Anda di halaman 1dari 53

ANALISIS PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI

PADA TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 1-3 TAHUN


DI DESA JUBUNG KABUPATEN JEMBER

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh
Syahvira Septyanarindri
NIM. 072110101039

BAGIAN PROMOSI KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2010
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dalam pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia harus dimulai
sedini mungkin yaitu sejak dini yaitu sejak masih bayi, salah satu faktor yang
memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian
Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan
penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan.
Akhir-akhir ini sering dibicarakan tentang peningkatan penggunaan ASI (Siregar,
2004).
Penelitian mengenai pola pemberian ASI antara lain penelitian yang dilakukan
di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan tahun 1997, menunjukkan 99% anak pernah
memperoleh ASI. Pola pemberian ASI adalah 41% ibu memberikan ASI sejak hari
pertama, 18% memberikan pada hari kedua, 41% sisanya memberikan ASI setelah
hari kedua. Jumlah bayi yang memperoleh ASI eksklusif masih tinggi, yaitu sebesar
75%, dan sebanyak 17% ibu membuang kolostrum. Survey Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) 1989-1999 menunjukkan bahwa Growth Faltering (gangguan
pertumbuhan) pada bayi terjadi saat bayi mulai menginjak usia 3 atau 4 bulan; Hasil
penelitian di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat menunjukkan bahwa
bayi dengan berat badan normal pun sejak usia 4 bulan dapat mengalami gangguan
pertumbuhan; Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa pemberian ASI Eksklusif
menjadi sangat penting (Lucy, 2007).
Dari hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Dr.Moh. Efendi di R.S. Umum
Dr. Kariadi Semarang tahun 1977 didapatkan pemberian ASI setelah umur 2 bulan
31,6%, ASI + Susu botol 15,8% dan susu botol 52,6%. Sedangkan sebelumnya yaitu
pada umur 1 bulan masih lebih baik yaitu 66,7% ASI dan 33,3% susu botol, dalam
hal ini tampaknya ada pengaruh susu botol lebih besar. Juga hasil penelitian Dr.
Parma dkk di Rumah Sakit Umum Dr. M. Jamil Padang tahun 1978 -1979 di
dapatkan bahwa lama pemberian ASI saja sampai 4-6 bulan pada ibu yang karyawan
adalah 12,63% dan pada ibu rumah tangga sebanyak 21,27%. Apabila dilihat dari
pendidikannya ternyata 75% dari ibu-ibu yang berpendidikan tamat SD telah
memberikan makanan pendamping ASI yang terlalu dini pada bayi (Siregar, 2004).
Berdasarkan penelitian di atas, adanya pemberian ASI pada bayi ternyata
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi tersebut. Oleh karena itu,
betapa sangat pentingnya memperhatikan pemberian ASI oleh para ibu pada bayinya.
Karena sesungguhnya kebutuhan bayi akan ASI merupakan kebutuhan dasar yang
harus terpenuhi. Dan sebenarnya, pemberian ASI secara eksklusif dapat mempercepat
penurunan angka kematian bayi dan sekaligus meningkatkan status gizi balita yang
pada akhirnya akan meningkatkan status gizi masyarakat menuju tercapainya kualitas
sumber daya manusia yang memadai (Departemen Kesehatan, 1997).
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya pembangunan manusia
seutuhnya, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pembinaan kesehatan anak
sejak dini melalui kesehatan ibu dan anak. Upaya pembinaan kesehatan anak pada
dasa warsa anak Indonesia kedua tahun 1996 – 2006 diarahkan pada pembinaan
kelangsungan hidup, perkembangan, perlindungan dan partisipasi anak, dengan
penekanan pada upaya pembinaan perkembangan anak. Pembinaan tumbuh kembang
balita dan anak prasekolah merupakan serangkaian kegiatan balita yang sifatnya
berkelanjutan (Harianto, 2006).
Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal untuk meningkatkan
mutu kehidupan bangsa, keadaan gizi yang baik merupakan salah satu unsur penting.
Kekurangan gizi, terutama pada anak-anak akan menghambat proses pembangunan.
Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
anak, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Lingkungan di sini merupakan
lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial yang mempengaruhi indvidu setiap hari mulai dari
konsepsi sampai akhir hayatnya. Gizi anak merupakan faktor bilogis dalam faktor
lingkungan yang memengang peranan penting dalam tumbuh kembang (Kania,
2007).
Menurut SKRT 1992 kematian bayi dan anak balita pada tahun 1992 adalah
sekitar 30% dari seluruh kematian. Dari 30% kematian ini, 10% atau 1/3 nya terjadi
pada neonates, 7,5% terjadi pada bayi usia 7 hari. Data terebut memberikn gambaran
bahwasanya golongan bayi dan anak-anak benar-benar rentan terhadap penyakit dan
gizi kurang yang seringkali menyebabkan kematian. ASI dapat menurukan morbiditas
dan mortalitas anak karena disarming nilai gizinya tinggi juga mengandung zat
imunologis yang melindungi anak dari berbagai macam infeksi(Kania, 2007).
Menurut Departemen Kesehatan RI 1995, pemberian ASI merupakan cara
pemberian makanan bayi yang paling baik untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia pada saat awal. Tetapi pemberian ASI yang benar antara lain pemberian ASI
Eksklusif hanya ditemui pada 47% populasi dan menyusu dini pada jam pertama
ditemui hanya pada 8% populasi saja. Fenomena inilah yang pada akhirnya
mendorong pemerintah untuk menggalakkan program ASI Ekslklusif (Kania, 2007).
Masalah penyimpangan tumbuh kembang anak yang terjadi di masyarakat
memang sangat bervariasi, sebagai ilustrasi dapat dikaji sepuluh macam kasus yang
terbanayak ditemukan pada penderita baru rawat jalan klinik Tumbuh Kembang RS
Dr.Soetomo tahun 2005, sebagai berikut (dalam Irwanto dan Narendra, 2006):
Tabel 1.1 Urutan 10 Macam Kasus Terbanyak Penderita Rawat Jalan Baru Klinik
Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Unit Rawat Jalan RSU Dr.Soetomo 2005
No. Diagnosis Jumlah Kasus
1. Developmental delay 205
2. Specch delay 190
3. Motoric delay 133
4. Down Syndrome 45
5. Cerebral palsy 33
6. Microcephaly 22
7. Autism/ ADHD 20
8. Epilepsy 14
9. Hydrocephalus 13
10. Mental Retardation 12
(Irwanto dan Narendra, 2006).
Data yang dipakai dalam referensi perencanaan Program Nasional Bagi Anak
Indonesia 2015 menggambarkan besarnya masalah dalam prevalensi kelainan struktur
organ dan disabilitas fungsi tubuh dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 1.2 Prevalensi Disabilitas Fungsi Tubuh pada Anak (dalam persen)
Jenis Disabilitas Fungsi Kelompok Umur
Tubuh < 1 tahun 1-4 tahun
Mental 1,0 3,0
Sensorik dan nyeri 1,0 1,3
Bicara dan suara - 3,0
Kardiovaskuler, 16,7 11,6
hematologi, imunologi dan
pencernaan
Pencernaan, metabolism, 15,2 19,6
dan endokrin
Urogenital dan reproduksi - 0,1
Neuromuskuloskeletal dan - 0,3
pergerakan
Sumber :
PNBAI 2015 th.2004. (Survei Kesehatan Nasional 2001) dalam (Irwanto dan
Narendra, 2006).
Tabel 1.3 Prevalensi Kelainan Struktur Organ pada Anak (dalam persen)
Jenis Kelainan Struktur Kelompok Umur
Organ < 1 tahun 1-4 tahun
Sistem Syaraf - -
Mata dan Telinga 1,0 1,5
Pembentukan Suara 1,5 0,5
Kardiovaskuler, - 0,1
imunologi dan system
pernafasan
Pencernaan, metabolisme, - 0,3
dan endokrin
Sistem Urogenital - 0,1
Kulit, kuku, dan rambut 0,5 1,0
Sumber : PNBAI 2015, tahun 2004
Badan Penelitian dan Pengembangan Keehatan Departemen Kesehatan RI
(2002), Survei Kesehatan Nasional 2001, Laporan SKRT 2001 : Studi
Morbiditas dan Disabilitas dalam (Irwanto dan Narendra, 2006).
Proses tumbuh kembang sangat terkait dengan faktor kesehatan, dengan kata
lain hanya pada anak yang sehat dapat diharapkan terjadi proses tumbuh kembang
yang optimal. Meskipun proses tumbuh kembang anak berlangsung secara alamiah,
proses tersebut sangat tergantung kepada orang dewasa atau orang tua. Pada tahap
awal kehidupan manusia terutama pada masa balita, merupakan masa yang kritis
yang akan menentukan kemampuan intelektual, sikap, nilai dan pola perilaku
seseorang di kemudian hari. Pada masa periode kritis ini, tumbuh kembang anak baik
fisik, mental dan sosial akan terwujud bila mendapatkan stimulasi dan perawatan
yang tepat (Kania, 2007).
Dengan melihat hal di atas, maka peneliti ingin melihat perbandingan tumbuh
kembang anak usia 1-3 tahun yang mendapat ASI dengan pola-pola pemberian ASI
yang berbeda-beda dari setiap ibu berdasarkan pengetahuan ibu, tingkat pendidikan
ibu, pekerjaan ibu, dan kondisi budaya dari ibu tersebut. Sehingga dapat diperoleh
gambaran dari berbagai pola pemberian ASI tersebut dengan tingkat tumbuh
kembang anak usia 1-3 tahun. Selanjutnya, dapat dijadikan salah satu masukan pula
dalam pengembangan program yang terkait pada Pemberian ASI.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari uraian pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
masalah penelitian yaitu, “Apakah ada hubungan antara perilaku ibu dalam
pemberian ASI terhadap tumbuh kembang anak usia 1-3 tahun di Desa Jubung
Kabupaten Jember” ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara perilaku ibu
dalam pemberian ASI terhadap tumbuh kembang anak usia 1-3 tahun di Desa Jubung
Kabupaten Jember.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi karakteristik perilaku ibu dalam pemberian ASI yang
meliputi pengetahuan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan kondisi budaya;
b. Mengkaji perilaku ibu dalam pemberian ASI pada anak-anaknya di Desa
Jubung Kabupaten Jember;
c. Mengkaji tumbuh kembang anak pada usia 1-3 tahun di Desa Jubung
Kabupaten Jember;
d. Menganalisis hubungan antara perilaku ibu dalam pemberian ASI terhadap
tumbuh kembang anak usia 1-3 tahun di Desa Jubung Kabupaten Jember.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat Teoritis yang dapat diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai
penerapan ilmu selama duduk di bangku kuliah serta dapat mengembangkan
khasanah ilmu pengetahuan bidang Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku khususnya
yang mengkaji tentang perilaku seorang ibu dalam memberikan ASI terhadap tumbuh
kembang anak usia 1-3 tahun di Desa Jubung Kabupaten Jember.

