Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya jumlah lansia di Indonesia tentu saja akan meningkatkan


permasalahan kesehatan terkait lansia. Penyakit pada lanjut usia berbeda
dengan dewasa muda, hal ini disebabkan karena penyakit pada lansia
merupakan gabungan antara penyakit dengan proses menua yaitu
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri
serta mempertahankan fungsi dan struktur normalnya. Sehingga tidak dapat
bertahan terhadap penyakit (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita Berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap orang
telah tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit dan
hilangnya gigi. Dalam peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi
peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi
produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga.
(Stanley, 2006).

Masalah kulit yang umumnya terjadi pada lansia seperti pruritus, xerosis,
infeksi jamur (tinea pedis), dermatitis, dan skabies.Menurut penelitian yang
dilakukan Kilic (2008) pada 300 lansia di tiga rumah perawatan di Turkey
ditemukan bahwa sebanyak 49,7% lansia mengalami infeksi jamur (tinea
pedis), 45,3% lansia mengalami xerosis, 11% mengalami dermatitis, 10,3%
mengalami pruritus.

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons


terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenfikasi) dan gatal. Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis
(Djuanda dan Sularsito, 2002).
Dari latar belakang masalah di atas menarik kelompok untuk mengadakan
penyusunan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dermatitis”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan kebutuhan
personal hygiene pada pasien dermatitis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari dermatitis
b. Untuk mengetahui etiologi dermatitis
c. Untuk mengetahui patofisiologi dermatitis pada lansia
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis dermatitis
e. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dermatitis
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan dermatitis
g. Untuk mengetahui komplikasi pada lansia yang menderita dermatitis
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia pada pasien dermatitis
A. Sistematika Penulisan
1. BAB I Pendahuluan, pada bab ini berisi uraian tentang latar belakang,tujuan
umum dan khusus, dan sistematika penulisan.
2. BAB II Tinjauan Teori, pada bab ini berisi uraian tentang pengertian
dermatitis, etiologi dermatitis, klasifikasi skoliosis, manifestasi klinis
dermatitis, patofisiologi dermatitis, pemeriksaan diagnostik dermatitis,
penatalaksanaan medis dermatitis, komplikasi dermatitis.
3. BAB III Asuhan Keperawatan, pada bab ini berisi tentang asuhan
keperawatan pada dermatitis pada lansia dimulai dari pengkajian, diagnosa,
intervensi, dan evaluasi.
4. BAB IV Penutup, pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Lansia
1. Pengertian
Lanjut usia adalah individu yang berada dalam tahapan usia dewasa akhir,
dengan usia diatas 60 tahun (Widyanto, 2014). Lanjut usia didefinisikan
sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya kerentanan terhadap berbagai
penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan,
serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia (Aru, 2009)
2. Batasan Lansia
Menurut Wolrd Health Organization (WHO) dalam Depkes 2015 :
a. Usia pertengahan (Middle age) : 45-59 tahun
b. Usia lansia (Olderly) : 60-74 tahun
c. Usia lansia tua (Old) : 75-90 tahun
d. Usia lansia sangat tua (Very old) : di atas 90 tahun

Menurut Departemen Kesehatan RI (2015) batasan lansia terbagi 4


kelompok sebagai berikut :

a. Pertengahan umur usia lanjut/ virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut
yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara usia
45-54 tahun.
b. Usia lanjut dini/ prasemu yaitu kelompok yang mulai memasuki usia
lanjut antara 55-64 tahun.
c. Usia lanjut/ semua usia 65 tahun ke atas.
d. Usia lanjut dengan risiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari
70 tahun.
3. Tipe Lansia
Beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000
dalam Maryam dkk, 2008), tipe lansia yaitu :
a. Tipe arif bijaksana : kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan
diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan, menjadi panutan.
b. Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
c. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah,tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,
pengkritik dan banyakmenuntut.
d. Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama, danmelakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif,dan acuh tak acuh.
4. Karakteristik lansia
a. Mudah jatuh
b. Mudah lelah
c. Nyeri dada
d. Kekacauan mental
e. Sesak napas pada waktu melakukan kerja fisik
f. Berdebar-debar (palpitasi)
g. Pembengkakan kaki bagian bawah
h. Nyeri pinggang atau punggung
i. Nyeri pada sendi pinggul
j. Berat badan menurun
k. Sukar menahan buang air kecil (sering ngompol)
l. Sukar menahan buang air besar
m. Gangguan sulit tidur
n. Keluhan perasaan dingin
o. Kesemutan pada anggota badan
p. Mudah gatal-gatal
q. Keluhan pusing-pusing
r. Sakit kepala

