PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ada dua penyakit kulit yang perlu diwaspadai karena sering diabaikan yaitu Kusta dan
Frambusia. Kusta dan frambusia merupakan penyakit kulit menular dan menahun yang mudah
disembuhkan apabila ditemukan secara dini. Bila ditemukan sedini mungkin dan diobati dengan
baik maka dapat mencegah penderita dari kecacatan tetap dan sembuh dalam waktu 6 bulan.
Oleh karena itu, peran serta masyarakat sangat penting dalam menemukan penderita dan
melaporkan ke Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan dan pengobatan.
Didunia, pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di Afrika,
Asia, Amerika Selatan dan Tengah serta Kepulauan Pasifik, sebanyak 25 – 150 juta penderita.
Setelah WHO memprakarsai kampanye pemberantasan frambusia dalam kurun waktu tahun
1954 – 1963, para peneliti menemukan terjadinya penurunan yang drastik dari jumlah penderita
penyakit ini. Namun kemudian kasus frambusia kembali muncul akibat kurangnya fasilitas
kesehatan public serta pengobatan yang tidak adekuat. Dewasa ini, diperkirakan sebanyak 100
juta anak-anak beresiko terkena frambusia.
Masih adakah frambusia di Indonesia? Jawabannya masih ada, tersebar di daerah
kantong-kantong kemiskinan. Pada tahun 1990, 21 provinsi dari 31 provinsi di Indonesia
melaporkan adanya penderita frambusia. Ini tidak berarti bahwa provinsi yang tidak melaporkan
adanya frambusia di wilayah mereka tidak ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada kualitas
kegiatan surveilans frambusia di provinsi tersebut.
Pada tahun 1997 hanya enam provinsi yang melaporkan adanya frambusia dan pada saat
krisis di tahun 1998 dan 1999 tidak ada laporan sama sekali dari semua provinsi. Tahun 2000
sampai dengan tahun 2004, 8-11 provinsi setiap tahun melaporkan adanya frambusia. Pemerintah
pada Pelita III (pertengahan pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa frambusia sudah harus
dapat dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control Project Simplified) dan “Crash
Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F)”. Namun, oleh karena metode, organisasi,
manajemen pemberantasan yang kurang tepat dan pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut
selama ini tidak tersentuh oleh pemerataan pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa
masih adanya frambusia di suatu wilayah sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang
kurang memadai dan tidak tersentuhnya daerah tersebut dengan pembangunan sarana dan
prasarana wilayah.
B. RUMUSAN MASALAH
Apa yang di maksud dengan frambusia?
Bagaimana epidemiologi dari penyakit frambusia?
Bagaimana etilogi penyakit frambusia?
Bagaimana manifestasi klinis frambusia?
Bagaimana upaya pencegahan frambusia?
Bagaimana pengobatan frambusia
C. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian frambusia
Agar mahasiswa dapat mengetahui epidemiologi dari penyakit frambusia.
Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi frambusia
Agar mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis frambusia
Agar mahasiswa dapat mengetahui upaya pencegahan frambusia
Agar mahasiswa dapat mengetahui pengobatan frambusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN FRAMBOESIA
Framboesia atau Patek ( kamus kedokteran ). Penyakit framboesia atau patek adalah
suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga yang
menyebut Frambesia tropica dan dalam bahasa Jawa disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini
amat populer karena penderitanya sangat mudah ditemukan di kalangan penduduk. Di Jawa
saking populernya telah masuk dalam khasanah bahasa Jawa dengan istilah “ora Patheken”.
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum
sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak
langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah
beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan
banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air
bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang
memadai.
Framboesia termasuk penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena penyakit ini terkait dengan, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran
masyarakat akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk
dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai, apalagi di beberapa daerah,
pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa
penyakit ini merupakan hal biasa dialami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit
pada penderita..
B. EPIDEMIOLOGI FRAMBUSIA
Prevalensi frambusia secara global menurun drastis setelah dilakukan kampanye
pengobatan dengan penisilin secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an sehingga menekan
peningkatan kasus frambusia, namun kasus frambusia mulai ditemukan lagi di sebagian besar
daerah khatulistiwa Afrika Barat dengan penyebaran infeksi tetap berfokus di daerah Amerika
Latin, Kepulauan Karibia, India dan Thailand Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan,
Papua New Guinea, kasus frambusia selalu berubah sesuai dengan perubahan iklim.