1.4.2 Manfaat Praktis


a. Bagi masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
perilaku ibu dalam pemberian ASI khususnya di Desa Jubung Kabupaten Jember
sehingga masyarakat dan pemerintah setempat dapat mengkaji perilaku
pemberian ASI yang semestinya dipraktekkan guna meningkatkan tumbuh
kembang anak usia 1-3 tahun.
b. Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi masukan bagi masyarakat terutama
para ibu untuk dapat memperbaiki perilaku dalam pemberian ASI agar dapat
meningkatkan tumbuh kembang anak usia 1-3 tahun.
c. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pembendaharaan literatur di
perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember, dapat menjadi
sumber inspirasi bagi pihak yang membutuhkan untuk melakukan penelitian
khususnya pada perilaku ibu dalam pemberian ASI pada umumnya serta dapat
menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para pembacanya.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Manusia


2.1.1 Definisi Perilaku
Berdasarkan Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan
reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi
apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut
rangsangan. Dengan demikian, maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan
reaksi atau perilaku tertentu (Zein, 2005).
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu
aktivitas daripada manusia itu sendiri. Pandangan behavioristik mengatakan bahwa
perilaku sebagai respon terhadap stimulus, akan sangat ditentukan oleh keadaan
stimulusnya, dan individu atau organisme seakan-akan tidak mempunyai kemampuan
untuk menentukan perilakunya. Hubungan stimulus dan respon seakan-akan bersifat
mekanistis.Pandangan kognitif mengenai perilaku, yaitu bahwa perilaku individu
merupakan respon dari stimulus, namun dalam diri individu itu ada kemampuan
untuk menentukan perilaku yang diambilnya. (Zein, 2005).

2.1.2 Jenis Perilaku


Skinner dalam Zein, 2005 membedakan perilaku menjadi (a) perilaku yang
alami (innate behavior), (b) perilaku operan (operant behavior). Perilaku alami yaitu
perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan, yaitu yang berupa rafleks-refleks
dan insting-insting, sedangkan perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui
proses belajar. Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi
secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organism yang bersangkutan. Misal
reaksi kedip mata bila mata kena sinar yang kuat, gerak lutut bila lutut kena palu,
menarik jari bila jari terkena api. Reaksi atau perilaku ini terjadi secara dengan
sendirinya, secara otomatis, tidak diperintah oleh pusat susunan syaraf atau otak.
Stimulus yang diterima oleh organisme atau individu itu tidak sampai ke otak sebagai
pusat susunan syaraf, sebagai pusat pengendali perilaku. Dalam perilaku yang
refleksif respon langsung timbul begitu menerima stimulus. Dengan kata lain, begitu
stimulus diterima oleh reseptor, langsung timbul respons melalui afektor tanpa
melalui pusat kesadaran atau otak.
Pada manusia perilaku psikologis ialah yang dominan, sebagian terbesar
perilaku manusia merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang dipelajari melalui
proses belajar. Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang pada dasarnya tidak
dapat dikendalikan. Hal tersebut karena perilaku refleksif adalah perilaku yang alami,
bukan perilaku yang dibentuk, dipelajari, dan dapat dikendalikan, karena itu dapat
berubah melalui proses belajar. Disamping perilaku manusia itu dapat dikendalikan,
perilaku manusia juga merupakan perilaku yang integrated, yang berarti bahwa
keseluruhan individu atau organisme itu terlibat dalam perilaku yang bersangkutan,
bukan bagian demi bagian (Zein, 2005).

2.1.3 Teori Perilaku Manusia


Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu
berperilaku. Dalam hal ini ada beberapa teori, teori-teori tersebut dapat dikemukakan
(Zein, 2005):
a. Teori Insting
Teori ini dikemukakan oleh McDougall sebagai pelopor dari psikologi sosial, yang
menerbitkan buku psikologi sosial yang pertama kali, dan mulai saat itu psikologi
sosial menjadi pembicaraan yang cukup menarik. Mneurut McDougall perilaku itu
disebabkan karena insting, dan McDougall mengajukan sesuatu daftar insting.
Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan insting akan
mengalami perubahan karena pengalaman. Pendapat McDougall ini mendapat
tanggapan yang cukup tajam dari F. Allport yang menerbitkan buku Psikologi
Sosial pada tahun 1924, yang berpendapat bahwa perilaku manusia itu disebabkan
karena banyak faktor, termasuk orang-orang yang ada disekitarnya dengan
perilakunya.
b. Teori Dorongan ( Drive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai
dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan
kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku. Bila
organisme itu mempunyai kebutuhan dan organisme ingin memenuhi
kebutuhannya, maka akan terjadi ketegangan dalam diri organisme itu. Bila
organisme berperilaku dan dapat memenuhi kebutuhannya, maka kan terjadi
pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan tersebut. Karena itu teori ini
menurut Hull juga disebut teori drive reduction.
c. Teori Insentif ( Incentive Theory)
Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan
karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organism berbuat atau
berperilaku. Insentif atau juga disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan
ada yang negatif. Reinforcement yang positif adalah berkaitan dengan hadiah,
sedangkan reinforcement negatif berkaitan dengan hukuman. Reinforcement yang
positif akan mendorong organisme dalam berbuat, sedangkan reinforcement yang
negatif akan dapat menghambat dalam organisme berperilaku. Ini berarti bahwa
perilaku timbul karena adanya insentif atau reinforcement. Perilaku ini dikupas
secara tajam dalam psikologi belajar.
d. Teori Atribusi
Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang. Apakah perilaku itu
disebabkan oleh disposisi internal (missal motif, sikap, dan sebaginya) ataukah
oleh keadaan eksternal. Teori ini dikemukakan oleh Fritz Heider dan teori ini
menyangkut lapangan psikologi sosial. Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat
atribusi internal, tetapi juga dapat atribusi eksternal.
2.2 Perilaku Menyusui
2.2.1 Definisi Perilaku Menyusui
Perilaku menyusui adalah sebuah proses perilaku seorang ibu dalam
pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara
ibu. Saat terpenting waktu menyusui adalah pada beberapa hari pertama setelah
melahirkan. Bila seorang ibu ditolong dengan baik pada saat ia mulai menyusui,
mungkin ibu tersebut akan terus menyusui. Ibu harus dibiarkan menyusui bayinya
hila bayi menangis dan bila ibu merasa perlu menyusui bayinya. Ini disebut menyusui
atas permintaan. Pada mulanya, dapat terjadi bayi menyusu secara tidak teratur.
Mungkin sering menyusu sehari atau dua hari dan kemudian menyusu selama
beberapa hari. Beberapa ibu mencoba menidurkan bayi sepanjang malam tanpa
disusui. Sebenarnya, akan lebih baik bila ibu menyusui bayinya pada waktu malam
hari selama diinginkan oleh bayi, karena : menyusui waktu malam membantu
menjaga pasokan ASI karena bayi mengisap lebih sering, menyusui waktu malam
sangat bermanfaat bagi ibu pekerja, dan menyusui waktu malam sangat renting untuk
menunda kehamilan (Siregar, 2004).

