dapat menyebabkan daerah daerah
tertentu tubuh yang kekurangan oksigen dan nutrisi yang mereka butuhkan
(Diabetes UK, 2011).
f. Diet tidak sehat, dengan tinggi gula dan rendah serat
Penurunan kalori berupa karbohidrat dan gula yang diproses secara

berlebihan, merupakan factor eksternal yang dapat merubah integritas dan

fungsi sel beta individu yang rentan (Prince & Wilson, 2002). Individu

yang obesitas harus melakukan diet untuk mengurangi pemasukan kalori

sampai berat badannya turun mencapai batas ideal. Penurunan kalori yang

moderat (500 – 1000 Kkal/hari) akan menghasilkan penurunan berat badan

yang perlahan tapi progresif (0,5 – 1 kg/minggu). Penurunan berat badan

2,5 – 7 kg akan mempernaiki kadar glukosa darah (American Diabetes

Association;2006; Price & Wilson, 2002; Sukarji dalam Soegondo, 2007)

g. Merokok.

Sebuah Universitas di Swiss membuat suatu analisis 25 kajian yang

menyelidiki hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara

1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama

30 tahun. Mereka mendapati resiko bahkan lebih tingg bagi perokok berat.

Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20 batang sehari memiliki risiko

terserang diabetes 62 % lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang

tidak merokok. Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan

terhadap insulin. Itu berarti merokok dapat mencampuri cara tubuh


memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap insulin biasanya

mengawali terbentuknya Diabetes tipe 2. (Kementerian Kesehatan RI,

2016)

Menurut Hasdianah (2012) faktor faktor risiko terjadinya diabetes

melitus tipe terdiri atas :

1. Faktor risiko untuk diabetes tipe 1meliputi :

a. Riwayat keluarga : ketika seorang sanak famili (orang tua,

anak, saudara kandung) memiliki diabetes , risiko

mengembangkan diabetes tipe 1 adalah sekitar 10-15%.

Banyak kemungkinan gen sedang diselidiki.

b. Paparan protein susu sapi : konsumsi susu sapi pada anak usia

dini telah diselidiki sebagai faktor penyebabnya.

c. Infeksi virus pada janin atau pada masa kecil

d. Berat lahir lebih besar dari 4.49 kg

e. Preeklamsia (tekanan darah tinggi pada ibu ha,il)

f. Dilahirkan oleh seorang ibu yang lebih tua dari 25 tahun

2. Faktor risiko untuk diabetes tipe 2 dengan modifikasi terdiri dari :

a. Faktor risiko mayor :

1) Riwayat keluarga diabetes tipe 2 pada keluarga tingkat

pertama (orangtua, anak, saudara kandung) atau kedua

(paman, bibi, kakek, nenek, cucu, keponakan)

2) Usia yang lebih tua

3) Obesitas perut
4) Kurang aktifitas fisik

5) Ras / Etnik

6) Sebelumnya teridentifikasi sebagai Glukosa Puasa Terganggu

7) Hipertensi

8) Kolesterol tidak terkontrol

9) Riwayat DM pada kehamilan

10) Berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23 kg/m2)

b. Faktor risiko lainnya :

1) Faktor nutrisi

2) Konsumsi alkohol

3) Kebiasaan mendengkur

4) Faktor stress

Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan

yang manis manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan

kadar serotonin otak. Serotonin ini memiliki efek penenang

sementara untuk meredakan stress, tetapi gula dan lemak itulah

yang berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena DM

5) Kebiasaan merokok

6) Jenis kelamin

7) Lama tidur

8) Intake zat besi

9) Konsumsi kopi dan kafein

10) Paritas
11) Intake zat besi

I. Penemuan Dini Penyakit Diebetes Melitus

Pencegahan dan pengendalian diabetes melitus dapat berjalan secara

optimal, bila dilakukan deteksi dini faktor resiko sejak dini berikut upaya

penatalaksanaannya yang terintegrasi dan komperhensif. Berbagai studi

menunjukkan bahwa orang yang terdiagnosis pada saat dilakukan deteksi dini

memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan yang berobat secara tiba-tiba

karena diabetes mellitus. Oleh karena itu deteksi dini direkomendasikan untuk

seluruh masyarakat terutama mempunyai faktor resiko dan sebelumnya tidak

terdiagnosis diabetes, agar dapat teridentifikasi diabetes mellitus pada

seseorang sejak dini sehingga mendapatkan pengobatan yang tepat di fasilitasi

pelayanan kesehatan tingkat pertama.(Kementerian Kesehatan RI, 2016)