Penurunan prevalensi Frambusia secara bermakna terjadi pada tahun 1985 sampai pada
tahun 1995 dengan prevalensi rate frambusia turun secara dramatis dari 22,1 (2210 per 10.000
penduduk) menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk di daerah kabupaten dan propinsi,
strategi pencapaian target secara nasional Departemen Kesehatan yaitu jumlah frambusia kurang
dari 0,1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Jawa dan Sumatera, lebih dari 1 kasus per
100.000 penduduk di Wilayah Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT dan Sulawesi). Untuk
menjangkau daerah-daerah kantong frambusia yang jumlahnya tersebar di beberapa Propinsi dan
beberapa Kabupaten di Indonesia maka dilakukan survey daerah kantong frambusia yang
dimulai tahun 2000. Propinsi yang masih mempunyai banyak kantong frambusia diprioritaskan
untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Tenggara dan
NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang penting, yaitu faktor host (manusia), agent (vector)
dan environtment (lingkungan) termasuk di dalam faktor host yaitu pengetahuan, sikap dan
perilaku perorangan.
1. Agent
Penyebab penyakit frambusia adalahTreponema pallidum, subspesies pertenue dari
spirochaeta. Framboesia berdasarkan karakteristik Agen :
a. Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di dalam
jaringan penjamu.
b. Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan
kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
c. Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan
merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus
frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga
mengenai otot dan persendian.
d. Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh
penjamu.
e. Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu dengan yang
lainnya.
f. Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak antibody yang ada
di dalam sang penjamu.
2. Host
Manusia dan mungkin Primata kelas tinggi. Sangat berpeluang tertular penyakit ini.
Ditemukan pada anak-anak umur antara 2–15 tahun lebih sering pada laki-laki.
3. Environment
Lingkungan Fisik:
Di daerah tropis di pedesaan yang panas dan lembab. Di daerah endemik frambusia
prevalensi infeksi meningkat selama musim hujan. Menurut WHO (2006) bahwa kasus
frambusia di Indonesia pada tahun 1949 meliputi NAD, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan,
Jawa (Jawa Timur) dan sebagian besar Wilayah Timur Indonesia yang meliputi Nusa Tenggara,
Sulawesi, Maluku dan Papua.
D. FAKTOR RESIKO
1. Distribusi
Terutama menyerang anak-anak yang tinggal didaerah tropis di pedesaan yang panas,
lembab, lebih sering ditemukan pada laki-laki. Prevalensi frambusia secara global menurun
drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan penisilin secara masal pada tahun 1950-
an dan 1960-an, namun penyakit frambusia muncul lagi di sebagian besar daerah katulistiwa dan
afrika barat dengan penyebaran fokus-fokus infeksi tetap di daerah Amerika latin, kepulauan
Karibia, India, Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan.
2. Determinan
Faktor penyebab penyakit Framboesia adalah Treponema pallidum sub spesies pertenue.
Namun bukan hanya Agen saja tetapi lingkungan si penjamu juga dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit Framboesia seperti sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran
masyrakat akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk,
kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai dan kontak langsung dengan kulit penderita
penyakit Framboesia.
E. PATOFISIOLOGI FRAMBUSIA
Frambusia di sebabkan oleh Treponemaa Pallidum, yang disebabkan karena kontak
langsung dengan penderita ataupun kontak tidak langsung. Treponema palidum ini biasanya
menyerang kulit dan tulang.
Pada awal terjadinya infeksi, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu,
setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang
memiliki permukaan yang basah, lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai dengan
peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian. Apabila tidak segera diobati
agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian.
Terjadinya kelainan tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang ektermitas yang
menyebabkan atrofi kuku dan deformasi ganggosa yaitu suatu kelainan berbentuk nekrosis serta
dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi dengan gambaran-gambaran
hilangnya bentuk hidung. Kelainan pada kulit adanya ulkus-ulkus yang meninggalkan jaringan
parut dapat membentuk keloid dan kontraktur.
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak
dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun
pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun
dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hamper seluruh lesi frambusia
hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang
umum. Setelah 5 – 10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan mengalami
lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang rawan, kulit, serta jaringan halus,
yang akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma social.
Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi:
a. pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia;
b. secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit;
c. latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada;
d. tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan,
F. JENIS KLASIFIKASI
Jenis klasifikasi penyakit framboesia yaitu penyakit menular melalui :
1) Dapat menular melalui air yaitu terbukti dengan banyaknya para penderita penyakit Framboesia
di daerah yang sanitasi air dan lingkungannya tidak terjaga atau kotor yang dapat memungkinkan
Agen untuk berkembang biak dan menulari Penjamu.
