MAKALAH
SISTEM EMULSI DAN MASALAH-MASALAHNYA
KELOMPOK II
DISUSUN OLEH :
NAMA :MUSDALIFAH
NIM : B1A119392
KELAS : 15
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid
yang penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak
dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi
dalam skala besar.Salah satu sistem koloid yang ada dalam kehidupan sehari -
hari dan dalam industri adalah jenis emulsi.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga
akan dibutuhkan zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya
sehingga antara zat yang terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah
atau keduannya tidak akan terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi
merupakan campuran cairan polar dan cairan non polar.Salah satu emulsi yang
kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana lemak terdispersi dalam air. Dalam
susu terkandung kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat
pengemulsi. Bebera contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es krim, sabun,
deterjen, yang menggunakan pengemulsi gelatin.
Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari
sistem emulsi karena dengan tahu banyak tentang sistem emulsi ini maka akan
lebih mudah juga untuk mengetahui zat – zat pengemulsi apa saja yang cocok
untuk menstabilkan emulsi selain itu juga dapat diketahui faktor – faktor yang
menentukan stabilnya emulsi tersebut karena selain faktor zat pengemulsi
tersebut juga dipengaruhi gaya sebagai penstabil emulsi.
Sistem emulsi termasuk jenis koloid dengan fase terdispersinya berupa
zat cairnamun dalam makalah ini kita hanya akan membahas mengenai sistem
emulsi saja diantaranya dari defenisi emulsi, mekanisme secara kimia dan
fisika, teori dan persamaannya dan serta penerapannya dalam kehidupan
sehari – hari dan industri.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana defenisi sediaan Emulsi?
2. Bagaimanakah Prinsip kerja dari Emulsi?
3. Bagaimana masalah yang dihadapi saat pembuatan system Emulsi?
4. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui defenisi sediaan Emulsi
2. Untuk mengetahui Prinsip kerja dari Emulsi
3. Untuk mengetahui yang dihadapi saat pembuatan system Emulsi
4. Untuk mengetahui cara mengatasi masalah tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EMULSI
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat,terdispersi dalam cairan pembawa,distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok (Depkes,1979).
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa
fase cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun
gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak
stabil, butir – butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan
yaitu air dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi (
emulgator ) yang merupakan komponen yang paling penting untuk
memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan
komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Zat
pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi
spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat
disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti
putih telur (Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah
dituang hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat
pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada
suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal.
Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap
volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat,
misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase
internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak,
biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).
Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan
bersama surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi
pada antar permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga
mengurangi kecepatan pembenrukan agregat tetesan. Agregasi biasanya
diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase yang kaya
akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak
lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat
tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran
tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim.
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat
penting untuk emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal
mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri,
lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri ternyata
dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah
bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom.
Terdapat 2 tipe emulsi yaitu sebagai berikut :
1) Emulsi A/M yaitu butiran – butiran air terdispersi dalam minyak
Pada emulsi ini butiran – butiran air yang hidrofilik stabil dalam
minyak yang hidrofobik.
2) Emulsi M/A yaitu butiran – butiran minyak terdispersi dalam air
Minyak yang hidrofobik stabil dalam air yang hidrofilik
C
a
i
r
a
n
Gambar 1 l
Gambar diatas menunjukkan abahwa setiap tetes cairan akan
i
mengalami tarikan ke dalam yang lebih besar pada permukaan tetesan
tersebut, sedangkan pada bagian dalam ntetesan tersebut tarikan ke atas, ke
bawah, ke kiri, dan ke kanan seimbang. Hal ini mengakibatkan tetes cairan
tersebut berbentuk bulat (gaya tarikan ke dalamnya lebih besar), sehingga
pada permukaan tetesan tersebut timbul tegangan permukaan. Tegangan
permukaan ini timbul karena gaya kohesinya (tarik menarik antar partikel
sejenis) lebih besar dibandingkan dengan gaya adhesinya (tarik menarik antar
partikel yang berlainan). Jadi masing-masing dari tetes cairan tersebut akan
cenderung mempertahankan permukaannya.
2. Tegangan Antar Muka
Tegangan antar muka merupakan tegangan yang terjadi pada masing-
masing permukaan dari kedua fase cairan tersebut yang tidak saling
bercampur yang disebabkan oleh gaya kohesif yang lebih besar dibandingkan
gaya adhesifnya.
Gambar diatas menunjukkan adanya tegangan antarmuka antara
dua cairan yang tidak saling bercampur. Emulsi merupakan bentuk
termodinamika yang tidak stabil karena antar fase minyak dan fase air
tidak dapat bercampur. Oleh karena itu, untuk membentuk suatu emulsi
yang lebih stabil, maka tegangan muka tersebut harus diturunkan agar ∆F
≈ 0. Sehingga salah satu cairan tersebut dapat terdispersi dalam bentuk
tetesan ke dalam cairan lainnya.