Dugaan diabetes melitus pada seseorang perlu dipikirkan apabila

terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini :

a. Keluhan klasik diabetes melitus berupa: sering berkemih sering haus,

sering makan, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya.

b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, penglihatan

kabur, dan disfungsi erreksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

(Kementerian Kesehatan RI. 2016)

Bila keluhan ini sudah timbul maka perjalanan penyakit diabetes melitus

telah berlangsung sejak lama. Namun demikian, diabetes melitus merupakan


penyakit yang masih dapat dicegah komplikasinya sehingga kualitas hidup

penyandang diabetes tetap baik.

Mengingat biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan gula

darah secara massal cukup tinggi, maka strategi yang dilakukan adalah dengan

menjaring kelompok masyarakat beresiko tinggi. Pada pelayanan skrinning

diabetes melitus sesuai standar, pemeriksaan gula darah untuk usia 15-59

tahun > 60 tahun dilakukan 1 (satu) kali dalam setahun menjadi standar

pelayanan minimal bagi pemerintah kabupaten/kota yang sejalan dengan

implementasi Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Deteksi dini diabetes mellitus yang direkomendasikan adalah dengan

pemerikasaan kadar gula darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma

vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap

dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka kriteria diagnostik yang

berbeda sesuai rekomendasi oleh organisasi profesi melalui Konsensus

PERKENI 2015. Sedangkan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan

melalui pemeriksaan glukosa darah kapiler menggunakan glukometer.

Untuk meningkatkan penemuan diabetes melitus yang belum

terdiagnosis pada masyarakat, maka perlu dilakukan upaya deteksi dini faktor

diabetes melitus melalui pos pembinaan terpadu (Posbindu) PTM atau pada

saat berkunjung ke fasilitas kesehatan tingkat pertama. Upaya ini dapat

terlaksana dengan baik disertai kegiatan promosi kesehatan secara intensif

dengan pemanfaatan berbagai teknologi.


J. Pengelolaan Faktor Risiko Diabetes Melitus

Upaya pencegahan dan pengendalian diabetes melitus dapat berjalan

secara efektif, bilamana difokuskan terhadap faktor resikonya disertai

pemantauan perkembangannya secara rutin dan berkesinambungan. Oleh

sebab itu perubahan gaya hidup harus menjadi intervensi awal bagi

masyarakat beresiko. Memodifikasi gaya hidup sehat harus tetap

dipertahankan karena hal tersebut akan memberikan manfaat dalam jangka

panjang.

Pengelolaan faktor risiko diabetes mellitus dapat dilaksanakan dengan

peningkatan peran serta masyarakat melalui Posbindu PTM dan fasilitas

kesehatan tingkat pertama. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan

kewaspadaan dan kepedulian masyarakat sehingga terwujud kemandirian

dalam pencegahan dan pengendalian diabetes melitus, dengan demikian

individu berisiko tidak menjadi penyandang diabetes melitus di massa

mendatang melalui pembudayaan perilaku sehat.

Untuk mencapai keberhasilan upaya ini, maka dibutuhkan promosi yang

dilakukan secara terus menerus sehingga terwujud perilaku sebagai berikut :

1. Tidak merokok.

2. Mengkonsumsi menu makanan sehat (tingi serat, rendah gula, garam

dan lemak).

3. Melakukan kegiatan aktivitas fisik minimal 150 menit per minggu.

4. Mengikuti anjuran petugas kesehatan dan memeriksakan diri secara

berkala
5. Penyelengaraan kegiatan ini dilakukan oleh petugas pelaksana

Posbindu PTM/kader kesehatan/penyandang diabetes melitus yang

aktif (pandu diabetes) pekerja sosial/tokoh masyarakat yang telah

dilatih mengenai diabetes melitus.