5. Perubahan yang Terjadi pada Lansia


Menurut Nugroho (2000), perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut
dapat terjadi baik secara fisik mau pun mental. Semua proses tersebut tentu
adalah sebuah proses kehidupan yang harus dilalui oleh manusia selama
diberikan usia hingga tua.
a. Perubahan-perubahan fisik
1) Sel
Lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah
cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraselular, menurunnya
proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak
menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, otak menjadi atrofis
beratnya berkurang 5-10 %
2) Sistem persyarafan
Cepatnya menurun hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan
waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya saraf
panca indra, kurang sensitive terhadap sentuhan.
3) Sistem pendengaran
Presbiakusis (gangguan pada pendengaran), membran timpani menjadi
atrofi menyebabkan otosklerosis, pendengaran menurun pada lanjut
usia yang mengalami ketegangan jiwa.
4) Sistem penglihatan
Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar,
lensa mata lebih suram menyebabkan gangguan penglihatan, hilangnya
daya akomodasi, menurunnya membedakan warna biru atau hijau pada
skala
5) Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi diakibatkan oleh
meningkatnya pembuluh darah perifer
6) Sistem pengaturan temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun (hipotermia) akibat metabolisme menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7) Sistem respirasi
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, paru-paru
kehilangan aktivitas, kapasitas pernafasan menurun, alveoli ukurannya
melebar dari biasa dan jumlahnya menurun.
8) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun, indera pengecap menurun, esophagus
melebar,lambung sensitifitas rasa lapar menurun, peristaltik lemah dan
biasanya timbul kostipasi, fungsi absorbsi melemah, liver makin
mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan.
9) Sistem genitourinaria
Aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, meningkatnya retensi
urin, frekuensi buang air kecil meningkat, pembesaran prostate dialami
oleh pria usia 60 tahun ke atas, atrofi vulva.
10) Sistem endokrin
Produksi dari hampir semua hormone menurun, fungsi paratiroid dan
sekresinya tidak berubah, menurunnya produksi aldosteron,
menurunnya sekresi hormone kelamin.
11) Sistem kulit (integumentari sistem)
Kulit mengerut akibat jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan
bersisik, menurunnya respon terhadap trauma, kulit kepala dan rambut
menipis berwarna kelabu, kuku menjadi keras dan rapuh, kelenjar
keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya.
12) Sistem musculoskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, persendian membesar dan
menjadi kaku, tendon mengerut dan menjadi sclerosis, atrofi serabut
otot.
b. Perubahan mental

1) Perubahan fisik, khususnya organ perasa


2) Tingkat pendidikan
3) Keturunan
4) Lingkungan
5) Kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari) dan
kemnangan jangka pendek (0-10 menit, kenangan buruk)
6) IQ
7) Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan. Psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan
dari factor waktu.

c. Perubahan psikososial

1) Pensiun
2) Merasakan atau sadar akan kematian
3) Penyakit kronis dan ketidakmampuan
4) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, terjadi perubahan terhadap
gambaran diri dan perubahan konsep diri.
d. Perkembangan spiritual

1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya


2) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak kehidupan dalam sehari-hari.

