Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO, sehat adalah keadaan yang sempurna baik fisik,
mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau cacat.
Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis
(UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dikutip Prabowo Eko, 2014).
Menurut UU kesehatan jiwa no. 3 tahun 1996, kesehatan jiwa
adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual,
emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan
selaras dengan orang lain. Masalah kesehatan jiwa yang ringan berupa
masalah psikososial seperti kecemasan, psikosomatis dapat terjadi pada
depresi dan psikosis dapat terjadi jika orang yang mengalami masalah
psikososial tidak ditangani dengan baik. Selain itu, terjadinya perang,
konflik dan lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan salah satu
pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan
kesehatan pada manusia.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014
menunjukkan hampir 3/4 beban global penyakit neuropsikiatrik didapati
berpenghasilan rendah, menengah kebawah. WHO memperkirakan tidak
kurang dari 450 juta penderita mengalami gangguan mental, atau sekitar
10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini, 25 % diperkirakan
akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu. Gangguan jiwa yang
mencapai 13 %, kemungkinan akan berkembang 25 % pada tahun 2030.
Menurut survei saat ini gangguanjiwa ditemukan sebanyak ditemukan
sebanyak 450 juta orang didunia terdiri 150 juta depresi, 90 juta gangguan
penggunaan zat dan alkohol, 38 juta epilepsi, 25 juta skizofrenia, serta
hampir 1 juta melakukanbunuh diri setiap tahun. Sementara otu, menurut
2

Direktur WHO wilayah Asia Tenggara, hampir satu per tiga dari penduduk
diwilayah ini pernah mengalami gangguan neuropsikiatri.
Masalah gangguan jiwa salah satunya adalah isolasi sosial. Isolasi
sosial adalah keadaan seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Yusuf, AH. Dkk.
2015). Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya (Damaiyanti, M dan Iskandar. 2014). Gangguan
hubungan sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkna
perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan
sosial. (Purwanto, Teguh. 2015).
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) di
indonesia prevalensi gangguan mental emosional yang di tunjukkan
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia
15 tahun keatas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan prefalensi gangguan
jiwa berat, seperti schizofrenia adalah 1,7/100 penduduk atau sekitar
400.000 orang (Sujono, Riyadi. 2013).
Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk indonesia
sebesar 6,0%. Provinsi dengan prevalensi gangguan mental dengan
emosional tertinggi di indonesia adalah sulawesi tengah, sulawesi selatan,
jawa barat, di yogyakarta, dan nusa tenggara timur (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan hasil repitulasi data di rumah sakit RSKD DADI
MAKASSAR, terhitung jumlah pasien dengan gangguan Isolasi sosial
pada tahun 2010 sebanyak 12.914 orang pasien dan pada tahun 2011
jumlah pasien menurun menjadi 11.410 orang, sedangkan pada tahun 2012
jumlahnya meningkat menjadi 14.008 orang.
3

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas telah terbukti


bahwa dari tahun ke tahun diseluruh dunia orang yang mengalami
gangguan jiwa semakin bertambah dibuktikan oleh riset WHO yang
mengatakan bahwa dalam kurun 1 tahun orang yang mengalami gangguan
jiwa sekitar 13% dan diprediksikan juga akan meningkat sekitar 25% akan
meningkat pada tahun 2030. Dari 13% yang mengalami gangguan jiwa,
10% diantaranya usia produktif.

B. Tujuan

Tujuan kelompok mengambil kasus dengan masalah utama Isolasi Sosial


adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami kasus menarik diri yang disesuaikan


dengan teori dan konsep yang telah diterima.
2. Untuk mengetahui dan memahami proses Asuhan Keperawatan yang
diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan interaksi sosial :
menarik dir atau isolasi sosial.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR TEORI


1. Definisi
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Keliat
dikutip Prabowo, Eko. 2014).
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain (Yusuf, AH. Dkk. 2015)
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya ( Damaiyanti, M dan Iskandar. 2014).
Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel
yang menimbulkna perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang
dalam berhubungan sosial. (Purwanto, Teguh. 2015)
2. Etiologi
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon maladaptif, menurut
Stuart dan Sundeen (2007) dikutip Damaiyanti, M dan Iskandar. 2014,
belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan
yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang memungkinkan
mempengaruhi antara lain :
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
1) Faktor Perkembangan
5

Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui


individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini
tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Kurang stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang
dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan dikemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar tidak
merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor Biologis
Ganetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga seperti anggota yang tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi :
1) Stresor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian,
6

berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada


usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau
dipenjara, semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
2) Stresor Biokimia
a) Teori dopamine : kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolombik serta traktus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
b) Menirut MAO (Mono Amino Oksida) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak, karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
c) Faktor endokrin : jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan
pada klien skizofrenia, demikian pula prolaktin mengalami
penurunan karena dihambat.
3. Tanda dan Gejala
a. Gejala Subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang dan sangat singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak
b. Gejala Objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri dikamar
7

4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang


terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis atau acuh terhadap lingkungan
9) Ekspresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan setarnya
13) Masukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urin dan faces
15) Aktivitas menurun
16) Kurang energi atau tenaga
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah misal sikap fetus atau janin (khususnya
pada posisi tidur) (Dermawan, Deden dan Rusdi, 2013)
4. Proses Terjadinya
Salah satu gangguan berhubungan dengan sosial diantaranya
perilaku menarik diri atau sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga yang bisa dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan
permasalahan ketegangan, kecemasan, dan kekecewaan. Perasaan tidak
berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan saat
berhubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau
mundur, mengalami kemunduran dalam beraktivitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin
tenggelam dalam tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi.
(Yosep, I. 2012).
8

Pattern of parenting Inefectivecoping Lack of Stressor internal and


(pola asuh keluarga) (Koping individu Development task external (stress
tidak efektif) (gangguan tugas internal dan
perkembangan) eksternal)
Misal : saat Misal : kegagalan Misal : stress terjadi
Misal : pada anak
individu menjalin akibat ansietas yang
yang kelahirannya
menghadapi hubungan intim berkepanjangan dan
tidak dikehendaki
kegagalan dengan sesama terjadi secara
(unwanted child)
menyalahkan jenis atau lawan bersamaan dengan
akibat kegagalan
orang lain, jenis, tidak keterbatasan
KB, hamil diluar
ketidakberdayaan, mampu mendiri kemampuan individu
nikah, jenis kelamin
menyangkal tidak dan untuk mengatasinya,
yang tidak
mampu menyelesaikan ansietas terjadi
diinginkan, bentuk
menghadapi tugas, bekerja, akibat berpisah
fisik kurang
kenyataan dan bergaul, sekolah, dengan orang
menawan
menarik diri dari menyebabkan terdekat, hilangnya
menyebabkan
lingkungan, ketergantungan pekerjaan atau orang
keluarga keluarga
terlalu tingginya pada orang tua, yang dicintai
mengeluarkan
self ideal dan rendahnya
komentar-komentar
tidak mampu ketahanan
negatif,
menerima realitas terhadap berbagai
merendahkan,
dengan rasa kegagalan.
menyalahkan anak
syukur

Harga Diri Rendah Kronis

Isolasi Sosial
9

5. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptive

Menyendiri Kesepian Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme

Saling ketergantungan

1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
a. Menyendiri (Solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa
yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan (Mutualisme)
Mutualisme adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Saling Ketergantungan (Intedependen)
Independen merupakan kondisi saling ketergantungan antar individu
dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
10

2. Respon Maladaptif
a. Kesepian
Merupakan kondisi di mana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya.
b. Menarik Diri
Merupakan suatu keadaan di mana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
c. Ketergantungan (Dependen)
Dependen terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
d. Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu
yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
e. Impulsif
Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan dan penilaian yang
buruk.
f. Narkisisme
Pada individu narsisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap
egosentrik, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.
(Damaiyanti, M & Iskandar, 2012).
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang menganca dirinya.
Kecemasan koping yang sering digunakan adalah Regrasi, Represi dan
Isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat digunakan misalnya
keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga, dan teman,
hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreatifitas untuk
11

mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian musik atau tulisan.