Pengelolaan faktor risiko dilakukan melalui ;

1. Modifikasi Gaya Hidup

Pilihan utama yang harus dilakukan pada pencegah terjadinya

DM adalah perubahan gaya hidup pada semuanya individu berisiko

ataupun yang telah menyandang DM. modifiaksi gaya hidup ini

harus selalu ditekankan pada setiap kali kunjungan. Selain

memiliki efektifitas yang tinggi dalam mencegah terjadinya DM,

perubahan gaya hidup sekaligus dapat memperbaiki komponen

faktor risiko diabetes dan sindroma metabolic yang lain, seperti

obesitas, hipertensi , dislipidemi dan hiperglikemi.

Modifikasi gaya hidup seperti berhenti merokok, membatasi

konsumsi alkohol, pengelolaan stress yang efektif, istirahat yang

cukup dan kepatuhan untuk selalu memeriksakan diri secara

berkala serta mengikuti anjuran petugas kesehatan.

2. Penurunan berat badan bagi individu yang obesitas

Upaya ini dilakukan secara bertahap (0,5 – 1,0 kg/minggu)

melalui pembatasan kalori dan peningkatan aktifitas fisik.

Kelebihan berat badan dalam pengendalian DM perlu ditangani


karena dapat memperbaiki resistensi insulin, hiperglikemia dan

dislipidemia, serta menurunkan hipertensi.

Seluruh individu yang berisiko maupun yang sudah

menyandang DM harus didorong untuk pencapaian dan

mempertahankan komposisi tubuh yang sehat. Pemantauan berat

badan dan lingkaran perut dapat dilakukan setiap hari/minggu

secara mandiri. Diet standar untuk menurunkan berat badan adalah

dengan menurunkan asupan kalori 500-1000 kalori (tergantung

jenis kelamin dan usia). Dari kebutuhan kalori, yang ditujukan

untuk mempertahankan berat badan normal. Perubahan pola makan

yang menyeluruh serta pembatasan konsumsi jumlah kalori dan

lemak merupakan tindakan yang paling penting agar penurunan

berat badan dapat tercapai .

Pengendalian asupan karbohidrat juga memegang peran

penting. Karbohidrat sederhana (simple carbohydrate) dengan

indeks glikemik yang tinggi akan menghasilkan tambahan

metabolik pada individu yang berisiko atau penyandang Diabetes.

3. Aktivitas Fisik

Peningkatan aktivitas secara teratur dapat memperbaiki

resistensi insulin, penurunan kadar insulin pada diabetes dengan

hiperinsulinemi, memperbaiki dislipedimia, dan menurunkan

tekanan darah disamping dapat menurunkan berat badan. Aktivitas

fisik dapat dilakukan secara mandiri dengan jenis latihan fisik


dengan tingkat sedang (brice exercise) sekurang kurangnya 30 - 60

menit (jalan cepat, berenang, bersepeda, berjoget) sedikitnya 4 hari

dalam seminggu, dapat menurunkan risiko diabetes sebesar 35 – 40

%.

Penentuan latihan fisik ini dengan memperhatikan keadaan

individu secara menyeluruh, serta ada tidaknya kontra indikasi

untuk melakukan aktifitas fisik sesuai rekomendasi dokter. Bagi

individu yang berisiko atau penyandang diabetes yang bisa hidup

santai (sedentary lifestyle), program latihan hendaknya dimulai

perlahan dan ditingkatkan secara bertahap. Pengelolaaan

peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) dapat dilakukan oleh

semua pihak baik individu, masyarakat dan fasilitas kesehatan

tingkat pertama (FKTP) itu sendiri sebagai penapis dan ujung

tombak pelayanan kesehatan di masyarakat (Kementerian

Kesehatan RI, 2016).

