HEMODIALISA
HEMODIALISA
PENDAHULUAN
Resiko
Gate Kontrol Terbuka Resiko
Cidera Intoleransi
Infeksi aktivitas
Nyeri Akut
E. Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolism dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolism yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
5. Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan
kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2 kali
seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10-15 jam/minggu dengan Blood flow
(QB) 200-300 Ml/menit. Sedangkan menurut Corvin (2000) hemodialisa
memerlukan waktu 3-5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2-
3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal
lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah
merah rusak dalam proses hemodialisa.
F. Prinsip-prinsip yang Mendasari Hemodialisis
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada Hemodialisis aliran darah yang
penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke tempat darah
tersebut dibersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke tubuh pasien. Ada tiga
prinsip yang mendasar kerja hemodialisis yaitu :
1. Difusi
2. Osmosis
3. Filtrasi
Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan
cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi lebih tinggi ke cairan dialysis
dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Air yang berlebihan di keluarkan dari dalam tubuh, dikeluarkan melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan,
dengan kata lain bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien)
ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialist).
Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative yang
dikenal sebagai ultrafiltasi pada mesin dialis. Tekanan negative diterapkan pada alat
fasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengeksresikan air, kekuatan ini
diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (Keseimbangan
Cairan).
G. Indikasi
1. Gagal ginjal akut
2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi glomelurus kurang dari 5 ml/menit
3. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
4. Ureum lebih dari 200 mg/dl
5. pH darah kurang dari 7,1
6. anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
7. intoksikasi obat dan zat kimia
8. Sindrom Hepatorenal
9. Fluid overload
1. Perikarditis
2. Keadaan overload sampai menimbulkan gejala-gejala oedem paru
3. Hipertensi berat dan progresif
4. Uremic Bleeding
5. Mual muntah yang persisten
6. Kreatinin serum ≥ 10 mg%
H. Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsive terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses
vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa
yang lain diantaranya adalah penyakit Alzheimer, demensia multi infark, sindrom
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI,
2003)
Tidak dilakukan pada pasien yang mengalami suhu yang tinggi. Cairan
dialysis pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu
tinggi menyebabkan hemodialisis sel-sel darah merah sehingga kemungkinan
penderita akan meninggal.
I. Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Hemodialisis Jangka Panjang
1. Diet dan masalah cairan
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis
mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan
menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala
yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala
uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang
menumpuk, lebih berat gejala yang timbul. Diet rendah protein akan mengurangi
penumpukan limbah nitrogendan dengan demikian meminimalkan gejala.
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestif serta edema paru. Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan
bagian dengan resep diet untuk pasien ini.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat
diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau
pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan
pembatasan protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai biologis
yang tinggi dan tersusun dari asam-amino esensial untuk mencegah penggunaan
proteinyang buruk serta mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif.
Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging, susu dan
ikan.
2. Pertimbangan medikasi
Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.
Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotic,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar
kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa
menimbulkan akumulasi toksik.
Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialysis. Oleh karena itu,
penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan
protein tidak akan dikeluarkan selama dialysis. Pengeluaran metabolit obat yang
lain bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien
menjalani dialysis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat.
Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai
contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat
menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan
menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
J. Komplikasi Hemodialisis
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama
tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram Otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot sering kali terjadi
pada ultra filtrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi di mungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik,
dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardio pulmonary
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai engan sakit
kepala.