2) Dapat menular melalui kulit yaitu dengan melakukan kontak langsung penderita yang dimana si
Agen berkembang biak di si penderita.
c) Stadium III :
Pada stadium ini , terjadi guma atau ulkus-ulkus indolen dengan tepi yang curam atau bergaung,
bila sembuh, lesi ini meninggalkan jaringan parut, dapat membentuk keloid dan kontraktur. Bila
terjadi infeksi pada tulang dapat mengakibatkan kecacatan dan kerusakan pada tulang.
Kerusakan sering terjadi pada palatum, tulang hidung, tibia.
Manifestasi klinis frambusia juga dibagi dalam beberapa tahap, antara lain :
a) Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini penederita belum menunjukan gejala penyakit. Namun, tidak menutup
kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh si penderita.
b) Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi Frambusia adalah dari 2 sampai 3 minggu
c) Tahap Dini
Terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah
tanpa nanah.
d) Tahap Lanjut
Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang,
sehingga mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya kering, kecuali jika disertai
infeksi (borok).
e) Tahap Pasca Patogenesis
Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya mempunyai tiga kemungkinan, yaitu:
1. Sembuh dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang
terkena dan dapat menimbulkan kecacatan 10-20 % dari penderita.
2. Karier tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada dalam tubuh.
3. Penyakit tetap berlangsung secara kronik yang jika tidak diobati akan menimbulkan cacat
kepada si penderita.
J. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan treponema, VDRL, TPHA,
dan pada keadaan tertentu, diperlukan pemeriksaan patologi. Mikroskop pandangan gelap, pada
fase dini, diperlukan untuk pemeriksaan treponema. Dapat pula diaplikasikan pengecatan
giemsa, Ziel-Nelson atauu tinta Hindia untuk pemeriksaan Burry.
Menurut Noordhoek, et al, (1990) Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan dengan
mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA dari eksudat yang berasal
dari lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL
(Venereal Disease Research Laboratory), RPR (Rapid Plasma Reagin) reaktif pada stadium awal
penyakit menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang
spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer rendah
seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (Fluorescent Trepanomal
Antibody – Absorbed), MHA-TP (Microhemagglutination assay for antibody to T. pallidum)
biasanya tetap reaktif seumur hidup.
Dan dapat dilakukan dengan 3 metode dalam Epidemiologi yaitu :
1 Anamnese
2 Tanda (Sign)
3 Tes (Uji/Pemeriksaan)
K. UPAYA PENCEGAHAN
J. Program Pemberantasan
Strategi Pemberantasan framboesia terdiri dari 4 hal pokok yaitu:
1. Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan
penderita.
2. Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK) dan
dilakukan pencarian kontak.
3. Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
4. Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih serta
penyediaan sabun untuk mandi.
2) Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi
lingkungan sampai luka sembuh.
3) Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan
discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4) Karantina: Tidak perlu
5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan penderita
harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif diperlakukan sebagai
penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati semua penderita dengan gejala aktif
dan semua anak-anak serta setiap orang yang kontak dengan sumber infeksi.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan
terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G (Bicillin) 1,2 juta unit
IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
C. Upaya penanggulangan wabah:
Lakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan prevalensi tinggi.
Tujuan utama dari program ini adalah:
1) pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan;
2) pengobatan terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan kelompok masyarakat
sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi frambusia aktif; 3) lakukan survei berkala
dengan tenggang waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan
masyarakat pedesaan disuatu negara.
D. Implikasi bencana: Tidak pernah terjadi penularan pada situasi bencana tetapi potensi ini tetap
ada pada kelompok pengungsi didaerah endemis tanpa fasilitas sanitasi yang memadai.
E. Tindakan Internasional:
Untuk melindungi suatu negara dari risiko timbulnya reinfeksi yang sedang melakukan program
pengobatan massal aktif untuk masyarakat,
maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus melakukan penelitian untuk menemukan
cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia. Terhadap penderita yang pindah
melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan (lihat sifilis bagian I, 9E). Manfaatkan
Pusat Kerjasama WHO.
