Anda di halaman 1dari 23

Fatimatus Zahro

1.
DEC

28

LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tuberkulosis adalah (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. TB dapat menyebar hampir kesetiap bagian tubuh, termasuk meningen,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi dalam 2 sampai 10 minggu
setelah pajanan.pasien kemudian dapat membentuk penyakit aktif karena respon sistem
imun menurun atau tidak adekuat.
TB ditularkan ketika seorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi. Bakteria di
transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat
di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa.
Saat ini Tuberkulosis masih meningkat meskipun banyak yang masih meyakini
bahwa ini merupakan masalah pada waktu lampau. Meskipun palng sering terlihat sebagai
penyakit paru, TB dapat mengenai selain paru (16%) dan mempengaruhi organ dan
jaringan lain. Insiden lebih tinggi pada laku-laki, bukan kulit putih, dan lahir dinegara
asing. Selain itu, orang pada resiko paling tinggi termasuk yang dapat terpajan pada basilus
pada waktu lalu dan yang tidak mampu atau mempunyai kekebalan rendah karena kondisi
kronis, seperti AIDS, kanker, usia lanjut, malnutrisi, dan sebagainya.
TB merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia yang erat
kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, kepadatan penduduk, perumahan dibawah
standar, dan tidak memadainya layanan kesehatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Apa landasan teori atau teoritik yang dapat mendukung dalam pemberian asuhan
keperawatan dengan TB Paru?
b. Bagaimana penatalaksanaan untuk penderita TB Paru?
c. Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita TB Paru?
1.3 TUJUAN

a. Tujuan umum
Agar mahasiswa memahami dan mampu mengetahui landasan teori pada penyakit TB
Paru serta Asuhan Keperawatan yang dapat muncul pada penderita TB Paru.

b. Tujuan Khusus
1. untuk mengetahui landasan teori atau teoritik yang mendukung pada asuhan
keperawatan untuk TB Paru.
2. Untuk memahami cara pembuatanasuhan keperawatan dengan penyakit TB Paru.
3. Untuk menentukan pengkajian pada pasien dengan penyakit TB Paru.
4. Untuk menentukan diagnosa pada pasien dengan penyakit TB Paru.
5. Untuk menentukan rencana penatalaksanaan pada pasienpenyakit TB Paru.

1.4 MANFAAT

a. Untuk Mahasiswa
Dengan adanya penulisan inidiharapkan dapat bermanfaat sertasebagai bahan
pembandingan tugas serupa.
b. Untuk masyarakat
Sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan kesehatan
c. Untuk tenaga kesehatan
Penulisan ini diharapkan bisa dijadikansebagai bahan referensi untuk melakukan
tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang serupa.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI

Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim


paru-paru yang disebabkan olehMycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga
menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Irman
Somantri, 2008).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet
nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung
bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono, 2008)
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer,
2002).
Tuberkulosis merupakan infeksi paru akut atau kronis yang ditandai dengan
infiltrasi paru dan pembentukan granulasi dengan perkijuan, fibrosis, dan kavitasi.
prognosis penyakit ini sangat bagus dengan program pengobatan yang benar dan lengkap.

2.2 ETIOLOGI

Mycobacterium tuberkulosismerupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran


panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M.
tuberkulosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam
serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat
aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. oleh karena itu, M. tuberkulosissenang
tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. daerah tersebut
menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.

2.3 MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum,
malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.

Pasien TB Paru menampakkan gejala klinis, yaitu :


a. Tahap asimtomatis.
b. Gejala TB Paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi.
c. Eksaserbasi yang memburuk
d. Gejala berulang dan menjadi kronik.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :


a. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)
b. Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.
c. Secret di saluran napas dan ronkhi.
d. Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan
bronkus.