Penerapan Emulsi, yaitu sebagai berikut:
a. Penerapan dalam kehidupan sehari-hari
Salah satu contoh penerapan emulsi dalam kehidupan sehari-
hari adalah penggunaan detergen untuk mencuci pakaian, dimana
detergen merupakan suatu emulgator yang akan menstabilkan emulsi
minyak (pada kotoran) dan air. Detergen terdiri dari bagian hidrofobik
dan hidrofilik, minyak akan terikat pada bagian hidrofobik dari
detergen sehingga bagian luar dari minyak akan menjadi hidrofilik
secara keseluruhan, sehingga terbentuk emulsi minyak dan air, dimana
kotoran akan terbawa lebih mudah oleh air.
b. Penerapan dalam bidang industry
Dalam bidang industri salah satu sistem emulsi yang digunakan
adalah industri saus salad yang terbuat dari larutan asam cuka dan
minyak. Dimana asam cuka bersifat hidrofilik dan minyak yang
bersifat hidrofobik, dengan mengocok minyak dan cuka. Pada awalnya
akan mengandung butiran minyak yang terdispersi dalam larutan asam
cuka setelah pengocokan dihentikan, maka butiran-butiran akan
bergabung kembali membentuk partikel yang lebih besar sehingga
asam cuka dan minyak akan terpisah lagi. Agar saus salad ini kembali
stabil maka dapat ditambahkan emulagator misalnya kuning telur yang
mengandung lesitin. Sistem koloid ini dikenal sebagai mayonnaise.
B. PRINSIP KERJA SISTEM EMULSI
Dalam pembentukan emulsi terlebih dahulu tegangan permukaan
diturunkan dengan menambahkan surfaktan jenis emulgator yang akan
teradsorpsi ke dalam tetes cairan dan memecah tetes cairan tersebut menjadi
tetesan yang lebih kecil, kemudian emulgator akan membentuk sebuah lapisan
pelindung pada tiap-tiap tetes cairan untuk mencegah terjadinya koalesens,
dengan cara bagian hidrofilik akan mengarah ke air dan bagian lipofilik akan
mengarah ke minyak. Selanjutnya untuk mencegah antara tetes dispersi yang
satu dengan yang lainnya berdekatan (saling melekat), maka dibutuhkan
adanya suatu potensial zeta yang dapat menimbulkan lapisan listrik ganda
sehingga terjadi gaya tolak menolak antar tetes terdispersi. Agar terbentuk
suatu misell, maka dibutuhkan sejumlah surfaktan untuk mencapai CMC
(Critical Micelle Concentration). Sehingga dapat menghasilkan suatu emulsi
yang lebih stabil.
Penggunaan emulgator ganda akan menghasilkan emulsi yang lebih
stabil karena dapat menghasilkan lapisan pelindung ganda pada permukaan
tetesan.
Gambar 3. Perubahan stabilitas emulsi. (1) Emulsi segar , (2) Flokulasi, (3)
koalesen, (4) creaming, (5) Ostwald ripening, (6) inversi fase
1. Creaming
Merupakan merupakan suatu bentuk kerusakan emulsi secara estetika.
Hal ini pasti terjadi pada zat terdispersi yang memiliki bobot jenis yang
lebih besar dibandingkan dengan zat pendispersinya. Kerusakan ini
bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan melakukan pengocokan.
2. Flokulasi
Kerusakan ini terjadi akibat lemahnya gaya tolak menolak (potensial
zeta) antara tetes-tetes terdispersi, sehingga mengakibatkan tetes
terdispersi tersebut saling berdekatan. Hal ini dapat diatasi juga dengan
pengocokan, namun untuk mencegah terjadinya pelekatan yang kuat, maka
ditambahkan koloid pelindung (musilago) untuk melindungi permukaan
tetes terdispersi tersebut, jadi akan mudah terlepas saat dikocok.
3. Oswald Ripening
Merupakan suatu jalan untuk menuju ke sebuah koalesens
(penggabungan tetes terdispersi).
4. Koalesens
Merupakan suatu bentuk kerusakan yang diakibatkan oleh kurangnya
surfaktan yang digunakan, sehingga lapisan pelindung pada permukaan
tetesan lemah. Jadi tetesan tersebut akan berfusi (bergabung) membentuk
suatu tetesan yang berdiameter lebih besar. Kerusakan ini bersifat
irreversibel dan akan menyebabkan terjadinya pemisahan fase (cracking).
5. Inversi fase
Kerusakan ini terjadi karena volume fase terdispersi hampir sama
jumlahnya dengan fase pendispersi sehingga terjadi perubahan tipe dari
o/w menjadi w/o atau sebaliknya.
Anief, 2000, Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek, Gadjah Mada University
press, Jogjakarta.
Ansel,c howard.1985.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.Universitas
Indonesia:Jakarta
Depkes.1979.Farmakope Indonesia Edisi III.Departemen kesehatan RI:Jakarta
Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Universitas
Indonesia: Jakarta.