B. Konsep Dermatitis
1. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor estrogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinik berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul,
vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung
residif dan menjadi kronis (Djuanda Adhi, 2010).
2. Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: deterjen asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu),
mikroorganisme (bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya
dermatitis atopik.
3. Klasifikasi dermatitis : (Djuanda Adhi, 2010)
a. Dermatitis kontak
Peradangan di kulit karena kontak dengan sesuatu yang dianggap asing
oleh tubuh. Terbagi menjadi dua yaitu alergi dan iritan.
b. Dermatitis atopik
Peradangan kulit kronis residence disertai gatal yang umumnya sering
terjadi selama masa bayi dan anak.
c. Neurodermatitis sirkumskripta
d. Dermatitis numularis
e. Dermatitis statis
4. Manifestasi Klinis (Nurarif, 2015)
a. Dermatitis kontak
a. Lesti kemerahan yang muncul pada bagian kulit yang terjadi kontak.
b. Untuk dermatitis kontak alergi gejala tidak muncul sebelum 24-48 jam,
bahkan sampai 72 jam.
c. Untuk dermatitis kontak iritan gejala terbagi 2 menjadi akut dan
kronis. Saat akut dapat terjadi perubahan warna kulit menjadi
kemerahan sampai terasa perih bahkan lecet. Saat kronis gejala dimulai
dengan kulit yang mongering dan sedikit meradang yang akhirnya
menjadi menebal.
d. Pada kasus berat, dapat terjadi bula (vesikel) pada lesi kemerahan
tersebut.
e. Kulit terasa gatal bahkan terasa terbakar.
f. Dermatitis kontak iritan, gatal dan rasa terbakarnya lebih terasa
dibandingkan dengan tipe alergi.
b. Dermatitis atopic (DA)
Ada 3 fase klinis DA yaitu :
a. DA infantil (2 bulan – 2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada
bulan kedua. Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) berupa
eritema, papul-vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi
eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke kepala,
leher, pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak,
lesi bisa ditemukan di daerah ekstensor ekstremitas. Sebagian besar
penderita sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase
anak.
b. DA anak (2 – 10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri
(denovo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan
tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi,
sedikit skuama, erosi, hyperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder.
DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat mengganggu
pertumbuhan.
c. DA pada remaja dan dewasa
Lokasi lesi pad remaja adalah di lipatan siku/lutut, samping leher, dahi,
sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristis, sering
mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula beralokasi
setempat misalnya pada bibir (kering, pecah, besisik), vulva, puting
susu, atau scalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah di
daerah lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul,
papul datar cenderung berkonflues menjadi plak garukan dan akhirnya
menjadi hiperpigmentasi. Umumnya DA remaja dan dewasa
berlangsung lama kemudian cenderung membaik setelah usia 30 th,
jarang sampai usia pertengahan dan sebagian kecil sampai tua.
c. Neurodermatitis sirkumskripta
a. Kulit yang sangat gatal
b. Muncul tunggal di daerah leher, pergelangan tangan, lengan bawah,
paha atau mata kaki, kadang mucul pada alat kelamin.
c. Rasa gatal sering hilang timbul. Sering timbul pada saat santai atau
sedang tidur, akan berkurang pada saat beraktifitas. Rasa gatal yang
digaruk akan menambah berat rasa gatal tersebut.
d. Terjadi perubahan warna kulit yang gatal, kulit yang bersisik akibat
garukan atau penggosokan dan sudah terjadi bertahun-tahun.
d. Dermatitis numularis
a. Gatal yang kadang sangat hebat, sehingga dapat mengganggu.
b. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel (0,3-1,0 cm), kemudian
membesar dengan cara berkonflluensi atau meluas ke samping,
membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam (coin),
eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas.
c. Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasi, kemudian mongering
mejadi krusta kekuningan.
d. Ukuran lesi bisa mencapai garis tengah 5 cm atau lebih, jumlah lesi
dapat hanya satu, dapat pula banyak da tersebar, bilateral atau simetris
dengan ukuran bervariasi dari miliar sampai nummular, bahkan plakat,
e. Tempat predileksi biasanya terdapat di tungkai bawah, badan, lengan
termasuk punggung tangan.
e. Dermatitis statis
a. Bercak-bercak berwarna merah yang bersisisik
b. Bintik-bintik berwarna merah dan bersisik
c. Borok atau bisul pada kulit
d. Kulit yang tipis pada tangan laki-laki
e. Luka (lesi) kulit
f. Pembekakan pada tungkai kaki
g. Rasa gatal di sekitar daerah yang terkena
h. Rasa kesemutan pada daerah yang terkena (Djuanda, 2010).
5. Patofisiologi

- Fisik (sinar, suhu)


- Mikroorganisme Dermatitis
(bakter, jamur)

Faktor dari luar Faktor dari dalam


(eksogen) (endogen)

Dermatitis kontak Dermatitis atopik


(sabun, detergen, zat
kimia)