2.4 FAKTOR PENCETUS ATAU RESIKO

a. Kontak dekat dengan seseorang yang menderita TB aktif.


b. Riwayat terpajan TB sebelumnya.
c. Status gangguan imun (missal: lansia, kanker, HIV)
d. Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme.
e. Masyarakat yang kurang mendapat pelayanan kesehatan yang memadai (missal :
gelandangan, penduduk miskin, minoritas, dll)
f. Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal kronis, silicosis, dan
malnutrisi).
g. Imigran dari Negara dengan insidensi TB yang tinggi (misal:Asia Tenggara)
h. Institusionalisasi (misal: penjara)
i. Tinggal di lingkungan padat penduduk bawah standar.
j. Pekerjaan (misal: tenaga kesehatan)

2.5 PATOFISIOLOGI

Ketika seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tidak
sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat lainnya. Akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei menguap. Menguapnya
bakteri droplei ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri
tuberculosis yang mengandung dalam droplet nuclei terbang ke udara. Apabila bakteri ini
dihirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis.
Penularan bakteri lewat udara disebut dengan istilah air borne infection. Bakteri yang
terhisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga
alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan
diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut focus primer, lesi primer, atau
focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan focus
primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru
terkena infeksi akan menjdi sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan
bereaksi positif terhadap tes tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu :
1. Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru atau melalui
sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran
pencernaan.
2. Sistem saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau
akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus
limfatikus dan menimbulkan tuberculosis milier.
3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati ke paru dapat membawa atau mengangkat
material yang mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai
organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.

4. Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)


Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh
dan bakteri tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman
(tidur). Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit keras atau memakai obat
yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang
dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut sebagai reaktivasi infeksi primer atau
infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer
terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberculosis
baru. Biasanya infeksi pasca primer terjadi didaerah apeks paru.

Tuberkulosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang belum
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB terhirup dari udara
melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran
pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada
di alveolar. Jika pada proses ini bakter ditangkap oleh makrofag lemah, maka bakteri
akan berkembang biak dalam tubuh makofag yang lemah dan menghancurkan
makrofag. Dari proses ini dihasilkan bahan kemoktasis yang menarik monosit dan
aliran darah membentuk tuberkel.
Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening
regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis
sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed
hipersensitivitas)terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan
terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus Ghon, sedangkan
focus inisial bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus dan disebut juga
TB Primer. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan
akan tersangkut pada berbagai organ. Jadi TB Primer merupakan infeksi yang bersifat
sistematis.

Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup
dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak mengalami
kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi bila daya tahan tubuh menurun.
Berbeda dengan TB Primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ
lainnya jarang terkena. Lesi lebih terbatas dan terlokalisasi.
Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma. Nekrosis jaringan lebih
mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma.
Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa.
Secara umum dapat dikatakan bahwa, pembentukan kavitas dan manifestasi lainnnya dari TB
Sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler
(delayed hipersensitivitas).
TB Paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogan,
terutama pada usia tua, yang semasa mudanya pernah mempunyai riwayat terkena TB. Lesi
sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru diakibatkan oleh produksi sitokin
yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal dan berisi
pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal.
Masalah lain pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang
menumbuhkan mycetoma (Isa,2001).

2.6 PATHWAYS
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan


dan ini tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap
OAT, apakah sama baiknya dengan respon dari klien. Penyembuhan yang lengkap
sering kali yang terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi
pada penyembuhan yang lengkap.
b. CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan meluasnya kerusakan paru.
c. Radiologis TB Paru Milier

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui
isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium Tuberculosis berupa :
a. Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
b. Urine. Urine pertama di pagi hari
c. Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak dapat
mengeluarkan sputum.
d. Bahan-bahan lain, misalnya pus.

2.8 KOMPLIKASI

 Kerusakan jaringan paru yang masif


 Gagal napas
 Fistula bronkopleural
 Pneumotoraks
 Efusi Pleura
 Pneumonia
 Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikrobakterial kecil
 Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat

2.9 PENATALAKSANAAN

Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian yaitu
pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
Pencegahan TB Paru
1. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes tuberculin, klinis, dan
radiologis. Bila tes tuberculin positif maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang
pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negative diberikan BCG vaksinasi.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu,
misal : penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa-sisiwi pesantren.
3. Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.