Komplikasi
Tanpa pengobatan, sekitar 10% dari individu yang terkena mengembangkan menodai dan
melumpuhkan komplikasi setelah lima tahun karena penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan
berat pada kulit dan tulang. Hal ini juga dapat menyebabkan kelainan bentuk rahang kaki,
hidung, langit-langit dan bagian atas.
L PENGOBATAN FRAMBUSIA
Pengobatan framboesia dilakukan dengan memberikan antibiotika. Antibiotika golongan
penicillin merupakan obat pilihan pertama. Bila penderita alergi terhadap penicillin, dapat
diberikan antibiotika tetrasiklin, eritromisin atau doksisiklin.
Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2, 4 juta unit untuk orang dewasa dan untuk 1,2
juta unit untuk anak-anak. Hingga saat ini, penisilin merupakan obat pilihian, tetapi bagi mereka
yang peka dapat diberikan tetrasiklin atau eritromisin 2 gr/hari selama 5-10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, bahwa pilihan pengobatan utama adalah
benzatin penisilin, dan pengobatan alternatif dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin,
doxicicline dan eritromisin.
Pilihan utama
Alternatif
(Sumber: Pedoman Eradikasi Frambusia, Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan
Penyehatan Lingkungan, 2007)
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Ø Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi
Ø Resiko terjadi infeksi b/d kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurun.
Ø Gangguan mobilisasi b/d kecacatan
Ø Gangguan citra tubuh b/d perubahan postur tubuh
Ø Ansietas b/d perubahan kesehatan.
Ø Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap perawatan kulit
ASUHAN KEPERAWATAN
Tabel 2. Asuhan keperawatan Klien dengan Frambusia
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
No. Tujuan
Keperawatan Intervensi Rasional
1 Kerusakan Integritas Untuk memelihara Kaji kulit setiap hari. Menentukan garis dasar
Kulit b/d Adanya Lesi integritas Catat warna, turgor, dimana terjadi
kulit/mencapai sirkulasi, dan sensasi. perubahan pada status
penyembuhan tepat Amati perubahan lesi
waktu Pertahankan hygiene Masase meningkatkan
kulit. Misalnya sirkulasi kulit dan
dengan membasuh menambah kenyamanan
dan mengeringkannya
dengan hati-hati dan
melakukan masase
dengan menggunakan
lotion atau krim Kuku yang panjang /
Gunting kuku secara kasar menimbulkan
teratur resiko kerusakan kulit
Digunakan pada
Kolaborasi pemberian perawatan lesi kulit
obat topical atau
sistemik Melindungi area dari
Kolaborasi pemberian kontaminasi bakteri dan
salep antibiotik untuk meningkatkan
melindungi lesi penyembuhan
2 Gangguan Mobilisasi Mobilisasi fisik Kaji ketidakmampuan Dengan mengetahui
b/d Kecacatan terpenuhi, bergerak klien yang derajat ketidakmampuan
diakibatkan oleh bergerak klien dan
prosedur pengobatan persepsi klien terhadap
dan catat persepsi immobilisasi akan dapat
klien terhadap menemukan aktivitas
immobilisasi. mana saja yang perlu
dilakukan.
Dengan ambulasi
Tingkatkan ambulasi demikian klien dapat
klien seperti mengenal dan
mengajarkan menggunakan alat-alat
menggunakan tongkat yang perlu digunakan
dan kursi roda. oleh klien dan juga
untuk memenuhi
aktivitas klien
Ganti posisi klien Pergantian posisi setiap 3
setiap 3 – 4 jam secara – 4 jam dapat mencegah
periodic. terjadinya kontraktur.
Membantu klien untuk
Bantu klien mengganti meningkatkan
posisi dari tidur ke kemampuan dalam
duduk dan turun dari duduk dan turun dari
tempat tidur. tempat tidur.
3 Gangguan Citra Pasien dapat Kaji adanya gangguan Gangguan citra diri akan
Tubuh b/d mengembangkan pada citra diri pasien menyertai setiap
Perubahan Postur peningkatan (menghindari kontak penyakit atau keadaan
Tubuh penerimaan diri mata, ucapan yang byata bagi pasien.