(Deden & Rusdi, 2013).
7. Perilaku
Adapun perilaku yang bisa muncul pada isolasi social berupa :
kurang spontan, apatis (kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah
kurang berseri (ekspresi sedih), afek tumpul. Tidak merawat dan
memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau tidak
ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat,
mengisolasi diri (menyendiri). Klien tampak memisahkan diri dan orang
lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar. Pemasukan
makanan dan minuman terganggu, retensi urin dan feses, aktivitas
menurun, kurang energi, harga diri rendah, posisi janin saat tidur, menolak
hubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap. (Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2013)
8. Penatalaksanaan

Menurut Dalami,dkk (dikutip dalam Prabowo Eko, 2014) isolasi sosial


termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka
jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah :

a. Electro Convulsive Therapy (ECT) 2 elektrode


Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2
elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala(pelipis kiri dan
kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang
berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan
listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia
dalam otak.
12

b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi :
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada
pasien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam meaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri
seseorang.

B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada
masa pubertas.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa kerumah sakit
biasanya akibat adanya kemunduran kemauan dan kedangkalan
emosi.
c. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi sangat erat kaintannya dengan faktor etiologi
yakni keturunan, endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat dan
kelemahan ego.
d. Psikososial
1) Genogram
Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan
anaknya 7 – 16 % skizofrenia, bila keduanya menderita 40 -
13

68 %, saudara tiri kemungkinan 0.9 – 1.8 %, saudara kembar


2 -5 %, dan saudara kandung 7 – 15 %.
2) Konsep Diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosin yang
mengenai pasien akan memengaruhi konsep diri pasien.
3) Hubungan Sosial
Klien cenderung menarik diri lingkungan pergaulan, suka
melamun, dan berdiam diri
4) Spiritual
Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran
kemauan.
e. Status Mental
1) Penampilan Diri
Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut nampak acak-
acakan, kancing baju tidak tepat, resleting tidak terkunci,
baju tidak diganti, baju terbalik sebagai manifestasi
kemundurun kemauan pasien.
2) Pembicaraan
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
3) Aktivitas motorik
Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif, kecenderungan
mempertahankan pada suatu posisi yang dibuatnya sendiri
(katalepsia).
4) Emosi
Emosi dangkal.
5) Afek
Afek dangkal, tak ada ekspresi roman muka.
6) Interaksi selama wawancara
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau
menatap lawan bicara, diam.
14

7) Persepsi
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
8) Proses berpikir
Gangguan proses berpikir jarang ditemukan.
9) Kesadaran
Kesadara berubah, kemampuan mengadakan hubungan
serta pembatasan dengan dunia luar dan dengan dirinya
sendiri sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan
kenyataan (secara kualitatif)
10) Memori
Tidak ditemukan gangguan yang spesifik, orientasi tempat,
waktu, dan orang.
11) Kemampuan Penilaian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak
dalam suatu keadaan, selalu memberikan alasan, meskipun
alasannya tidak jelas atau tidak tepat.
12) Tilik Diri
Tidak ada yang khas.
f. Kebutuhan Sehari-hari
Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan
keluarganya, makin mundur dalam pekerjaan akibat kemundurun
kemauan. Minat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sangat
menurun dalam hal makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, dan
istirahat tidur. (Direja, Ade HS. 2012)
g. Data Fokus
Hubungan Sosial (menurut Damaiyanti, M dan Iskandar. 2012)
1) Orang yang paling berarti bagi Klien :...........................................
2) Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat :...............
3) Hambatan berhubungan dengan orang lain :..................................
15

h. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1) Resiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi
2) Isolasi Sosial
3) Harga Diri Rendah
i. Analisa Data
Masalah keperawatan Data yang perlu di kaji
Subjektif
Isolasi sosial
 Klien mengatakan malas
bergaul dengan orang lain
 Klien mengatakan dirinya tidak
ingin di temani perawat dan
meminta untuk sendirian
 Klien mengatakan tidak mau
berbicara dengan orang lain
 Tidak mau berkomunikasi.
 Data tentang klien biasanya di
dapat dari keluarga yang
mengetahui keterbatasan klien
(suami, istri, anak, ibu, ayah
atau teman dekat).