Pengobatan Tuberkulosis Paru


Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja Obat anti-
Tuberkulosis (OAT).
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Streptomisin (S).
 Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid (INH).
 Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan Isoniazid.
Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap
bakteri terhadap asam.
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra amino
salisilik (PAS), dan sikloserine.
 Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam keadaan
telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase
lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah Rifampisin,
Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol. (Depkes RI, 2004).
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang
dikenal dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima komponen
DOTSC yang direkomendasikan WHO yaitu :
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung, dan
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur.
3. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan langsung
oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus minum obat
setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

Penemuan penderita. Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan IV. Kategori
ini didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSISPARU

3.1 PENGKAJIAN

Anamnese
A. Biodata
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996)
B. Keluhan Utama
 Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
 Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya
seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.
C. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
D. Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, pembesaran getah
bening, dan penyakit lain yang memperberat TB seperti diabetes mellitus.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai factor
predisposisi penularan di dalam rumah

F. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara
signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi meningkat,
hipertensi.
b. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
1. Inspeksi :
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi diameter
bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Gerakan
pernapasan tidak simetris, sehingga terlihat pada sisi sakit pergerakan dadanya
tertinggal.Batuk dan sputum.
2. Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi
pernapasan.
3. Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
4. Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
B2 (Blood)
1. Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
3. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
4. Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis.
B4 (Bladder)
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan
fungsi ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT.
B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d secret kental dan mengandung
nanah,Fatigue, kemampuan batuk kurang, edema trachea/faring
2. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan
membrane alveolar-kapiler, dan edema bronchial.
4. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d perasaan mual, batuk
produktif.
5. Risiko penyebaran infeksi b/d tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri,
kerusakan jaringan, malnutrisi, paparan lingkungan, kurangnya pengetahuan untuk
mencegah paparan kuman pathogen.
6. Risiko gangguan harga diri b/d image negative tentang penyakit, perasaan malu.
7. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d kurangnya
informasi tentang proses dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
3.3 INTERVENSI

INTERVENSI KEPERAWATAN
N Diagnosa Intervensi
o.
Keperawatan Tujaun/KH Intervensi Rasional

1. Bersihan jalan Jalan napas bersih Independen


napas tidak dan efektif
a. Mengkaji fungsi a. Adanya perubahan
efektif b/d setelah….hari
respirasi antara lain fungsi respiasi dan
perawatan
- Sekret suara, jumlah, penggunaan otot
kental atau KH : irama, dan tambahan
mengandun kedalaman napas menandakan kondisi
a. Pasien
g darah serta catatan pula penyakit yang masih
menyatakan
mengenai dalam kondisi
- Fatigue bahwa batuk
penggunaan otot penanganan penuh.
berkurang, tidak
- Kemampua napas tambahan.
ada sesak dan
n batuk
secret b.Mencatat
kurang b. Ketidakmampuan
berkurang. kemampuan untuk
mengeluarkan secret
- Edema
b.suara napa mengeluarkann menjadikan timbulnya
trakea /
normal secret/batuk penumpukan
faring
berlebihan pada
(vesikuler) secara efektif.
saluran pernapasan.
c.frekuensi napas
c. posisi semi/high
16-20
c.Mengatur posisi fowler memberikan
kali permenit tidur semi kesempatan paru-paru
(dewasa) berkembang secara
atau high fowler.
maksimal akibat
d. tidak ada Membantu
diafragma turun ke
dispnea
pasien untuk bawah. Batuk efektif
berlatih batuk mempermudah
ekspektorasi mucus.
secara efektif dan d. Pasien dalam kondisi
menarik sesak cenderung untuk
bernapas melalui
napas dalam
mulut yang jika tidak
ditindaklanjuti akan
mengakibatkan
stomatitis.
d. membersihkan
e. Air digunakan untuk
secret dari
menggantikan
dalam mulut dan keseimbangan cairan
trachea, tubuh akibat cairan
banyak keluar melalui
suction jika
pernapasan. Air
memungkinkan.
hangat akan
mempermuda
pengenceran secret
melalui proses
e. Memberikan konduksi yang
minum kurang mengakibatkan arteri
lebih 2.500 pada area sekitar leher
ml/hari, vasodilatasi dan
menganjurkan mempermudah cairan
untuk minum dalam pembuluh
dalam kondisi darah dapat diikat oleh
hangat jika tidak mucus/secret.
ada kontra
indikasi.
a. Berfungsi
meningkatkan kadar
tekanan parsial O2 dan
saturasi O2 dalam
darah.