K. Pengelolaan Diabetes Melitus

Pengelolaan DM bagi para penyandang memerlukan komitmen yang

tinggi dari seluruh pihak baik para petugas kesehatan, penyandang DM itu

sendiri, maupun keluarga dan anggota masyarakat lainnya. Upaya pengelolaan

DM yang pertama kali ditekankan adalah pembudayaan perilaku hidup sehat

bagi seluruh penyandang DM selain pemberian terapi farmakologis.

Penggunaan obat dalam pengelolaan DM akan efektif bila disertai dengan


modifikasi gaya hidup yang lebih sehat terutama yang berkaitan dengan faktor

risiko yang dimiliki.

Secara umum kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan DM sebagai

berikut:

1. Pengaturan Pola Makan

Setiap kali kunjungan tinggi badan, berat badan dan distribusi lemak

tubuh diukur. Penilaian rutin terhadap kebutuhan kalori yang dibutuhkan

dikaitkan dengan pengaturan pola makan, meliputi kandungan, kuantitas dan

pengaturan waktu asupan makan. Target kegiatan ini berupa penurunan berat

badan sehingga berat badan ideal dan kendali gula darah dapat tercapai

(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Penderita DM didalam melaksanakan diet harus memperhatikan 3 J,

yaitu : jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makan yang harus diikuti, dan

jenis makanan yang harus diperhatikan.

Komposisi makanan yang dianjurkan adalah makanan dengan

komposisi seimbang yaitu yang mengandung karbohidrat (45-60%), Protein

(10-15%), Lemak (20-25%), garam (< 3000 mg atau 6-7 gr per hari), dan serat

(+ 25 gr/hr).

Jenis buah-buahan yang dianjurkan adalah buah golongan B (salak,

tomat,dll) dan yang tidak dianjurkan golongan A (nangka, durian, dll),

sedangkan sayuran yang dianjurkan golongan A (wortel, nangka muda, dll) dan

tidak dianjurkan golongan B (taoge, terong, dll).


Faktor – faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : 1) jenis

kelamin, kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg BB dan wanita sebesar 25

kal/kg BB; 2) Umur, Diabetisi diatas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi yaitu

usia 40-59 tahun dikurangi 5%, usia 60-69 tahun dikurangi 10%, dan lebih 70

tahun dikurangi 20%; 3) Aktifitas fisik, kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai

dengan intensitas aktifitas fisik. Aktifitas ringan ditambahkan 20%, aktifitas

sedang ditambahkan 30%, dan aktifitas berat dapat ditambahkan 50%; 4) Berat

badan, Bila kegemukan dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan. Bila

kurus ditambah 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB; 5)

Kondisi khusus, Penderita kondisi khusus misal dengan ulkus diabetika atau

infeksi, dapat ditambahkan10-20% (Hasdianah, 2010).

2. Aktivitas Fisik dan latihan Fisik (Olah Raga)

Penilaian aktivitas fisik dilakukan paling sedikit setiap tiga bulan sekali

untuk merencanakan latihan fisik yang sesuai dengan kemampuan tubuh.

Rencana latihan fisik berupa penggabungan aktivitas fisik yang dilakukan saat

ini dengan tingkat latihan fisik sampai batas toleransi. Dianjurkan 150 menit/

minggu ( durasi 30 – 45 menit dengan interval 3-5 kali/ minggu) dengan

aktivitas fisik aerobic intensitas sedang (50 – 70 % maximum heart rate).

Target dari kegiatan ini berupa kepatuhan para penyandang DM untuk

melakukan latihan fisik secara teratur sehingga berat badan ideal dan kendali

gula darah dapat tercapai (Kementerian Kesehatan RI, 2016).


Latihan Fisik (Olah raga) bertujuan untuk meningkatkan kepekaan

insulin, mencegah kegemukan, memperbaiki aliran darah, merangsang

pembentukan glikogen baru dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

Olah Raga meliputi empat prinsip : 1) Jenis olah raga dinamis yaitu

latihan kontinyu, ritmis, interval, progresif dan latihan daya tahan; 2) intensitas

olah raga , takaran latihan sampai 72-87% denyut nadi maksimal disebut zona

latihan. Rumus denyut nadi maksimal adalah 220 dikurangi usia (dalam tahun).