8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler
9. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
K. Persiapan Sebelum Hemodialisa
1. Persiapan Pasien
a. Surat dari dokter penanggungjawab Ruang HD untuk tindakan HD (instruksi
dokter)
b. Apabila dokter penanggung jawab HD tidak berada ditempat atau tidak bisa
dihubungi, surat permintaan tindakan hemodialisa diberikan oleh dokter
spesialis penyakit dalam yang diberi delegasi oleh dokter penanggung jawab
HD
c. Apabila pasien berasal dari luar RS (traveling) disertai dengan surat traveling
dari RS asal
d. Identitas pasien dan surat persetujuan tindakan HD
e. Riwayat penyakit yang pernah diderita (penyakit lain)
f. Keadaan umum pasien
g. Keadaan psikososial
h. Keadaan fisik (ukur TTV, BB, Warna kulit, extremitas edema +/-)
i. Data laboratorium : darah rutin, GDS, ureum, creatinin, HBsAg, HCV, HIV,
CT, BT
j. Pastikan bahwa pasien benar-benar siap untuk dilakukan HD
2. Persiapan Mesin
a. Listrik
b. Air yang sudah diubah dengan cara :
1) Filtrasi
2) Softening
3) Deionisasi
4) Reverse osmosis
c. Sistem sirkulasi dialisat
1) Sistem proporsioning
2) Acetate / bicarbonate
d. Sirkulasi darah
1) Dialyzer / hollow fiber
2) Priming
3. Persiapan alat
1) Dialyzer
2) Transfuse set
3) Normal saline 0,9%
4) AV fistula
5) AV blood line
6) Spuit
7) Heparin
8) Lidocain
9) Kassa steril
10) Duk
11) Handscoon
12) Mangkok kecil / cucing
13) Desinfektan (alcohol / betadine)
14) Klem arteri
15) Timbangan
16) Tensimeter
17) Thermometer
18) Plastic
19) Perlak kecil
4. Langkah-langkah
a. Setting dan priming
1) Mesin dihidupkan
2) Lakukan setting dengan cara : keluarkan dialyzer dan AV blood line dari
bungkusnya, juga selang infuse / transfuse set dan NaCl (perhatikan
sterilisasinya)
3) Sambungkan normal saline dengan set infuse, set infuse dengan selang
arteri, selang darah arteri dengan dialyzer, dialyzer dengan selang darah
venous
4) Masukkan selang segmen ke dalam pompa darah, putarlah pump dengan
menekan tombol tanda V atau Λ (pompa akan otomatis berputar sesuai
arah jarum jam)
5) Bukalah klem pada set infuse, alirkan normal saline ke selang darah arteri,
tamping cairan ke dalam gelas ukur
6) Setelah selang arteri terisi normal saline, selang arteri di klem
b. Lakukan priming dengan posisi dialyzer biru (outlet) di atas dan merah (inlet)
di bawah
1) Tekan tombol start pada pompa darah, tekan tombol V atau Λ untuk
menentukan angka yang diinginkan (dalam posisi priming sebaiknya
kecepatan aliran darah 100 rpm)
2) Setelah selang darah dan dialyzer terisi semua dengan normal saline,
habiskan cairan normal sebanyak 500 cc
3) Lanjutkan priming dengan normal saline sebanyak 1000 cc. putarlah Qb
dan rpm
4) Sambungkan ujung selang darah arteri dan ujung selang darah venous
5) Semua klem dibuka kecuali klem heparin
6) Setelah priming, mesin akan ke posisi dialysis, start layar menunjukkan
“preparation”, artinya : consentrate dan RO telah tercampur dengan
melihat petunjuk conductivity telah mencapai (normal : 13,8 – 14,2). Pada
keadaan “preparation”, selang concentrate boleh disambung ke dialyzer.
7) Lakukan sirkulasi dalam. Caranya : sambung ujung blood line arteri vena
a) Ganti cairan normal saline dengan yang baru 500 cc
b) Tekan tombol UFG 500 dan time life 10 menit
c) Putarlah kecepatan aliran darah (pump) 350 rpm
d) Hidupkan tombol UF ke posisi “on” mesin akan otomatis melakukan
ultrafiltrasi (cairan normal saline akan berkurang sebanyak 500 cc
dalam waktu 10 menit)
e) Setelah UV mencapai 500 cc, akan muncul pada layar “UFG reached”
f) Artinya UFG sudah tercapai
8) Pemberian Heparin pada selang arteri
Berikan heparin sebanyak 1500 unit sampai 2000 unit pada selang arteri.
Lakukan sirkulasi selama 5 menit agar heparin mengisi ke seluruh selang
darah dan dialyzer, berikan kecepatan 100 rpm
c. Dialyzer siap pakai ke pasien
3.1 Pengkajian
1. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah
a. Sindrom uremia
b. Mual, muntah, perdarahan GI.
c. Pusing, nafas kusmaul, koma
d. Perikarditis, cardiar aritmia
e. Edema, gagal jantung, edema paru
f. Hipertensi
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah,
anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang
meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)
2. Intra HD