b. Berfungsi untuk
mengencerkan dahak

Meningkatkan/
memperlebar saluran
udara.
Kolaborasi
Mempertebal dinding
a. Memberikan O2 saluran udara
udara inspirasi (bronchus)
yang lembap.
b. Memberikan
pengobatan atas
indikasi :

1) Agen
mukolitik, c. Menurunnya keaktifan
misal: dari mikroorganisme
Acetilcystein akan menurunkan
(mucomyst) respons inflamasi
sehingga akan berefek
2) Bronkodilato
pada berkurangnya
r misal:
produksi secret.
Theophyline,
Oxtriphyline

3) Kortikosteroi
d
(prednisone),
misal:
Dexamethaso
n.

c. Memberikan
agen anti infeksi ,
misal :

1) Obat primer :
Isoniazid
(INH),
Ethambutol
(EMB),
Rifampisin
(RMP).

2) Pyrazinamide
(PZA), Para
Amino Slicilic
(PAS),
Streptomycin
.

3) Monitor
pemeriksaan
Laboratorium
(sputum)
2. Ketidakefektifa Tujuan : dalam a. Identifikasi factor a. Dengan
n pola waktu 3x24 jam penyebab. mengidentifikasikan
pernapasan setelah diberikan penyebab, kita dapat
b/d intervensi pola menentukan jenis
menurunnya napas kembali efusi pleura sehingga
ekspansi paru efektif. dapat mengambil
sekunder tindakan yang tepat.
KH :
terhadap b. Kaji fungsi
b. Distress pernapasan
penumpukkan a. Klien mampu pernapasan, catat
dan perubahan tanda
cairan dalam melakukan kecepatan
vital dapat terjadi
rongga pleura. batuk efektif. pernapasan,
sebagai akibat stress
dispnea, sianosis,
b. Irana, fisiologi dan nyeri atau
dan perubahan
frekuensi, dan dapat menunjukkan
tanda vital.
kedalaman terjadinya syok akibat
pernapasan hipoksia.
berada pada
c. Posisi fowler
batas normal,
memaksimalkan
pada c. Berikan posisi
ekspansi paru dan
pemeriksaan fowler/semifowle
menurunkan upaya
rontgen dada r tinggi dan miring
bernapas. Ventilasi
tidak pada sisi yang
maksimal membuka
ditemukan sakit, bantu klien
area atelektasis dan
adanya latihan napas
meningkatkan gerakan
akumulasi dalam dan batuk
secret ke jalan napas
cairan, bunyi efektif.
besar untuk
napas
dikeluarkan.
terdengar
jelas. d. Auskultasi bunyi d. Bunyi napas dapat
napas menurun atau tidak
ada pada area kolaps
yang meliputi satu
lobus, segmen paru,
atau seluruh area paru.

e. Ekspansi paru
e. Kaji
menurun pada area
pengembangan
kolaps. Deviasi trakea
dada sdan posisi
kea rah sisi yang sehat
trachea.
pada tension
pneumothorak.

f. Bertujuan sebagai
evakuasi cairan atau
f. Kolaborasi untuk
udara dan
tindakan
thorakosentesis memudahkan ekspansi
atau WSD paru secara maksimal.

g. Bertujuan sebagai
evakuasi cairan atau
udara dan
g. Bila dipasang memudahkan ekspansi
WSD : periksa paru secara maksimal.
mengontrol
h. Air dalam botol
pengisap dan
penampung berfungsi
jumlah isapan
sebagai sekat yang
yang benar.
mencegah udara
h. Periksa batas atmosfer masuk
cairan pada botol kedalam pleura.
pengisap dan
i. Gelembung udara
pertahankan
selama ekspirasi
pada batas yang
menunjukkan
ditentukan.
keluarnya udara dari
i. Observasi pleura sesuai dengan
gelembung udara yang diharapkan.
dalam botol Gelembung biasanya
penampung menurun seiring
dengan bertambahnya
ekspansi paru. Tidak
adanya gelembung
udara dapat
menunjukkan bahwa
ekspansi paru sudah
optimal atau
tersumbatnya selang
drainese.