Objektif

 Kurang spontan
 Apatis (acuh terhadap
lingkungan).
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak
memperhatikan kebersihan diri
 Tidak ada atau kurang
16

komunikasi verbal.
 Mengisolasi diri
 Tidak atau kurang sadar
terhadap lingkungan sekitarnya
 Asupan makanan dan minuman
terganggu
 Rentensi urine dan feses
 Aktifitas menurun
 Kurang berenergi atau
bertenaga
 Rendah diri
 Postur tubuh berubah,
misalnya sikap fetus atau janin
(khususnya pada posisi tidur).

(Direja, Ade HS. 2012)

j. Pohon Masalah

Effect
Perubahan Sensori Persepsi :Halusinasi →

Isolasi social : Menarik Diri → Cor Problem

Causa
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah →

2. Diagnosa Keperawatan

Isolasi Sosial
17

3. Rencana Keperawatan

No. Pasien Keluarga


Sp1p Sp1k
1. Identifikasikan penyebab isolasi Diskusi masalah yang dirasakan
social : siapa yang serumah, siapa dalam merawat pasien
yang dekat, siapa yang tidak dekat,
kenapa sebabnya.
2. Keuntungan punya teman dan Jelaskan pengertian, tanda, gejala
bercakap-cakap dan proses terjadinya isolasi social
(gunakan booklet).
3. Kerugian tidak punya teman dan Jelaskan cara merawat pasien isolasi
bercakap-cakap. social
4. Latih cara berkenalan dengan pasien Latih dua cara merawat:
dan perawat atau tamu. berkenalan, berbicara saat
melakukan kegiatan harian
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan Anjurkan membantu pasien sesuai
untuk latihan berkenalan jadwal dan memberikan pujian saat
besuk.
SpIIp SpIIk
1. Evaluasi kegiatan berkenalan Evaluasi kegiatan keluarga dalam
(beberapa orang) merawat/melatih pasien berkenalan
Beri pujian. dan berbicara saat melakukan
kegiatan harian, beri pujian.
2. Latih cara berbicara saat melakukan Jelaskan kegiatan rumah tangga
kegiatan harian (latihan dua yang dapat melibatkan pasien
kegiatan) berbicara (makan, sholat bersama)
di rumah.
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan latih cara membimbing pasien
untuk latihan berkenalan 2-3 orang berbicara dan memberi pujian.
pasien, perawat, tamu, berbicara
dalam melakukan kegiatan harian.
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal saat besuk.
SpIIIp SpIIIk
1. Evaluasi kegiatan berkenalan Evaluasi kegiatan keluarga dalam
(beberapa orang) dan bicara saat merawat/ melatih pasien berkenalan,
melakukan kegiatan harian, beri berbicara saat melakukan kegiatan
pujian. harian. Beri pujian.
2. Latih cara berbicara saat melakukan Jekaskan cara melatih pasien
kegiatan harian (dua kegiatan baru) melakukan kegiatan sosial seperti
berbelanja, meminta sesuatu, dll
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan Latih keluarga mengajak pasien
18