Allergen sensitizen Iritan primer

Sel langerhans dan Mengiritasi kulit


makrofag

Sel T Peradangan kulit (lesi) Kerusakan integritas kulit

Sensitisasi sel T oleh


salura limfe Nyeri akut Resiko Kerusakan integritas kulit
infeksi

Reaksi hipersensitivitas IV

(Nurarif, 2015)
6. Pemeriksaan penunjang (Nurarif, 2015)
a. Percobaan asetikolin (suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin
1/5000).
b. Percobaan histamine hostat disuntikkan pada lesi.
c. Laboratorium
1) Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin.
2) Urin : pemeriksaan histopatologoi.
7. Penatalaksanaan
(Nurarif, 2015)
a. Dermatitis kontak
1) Hindari kontak lebih lanjut dengan zat atau benda penyebab dermatitis
kontak
2) Pada tipe iritan, basuhlah bagian yang terkena dengan air mengalir
sesegera mungkin.
3) Jika sampai terjadi lecet, tanganilah seperti menangani luka bakar.
4) Obat anti histamine oral untuk mengurangi rasa gatal dan perih yang
dirasakan.
5) Kortikosteroid dapat diberikan secara topical, oral, atau intravena
sesuai dengan tingkat keparahannya.
b. Dermatitis atopik
1) Menghindar dari agen pencetus seperti makanan, udara panas/dingin,
bahan-bahan berbulu.
2) Hindari kulit dengan berbagai jenis pelembab antara lain krim
hidrofilik urea 10% atau pelembab yang mengandung asam laktat
dengan konsentrasi kurang dari 5%.
3) Kortikosteroid topical otensi rendah diberi pada bayi, daerah
intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah
dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila aktivitas penyakit telah
terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali
seminggu. Kortikosteroid oral hanya dipakai untuk mengendalikan DA
eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi
selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka
panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan
akan timbul rebound phenomen.
4) Antihistamin topical tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat
menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5%
dalam jangka pendek (1 minggu) data mengurangi gatal tanpa
sensitisasi, tapi pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek
samping sedatif.
5) Pemberian antibiotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan
koloni S. aureus ada kulit penderita DA. Dapat dieri eritromisin,
asitromisin atau kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi
asiklovir 3 x 400 mg/ hari selama 10 hari atau 4 x 200 mg/hari untuk
10 hari.
c. Neurodermatitis sirkumskripta
1) Pemberian kortikosteroid dan antihistamin oral bertujuan untuk
mengurangi reaksi inflamasi yang menimbulkan rasa gatal. Pemberian
steroid topical juga membantu mengurangi hyperkeratosis. Pemberian
steroid mmid-potent diberikan pada reaksi radang yang akut, tidak
direkomendasikan unntuk daerah kulit yang tipis (vulva, scrotum, axial
dan wajah). Pada pengobatan jangka panjang digunakan steroid yang
lowpoten, pemakaian high-potent steroid hanya dipakai kurang dari 3
minggu pada kulit yang tebal.
2) Anti-depresan atau anti- anxiety sangat membantu pada sebagian orang
dan pelu pertimbangan untuk pemberiannya.
3) Jika terdapat suatu infeksi sekunder dapat diberikan antibiotic toikal
ataupun oral.
4) Perlu diberikan nasehat untuk mengatur emosi dan perilaku antiiotik
topical ataupun oral.
5) Perlu diberikan nasehat untuk mengatur emosi dan perilaku yang dapat
mencegah gatal dan garukan.
d. Dermatitis numularis
1) Bila kulit kering, diberi pelembab atau emolien.
2) Secara topical lesi dapat diobati dengan obat antiinflamasi, misalnya
glukokortikoid, takrolimus, atau pimekolimus.
3) Bila lesi masih eksudatif, sebaiknya dikompres dahulu misalnya
dengan larutan permanganas kalilus 1:10.000.
4) Kalau ditemukan infeksi bacterial, dierikan antibiotic secara sistemik.
5) Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus yang berat dan
refrakter, dala jangka pendek.
6) Pruritus dapat diobati dengan antihistamin golongan H1, misalnya
hidroksisilin HCl.
e. Dermatitis statis
1) Cahaya berdenyut intens
2) Diuretik
3) Imunosupresan
4) Istirahat
5) Kortikosteroid
6) Ligasi vaskuler
7) Pelembab
8) Terapi kompresi
BAB 3

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data biografi
Nama :
Umur :
Alamat :
Jeniskelamin :
Agama :
Pekerjaan :