j. Deteksi dini terjadinya


komplikasi penting
seperti berulangnya
pneumothoraks.

j. An Setelah WSD
dilepas, tutup sisi
lubang masuk
dengan kassa
steril dan
observasi tanda
yang dapat
menunjukkan
berulangnya
pneumothorak
seperti napas
pendek keluhan
nyeri.

3. Gangguan Tujuan : dalam Mandiri


pertukaran gas waktu 2x24 jam
a. Kaji dispnea, d. TB paru
b/d penurunan setelah diberikan
takipnea, bunyi mengakibatkan efek
jaringan efektif gangguan
napas, peningkatan luas pada paru dari
paru, pertukaran gas
upaya pernapasan, bagian kecil
atelektasis, tidak terjadi.
ekspansi thoraks, bronchopneumonia
kerusakan
KH : dan kelemahan. sampai inflamasi difus
membrane
yang luas, nekrosis, efusi
alveolar- a. Melaporkan
pleura, dan fibrosis yang
kapiler, dan penurunan
luas. Efeknya terhadap
edema dispnea.
pernapasan bervariasi
bronchial.
b. Klien dari gejala ringan,
menunjukkan dispnea berat, sampai
tidak ada gejala distress pernapasan.
distres
b.Akumulasi secret dan
pernapasan. b.Evaluasi perubahan
tingkat berkurangnya jaringan
c. Menunjukkan
paru yang
perbaikan kesadaran, catat
ventilasi dan sianosis, dan sehat dapat
kadar oksigen mengganggu
perubahan warna
jaringan
kulit, oksigenasi organ vital
adekuat gas
dan
darah arteri termasuk
dalam rentang membrane mukosa jaringan tubuh.
normal.
dan kuku. c.Membuat tahanan
melawan udara
c.Tunjukkan dan
dukung luar untuk mencegah
kolaps atau
pernapasan bibir
selama penyempitan jalan napas
sehingga
ekspirasi khusunya
untuk membantu
menyebarkan udara
klien dengan
fibrosis dan
kerusakan melalui paru dan
parenkim paru. mengurangi

napas pendek.

d.Tingkatkan tirah d.Menurunkan konsumsi


baring, oksigen

batasi aktivitas, selama periode


dan bantu penurunan

kebutuhan pernapasan dan dapat


perawatan diri
menurunkan beratnya
sehari-hari sesuai gejala.
keadaan

klien.

Kolaborasi
a. Penurunan kadar O2
a. Pemeriksaan AGD atau saturasi dan
peningkatan PCO2
menunjukkan
kebutuhan untuk
intervensi atau
perubahan program
terapi.

b. Pemberian b. Terapi oksigen dapat


oksigen sesuai mengoreksi hipoksia
kebutuhan yang terjadi akibat
tambahan. penurunan ventilasi
atau menurunnya
permukaan alveolar
kapiler.

c. Kortikosteroid berguna
dengan keterlibatan
c. Kortikosteroid.
luas pada hipoksemia
dan bila reaksi
inflamasi mengancam
kehidupan.

4. ketidakseimba Tujuan : Independen


ngan nutrisi, keseimbangan
a. Mendokumentasi a. Menjadi data focus
kurang dari nutrisi terjaga
kan status nutrisi untuk menetukan
kebutuhan setelah….. hari
tubuh b/d perawatan pasien, serta rencana tindakan
perasaan mual, dengan mencatat turgor selanjutnya.
batuk kulit, berat badan
KH :
produktif. saat ini, tingkat
a. Perasaan mual kehilangan berat
hilang/berkuran badan, integritas
g. mukosa mulut,
tonus perut, dan
b.Pasien
riwayat nausea
mengatakan nafsu
atau diare.
makan Memonitor intak
meningkat. e-output dan
berat badan
c.Berat badan
secara maksimal.
pasien tidak
b. Memberikan oral b. Meningkatkan
mengalami
care sebelum dan kenyamanan daerah
penurunan
sesudah mulut sehingga akan
drastic dan penatalaksanaan meningkatkan
cenderung respiratory. perasaan nafsu makan.