untuk latihan berkenalan 4-5 orang, belanja saat besuk


berbicara saat melakukan 4 kegiatan
harian
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan berikan pujian saat
besuk.
SpIvp SpIvk
1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan Evaluasi kegiatan keluarga dalam
bicara saat melakukakan empat merawat/melatih pasien berkenalan,
kegiatan harian berbicara saat melaukan kegiatan
harian/RT, berbelanja, beri pujian.
2. Latih cara bicara sosial : meminta Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,
sesuatu, menjawab pertanyaan tanda kambuh rujukan.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan Anjurkan membantu pasien sesuai
untuk latiha berkenalan > 5 orang , jadwal kegiatan dan memberikan
orang baru, berbicara saat melakukan pujian.
kegiatan harian dan sosialisasi.
Spvp Spvk
1. Evaluasi kegiatan berkenalan, Evaluasi kegiatan keluarga dalam
berbicara saat melakukan kegiatan merawat/ melatih pasien berkenalan,
harian dan sosialisasi. Berikan pujian berbicara saat melakukan kegiatan
harian/RT, berbelanja, dan kegiatan
lain, dan follow up.beri pujian
2. Latih kegiatan harian Nilai kemampuan keluarga merawat
pasien
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri Nilai kemampuan keluarga untuk
melakukan control ke RSJ/PKM
4. Nilai apakah isolasi sosial teratasi

4. Implementasi

Implementasi pada pasien dengan isolasi sosial yaitu dengan melakukan


dengan melakukan interaksi yang terencana, singkat, sering dan tidak
menuntut, pertahankan konsistensi dan kejujuran dalam berinteraksi,
menganjurkan pasien berinteraksi dengan teman-temannya secara bertahap
serta berikan keterampilan sosial.
19

5. Evaluasi

Evaluasi difokuskan pada perubahan perilaku klien setelah diberikan


tindakan keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi karena sistem
pendukung klien, sebagai contoh evaluasi pada klien dengan isolasi sosial :

a. Evaluasi kemampuan klien


1) Klien menjelaskan kebiasaan interaksi.
2) Klien menjelaskan penyebab tidak bergaul dengan orang lain.
3) Klien menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain.
4) Klien memperagakan cara berkenalan dengan orang lain.
5) Klien bergaul dan berinteraksi dengan perawat, keluarga dan tetangga.
6) Klien menyampaikan perasaannya setelah interaksi dengan orang lain.
7) Klien mempunyai jadwal bercakap-cakap dengan orang lain
8) Klien menggunakan obat dengan patuh.
b. Evaluasi kemampuan keluarga
1) Keluarga menyebutkan masalah isolasi sosial dan akibatnya.
2) Keluarga menyebutkan penyebab dan proses terjadinya isolasi sosial.
3) Keluarga membantu klien berinteraksi dengan orang lain.
4) Keluarga melibatkan klien melakukan kegiatan di rumah tangga.
(Purwanto, T. 2015)

8. Terapi Aktivitas Kelompok

Terapi aktivitas kelompok (TAK) : Sosialisasi (TAKS) adalah upaya


memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan
sosial.

a. Tujuan
Tujuan umum TAKS, yaitu klien dapat meningkatkan hubungan sosial
dalam kelompok secara bertahap. Sementara, tujuan khususnya adalah :
1) Klien mampu memperkenalkan diri.
20

2) Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok.


3) Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
4) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi
pada orang lain.
5) Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok.
6) Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
TAKS yang telah dilakukan.
b. Aktivitas dan indikasi
Aktivitas TAKS dilaksanakan dalam sesi-sesi yang bertujuan melatih
kemampuan sosialisasi klien. Klie diindikasikan mendapatkan TAKS
adalah klien yang mengalami gangguan hubungan sosial sebagai berikut :
1) Klien klien mengalami isolasi sosial yang telah mulai melakukan
interaksi interpersonal.
2) Klien yang mengalami kerusakan komunikasi verbal yang telah
berespon sesuai dengan stimulus. (Keliat dan Akemat. 2013)
c. Tahapan TAKS
Pasien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di
sekitar pasien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari
interpersonal, kelompok, dan massa. Aktivitas yang diberikan antara lain
sebagai berikut.
1) Sesi I : Menyebutkan jati diri.
2) Sesi II : Mengenali jati diri anggota kelompok.
3) Sesi III : Bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
4) Sesi IV : Menyampaikan dan membicarakan topik percakapan.
5) Sesi V : Menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan
orang lain.
6) Sesi VI : Bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok.
7) Sesi VII : Menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAK
sosialisasi yang telah dilakukan. (Yusuf, AH. Dkk 2015)

Anda mungkin juga menyukai