Lama latihan kurang lebih 30 menit; 3) Frekwensi latihan paling baik 5 x per

minggu ( Hasdianah, 2010).

3. Penatalaksanaan Obat

Untuk mengendalikan kadar gula darah yang belum berhasil dengan

modifikasi gaya hidup sehat pada DM tipe 2 selama 2 bulan dapat diberikan

jenis obat oral, Insulin diberikan bila adanya gangguan metabolik berat atau

HbA1C > 9 %. Bila intervensi gaya hidup saja belum cukup untuk mencapai

kadar gula darah yang diinginkan dalam memperbaiki gangguan toleransi

glukosa, maka pemberian metformin dosis bertitrasi (2x250-850 mg/sehari)

sampai tercapai dosis optimal layak dipertimbangkan dalam strategi

pengobatan.(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Jika Diabetisi telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan

jasmani yang teratur namun pengendalian kadar gula darah belum tercapai

maka dipertimbangkan pemberian obat. Obat meliputi : obat hipoglikemi oral

(OHO) dan insulin.


Pemberian obat Hipoglikemi oral diberikan kurang lebih 30 menit

sebelum makan. Pemberian insulin biasanya diberikan lewat penyuntikan di

bawah kulit (subkutan) dan pada keadaan khusus diberikan secara intravena

atau intramuskuler. Mekanisme kerja insulin short acting, medium acting dan

long acting ( Hasdianah, 2012).

Setelah dilakukan pengelolaan DM, lalu dilakukan pemantauan

pengendalian Diabetes dan Pencegahan komplikasi yang bertujuan untuk

menghilangkan gejala, memperbaiki kualitas hidup, mencegah komplikasi akut

dan kronik, mengurangi laju perkembangan komplikasi yang sudah ada.

Pemantauan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2

jam post prandial, pemeriksaan HbA1C setiap 3 bulan, pemeriksaan ke fasilitas

kesehatan kurang lebih 4x per tahun (kondisi normal) dan dilakukan

pemeriksaan jasmani lengkap , albuminuria mikro, kreatinin, albumin globulin,

ALT, kolesterol total, HDL, trigliserida, dan pemeriksaan lain yang diperlukan

( Hasdianah, 2012).
BAB III

KESIMPULAN

Dari pemaparan dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing

manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang

ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya

gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak

mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.

2. Dalam tingkat dunia, Indonesia saat ini menjadi negara peringkat empat

dengan jumlah penderita diabetes mellitus atau kencing manis terbesar. Para

penderita tersebar mulai dari wilayah perkotaan hingga ke pedesaan. Hal

tersebut terjadi karena beberapa faktor yang cukup sulit untuk diatasi.

3. Pada penderita yang terkena Diabetes Mellitus, terdapat berbagai gejala

seperti terjadinya peningkatan gula darah, dan gejala lainnya yang jika tidak

tepat ditangani dapat menimbulkan komplikasi seperti penglihatan kabur,

penyakit jantung, penyakit ginjal, gangguan kulit dan syaraf, pembusukan dan

gairah sex menurun, dan lain-lain. Untuk penanganan penyakit ini dapat

dilakukan dengan dilakukannya terapi insulin atau dengan memperbaiki pola

makan dan hidup yang sesuai.

pencegahan dalam penyaki


DAFTAR PUSTAKA

Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014. Waspada
Diabetes;Eat well, Life well. http: / / www. depkes. go. id/ resources/ download/
pusdatin/infodatin/infodatindi abetes.pdf., 2 Oktober 2019.

Rengganis, Iris dkk. 2007. Bunga Rampai Masalah Kesehatan Dari Dalam
Kandungan Sampai Lanjut Usia. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
www.ningharmanto.com. Diabetes Melitus: Gejala Penderita Diabetes Melitus.
(diakses pada 2 Oktober 2019)
www.oketips.com. Tips Kesehatan: Mengulas Sejarah Penyakit Diabetes Mellitus
(diakses pada 2 Oktober 2019)
http://pusparima.wordpress.com/2013/05/31/makalah-diabetes-melitus/

Anda mungkin juga menyukai