stabil. c. Menganjurkan c. Meningkatkanintake


makan sedikit, makanan dan nutrisi
d.Pasien terlihat
tapi sering pasien, terutama kadar
dapat
dengan diet TKTP. protein tinggi yang
menghabiskan dapat meningkatkan
porsi mekanisme tubuh
dalam proses
makan yang
penyembuhan.
disediakan. d. Menganjurkan
keluarga untuk d. Merangsang pasien
e.Hasil analisis
membawa untuk bersedia
laboratorium makanan dddari meningkatkanintake m
menyatakan rumah terutama akanan yang berfungsi
yang disukai sebagai sumber energi
protein darah /
pasien dan bagi penyembuhan.
albumin
kemudian makan
darah dalam dengan pasien
rentang jika tidak ada
kontraindikasi.
normal.
Kolaborasi
a. Menentukan
a. Mengajukan kebutuhan nutrisi yang
kepada ahli gizi tepat bagi pasien.
untuk
menentukan
komposisi diet.
b. Mengontrol
b. Memonitor keefektifan tindakan
pemeriksan terutama dengan
laboratorium, kadar protein darah.
misal : BUN,
c. Meningkatkan
serum protein,
komposisi tubuh akan
dan albumin.
kebutuhan vitamin dan
c. Memberikan nafsu makan pasien.
vitamin sesuai
indikasi.

5. Risiko Tujuan : Independen


penyebaran penyebaran
a. Me-kajian a. Untuk mengetahui
infeksi b/d infeksi tidak
patologi penyakit kondisi nyata dari
tidak terjadi selama
(fase aktif dan masalah pasien fase
adekuatnya perawatan
inaktif) dan inaktif tidak berarti
mekanisme dengan
potensial tubuh pasien sudah
pertahanan
KH : penyebaran terbebas dari kuman
diri, kerusakan
infeksi tuberculosis.
jaringan, a. Pasien dapat
melalui airborned
malnutrisi, memperlihatka
roplet selama
paparan n perilaku sehat
batuk, bersin,
lingkungan, (menutup mulut
meludah,
kurangnya saat batuk dan b. Mengurangi resiko
berbicara,
pengetahuan bersin) anggota keluarga
tertawa, dll.
untuk untuk tertular dengan
b.Tidak muncul
mencegah b. Mengidentifikasi penyakit yang sama
tanda-
paparan risiko penularan dengan pasien.
kuman tanda infeksi kepada orang lain
pathogen. lanjutan. seperti anggota
keluarga dan
c.Tidak ada
teman dekat.
anggota
Menginstruksikan
keluarga/orang kepada pasien c. Penyimpanan sputum
terdekat jika batuk/ bersin, pada wadah yang
maka ludahkan ke terdesinfeksi dan
yang tertular
tissue. penggunaan masker
penyakit
dapat meminimalkan
c. Menganjurkan
seperti penyebaran infeksi
penggunaan
penderita. melalui droplet.
tissue untuk
membuang
sputum. Me-
review
pentingnya
mengontrol
infeksi, misalnya
dengan
menggunakan
masker.

6. Risiko Tujuan : harga diri Independen


gangguan pasien dapat
a. Mengkaji ulang a. Mengetahui aspek diri
harga diri b/d terjaga atau tidak
konsep diri yang negative dan
image terjadi gangguan
pasien. positif, memungkinkan
negative harga diri dengan,
perawat menentukan
tentang
KH : rencana lanjutan.
penyakit,
perasaan a. Pasien b. Pujian dan perhatian
malu. mendemonstras b. Memberikan akan meningkatkan
ikan/ penghargaan harga diri pasien.
menunjukkan pada setiap
aspek positif tindakan yang
dari dirinya. mengarah kepada
peningkatan
b.Pasien mampu c. Pengetahuan tentang
harga diri.
bergaul kondisi diri akan
c. Menjelaskan menjadi dasar bagi
dengan orang
tentang kondisi pasien untuk
lain tanpa
pasien. menentukan
merasa malu. kebutuhan bagi
dirinya.

d. Perlibatan pasien
d. Melibatkan dalam kegiatan akan
pasien dalam meningkatkan
setiap kegiatan. mekanisme koping
pasien dalam
menangani masalah.