merendahkan diri Kesan seseorang
sendiri, ekspresi terhadap dirinya sendiri
perasaan muak pada akan berpengaruh pada
kondisi kulit dirinya sendiri
Berikan kesempatan Pasien membutuhkan
untuk pasien pengalaman
mengungkapkan. didengarkan dan
Dengarkan dengan dipahami. Mendukung
cara yang terbuka dan upaya pasien untuk
tidak menghakimi memperbaiki citra diri
untuk
mengekspresikan
berduka atau ansietas
tentang perubahan
citra tubuh
Bersikap realistis Meningkatkan
selama pengobatan, kepercayaan dan
pada penyuluhan mengadakan hubungan
kesehatan antara pasien dengan
perawat
Jangan memberikan Meningkatkan perilaku
keyakinan yang salah positif dan memberikan
kesempatan untuk
menyusun tujuan dan
rencana untuk masa
depan berdasarkan
realita
Mempertahankan pola
Dorong interaksi komunikasi dan
keluarga dan dengan memberikan dukungan
rehabilitasi terus-menerus pada
pasien dan keluarga
4 Resiko Terjadi · Mencapai Ukur tanda-tanda vital Memberikan informasi
Infeksi b/d penyembuhan tepat termasuk suhu data dasar. Peningkatan
Kerusakan Pada waktu, tanpa suhu secara berulang-
Kulit, Pertahanan komplikasi ulang dari demam yang
Tubuh Menurun terjadi untuk
menunjukkan pada
tubuh bereaksi pada
proses infeksi yang
baru.
Mencegah kontaminasi
Tekankan pentingnya silang, menurunkan
tekhnik mencuci resikoinfeksi
tangan yang baik
untuk semua individu
yang kontak dengan Mencegah terpajan pada
pasien organism infeksius
Gunakan sapu tangan,
masker dan tekhnik
aseptic selama
perawatan dan berikan Untuk mengetahui
pakaian yang steril perubahan respon
atau baru terhadap terapi
Observasi lesi secara Mengurangi pathogen
periodic pada system integument
dan mengurangi
Berikan lingkungan kemungkinan pasien
yang bersih dan mengalami infeksi
berventilasi baik. nosocomial
Periksa pengunjung
atau staf terhadap
tanda infeksi dan Membunuh atau
pertahankan mencegah pertumbuhan
kewaspadaan sesuai mikroorganisme
indikasi penyebab infeksi
Kolaborasi pemberian
preparat antibiotic
dengan dokter
5 · Ansietas b/d Pasien dapat Berikan penjelasan Pengetahuan diharapkan
Perubahan menunjukkan yang sering dan menurunkan ketakutan
Kesehatan penurunan ansietas informasi tentang dan ansietas, dan
sehingga dapat prosedur perawatan memperjelas kesalahan
menerima konsep dan
perubahan status meningkatkan kerja
kesehatannnya sama
dengan cara sehat Meningkatkan rasa
Libatkan pasien atau control dan kerja sama,
orang yang terdekat menurunkan perasaan
dalam proses tak berdaya atau putus
pengambilan asa
keputusan Pada awalnya pasien
Kaji status mental dapat menggunakan
terhadap penyakit penyangkalan untuk
meurunkan dan
menyaring informasi
secara keseluruhan
Membantu pasien tetap
Berikan orientasi berhubungan dengan
konstan dan konsisten lingkungan dan realitas
Pasien perlu
membicarakan apa yang
Dorong pasien untuk terjadi terus-menerus
bicara tentang untuk membantu
penyakitnya beberapa rasa terhadap
situasi apa yang
menakutkan
Pernyataan kompensasi
menujukkan realitas
Jelaskan pada pasien situasi yang dapat
apa yang membantu pasien atau
terjadi.Berikan orang yang terdekat
kesempatan untuk menerima realita dan
bertanya dan berikan mulai menerima apa
jawaban terbuka atau yang terjadi
jujur Perilaku masa lalu yang
berhasil dapat
digunakan untuk
Identifikasi metode membantu situasi saat
koping atau penangan ini
siuasi stress Mempertahankan kontak
sebelumnya dengan realitas
keluarga, membuat rasa
Dorong keluarga dan kedekatan dan
orang yang terdekat kesinambunga hidup
untuk mengunjungi
dan mendiskusikan
yang terjadi pada
keluarga.