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menyusui


Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif menjadi dua
faktor, yaitu :
1. Faktor primer
Ketersediaan ASI merupakan faktor penting yang harus dipenuhi dalam
pemberian ASI. Hal ini sudah harus dipersiapkan sejak periode prenatal. Dan ibu juga
dalam keadaan yang memungkinkan untuk menyusui bayinya (tidak ada
kontraindikasi pemberian ASI) dan bayinya juga dalam keadaan yang mendukung
pemberian ASI. Ada beberapa kondisi yang tidak memungkinkan seorang ibbu
menyusui bayinya untuk sementara waktu atau selamanya. Misalnya pada ibu-ibu
yang pecandu obat-obat terlarang, ibu yang menderita hepatitis (Asmi, 1997).
Pada wanita yang keadaan gizinya baik dan makanan sehari-harinya sesuai
dengan kebutuhan, ASI dapat memberikan zat-zat gizi yang cukup bagi bayi selama
0-6 bulan pertama kehidupan dan mampu menyediakan cadangan zat gizi dalam
tubuh bayi. Makanan yang dikonsumsi ibu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan zat
gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi zat gizi dalam ASI, kebutuhan zat gizi untuk
memproduksi ASI, dan zat gizi untuk kesehatan ibu sendiri. Ibu dengan gizi yang
baik akan dapat memberikan ASI pada bulan pertama ± 600 ml, pada bulan ketiga
meningkat menjadi 700-750 ml, pada bulan keenam meningkat menjadi 750-800 ml,
dan kemudian berkurang tergantung isapan bayi (Asmi, 1997).
Keberhasilan laktasi tergantung juga kepada kuatnya refleks hisap bayi. Hal ini
dapat terganggu pada bayi dengan keadaan sebagai berikut : bayi dengan berat badan
lahir rendah, bayi dengan sindroma gangguan pernafasan, bayi dengan kelainan
jantung bawaan, bayi dengan celah bibir/ palatures. Untuk keadaan separti ini
sebaiknya ASI dirangsang secara manual dan diberikan kepada bayi dengan sendok
sampai bayi kuat menghisap. Selain bayi dengan gangguan fisik seperti tersebut di
atas, bayi dengan galactosemia (adanya susu dalam darah bayi) juga tidak
memungkinkan ibu untuk menyusuinya (Asmi, 1997).
2. Faktor sekunder
Yang dimaksud di sini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
ketika faktor primer telah terpenuhi. Ada berbagai macam faktor sekunder yang
saling berhubungan antara satu dengan yang lain, antara lain:
a) Faktor pengetahuan dan pendiidkan ibu tentang ASI dan menyusui
Ibu memegang peranan penting dalam penentuan pola pemberian makan bayinya.
Karenanya dibutuhkan pengetahuan tentang ASI dan laktasi yang benar agar dapat
tercapainya suatu keberhasilan menyusui.
b) Faktor pekerjaan ibu
Tekanan ekonomi mengakibatkan ibu terpaksa bekerja di luar rumah. Kemajuan
teknologi dan adanya pergeseran pola hidup masyarakat (kedudukan pria-wanita)
telah membuka kesempatan bagi wanita untuk bekerja diluar rumah. Hal-hal diatas
mengakibatkan semakin banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah (Rulina,
1986). Tujuan mereka adalah untuk mencari nafkah atau sekedar untuk mencari
wahana untuk mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Depnaker Indonesia, jumlah tenaga kerja wanita yang bekerja di sektor
formal sampai tahun 2000 sekitar 2.934.124 orang, belum lagi jumlah tenaga kerja
perempuan yang bekerja di sektor informal yang belum terdata dengan tepat
(Endah, 2000).
c) Faktor estetika
Payudara yang matang merupakan tanda kelamin sekunder dari seorang gadis dan
merupakan salah satu organ yang indah dan menarik. Lebih dari itu untuk
mempertahankan kelangsungan hidup keturunannya maka organ ini menjadi
sumber utama dari kehidupan, karena ASI adalah makanan bayi yang paling
penting terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan (Kari, 1997). Namun
banyak ibu-ibu yang tidak menyusui karena takut ditinggalkan oleh suami karena
bentuk payudaranya berubah dan dianggap tidak menarik lagi (ASI Eksklusif,
2000).
Bentuk dan ukuran payudara akan bervariasi menurut aktivitas fungsionalnya
seperti apa yang didapatkan pada masa sebelum pubertas, pubertas adolesen,
dewasa, menyusui, dan multipara. Payudara akan menjadi besar saat hamil dan
menyusui dan biasanya mengecil saat menopause. Pembesaran ini terutama
disebabkan oleh pertumbuhan stroma jaringan penyangga dan penimbunan
jaringan lemak (ASI Eksklusif, 2000). Payudara sendiri adalah suatu kelenjar yang
mana jaringan ototnya sangat sedikit. Sehingga akibat hisapan dan tarikan dari
bayi saat menyusu, dimungkinkan payudara menjadi turun dan kendor (tidak
kencang lagi). Namun dengan perawatan payudara yang baik, ibu tidak perlu
khawatir bentuk payudaranya akan cepat berubah sehingga kurang menarik
(Sudaryat, 1997).
Pergeseran nilai-nilai sosial masyarakat ini akibat dari pengaruh kemajuan
teknologi, urbanisasi, dan pengaruh kebudayaan barat. Member susu botol
dirasakan lebih modern sehingga susu botol telah menjadi symbol kemewahan
serta payudara menjadi symbol seks (Rulina, 1986). Padahal dengan menyusui
selain menyehatkan bayi juga menyehatkan ibu. Selain ibu lebih cepat kembali
pada berat badan normalnya dan terhindar dari pembengkakan (engorgement),
untuk jangka panjang kemungkinan sangat kecil timbul beberapa jenis kanker dan
pada usia lanjut nanti tulangnya tetap kuat (ASI Eksklusif, 2000).
d) Tradisi
Tradisi adalah segala sesuatu (seperti adat, kebiasaan, kepercayaan, perilaku,
ajaran, dll) yang turun temurun dari nenek moyang (Poerwadarminta, 1976).
Tradisi dimengerti oleh masyarakat di mana tradisi tersebut berkembang. Tradisi
ini berkembang melalui praktek yang dilakukan dalam keluarga, tetangga, dan
tingkatan masyarakat yang lebih luas, yang telah dilakukan selama bertahun-tahun
(sejak lama). Tradisi ini telah ditanamkan dan diperkenalkan pada anak-anak sejak
masa kanak-kanaknya. Walaupun nantinya ia akan mendapat ide dan konsep baru
selama masa perkembangannya, akan sulit untuk dapat mengubah atau menghapus
hal tersebut (apabila kemudian diktahui berefek negatif). Begitu juga dengan
praktek pemberian makan pada bayi. Di daerah pedesaan pemberian ASI masih
tetap berjalan dan lebih tinggi dari daerah perkotaan, tapi juga disertai dengan
praktek pemberian makanan selain ASI sejak usia dini, seperti misalnya
memberikan bubur susu, pisang yang dihaluskan, dll sebagai tambahan ASI. Dan
hal tersebut sangat berbahaya bagi bayi karena tubuh bayi terutaman saluran
pencernaan belum siap untuk menerima makanan selain ASI. Akibatnya bayi
sering mengalami ganggguan saluran pencernaan bahkan saluran tersebut dapat
mengalami kerusakan.
Dari penelitian yang dilakukan Idrus pada tahun 1991 diketahui bahwa kaum ibu
di pedesaan Madura memiliki konsep bahwa kesehatan dan komponen-
komponennya merupakan suatu proses keseimbangan, yang sebagian dapat dicapai
dengan memberikan nasi segera setelah bayi lahir atau menunda pemberian nasi
sampai anak berumur 12 bulan. Konsep ini menghasilkan perilaku pemberian
makanan bayi yang sangat berbeda dengan konsep yang dimiliki pakar gizi. Kaum
ibu di pedesaan Madura berpendapat bahwa pertumbuhan dan perkembangan bayi
sangat penting pada periode rawan (sampai 40 hari). Untuk mempercepat
pertumbuhan, sejak lahir bayi diberi nasi secara “paksa” (force feeding) dalam
jumlah banyak. Pemberian secara paksa ini mulai dihentikana ketika bayi telah
mencapai usi 7 bulan dan makanan saat itu sesiuai dengan keinginan bayi.
Diketahui juga alasan sebenarnya adalah agar bayi tidak menangis karena itu akan
mengganggu yang lain dan mentiksa si bayi. Dan keputusan ibu itu berdasar pada
pengalaman sebelummnya, nasehat dari orang-orang yang ia percaya (ibu,
mertua), tetangga, dan dukun (Idrus, 1991).

2.3 ASI
2.3.1 Definisi ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa
dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mammae ibu, yang berguna
sebagai makanan bagi bayinya. ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik
pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi selama 6 bulan pertama (Baskoro,
2008). ASI (Air Susu Ibu) merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar
payudara wanita melalui proses laktasi. ASI terdiri dari berbagai komponen gizi dan
non gizi. Komposisi ASI tidak sama selama periode menyusui, pada akhir menyusui
kadar lemak 4-5 kali dan kadar protein 1,5 kali lebih tinggi daripada awal menyusui.
Juga terjadi variasi dari hari ke hari selama periode laktasi (Feva, 2006).
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama pada
bulan-bulan pertama. ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun penyediaan
energi dalam susunan yang diperlukan. ASI tidak memberatkan fungsi traktus
digestivus dan ginjal yang belum berfungsi baik pada bayi yang baru lahir, serta
menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimum. Lagipula ASI memiliki berbagai zat
anti infeksi, mengurangi kejadian eksim atopik, dan proses menyusui menguntungkan
ibunya dengan terdapatnya lactational infertility, hingga memperpanjang child
spacing (Pudjiadi, 2001).

2.3.2 ASI Eksklusif


ASI Eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi
hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu,
air teh, air putih, dan tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu,
biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk
jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah
bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat,
sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2
tahun (Roesli, 2004).
Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 450/MENKES/SK/IV/2004
Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara Eksklusif Bagi Bayi Di Indonesia
1. Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan Peningkatan
Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan
kepada semua petugas
2. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk
menerapkan kebijakan tersebut
3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur
2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui
4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan, yang
dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi Caesar, bayi disusui
setelah 30 menit ibu sadar
5. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan
menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis;
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru
lahir
7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam
sehari
8. Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama
dan frekuensi menyusui
9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI
10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu
kepada kelompok tersebut ketika pulang dari Rumah Sakit/Rumah
Bersalin/Sarana Pelayanan Kesehatan. (Sujudi, 2004)

2.3.3 Komposisi ASI


ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, antara lain zat putih
telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat
kekebalan, dan sel darah putih. Komposisi ASI, yaitu:
1. Kolostrum
Segera setelah melahirkan air susu ibu yang keluar berwarna kekuning-
kuningan, kental dan agak lengket. menurut (Pudjiadi, 2001). Air susu ini disebut
kolostrum dan ini diproduksi dalam masa kira-kira seminggu pertama. Kemudian
setelah itu air susu yang diproduksi berwarna putih. Kolostrum berbeda dengan air
susu ibu yang berwarna putih dalam hal kandungan :
a. Lebih banyak protein
b. Lebih banyak imunoglobulin A dan laktoferin dan juga sel-sel darah putih
yang berperan penting dalam mencegah timbulnya infeksi penyakit.
c. Kurang dalam hal lemak dan laktose
d. Lebih banyak vitamin A
e. Lebih banyak natrium dan seng
Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang
tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan
makanan bayi bagi makanan yang akan datang. Volume kolostrum antara 150-300
ml/24 jam dan harus diberikan pada bayi (Roesli, 2004).
Tabel 2.1 Perbandingan Air Susu Ibu Dan Air Susu Sapi
Komposisi ASI per 100 ml Susu sapi per 100 ml
Air g 89.7 90.2
Energi 70 67
kalori (66-75)
Protein g 1.07 3.4
Kasein: whey rasio 1:1.5 1:0.2
Lemak g 4.2 3.9
Laktose g 7.4 4.8
Retinol µg 60 31
B-karotenes µg 0.00 19
Vitamin D larut lemak µg 0.01 0.03
Larut air µg 0.80 0.15
Vitamin C mg 3.8 1.5
Tiamin mg 0.02 0.04
Riboflavin mg 0.03 0.20
Niacin mg 0.62 0.89
Vitamin B 12 µg 0.01 0.31
Asam µg 5.2 5.2
Kalsium µg 35 124
Besi µg 0.08 0.05
Tembaga µg 39 21
Seng µg 295 361
(Pudjiadi, 2001)