2. Anamnesa
a. Kapan pertama kali pasien mengetahui masalah kulit, termasuk durasi dan
intensitasnya?
b. Apakah masalah penyakit kulit ini terjadi sebelumnya ?
c. Apakah ada gejala lainnya?
d. Pada bagian mana pertama kali terkena?
e. Bagaimana ruam atau lesi tersebut terlihat ketika muncul untuk pertama kali?
f. Dimana dan seberapa cepat menyebarnya?
g. Apakah terdapat rasa gatal, terbakar, kesemutan atau seperti ada yang merayap?
h. Apakah terdapat gangguan untuk merasa?
i. Apakah masalah yang dirasakan menjadi bertambah parah pada waktu atau
musim tertentu?
j. Apakah anda dapat menjelaskan bagaimana kelainan ini berasal?
k. Apakah pasien memiliki riwayat hay fever, asma, biduran, eksema atau alergi?
l. Apakah ada keluarga pasien yang mengalami masalah kulit, ruam ?
m. Apakah erupsi tersebut sekilas memakan sesuatu ?
n. Apakah ada hubungannya antara kejadian tertentu dari episode ruam atau lesi?
o. Obat apa yang sedang dikonsumsi?
p. Obat oles (krim, salep, lotion) untuk mengatasi lesi tersebut?
q. Apakah pekerjaannya
r. Apakah dilingkungan sekitar pasien terdapat faktor – faktor (tanaman, hewan,
zat-zatkimia,infeksi) yang dapat mencetuskan masalah?
s. Apakah pasien ingin menceritkan mengenai masalah?

3. Prosedur utama dalam pemeriksaan fisik penyakit dermatitis


a. Pengkajian kulit
1) Inspeksi
Pasien berada dalam ruangan yang tenang dan hangat, pemeriksa
menggunakan penlight untuk menyinari lesi, amati kulit :
a) Warna kulit
b) Kekeringan
c) Tekstur
d) Lesi
e) Vaskularisasi
f) Mobilitas kondisi rambut serta kuku
g) Turgor kulit
h) Edema
i) Warna kebiruan, sianosis (hipoksiaseluler) dapat dilihat pada ekstremitas
dan dasar kuku, bibir, membrane mukosa
j) Ikterus (kulit yang menguning) akibatkenaikan bilirubin
k) Sklera, membrane mukosa
l) Perubahan vaskuler (ptekie)
m) Ekimosis
n) Eritema
o) Urtikaria
2) Palpasi
Pada tindakan palpasi pemeriksa harus menggunakan sarung tangan sebagai
proteksi bagi pemeriksa. Pada tindakan ini akan ditemukan :
a) Turgor kulit
b) Edema
c) Elastisitas kulit
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis
Definisi : inspirasi dan /atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Tanda dan Gejala :
a. Subjektif : dispnea, ortopnea
b. Objektif :
1) Penggunaan otot bantu pernapasan
2) Fase ekspirasi memanjang
3) Pola napas abnormal (takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmanul, cheyne-
stokes)
4) Pernapasan cuping hidung
5) Pernapasan pursed- lip
6) Frekuensi napas meningkat

2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.


Definisi : Keadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik
tertentu.
Tanda dan Gejala :
a. Subjektif : Menanyakan masalah yang dihadapi.
b. Objektif :
1) Menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran.
2) Menunjukan persepsi yang keliru terhadap masalah.
3) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat.
4) Menunjukan perilaku berlebihan (misalnya : apatis, bermusuhan, agitasi,
histeria).

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan lesi.


Definisi : Kerusakan kulit (dermatitis atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang kartilago, kapsul sendi dan ligamen).
Tanda dan Gejala :
a. Subjektif : Tidak tersedia.
b. Objektif :
1) Kerusakan jaringan atau lapisan kulit.
2) Nyeri.
3) Pendarahan.
4) Kemerahan.
5) Hematom.

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur atau bentuk


tubuh.
Definisi : Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik
individu.
Tanda dan Gejala :
a. Subjektif :
1) Mengungkapkan kecacatan atau kehilangan bagian tubuh.
2) Tidak mau mengungkapkan kecacatan atau kehilangan tubuh.
3) Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh.
4) Mengungkapkan perubahan gaya hidup.
b. Objektif :
1) Kehilangan bagian tubuh.
2) Fungsi atau struktur tubuh berubah atau hilang.
3) Menyembunyikan atau menunjukan bagian tubuh secara berlebihan.
4) Fokus berlebihan pada bagian tubuh.
5) Respon non verbal pada perubahan dan persepsi tubuh.
6) Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu.
7) Hubungan sosial berubah.