Mengingatkan pasien
kejadian masa lalu dan Obat ansietas diperlukan
akan dating untuk periode singkat
sampai pasien lebih
Kolaborasi sedative stabil secara psikis
ringan sesuai indikasi
6 · Kurang Pengetahuan Pasien Tentukan apakah Memberikan data dasar
b/d Kurang mendapatkan pasien mengetahui untuk mengembangkan
Informasi Terhadap informasi yang tentang kondisi rencana penyuluhan
Perawatan Kulit adekuat tentang dirinya Pasien harus memiliki
perawatan kulit Pantau agar pasien perasaan bahwa ada
mendapatkan sesuatu yang dapat
informasi yang benar, diperbuat
memperbaiki
kesalahan persepsi
informasi Informasi tertulis dapat
Berikan informasi yang membantu
spesifik dalam bentuk mengingatkan pasien
tulisan Meningkatkan
Jelaskan partisipasi pasien,
penatalaksanaan memahami aturan terapi
minum obat: dosis, dan mencegah putus
frekuensi, tindakan, obat
dan perlunya terapi
dalam jangka waktu
lama Penampakkan kulit
Dorong pasien agar mencerminkan
mendapat status kesehatan umum
nutrisi yang sehat seseorang. Perubahan
kulit dapat menandakan
status nutrisi yang
abnormal. Nutrisi yang
optimal meningkatkan
regenerasi jaringan dan
penyembuhan umum
kesehatan
Dukungan jangka
panjang dengan evaluasi
Tekankan perlunya ulang continue dan
atau pentingnya perubahan terapi
mengevaluasi dibutuhkan untuk
perawatan atau penyembuhan optimal
rehabilitasi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum
sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak
langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat.
Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema pertenue, adalah penyakit menular bukan
seksual pada manusia yang pada umumnya menyerang anak-anak berusia di bawah 15 tahun.
Penyakit frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa kutil
(papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan bertahan sampai
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak
dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun
pengelupasan.
Penyakit fambusia tidak menyerang jantung, pembuluh darah, otak dan saraf dan tidak
ada frambusia kongenital, namun daerah endemis pada musim hujan penderita baru akan
bertambah. Gejala klinis terdiri atas 3 stadium pertama pada tungkai bawah sebagai tempat yang
mudah trauma; masa tunas berkisar antara 3-6 minggu.
Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2
kemungkinan yaitu Infeksi effective dan Infeksi ineffective. Terdapat 3 stadium Frambusia yang
dikenal, yakni : Stadium Primer, Stadium Sekunder, dan Stadium Tersier.
Menurut Noordhoek, et al, (1990) diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA (Flourescent Antibody)
dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk
sifilis misalnya VDRL (venereal disease research laboratory), RPR (rapid plasma reagin). Test
serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (fluorescent trepanomal antibody – absorbed), MHA-
TP (microhemag-glutination assay for antibody to t. pallidum).
Pilihan pengobatan utama adalah benzatin penicilin dengan dosis yang sama, alternatif
pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian Tetrasiklin, Doxicicline, dan Eritromisin.
Pencegahan dan Pemberantasan penyakit Frambusia dapat dilakukan dengan cara yaitu :
Upaya Pencegahan; Pengawasan Penderita, Kontak, dan Lingkungan Sekitarnya; dan Upaya
Penanggulangan Wabah.
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada penyakit Frambusia adalah Kerusakan
integritas kulit b/d adanya lesi, Resiko terjadi infeksi b/d kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh
menurun, Gangguan mobilisasi b/d kecacatan, Gangguan citra tubuh b/d perubahan postur
tubuh, Ansietas b/d perubahan kesehatan, dan Kurang pengetahuan b/d kurang informasi
terhadap perawatan kulit.
B. SARAN
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit Frambusia. Hal
ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus Frambusia di lingkungannya, agar dapat
melakukan tindakan lebih awal pada klien dengan Frambusia. Selain itu, rencana asuhan
keperawatan pada klien dengan Frambusia sangat penting dipelajari mahasiswa agar dapat
membuat rencana asuhan keperawatan tentang Frambusia dan merawat klien jika berhadapan
langsung pada klien dengan Frambusia.
Berikut ini ada beberapa hal penting dalam strategi pemberantasan Penyakit Frambusia
yang terdiri dari 4 hal pokok, yaitu :
1. Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan
penderita.
2. Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK)
dan dilakukan pencarian kontak.
3. Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
4. Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih serta
penyediaan sabun untuk mandi.
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Eradikasi Frambusia. 2007. Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan
Penyehatan Lingkungan.
Solution, Heroes. 2010. Penyakit Frambusia/Patek/Yaws.
Syahreza, Lissa. 2011. Frambosia.
http://herodessolutiontheogeu.blogspot.com/2010/11/penyakit-frambusia-patek-yaws.html
http://ichynurse.blogspot.com/2012/01/askep-frambusia.html
http://petrus88.blogspot.com/2012/04/asuhan-keperawatan-frambusia.html