2. Protein
Protein dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan PASI. namun demikian
protein ASI sangat cocok karena unsur protein didalamnya hampir seluruhnya
terserap oleh sistem pencernaan bayi yaitu unsur whey. Perbandingan protein unsur
whey dan casein dalam ASI adalah 65:35, sedangkan dalam PASI 20:80. Artinya
protein pada PASI hanya sepertiganya protein ASI yang dapat diserap oleh sistem
pencernaan bayi dan harus membuang dua kali lebih banyak protein yang sukar
diabsorpsi. Hal ini yang memungkinkan bayi akan sering menderita diare dan
defekasi dengan feces berbentuk biji cabe yang menunjukkan adanya makanan yang
sukar diserap bila bayi diberikan PASI (Baskoro, 2008).
ASI mengandung alfa-laktalbumin, sedangkan susu sapi mengandung
lactoglobulin dan bovine serum albumin yang sering menyebabkan alergi. Protein
istimewa lainnya yang hanya terdapat dalam ASI adalah taurin (taurine). Taurin
adalah protein otak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak, susunan saraf, juga
penting untuk pertumbuhan retina. Susu sapi tidak mengandung taurin sama sekali
(Roesli, 2004).
3. Lemak
Sekitar separuh dari energi air susu ibu berasal dari lemak yang mudah
diserap dibandingkan dengan susu sapi. Hal ini karena adanya enzim lipase dalam
ASI. Kandungan lemak total ASI bervariasi antara ibu satu dengan lainnya. Air susu
yang pertama keluar selama menyusui disebut susu mula(foremilk). Cairan ini
mengandung kira-kira 1-2 % lemak dan tampak encer. Air susu encer ini membantu
memberikan kepuasan kepada bayi yang merasa haus waktu mulai minum air susu
ibu. Air susu berikutnya disebut susu belakang (hindmilk) yang mengandung lemak
paling sedikit tiga atau empat kali lebih banyak dari pada susu mula. Ini memberi
hampir seluruh energi, oleh karena itu merupakan hal yang sangat penting bahwa bayi
harus mendapatkan susu belakang tersebut (Pudjiadi, 2001).
Jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang
dibutuhkan oleh sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna karena mengandung
enzim lipase. Lemak dalam bentuk Omega 3, Omega 6, dan DHA yang sangat
diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel jaringan otak. Susu formula tidak mengandung
enzim, karena enzim akan mudah rusak bila dipanaskan. Dengan tidak adanya enzim,
bayi akan sulit menyerap lemak PASI sehingga menyebabkan bayi lebih mudah
terkena diare. Jumlah asam linoleat dalam ASI sangat tinggi dan perbandingannya
dengan PASI yaitu 6:1. Asam linoleat adalah jenis asam lemak yang tidak dapat
dibuat oleh tubuh yang berfungsi untuk memacu perkembangan sel syaraf otak bayi
(Baskoro, 2008).
4. Laktosa
Zat gizi ini merupakan komponen utama karbohidrat dalam air susu ibu.
Jumlah laktosa dalam ASI tidak banyak bervariasi antar ibu-ibu yang menyusui.
Dibandingkan dengan susu sapi, kandungan laktosa dalam ASI lebih banyak.
Disamping merupakan sumber energi yang mudah dicerna, beberapa laktosa diubah
menjadi asam laktat. Asam ini membantu mencegah pertumbuhan bakteri yang tak
diinginkan dan mungkin membantu dalam penyerapan kalsium dan mineral-mineral
lainnya (Pudjiadi, 2001).
Laktosa juga diperlukan untuk pertumbuhan otak, salah satu produk dari
laktosa adalah galaktosa yang merupakan makanan vital bagi jaringan otak yang
sedang tumbuh. Para pakar menemukan bahwa makin tinggi kadar laktosa susu suatu
jenis mamalia maka ukuran otaknya relatif makin besar. ASI sendiri mengandung
laktosa yang paling tinggi dibandingkan dengan susu mamalia lain (Roesli, 2004).
5. Mineral
Susu ibu mengandung sedikit kalsium dibandingkan dengan susu sapi, tetapi
karena kalsium ASI mudah diserap maka kalsium ASI cukup dapat memenuhi
kebutuhan bayi. Dalam kedua macam air susu itu kandungan zat besinya rendah.
Namun sekitar 7-15% besi dalam ASI dapat diserap, sedangkan dari bahan makanan
lainnya hanya 5-10%. Selain itu simpanan besi pada bayi sudah cukup untuk
memenuhi kebutuhannya selama berbulan-bulan pertama dalam hidupnya. Air susu
ibu juga mengandung natrium, kalium, fosfor dan khlor yang lebih rendah
dibandingkan dengan susu sapi, tetapi dengan jumlah itu sudah cukup untuk
memenuhi kebutuhan bayi (Pudjiadi, 2001).
6. Vitamin
Apabila makanan ibu cukup seimbang, maka vitamin-vitamin yang
dibutuhkan bayi selama 4-6 bulan pertama dapat dipenuhi dari air susu ibu. Hanya
dijumpai sedikit vitamin D dalam lemak ASI, namun bagi bayi yang mendapatkan air
susu ibu dalam periode yang cukup, jarang menderita riketsia selama memperoleh
sinar matahari yang cukup. Akhir-akhir ini fraksi vitamin D yang larut dalam air
ditemukan. Fungsi substansi ini masih terus dipelajari, namun diperkirakan bahwa zat
tersebut merupakan vitamin A dan vitamin C bervariasi tergantung pada makanan
ibunya (Pudjiadi, 2001).
7. Kandungan Antibodi Dalam ASI
Menurut Sunartyo (2008), bayi yang dilahirkan telah dilindungi oleh zat
antibodi untuk melawan berbagai macam mikroba dan menjaga dari serangan
beberapa macam penyakit, terutama sekali selama 4-6 bulan pertama kehidupannya.
Zat ini dipindahkan oleh ibunya kepada janin melalui plasenta.
Tidak dapat dipungkiri bahwa bayi yang sejak lahir diberi ASI lebih terjaga
dari penyakit, terutama diare dan mempunyai kemungkinan untuk tumbuh kembang
lebih baik daripada bayi yang diberi susu botol. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
hal-hal berikut:
a. ASI lebih bersih, meskipun ASI tidak sepenuhnya steril oleh karena adanya
kemungkinan kontaminasi bakteri dari puting susu, tetapi bakteri ini tidak
mempunyai kesempatan untuk berkembang biak karena ASI segera diminum.
b. Imunoglobulin, terutama imunoglobulin A (IgA) lebih banyak terdapat dalam
kolostrum. IgA tidak dapat diserap oleh usus, tetapi akan bereaksi melawan
bakteri-bakteri tertentu dalam usus. ASI dapat meberikan perlindungan terhadap
kemungkinan penyakit alergi dan sakit perut pada bayi.
c. Laktoferin, adalah suatu protein yang mengikat zat besi agar tidak manfatkan
bakteri-bakteri usus yang berbahaya sebagai media berkembang biak. Oleh karena
itu, pemberian zat besi tambahan kepada bayi harus segera dihindari, karena dapat
mempengaruhi daya perlindugan yang diberikan oleh laktoferin yang terdapat
dalam ASI.
d. Lisozim, merupakan suatu enzim yang terdapat dalam ASI dengan konsentrasi
ribuan kali lebih tinggi daripada dalam susu formula. Enzim ini berguna sebagai
penghancur bakteri-bakteri dalam usus dan juga mempunyai sifat melindungi
terhadap serangan berbagai virus.
e. Sel-sel darah putih, dalam dua minggu pertama ASI mengandung sampai
4000 sel-sel darah putih per milliliter. Sel-sel ini diketahui mampu mengeluarkan
IgA, lisozim, dan interferon yang merupakan suatu senyawa yang berfungsi
menghambat aktivitas beberapa macam virus.
f. Faktor bifidus, suatu karbohidrat yang mengandung nitrogen, yang diperlukan
untuk pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus. Dalam usus bayi yang diberi
ASI, bakteri ini mendominasi flora bakteri dan memproduksi asam laktat dari
laktosa. Asam laktat ini selain berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri yang
berbahaya dan parasit lainnya, serta membuat feses bayi bersifat asam.
Berbagai penelitian epidemiologik menunjukkan bahwa pemberian ASI pada
bayi mempunyai keuntungan terhadap kesehatan pada umumnya, pertumbuhan,
perkembangan dan pengurangan risiko terkena penyakit akut dan kronik. penelitian
membuktikan bahwa pemberian ASI mengurangi insidens dan atau beratnya diare,
infeksi paru bagian bawah, otitis media, sepsis, meningitis bakterialis, botulism,
infeksi saluran urogenitalis dan enterokolitis nekrotikans (Paramita, 2007).