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis.


Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Tanda dan Gejala :
a. Subjektif : Mengeluh nyeri.
b. Objektif :
1) Tampak meringis.
2) Bersikap protektif.
3) Gelisah.
4) Tekanan darah, frekuensi nadi meningkat.
5) Pola napas berubah.
6) Nafsu makan berubah.
7) Proses berpikir terganggu.
8) Menarik diri.
9) Berfokus pada diri sendiri.
10) Diaforesis.

C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen
farmakologis
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah pola napas tidak
efektif teratasi
Kriteria hasil :Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan normal 16-20x/
menit, irama normal dan kedalaman pernapasan normal/ tidak dangkal
sebagai tanda meningkatnya ekspansi paru.
Intervensi :
a. Monitor jumlah pernafasan
Rasional : Mengetahui dan memastikan kepatenan jalan nafas dan
pertukaran gas yang adekuat.
b. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Mengumpulkan dan menganalisa data pernafasan dan suhu
tubuh untuk menentukan dan mencegah komplikasi
c. Anjurkan pasien untuk posisi fowler agar leher tidak tertekuk
Rasional : Menghindari penekanan pada jalan nafas untuk meminimalkan
penyempitan jalan nafas
d. Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi yang benar
Rasional : Meningkatkan pengetahuan dan menstabilkan pola nafas.
e. Kolaborasi memberikan oksigen sesuai anjuran dokter
Rasional : Menstabilkan pola nafas.
2. Diagnosa :Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah defisit
pengetahuan tidak efektif teratasi
Kriteria hasil : dapat menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan, mampu melaksanakan prosedur dengan
benar.
Intervensi :
a. Observasi ulang dan harapan yang akan datang
Rasional: memberikan dasar pengetahuan pada klien berdasarkan informasi.
b. Diskusikan harapan pasien untuk kembali bekerja dan aktivitas normal
Rasional: pasien sulit untuk memutuskan melakukan aktivitas, dan menilai
tindakan normal.
c. Diskusikan tentang perawatan kulit (penggunaan pelembab dan pelindung sinar
matahari)
Rasional: gatal, sensitifitas dapat sembuh dalam waktu tidak terlalu lama.
d. Tekankan pentingnya pemasukan diet tinggi kalori dan protein.
Rasional : Nutrisi optimal meningkatkan regenerasi jaringan dan penyembuhan
umum luka.
3. Diagnosa : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan lesi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah gangguan
integritas kulit teratasi
Kriteria hasil : integritas kulit baik dapat dipertahankan, melaporkan
adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami
gangguan, tidak ada lesi/luka pada kulit, perfusi jaringan baik, menunjukkan
proses perbaikan kulit dan mencegah cedera berulang, mampu
mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
Intervensi :
a. Kaji lokasi, kondisi sekitar kulit, ukuran lesi, bentuk, eritema, papul, vesikel.
Rasional: memberikan informasi dasar untuk dapat memberikan petunjuk
pengobatan.
b. Meningkatkan integritas kulit dengan menghindari dari cubitan dan garukan.
Rasional: dengan adanya cubitan dan garukan akan menimbulkan trauma baru
pada kulit.
c. Berikan perawatan kulit (cuci area kemerahan dengan lembut menggunakan
sabun ringan, dan bilas seluruh area kulit).
Rasional: pembersihan kulit mencegah terjadinya rasa gatal dan memberikan
rasa nyaman.
d. Berikan motivasi agar pasien tidak kontak dengan bahan iritan.
Rasional: bagi pasien yang sering kontak dengan bahan iritan akan
memperlambat penyembuhan.
e. Masase dengan lembut kulit disekitar yang sakit jangan dilakukan pada area
yang kemerahan.
Rasional: membantu melancarkan sirkulasi.
f. Berikan pelembab pada kulit yang mengalami kekeringan (contoh: Vaseline /
Nivea).
Rasional: Memberikan kelembapan pada kulit menimbulkan rasa nyaman.
g. Kolaborasi dalam pemberian terapi.
Rasional: membantu dalam penyembuhan.