7. Kurangnya Tujuan : dalam a. Kaji kemampuan a. Keberhasilan proses


pengetahuan waktu 1x24 jam klien untuk pembelajaran
mengenai klien mampu mengikuti dipengaruhi oleh
kondisi, aturan melaksanakan apa pembelajaran kesiapan fisik,
pengobatan yang telah (tingkat emosional, dan
b/d kurangnya diinformasikan. kecemasan, lingkungan yang
informasi kelelahan umum, kondusif.
KH : klien terlihat
tentang proses pengetahuan
mengalami
dan penurunan klien sebelumnya
penatalaksana potensi dan suasana yang
an perawatan menularkan tepat).
di rumah. penyakit yang
b. Jelaskan tentang
ditunjukkan oleh
dosis obat, b. Meningkatkan
kegagalan kontak
frekuensi partisipasi klien dalam
klien.
pemberian, kerja program pengobatan
yang diharapkan, dan mencegah putus
dan alasan obat karena
mengapa membaiknya kondisi
pengobatan TB fisik klien sebelum
berlangsung jadwal terapi selesai.
dalam waktu
lama.
c. Dapat menunjukkan
c. Ajarkan dan nilai
pengaktifan ulang
kemampuan klien
proses penyakit dan
untuk
efek obat yang
mengidentifikasi
memerlukan evaluasi
gejala/tanda
lanjut.
reaktivasi
penyakit
(hemoptisis,
demam, nyeri
dada, kesulitan
bernapas,
kehilangan
pendengaran,
dan vertigo).
d. Diet TKTP dan cairan
d. Tekankan yang adekuat
pentingnya memenuhi
mempertahanka peningkatan
n intake nutrisi kebutuhan metabolic
yang tubuh. Pendidikan
mengandung kesehatan tentang hal
protein dan kalori itu akan meningkatkan
yang tinggi serta kemandirian klien
intake cairan dalam perawatan
yang cukup setiap penyakitnya.
hari.
BAB IV
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim


paru-paru yang disebabkan olehMycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga
menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Irman
Somantri, 2008).
Pada pemeriksaan fisik dengan penderita TB Paru dapat ditemukan tanda-tanda :
a. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)
b. Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.
c. Secret di saluran napas dan ronkhi.
d. Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan
bronkus.
Keluhan utama yang sering terjadi pada penderita TB Paru yaitu Keluhan
Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada. Keluhan sistemis,
meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya seperti anoreksia, penurunan
BB, malaise, dan keringat malam.

5.2 SARAN

Laporan pendahuluan serta asuhan keperawatan pada tugas ini masih perlu
penyempurnaan supaya bisa digunakan sebagai acuan untuk melakukan tindakan asuhan
keperawatan. Oleh karena itu kami berharap atas sumbangan kritk dan saran
untuk perbaikan kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
 Doenges, 2000. “Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3.” Jakarta : EGC.
 Kapita Selekta Penyakit Nurse’s Quick Check. edisi 2, alih bahasa Dwi Widiarti, 2011.
Jakarta : EGC
 Mansjoer, Arif, Kartini, dkk. 1999. “Kapita Selekta Kedokteran.” Fakultas Kedokteran
UI : Media Aesculapius.
 Muttaqin, Arif, 2008. “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta : Salemba Medika.
 Smeltzer, S.C., 2013. “Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi
12”.Jakarta : EGC,
 Somantri, Irman, 2008. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta: Salemba Medika.
 Wilkinson Judith M, Ahern Nancy R, 2011. “ Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi
9,Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.” Jakarta : EGC

Diposting 28th December 2014 oleh Unknown

0
Tambahkan komentar

Memuat

Anda mungkin juga menyukai