2.3.4 Manfaat ASI


Banyak manfaat pemberian ASI khusunya ASI eksklusif yang dapat
dirasakan manfaatnya. Berikut manfaat terpenting yang diperoleh bayi, yaitu (Roesli,
2004):
1. ASI sebagai nutrisi
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang
seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan
bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan tatalaksana
yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh
bayi normal sampai usia 6 bulan.
2. ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi
Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan
tubuh) dari ibunya melalui ari-ari. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan
cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar 9-12
bulan. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh
badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi.
Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI.
3. ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan
Faktor terpenting dalam proses pertumbuhan termasuk pertumbuhan otak
adalah nutrisi yang diberikan. Nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan tersebut
dapat diperoleh dari ASI ibu terutama untuk pertumbuhan otak, yaitu pada nutrisi
taurin, laktosa, asam lemak ikatan panjang (DHA, AA, omega-3, dan omega-6).
Mengingat hal-hal tersebut, dapat dimengerti kiranya bahwa pertumbuhan otak bayi
yang diberi ASI secara eksklusif selama 6 bulan akan optimal dengan kualitas yang
optimal pula.
4. ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusu akan merasakan
kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa aman dan tenteram, terutama karena masih
dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan.
Perasaan terlindung dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan
emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang
baik.
Pemberian ASI juga memiliki beberapa manfaat untuk ibu, yaitu:
1. Lebih mudah pemberiannya (ekonomis dan praktis) (Indiarti, 2008).
2. Mempererat hubungan kasih sayang antara ibu dan anak (Indiarti, 2008).
3. Menjarangkan kehamilan. Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman,
murah, dan cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI eksklusif dan belum haid,
98% tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak
akan hamil sampai bayi berusia 12 bulan (Roesli, 2004)
4. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan. Apabila bayi disusui segera setelah
dilahirkan maka kemungkinan terjadinya perdarahan post partum akan berkurang.
Karena pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga
untuk konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat
berhenti. Hal ini akan menurunkan angka kematian ibu yang melahirkan (Roesli,
2004)
5. Menurunkan berat badan setelah persalinan (Indiarti, 2008).
6. Mengurangi ketegangan pada payudara (Indiarti, 2008).
7. Mengurangi kemungkinan menderita kanker. Pada ibu yang memberikan ASI
eksklusif, umunya kemungkinan menderita kanker payudara dan indung telur
berkurang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan mengurangi
kemungkinan terjadinya kanker payudara. Pada umumnya bila semua wanita dapat
melanjutkan menyusui sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih, diduga angka
kejadian kanker payudara akan berkurang sampai sekitar 25%. Resiko terkena
kanker indung telur pada ibu yang menyusui berkurang sampai 20-25% (Roesli,
2004).

2.4 Tumbuh Kembang Anak


2.4.1 Definisi
Pertumbuhan (growth) adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian
atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
Perkembangan (development) adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian (Depkes, 2005).
Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan
pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf
neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. kesemua fungsi tersebut
berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh (Depkes, 2005).
2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Menurut Depkes (2005) pada umumnya anak memiliki pertumbuhan dan
perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor tersebut
antara lain:
1. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak

a) Ras/etnik atau bangsa. Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia
tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa indonesia atau sebaliknya. Ada
kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk
atau kurus.

b) Umur. Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun
pertama kehidupan dan masa remaja.

c) Jenis kelamin. Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat
daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak
laki-laki akan lebih cepat.

d) Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang


akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh
pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.

e) Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti


pada sindroma Down’s, sindroma Turner’s, dan distrofia musculorum.

2. Faktor luar (eksternal)

a) Faktor prenatal

1) Gizi, nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan
mempengaruhi pertumbuhan janin. Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya
kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan
bayi BBLR (berat badan lahir rendah) atau lahir mati. Disamping itu pula
menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru
lahir, mudah terkena infeksi, abortus dan sebagainya.

2) Mekanis, trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan


kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan. Demikian pula dengan posisi
fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelaianan kongenital seperti club
foot.

3) Toksin/zat kimia, beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid


dapat menyebabkan kelaianan kongenital seperti palatoskisis. Demikian pula
dengan ibu hamil yang perokok berat/peminum alkohol kronis sering
melahirkan bayi BBLR, lahir mati, cacat atau retardasi mental. Keracunan
logam berat pada ibu hamil, misalnya karena makan ikan yang
terkontaminasi merkuri dapat menyebabkan mikrosefali dan palsi serebralis.

4) Endokrin, Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,


hiperplasia adrenal.

5) Radiasi, paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan


pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas
anggota gerak, kelainan kongenital mata, kelainan jantung.

6) Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma,


Rubella, Cytomegalo virus, Herpes simpleks) dapat menyebabkan kelainan
pada janin: katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan
jantung kongenital.

7) Kelainan imunologi. Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan


golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi
terhadap sel darah merah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang
selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan Kern icterus yang akan
menyebabkan kerusakan jaringan otak.
8) Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.

9) Psikologi ibu. Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan


mental pada ibu hamil dan lain-lain akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin.

b) Faktor persalinan

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala,cerebral palsy yang


diakibatkan oleh trauma lahir akibat moulase pada waktu kepala keluar
sehingga akan mengakibatkan lobus temporalis terjepit dan akhirnya terjadi
anoksia, gliosis dan akan terbentuk fokus epileptogen hal ini akan
menyebabkan epilepsi lobus temporalis atau psikomotor. Asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak.

c) Faktor pascasalin

1) Gizi, untuk tumbuh kembang bayi diperlukan makanan yang adekuat.


Pemberian ASI/menyusui adalah periode ekstragestasi dengan payudara
sebagai ”plasenta eksternal”, karena payudara menggantikan fungsi plasenta
salah satunya yaitu memberikan nutrisi bagi bayi.

2) Penyakit kronis/kelainan kongenital. anak yang mengalami penyakit


menahun akan terganggu tubuh kembangnya dan pendidikannya, disamping
itu juga anak mengalami stress yang berkepanjangan akibat dari
penyakitnya. Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan
retardasi pertumbuhan jasmani, polyomielitis akan merusak motoneuron dan
akan berdampak pada perkembangan motorik anak.

3) Lingkungan fisis dan kimia. Lingkungan sering disebut melieu adalah


tempat anak tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar
anak (provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar
matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercuri, rokok,
dll) mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.

4) Psikologis. Pada tahun-tahun pertama kehidupan hubungan yang erat, mesra


dan selaras antara ibu/pengganti ibu dengan anak merupakan syarat mutlak
untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun
psikososial. Berperannya dan kehadiran ibu/penggantinya sedini dan
selanggeng mungkin, akan menjalin rasa aman bagi bayinya. Ini diwujudkan
dengan kontak fisik (kulit/mata) dan psikis sedini mungkin, misalnya dengan
menyusui bayi secepat mungkin segera setelah lahir. Kekurangan kasih
sayang ibu pada tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai dampak negatif
pada tumbuh kembang anak baik fisik, mental maupun sosial emosi yang
disebut ”sindrom deprivasi maternal”.

5) Endokrin. Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid akan


menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan karena hormon tiroid
mempunyai fungsi pada metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
maturasi tulang juga dibawah pengaruhh hormon tiroid. Demikian pula
dengan pertumbuhan dan fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya
hormon tiroid dalam kadar yang cukup.

6) Sosio-ekonomi dipengaruhi oleh pekerjaan/pendapatan keluarga yang


memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat
menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder. faktor
lain yaitu pendidikan ayah/ibu, karena dengan pendidikan yang baik, maka
orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara
pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya,
pendidikannya dan sebagainya. Dan faktor yang tak kalah penting yaitu
jumlah saudara, jumah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial
ekonominya cukup, akan mengakibatan berkurangnya perhatian dan kasih
sayang yang diterima anak
7) Lingkungan pengasuhan, pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak
sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak.

8) Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan


dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini mengembangkan
perkembangan mental psikososial : kecerdasan, ketrampilan, kemandirian,
kreativitas, agama, kepribadian, moral-etika, produktivitas dan sebagainya.
Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam
keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu
dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.

9) Obat-obatan. Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat


pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap
susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon
pertumbuhan.

2.4.3 Periode Tumbuh Kembang Anak


Menurut Depkes (2005) tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur,
saling berkaitan dan berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa.
Tumbuh kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Berdasarkan beberapa
kepustakaan, maka periode tumbuh kembang anak adalah sebagai berikut:
1. Masa prenatal atau masa intrauterin (masa janin dalam kandungan)

Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:

a) Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu.

b) Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu.Ovum yang
telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organisme, terjadi diferensiasi
yang berlangsung dengan cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.

c) Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu samapai akhir kehamilan.
Masa ini terdiri dari 2 prinsip yaitu:
1) Masa fetus dini yaitu sejak uur kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2
kehidupan intrauterin. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan,
pembentukan jasad manusia sampurna. Alat tubuh telah terbentuk serta
mulai berfungsi.

2) Masa fetus lanjut yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini
pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi.
Terjadi transfer Imunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta.
Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3 (Decosa Hexanic Acid) dan
Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.

2. Masa bayi (infancy) umur 0-11 bulan

Masa ini dibagi menjadi 2 periode yaitu:

a) Masa neonatal, umur 0-28 hari.

Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan
sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ. Masa neonatal dibagi
menjadi 2 periode:

1) Masa neonatal dini, umur 0-7 hari.

2) Masa neonatal lanjut, umur 8-28 hari.

b) Masa post neonatal, umur 29 hari-11 bulan

Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan
berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem saraf.
Seorang bayi sangat bergantung pada orang tua dan keluarga sebagai unit
pertama yang dikenalnya. Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan
kesehatan bayi, mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan
kepada makanan pendamping ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai
jadwal, mendapat pola asuh yang sesuai.

3. Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12-59 bulan).

Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan
dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi.
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa balita.
Pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya.

Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan


perkembangan sel-se otak masih berlangsung, dan terjadi pertumbuhan serabut
syaraf dan cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang
kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini akan
sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar
berjalan,mengenal huruf, hingga bersosialisasi.

Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas,


kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya.