4. Diagnosa : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur


atau bentuk tubuh.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah gangguan citra
tubuh teratasi
Kriteria hasil : ???
Intervensi :
a. Kaji makna kehilangan atau perubahan pada pasien atau orang terdekat.
Rasional: pada tahap terjadinya traumatik mengakibatkan perubahan yang tiba-
tiba sehingga membutuhkan dukungan dalam prosespenyembuhan.
b. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan (tentang pikiran, perasaan,
pandangan dirinya).
Rasional: episode awal dalam menentukan terapi.
c. Terima dan akui ekspresi frustasi (perhatikan perilaku menarik diri).
Rasional: penerimaan perasaan sebagai respons normal atau mendorong pasien
untuk menerima situasi dan penarikan menarik diri karena pasien tidak siap
mengatasi masalah pribadi.
d. Berikan informasi yang dapat dipercaya.
Rasional: informasi yang tepat dapat menimbulkan semangat dan motivasi
pasien untuk melanjutkan perawatan dan mendukung terjadinya perilaku koping
positif.
e. Bersikap realistis dan positif selama pengobatan.
Rasional: meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antar pasien
dengan perawat.
5. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah nyeri akut teratasi
Kriteria hasil : menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :
a. Hindari penggunaan sprei atau bantal plastik.
Rasional: bantal dan sprei plastik dapat meningkatkan ketidaknyamanan oleh
karena itu peningkatan dari produksi panas.
b. Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karkteristik
termasuk intensitas.
Rasional: mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektifan, intervensi tingkat
ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri.
c. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan pruritus,
vesikel dan gula.
Rasional: membantu untuk menghilangkan ansietas.
d. Dorong untuk menggunakan teknik manajemen stres, imajinasi visualisasi dan
sentuhan terapeutik.
Rasional: memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat
meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang menetap.
e. Identifikasi terapeutik yang tepat untuk usia pasien dan penampilan pribadi.
Rasional: mencegah kebosanan, menurunkan ketegangan dan dapat
meningkatkan harga diri dan kemampuan koping.
f. Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai dengan indikasi.
Rasional: pemberian obat analgesik dapat menurunkan rasa nyeri.

D. Evaluasi:
1. Diagnosa : pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen
farmakologis
a. Ekpansi dada normal
b. Tidak ada otot bantu pernapasan
c. Frekuensi pernapasan normal 16-20x/ menit
2. Diagnosa : Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi.
a. Mendeskripsikan dermatitis dan terapu yang dipreskripsikan.
b. Mengungkapkan dengan kata-kata, bahwa infeksi dan stress emosional
merupakan faktor pemicu.
c. Mempertahankan pengendalianpenyakit dengan terapi yang tepat.
d. Memperagakan penggunaan terapi topikal yang bebar.
3. Diagnosa : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan lesi.
b. Tidak ada lesi baru yang timbul.
c. Mempertahankan kulit agar selalu dalam keadaan lunak.
d. Mempertahankan kulit agar tidak terjadi kekeringan.
4. Diagnosa : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur
atau bentuk tubuh.
a. Pasien mengungkapkan atau menyatakan penerimaan situasi diri.
b. Mengembangkan kesadaran untuk penerimaan diri.
c. Mengekpresikan optimisme tentang hasil akhir terapi.
5. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis.
a. Tidak terjadi nyeri, pasien tenang.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dermatitis adalah suatu peradangan pada dermis dan epidermis yang dalam
perkembangannya memberikan gambaran klinis berupa efloresensi polimorf
dan pada umumnya memberikan gejala subjektif gatal.
Secara umum penyebab dari dermatitis yaitu : respon kulit terhadap agen -
agen yang beraneka ragam. Mis : zat kimia, protein, dan bakteri.
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: deterjen asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu),
mikroorganisme (bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya
dermatitis atopik.
Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah sindrom
pernapasan akut, gangguan ginjal, infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim
dijumpai terutama staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya
herpes simpleks.

B. Saran
Kepada Mahasiswa (khususnya mahasiswa perawat) atau pembaca disarankan
agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini sehingga apabila terdapat
tanda dan gejala penyakit dermatitis pada lansia maka kita dapat melakukan
tindakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih
buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI


Stanley, M., & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Jilid III. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Anda mungkin juga menyukai