4. Masa anak prasekolah (anak umur 60-72 bulan)

Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi perkembangan


dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya ketrampilan dan
proses berfikir. Memasuki masa prasekolah, anak mulai menunjukkan
keinginannya, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini
selain lingkungan didalam rumah maka lingkungan diluar rumah mulai
diperkenalkan. Anak mulai senang bermain diluar rumah. Anak mulai berteman,
bahkan banyak keluarga yang menghabiskan sebagian besar waktu anak bermain
di luar rumah dengan cara membawa anak ke teman-teman bermain, taman-taman
kota, atau tempat-tepat yang menyediakan fasilitas permainan untuk anak.
2.5 Pengaruh ASI terhadap Tumbuh Kembang Anak
Setelah bayi lahir, sangat dianjurkan ASI hingga usia enam bulan. ASI
merupakan sumber nutrisi terbaik bagi bayi. Tidak ada satu pun susu formula di dunia
ini yang bisa mengalahkan mutu ASI. Sebab selain mengandung nutrisi lengkap
untuk tumbuh kembang bayi, ASI juga memiliki faktor daya tahan tubuh yang akan
menghindarkan bayi dari serangan aneka penyakit (Soetjiningsih, 1998).
Banyak faktor yang mempengaruhi aspek perkembangan anak, diantaranya:
fisik anak (ukuran tubuh, kaki, tangan dan anggota badan lainnya yang langsung
berhubungan dengan gerak anak) dan otak yang merupakan kemudi utama dari semua
gerak motorik baik kasar maupun halus. Kedua faktor utama tersebut
perkembangannya tergantung pada aspek genetis/keturunan dan asupan gizi yang
diterima anak pada masa pertumbuhan (Silawati, 2008).
Dilihat dari komposisi ASI, yaitu taurin, lemak dalam bentuk Omega 3,
Omega 6, dan DHA, dan laktosa yang semuanya diperlukan untuk pertumbuhan sel-
sel jaringan otak dan susunan saraf. Perkembangan fisik individu tergantung dari
beberapa aspek diantaranya yaitu sistem syaraf yang sangat mempengaruhi
perkembangan kecerdasan dan emosi dan hal ini bisa didapatkan dari ASI.
Perkembangan fisik sendiri sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik
anak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ASI ikut berperan dalam perkembangan
motorik.
Secara langsung, ASI tidak berhubungan khusus dengan tumbuh kembang
anak . Tapi manfaat ASI yang bisa meningkatkan imunitas anak berhubungan secara
tidak langsung dengan perkembangan motorik. Daya tahan tubuh anak yang
meningkat tentu saja bisa membuat pertumbuhan organ motorik anak optimal
sehingga kemampuan motorik anak bisa berkembang dengan baik (Silawati, 2008).

2.6 Denver Developmental Screening Test (DDST)


DDST adalah salah satu metode skrining terhadap kelainan perkembangan
anak, tes ini bukanlah tes diagnosik atau tes IQ. DDST memenuhi persyaratan yang
diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit),
dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian
yang pernah dilakukan ternyata DDST secara efektif dapat mengidentifikasi antara
85-100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambatan
perkembangan, dan pada ”follow up” selanjutnya ternyata 89 & dari keompok DDST
abnormal mengalami kegagalan di sekolah 5-6 tahun kemudian (Soetjiningsih, 1998).
Tetapi dari penelitian Borowitz (1986) menunjukkan bahwa DDST tidak
dapat mengidentifikasi lebih separoh anak dengan kelainan bicara. Frankenburg
melakukan revisi dan restandarisasi kembali DDST dan juga tugas perkembangan
pada sektor bahasa ditambah, yang kemudian hasil revisi dari DDST tersebut
dinamakan Denver II.
a. Aspek perkembangan yang dinilai
Terdiri dari 105 tugas perkembangan pada DDST dan DDST-R, yang
kemudian pada Denver II dilakukan revisi dan restandarisasi dari DDST sehingga
terdapat 125 tugas perkembangan. Semua tugas perkembangan itu disusun
berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut
sektor perkembangan, yang meliputi:
1. Personal social (perilaku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
3. Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan.
4. Gross motor (gerakan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Setiap tugas
(kemampuan) digambarkan dalam bentuk kotak persegi panjang horizontal
menurut umur, dalam lembar DDST. Pada umumnya pada waktu tes, tugas
yang perlu diperiksa pada setiap kali skrining hanya berkisar antara 25-30 tugas
saja, sehingga tidak memakan waktu lama hanya sekitar 15-20 menit saja.
b. Alat yang digunakan
1. Alat peraga : benang wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna merah-
kuning-hijau-biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas dan
pensil
2. Lembar formulir DDST.
3. Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan
cara penilaiannya.
c. Prosedur DDST terdiri dari tahap, yaitu:
1. Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia :
a. 3-6 bulan
b. 9-12 bulan
c. 18-24 bulan
d. 3 tahun
e. 4 tahun
f. 5 tahun
2. Tahap kedua : dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi
diagnostik yang lengkap.
d. Penilaian
Dari buku petunjuk terdapat penjelasan tentang bagaimana melakukan
penilaian, apakah lulus (Passed=P), gagal (Fail=F), ataukah anak tidak mendapat
kesempatan melakukan tugas (No Opportunity=N.O). kemudian ditarik garis
berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horizontal tugas perkembangan
pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P
dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasi dalam :
lebih (advanced), normal, caution/peringatan, delayed/keterlambatan, No
Opportunity/tidak ada kesempatan.
a. Lebih (advanced): bila anak mampu ijicoba pada sebelah kanan garis umur.
b. Normal: bila anak gagal ujicoba pada sebelah kanan garis umur atau anak P, F atau
R pada garis umur antara persentil 25 dan 75
c. Caution/peringatan: bila anak gagal (F) atau menolak (R) tugas perkembangan
pada garis umur persentil 75 dan 90.
d. Delayed/keterlambatan: bila anak gagal (F) atau R yang berada sebelah kiri garis
umur.
e. No Opportunity/tidak ada kesempatan: orang tua melporkn anak tidak ada
kesempatan untuk melakukan test.
Dalam pelaksanaan skrining dengan DDST ini, umur anak perlu ditetapkan
terlebih dahulu, dengan menggunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan
untuk satu tahun. Bila dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke
bawah dan sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.
Perhitungan umur adalah sebagai berikut :
Misalnya Budi lahir pada tanggal 23 Mei 1992 dari kehamilan yang cukup bulan dan
tes ini dilakukan pada tanggal 5 Oktober 1994, maka perhitungannya sebagai berikut :
1994-10-5 (saat tes dilakukan)
1992-5-23 (tanggal lahir Budi)
Umur Budi 2-4-12=2 tahun 4 bulan 12 hari, karena 12 hari adalah lebih kecil dari 15
hari, maka dibulatkan ke bawah, sehingga umur Budi adalah 2 tahun 4 bulan.
Kemudian garis umur ditarik vertikal pada formulir DDST yang memotong kotak-
kotak tugas perkembangan pada ke-4 sektor. Tugas-tugas yang terletak disebelah kiri
garis itu, pada umumnya telah dapat dikerjakan oleh anak-anak seusia Budi (2 tahun
4 bulan). Apabila Budi gagal mengerjakan beberapa tugas-tugas tersebut (F), maka
berarti suatu keterlambatan pada tugas tersebut. Bila tugas-tugas yang gagal
dikerjakan berada pada kotak yang terpotong oleh garis vertikal umur, maka ini
bukan suatu keterlambatan, karena pada kontrol lebih lanjut masih mungkin terdapat
perkembangan lagi. Begitu pula pada kotak-kotak disebelah kanan garis umur.
Pada ujung kotak sebelah kiri terdapat kode-kode R dan nomor. Kalau terdapat R
maka tugas perkembangan cukup ditanyakan pada orang tuanya, sedangkan bila
terdapat kode nomor maka tugas perkembangan dites sesuai petunjuk dibaliknya
formulir. (Soetjiningsih, 1998).

Faktor Sekunder
Pengetahuan ibu
Faktor Primer Pendidikan ibu
Kondisi Ibu
Pekerjaan ibu
Kondisi
2.7 Kerangka Bayi
Konseptual
Kondisi Budaya
2.7.1 Kerangka Konseptual

Perilaku Ibu
dalam
Pemberian ASI

Faktor internal
Tumbuh
Ras/etnik atau Kembang Anak
bangsa

Keluarga Faktor eksternal

Umur prenatal: gizi (BBLR),


DM, TORCH,
Jenis kelamin radiasi

Genetik persalinan

Kelainan
kromosom
Keterangan :
: diteliti
------------ : tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual


Penjelasan kerangka konseptual penelitian, yaitu : Faktor primer dan sekunder dapat
mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI pada bayinya. Pada faktor primer
yaitu: dipengaruhi kondisi ibu terkait status gizi ibu dan juga kondisi bayi. Sedangkan
factor sekunder yaitu: pendidikan terakhir ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu , dan
kondisi budaya yang akan diteliti lebih lanjut mengenai pengaruhnya terhadap
perilaku ibu dalam pemberian ASI. Pola perilaku ibu dalam pemberian ASI akan
mempengaruhi tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak selain dipengaruhi
pola pemberian ASI, juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, genetik,
kelainan kromosom. Sedangkan faktor eksternal meliputi prenatal yaitu gizi (BBLR),
DM, TORCH,dan radiasi, persalinan, postnatal meliputi gizi, stimulasi, psikologis,
imunisasi, lingkungan fisik, obat-obatan, sosioekonomi.

2.7.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah suatu pernyataan yang bersifat sementara dan merupakan
suatu perumusan pengaruh dua variabel, maka hipotesis pada penelitian ini yaitu :
”Ada hubungan antara perilaku ibu dalam pemberian ASI terhadap tumbuh kembang
anak pada usia 1-3 tahun di Desa Jubung Kabupaten Jember”.
BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei analitik yaitu survei atau
penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan
yang terjadi. Disebut analitik karena penelitian ini ditujukan untuk menguji hipotesis-
hipotesis dan mengadakan intepretasi yang lebih mendalam tentang hubungan-
hubungan (Nazir,2005). Penelitian ini menganalisis adanya hubungan antara perilaku
ibu dalam pemberian ASI terhadap tumbuh kembang anak usia 1-3 tahun di wilayah
Desa Jubung Kabupaten Jember.
Penelitian ini termasuk rancangan penelitian cross sectional. Cross Sectional
karena penelitian dilakukan berdasarkan jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan
(Nazir, 2002). Dalam penelitian ini berupaya mengkaji hubungan antara perilaku ibu
dalam pemberian ASI terhadap tumbuh kembang anak usia 1-3 tahun di wilayah Desa
Jubung Kabupaten Jember.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Jubung Kabupaten Jember. Daerah
tersebut dipilih karena daerah tersebut memiliki jumlah sampel untuk anak usia 1-3
tahun lebih banyak daripada daerah lainnya.

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011. Kegiatan ini dimulai dengan
persiapan penelitian yaitu penyusunan proposal, pelaksanaaan kegiatan, pemantauan,
analisis hasil penelitian, penyusunan laporan sampai hasil dapat diseminarkan.
3.3 Populasi, Sampel dan Kriteria Penentuan Sampel, dan Cara Pengambilan
Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmojo, 2005). Populasi merupakan keseluruhan individu atau objek yang
diteliti yang memiliki beberapa karakteristik yang sama. Karakteristik yang dimaksud
dapat berupa usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, wilayah tempat tinggal dan
seterusnya (Latipun, 2006). Populasi penelitian ini adalah seluruh anak-anak usia 1-3
tahun yang mendapatkan ASI di Desa Jubung Kabupaten Jember.

3.3.2 Sampel dan Kriteria Pengambilan Sampel


Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini menetapkan
besar sampel penelitian yaitu anak usia 1-3 tahun di wilayah Desa Jubung Kabupaten
Jember selama penelitian berlangsung.
Besarnya sampel anak usia 1-3 tahun yang diberi ASI dalam penelitian ini,
yaitu:
2
Z p.q
n= α 2
d
(1,96) 2 .0,5.0,5
=
(0,1) 2
3,84.0.025
=
0,01
= 97
sehingga, jumlah sampel anak usia 1-3 tahun yang diberi ASI dalam penelitian ini
adalah 97 ibu.
Keterangan:
n : Besarnya sample.
p : Proporsi variabel yang dikehendaki, karena tidak diketahui maka
diambil proporsi terbesar, yaitu 50% (0,5).
q : (1 – p) = 1 – 0,5 = 0,5.
Zα : Simpangan rata- rata distribusi normal standar pada derajat
kemaknaan 95% yaitu 1,96.
d : Kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi, yaitu 10%.
nk : Besarnya sampel setelah dikoreksi (Budiarto, 2003 : 48).

Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini juga terdiri dari dua
kelompok yaitu ibu yang memberikan ASI dan anak usia 1-3 tahun. Kriteria sampel
anak yang berusia 1-3 tahun yang pernah mendapatkan ASI;
1) Anak 1-3 tahun yang kooperatif (tidak tidur, tidak mengantuk dan lelah) saat
dilakukan pemeriksaan DDST;
2) Anak yang ibunya bersedia menjadi responden.

3.3.3 Cara Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan systematic random sampling,
yaitu metode pengambilan sampel yang hanya unsur pertama saja dari sampel yang
dipilih secara acak, sedangakn unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sistematis
menurut pola tertentu. Metode ini dapat dilakukan dengan syarat populasi harus
besar, harus tersedia kerangka sampling dan populasi bersifat homogen (Kasjono,
2009).

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


3.3.1 Variabel penelitian
a. Variabel Terikat (dependent)
Variabel terikat adalah variabel yang tergantung atas variabel lain (Nazir, 2003).
Variabel terikat (dependent) pada penelitian ini adalah tumbuh kembang anak usia
1-3 tahun.
b. Variabel Bebas (independent)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau sebab dari variabel
terikat (Notoatmodjo, 2005). Variabel bebas (independent) pada penelitian ini
adalah perilaku ibu dalam pemberian ASI.
3.3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu
variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan,
ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak
atau variabel tersebut (Nazir, 2003). Adapun definisi operasional dari variabel di atas
adalah:

Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, Cara Pengukuran, Kategori Penilaian dan
Pengukuran serta Skala data

Variabel Definisi Kategori penilaian dan Skala


Alat Ukur
yang diteliti Operasional Pengukuran data
1 2 3 4 5

1. Karakteristik Ibu Gambaran


dalam pemberian umum atau latar
ASI belakang ibu
dalam
pemberian ASI
yang meliputi
pendidikan,
pengetahuan
pekerjaan, dan
budaya.

a. P Jenjang Wawancara Ada 3 kategori meliputi : Ordinal


endidikan Ibu pendidikan melalui a. Dasar: tidak sekolah,
formal terakhir kuesioner tidak tamat
yang pernah SD/sederajat, tamat
ditempuh ibu SD/sederajat atau tidak
sampai tamat SMP/sederajat,
dilakukan serta tamat
penelitian ini. SMP/sederajat
b. Menengah : tidak tamat
SMA/sederajat dan
tamat
SMA/sederajat
c. Tinggi : tidak lulus/lulus
Perguruan Tinggi
(Diploma 1, Diploma 2,
Diploma 3, S1, S2 dan
S3 atau lebih )
(Dinas Pendidikan Jatim,
2003).

Tingkat Wawancara Diukur melalui kuesioner Ordinal


b. P pemahaman ibu melalui test pengetahuan dengan
engetahuan Ibu terhadap kuesioner 20 pertanyaan dimana
pentingnya ASI, setiap item pertanyaan
baik yang terdapat 3 Pilihan jawaban:
diperoleh dari ‫ ـ‬Untuk Pilihan jawaban
penyuluhan yang tepat mendapat
yang pernah skor 1
diikuti maupun ‫ ـ‬Untuk Pilihan jawaban
dari media baik yang salah mendapat
elektronik skor 0
maupun cetak Sehingga didapatkan skor
yang meliputi : terbesar yang dapat
a. Pengertian diberikan kepada seorang
ASI responden adalah:
b. Komposisi - Maksimal : 20 x 1 = 20
dan - Minimal : 20 x 0 = 0
Kandungan
dalam ASI
c. Manfaat ASI
d. Keunggulan
ASI
e. ASI
Eksklusif

Kegiatan ibu Wawancara Pengukuran dilakukan Nominal


c. P dalam rangka melalui dengan pembagian 2
ekerjaan Ibu memperoleh kuesioner kategori yaitu:
penghasilan. - Bekerja
- Tidak bekerja

Ada tidaknya Wawancara Klasifikasi jawaban: Nominal


pengaruh dalam melalui a. Ya
d. K perilaku kuesioner b. Tidak
ondisi Budaya pemberian ASI Skor jawaban:
oleh ibu dari a. Ada pengaruh budaya,
kondisi mendapatkan skor 1.
masyarakat b. Tidak ada pengaruh
setempat. budaya, mendapatkan
skor 0.
Ada pengaruh budaya, jika
dari 5 pertanyaan
responden mendapatkan
Skor 1-5. Dan tidak ada
pengaruh budaya, jika dari
5 pertanyaan responden
mendapatkan Skor 0.

Tindakan ibu
dalam
menyusui
bayinya.
2. Variabel Bebas Wawancara Nominal
a. P Berbagai melalui Pengukuran dilakukan
erilaku ibu macam pola kuesioner dengan pembagian 2 jenis
dalam perilaku perilaku menyusui, yaitu:
pemberian ASI : menyusui. - Perilaku ASI Eksklusif,
yaitu pemberian ASI
saja kepada bayi usia 0-
1) Jenis 6 bulan tanpa diberikan
perilaku tambahan makanan atau
menyusui: minuman lain.
- Perilaku ASI tidak
Eksklusif, yaitu
pemberian ASI kepada
bayi tidak sampai usia 6
bulan disertai pula MP-
ASI, yaitu pemberian
tambahan makanan atau
minuman lain.
Klasifikasi jawaban,
yaitu:
a. Ya
b. Tidak
3. Variabel Terikat
a. Tumbuh Bertambahnya Lembar tes Hasil tes diklasifikasi Rasio
kembang anak ukuran fisik dan dengan dalam : lebih (advanced),
usia 1-3 tahun struktur tubuh DDST normal,
sebagian atau caution/peringatan,
keseluruhan, delayed/keterlambatan,
sehingga dapat No Opportunity/tidak ada
diukur dengan kesempatan.
satuan panjang f. Lebih (advanced): bila
dan berat. Serta anak mampu uji coba
bertambahnya pada sebelah kanan
struktur dan garis umur.
fungsi tubuh g. Normal: bila anak
yang lebih gagal ujicoba pada
kompleks dalam sebelah kanan garis
kemampuan umur atau anak P, F
gerak kasar, atau R pada garis umur
gerak halus, antara persentil 25 dan
bicara dan 75
bahasa serta
sosialisasi dan
h. Caution/peringatan:
kemandirian bila anak gagal (F) atau
pada anak usia menolak (R) tugas
1-3 tahun perkembangan pada
(Depkes, 2005). garis umur persentil 75
dan 90.
i. Delayed/keterlambatan:
bila anak gagal (F) atau
R yang berada sebelah
kiri garis umur.
j. No Opportunity/tidak
ada kesempatan: orang
tua melaporkn anak
tidak ada kesempatan
untuk melakukan test.
(Soetjiningsih, 1998).

3.3 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik/ cara-cara yang digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Metode (teknik/ cara) menunjuk suatu kata yang
abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihatkan
penggunaannya melalui : wawancara, pengamatan (observasi), pengukuran,
dokumentasi dan lainnya.
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data,
dimana peneliti mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang
sasaran penelitian (responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang
tersebut (face to face). Jadi data tersebut diperoleh langsung dari responden melalui
suatu pertemuan atau percakapan (Notoatmodjo, 2005).
b. Tes
Tes adalah suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat
dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan
masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Syarat pokok yang harus dipenuhi pada
teknik pengamatan ini adalah jelasnya kriteria yang akan diamati serta konsistensi
pengamat dalam menilai kriteria yang telah ditetapkan. Apabila kriteria tidak jelas
serta tidak terdapat konsistensi dalam melakukan pengamatan, akan mudah timbul
bias sehingga data yang terkumpul tidak banyak artinya.
3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen adalah alat pada waktu peneliti menggunakan suatu metode atau
teknik pengumpulan data (Arikunto, 2002). Dalam penelitian ini digunakan
instrumen berupa kuesioner, DDST (Denver Developmental Screening Test).
Kuesioner sebagai alat pengumpul data digunakan untuk memperoleh suatu data
yang sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga isi data kuesioner adalah sesuai
dengan hipotesis penelitian. Kuesioner merupakan bentuk penjabaran dari hipotesis
penelitian (Notoatmodjo, 2005). Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan daftar
pertanyaan kepada para respaonden untuk dijawab, kemudian dari jawaban
pertanyaan tersebut ditentukan skornya. Kuesioner berisi daftar pertanyaan yang
cukup lengkap dan terperinci. Sedangkan tes yaitu suatu prosedur yang berencana,
yang antara lain meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu
yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Lembar
tes pada penelitian ini di gunakan untuk melihat dan mencatat tumbuh kembang anak
usia 1-3 tahun. Dalam melakukan observasi, peneliti mencatat berbagai kemampuan
dan keterampilan seorang anak usia 1-3 tahun.

3.4 Data dan Sumber Data


3.5.1 Data Primer
Data primer merupakan data sumber pertama yang diperoleh dari individu
atau perorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuisioner yang biasanya
dilakukan oleh peneliti (Sugiarto, 2003). Data primer ini diperoleh melalui
wawancara terstruktur dengan responden dengan berkunjung langsung kerumah
responden. Data primer yang dibutuhkan meliputi pengisian kuesioner mengenai
karakteristik reponden. Serta data primer juga diperoleh dari hasil tes perkembangan
anak usia 1-3 tahun dengan instrument tes terstandar yaitu DDST.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain atau data primer
yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pengumpulan data primer atau
oleh pihak lain yang umumnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel atau diagram. Data
sekunder dalam penelitian ini adalah profil wilayah Desa Jubung Kabupaten Jember,
data jumlah populasi ibu, serta data jumlah populasi anak usia 1-3 tahun di wilayah
Desa Jubung Kabupaten Jember.

3.5 Teknik Penyajian dan Analisis Data


3.6.1 Teknik Penyajian Data
Penyajian data adalah teknik untuk menyajikan, mengelompokkan, membuat
suatu urutan, memanipulasi serta menyingkat data sehingga data mudah untuk di baca
dan diinformasikan. Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam pembuatan
laporan hasil penelitian yang telah dilakukan agar dapat dipahami dan dianalisis
sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Penyajian data dalam bentuk tabel yang
dideskripsikan yang digunakan pada penulisan laporan hasil penelitian dengan
maksud agar orang mudah memperoleh gambaran rinci tentang hasil penelitian yang
telah dilakukan (Budiarto, 2003).

3.6.2 Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh berdasarkan penelitian diatas, selanjutnya dilakukan
analisis data. Analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan dan memeriksa
dahulu data-data tersebut untuk membuktikan kebenaran dan kelengkapannya.
Penyajian dan analisis data penelitian ini diolah dengan menggunakan software
Statistic Package for The Social Science (SPSS).
3.6 Kerangka Operasional
Alur penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini :

Populasi

diukur

Sampel memenuhi
kriteria

Pengukuran BB DDST Kuesioner


dan TB

Pertumbuhan Perkembangan Perilaku ibu


Anak usia 1-3 Anak usia 1-3 dalam
tahun tahun pemberian ASI

Mengumpulkan Data

Mengolah dan
Menganalisis Data

Penyajian Data

Pembahasan

Kesimpulan dan
Saran

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Pemberian Musik
Pengiring Kerja
DAFTAR PUSTAKA

Askep, 2008.BAB I Pendahuluan [Serial online]


http://www.scribd.com/doc/20351668/askep-motorik-kasar?
secret_password=&autodown=pdf (13 Maret 2010).

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi V.


Jakarta: Rineka Cipta.

ASI eksklusif.2000.Dalam:Tahun Pertama Yang Menakjubkan:Tumbuh Kembang


dan Perawatan Bayi.Nakita Panduan Tumbuh Kembang Balita [Serial online]
http://www.nakita.net/pedoman tumbuh kembang balita.html (20 Maret 2010).

Asmi, S.1997.Makanan Ibu Hamil dan


Menyusui.Dalam:Soetjiningsih,editor.ASI:Petunjuk untuk tenaga kesehatan
Edisi ke-1.Jakarta:EGC.

Baskoro, A.2008.Panduan Praktis Ibu Menyusui.Banyu:Media Jakarta.

Budiarto, E. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran : Sebuah Pengantar. Jakarta :


EGC.

Departemen Kesehatan.1997. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif


Bagi Petugas Puskesmas [Serial online] http://www.gizi.net/pedoman-
gizi/download/BKM-11.doc (25 Februari 2010).

Departemen Kesehatan.2005.Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan


Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan
Dasar :Jakarta.

Dharma, Agus.2005.Child Development Sixth Edition.Jakarta:Erlangga.

Dinas Pendidikan Jatim. 2003. Kategori Tingkat Pendidikan di Indonesia. Surabaya:


Dinas Pendidikan Jatim

Endah, DK.2000.Menyoal Kurangnya Kesehatan Perempuan Pekerja Indonesia


Dalam Jurnal Kedokteran dan Farmasi Medika.

Feva, 2006. Peran ASI bagi Bayi


Produksi ASI dan Faktor yang Mempengaruhinya [Serial online]
http://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&ct=res&cd=13&ved=0CAsQFjACOAo&url=http%3A
%2F%2Fwww.damandiri.or.id%2Ffile
%2Fevawanyaritonangipbbab2.pdf&rct=j&q=hubungan+ASI+dengan+tingkat
+perkembangan+motorik+halus+anak+1-
3+tahun&ei=SuCeS7jBCsmfrAeNvJGOBA&usg=AFQjCNEohc8gzcGFXuX
rvg06Q6xWKL4u8w (13 Maret 2010).

Harianto, Idet dan Kristiani.2006.Kinerja Program Tumbuh Kembang Anak di


Puskesmas Wilayah Kota Jambi [Serial online]
http://pdfcontact.com/download/6159493/ (09 Mei 2010).

Idrus, J.1991.Factors Related to Breastfeeding Practices in Indonesia.Majalah Gizi


Indonesia.

Indiarti.2008.ASI, Susu Formula&Makanan Bayi, Khazanah ilmu-ilmu


terapan.Yogyakarta.

Irwanto, Ahmad Suryawan dan Moersintowarti B. Narendra.2006.Penyimpangan


Tumbuh Kembang Anak [Serial online]
http://www.pediatrik.com/pkb/061022022956-57x6138.pdf (19 Mei 2010).

Kania, SpA, MKes, dr. Nia.2007.Upaya Peningkatan Kualitas Tumbuh Kembang


Anak [Serial online] http://pdfcontact.com/download/5040030/ (09 Mei
2010).

Kari, IK.Anatomi dan Fisiologi Laktasi dalam Soetjiningsih, editor.ASI:Petunjuk


untuk tenga kesehatan Edisi ke-1.Jakarta:EGC.

Kasjono, Heru Subaris;Yasril.2009.Teknik Sampling Untuk Penelitian Kesehatan-


Edisi Pertama.Yogyakarta:Graha Ilmu.

Latipun, 2006. Psikologi Eksperimen. Cetakan ke-3. Malang : UPT. Penerbitan


Universitas Muhammadiah Malang.

Lucy, 2007.Strategi Nasional PP-ASI [Serial online] http://www.google.co.id/url?


sa=t&source=web&ct=res&cd=3&ved=0CAsQFjAC&url=http%3A%2F
%2Fwww.gizi.net%2Fkebijakan-gizi%2Fdownload%2Fstranas
%2520final.doc&rct=j&q=Perilaku+pemberian+ASI+di+jawa+Timur&ei=B9
eeS866EM-
xrAeHhKSOBA&usg=AFQjCNE7a_vebbWfqyKHdE_Zb4p5Gyl3RA (13
Maret 2010).

Nazir, M. 2002. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia


Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Notoadmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Paramita.2007.Kenapa ASI Begitu “Sakti’ [Serial online] http ://asipasti.online.


com/search/label/kampanye (24 Maret 2010).

Poerwadarminta.1976.Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ke-5.Jakarta:Balai


Pustaka.

Pudjiadi.2001.Ilmu Gizi Klinis Pada Anak.Jakarta:Balai Penerbit FKUI.

Riduwan. 2002. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Rulina.1986.Peranan Lingkungan untuk Menunjang Keberhasilan Laktasi dalam


Samsudin, Arjatmo T. Gizi Ibu dan Bayi: peningkatan mutu.Jakarta Fakultas
Kedoktran Universitas Indonesia.

Silawati E.2008.Aspek Perkembangan Motorik dan Keterhubungannya Dengan


Aspek Fisik dan Intelektual Anak [Serial online] http://parenting islami.
com/2008/03/03 (16 Maret 2010).

Siregar,.2004. Pemberian Asi Ekslusif dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya


[Serial online] http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-arifin4.pdf (25
Februari 2010).
Soetjiningsih.1998.Tumbuh Kembang Anak.Surabaya:EGC.

Subagyo, J. 1997. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Rineka
Cipta.

Sudaryat.1997.Aspek Gizi Air Susu Ibu.Dalam:Soetjiningsih,editor,ASI:Petunjuk


untuk Tenaga Kesehatan Edisi Ke-1.Jakarta:EGC.

Sugiarto. 2003. Teknik Sampling. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sujudi A.2004.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


450/MENKES/SKI IV/2004 Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara
Eksklusif Pada Bayi di Indonesia [Serial online] http
://www.sehatgroup.web.id/articles/isiart.asp?artID=40 (18 Maret 2010).

Sunartyo N.2008.Panduan Merawat Bayi dan Balita.Yogyakarta:Diva Press.


Zein, Asmar Yetti.2005.Psikologi Ibu dan Anak Edisi 1.Yogyakarta:Penerbit
Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai