Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit infeksi parasitik terpenting di dunia, dengan prakiraan satu miliar
orang berada dalam risiko tertular penyakit ini. Setiap tahunnya, diperkirakan sekitar 100 juta
kasus penyakit malaria terjadi, sekitar 1% diantaranya berakibat fatal berupa kematian, sebagian
besar anak-anak yang berumur dibawah 5 tahun. Sejak tahun 1950 penyakit malaria telah
berhasil dibasmi di hampir seluruh benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan
Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian benua
Afrika dan Asia Tenggara yang pada umumnya negara berkembang dan berada pada wilayah
tropis. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian
di negara berkembang (Prasetyo, 2006).
Indonesia setiap tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan
30.000 orang meninggal dunia (Depkes, 2003). Sedangkan pada tahun 2010, penemuan kasus
malaria telah mencapai 1,96 per 1.000 penduduk. Umumnya malaria ditemukan pada daerah-
daerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari golongan ekonomi lemah. Angka
kesakitan malaria sejak 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di Jawa dan Bali meningkat
dari 0.12 per 1000 penduduk pada tahun 1997 menjadi 0.52 per 1000 penduduk pada tahun 1999,
pada tahun 2001 0.62 per 1000 penduduk dan pada tahun 2002 0.47 kasus per 1.000. Di luar
Jawa dan Bali meningkat dari 16.0 per 1000 penduduk pada tahun 1997 menjadi 25.0 per 1000
penduduk pada tahun 1999, pada tahun 2001 26.2 per 1000 penduduk dan pada tahun 2002 19.65
kasus per 1000 penduduk. Selama tahun 1998-2000 kejadian luar biasa (KLB) malaria terjadi di
11 propinsi yang meliputi 13 kabupaten di 93 desa dengan jumlah penderita hampir 20.000 orang
dengan 74 kematian (Depkes, 2003). Malaria mudah menyebar pada sejumlah penduduk,
terutama yang bertempat tinggal di daerah persawahan, perkebunan, kehutanan maupun pantai
(Anies, 2005).
B. Tujuan
1. Mengetahui jenis spesies nyamuk Anopheles beserta ciri-cirinya.
2. Mengetahui metode pengendalian nyamuk Anopheles.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tipe Spesies Anopheles
Nyamuk ANOPHELENI yang berperan sebagai vektor malaria hanyalah genus Anopheles. Di
seluruh dunia, genus Anopheles jumlahnya kurang lebih 2000 spesies, diantarannya 60 spesies
sebagai vektor malaria. Jumlah nyamuk ANOPHELINI di Indonesia kira-kira 80 spesies dan 16
spesies telah dibuktikan berperan sebagai vektor malaria yang berbeda dari satu daerah ke daerah
lain tergantung kepada bermacam-macam faktor, seperti penyebaran geografik, iklim, dan
tempat perindukan (Gandahusada, 2006).
Gambar 1. Distribusi Nyamuk Anopheles di Indonesia (Sukadi, 2009)
Ada beberapa spesies Anopheles yang penting sebagai vektor malaria di Indonesia antara lain:
1. Anopheles sundaicus
An. Sundaicus pertama sekali ditemukan oleh Rodenwalt pada tahun 1925. Pada vektor jenis ini
umurnya lebih sering menghisap darah manusia dari pada darah binatang. Nyamuk ini aktif
menggigit sepanjang malam tetapi paling sering antara pukul 22.00 - 01.00 dini hari. Pada waktu
malam hari nyamuk masuk ke dalam rumah untuk mencari darah, hinggap didinding baik
sebelum maupun sesudah menghisap darah (Hiswani, 2004) .
Spesies ini terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Bali. Jentiknya ditemukan pada
air payau yang biasanya terdapat tumbuh-tumbuhan enteromorpha, chetomorpha, dengan kadar
garam adalah 1,2 sampai 1,8%. Di Sumatra, jentik ditemukan pada air tawar seperti Mandailing
dengan ketinggian 210 m dari permukaan laut dan Danau Toba pada ketinggian 1000 m
(Hiswani, 2004) .
Masih menurut Hiswani (2004), perilaku istirahat nyamuk ini sangat berbeda antara lokasi yang
satu dengan lokasi yang lainnya. Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur Sumatera Utara,
pada pagi hari, sedangkan di daerah Cilacap dan lapangan dijumpai pada pagi hingga siang hari.
Jenis vektor An. Sundaicus istirahat dengan hinggap didinding rumah penduduk. Jarak terbang
An. Sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas tinggi, masih dijumpai nyamuk betina
dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat yang berjarak kurang lebih 3 kilometer (Km) dari
tempat perindukan nyamuk tersebut.
Vektor An. Sundaicus biasanya berkembang biak di air payau, yaitu campuran antara air tawar
dan air asin, dengan kadar garam optimum antara 12% -18%. Penyebaran jentik ditempat
perindukan tidak merata dipermukaan air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup seperti
diantara tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput dipinggir Sungai atau pun
parit. Genangan air payau yang digunakan sebagai tempat berkembang biak adalah yang terbuka
yang mendapat sinar matahari langsung. Seperti pada muara sungai, tambak ikan, galian -galian
yang terisi air di sepanjang pantai dan lain –lain (Hiswani, 2004) .
2. Anopheles aconitus
Menurut Hiswani (2004), vektor An. Aconitus pertama sekali ditemukan oleh Donitz pada tahun
1902. Vektor jenis An. aconitus betina paling sering menghisap darah ternak dibandingkan darah
manusia. Perkembangan vektor jenis ini sangat erat hubungannya dengan lingkungan dimana
kandang ternak yang ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk.
Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir diseluruh kepulauan, kecuali Maluku dan Irian.
Biasanya dijumpai di daratan rendah tetapi lebih banyak di daerah kaki gunung dengan
ketinggian 400-1000 m dengan persawahan bertingkat. Nyamuk ini merupakan vektor pada
daerah tertentu di Indonesia, terutama di Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Biasanya
aktif mengigit pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa dijumpai diluar rumah
penduduk antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis Aconitus ini hanya mencari darah di dalam
rumah penduduk. Setelah itu biasanya langsung keluar. Nyamuk ini biasanya suka hinggap di
daerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu
basah dan lembab (Hiswani, 2004).
Tempat perindukan vektor Aconitus terutama didaerah pesawahan dan saluran irigasi.
Persawahan yang berteras merupakan tempat yang baik untuk perkembangan nyamuk ini. Selain
disawah, jentik nyamuk ini ditemukan pula ditepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan
kolam air tawar. Distribusi dari An. Aconitus, terdapat hubungan antara densitas dengan umur
padi disawah. Densitas mulai meninggi setelah tiga - empat minggu penanaman padi dan
mencapai puncaknya setelah padi berumur lima sampai enam minggu (Hiswani, 2004).
3. Anopheles barbirotris
Vektor An. Barbirotris pertama sekali diidentifikasi oleh Van der Wulp pada tahun 1884. Spesies
ini tersebar di seluruh Indonesia, baik di daratan tinggi maupun di daratan rendah. Jentik
biasanya terdapat dalam air yang jernih, alirannya tidakbegitu cepat, ada tumbuh-tumbuhan air
pada tempat yang agak teduh seperti pada saah dan parit. Jenis nyamuk ini di Sumatera dan Jawa
jarang dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering dijumpai menggigit binatang peliharaan.
Sedangkan pada daerah Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Timor- Timur nyamuk ini lebih
sering menggigit manusia daripada binatang. Jenis nyamuk ini biasanya mencari darah pada
waktu malam hingga dini hari berkisar antara pukul 23.00 -05.00. Frekuensi mencari darah tiap
tiga hari sekali (Hiswani, 2004).
4. Anopheles kochi
Spesies ini tersebar di seluruh Indonesia, kecuali Irian. Jentik biasanya ditemukan pada tempat
perindukan terbuka seperti genangan air, bekas tapak kaki kerbau, kubangan dan sawah siap
ditanami (Hiswani, 2004).
5. Anopheles maculatus
Vektor An. Maculatus pertama sekali ditemukan oleh Theobaldt pada tahun 1901. Vektor An.
Maculatus betina lebih sering mengihisap darah binatang daripada darah manusia. Vektor jenis
ini aktif mencari darah pada malam hari antara pukul 21.00 hingga 03.00. Penyebaran spesies ini
di Indonesia sangat luas, kecuali Maluku dan Irian. Spesies ini terdapat di daerah pegunungan
sampai ketinggian 1600 m diatas permukaan air laut. Jentik ditentukan pada air jernih dan
banyak kena sinar matahari (Hiswani, 2004).
Nyamuk ini berkembang biak di daerah pegunungan. Dimana tempat perindukan yang spesifik
vektor An. Maculatus adalah di sungai yang kecil dengan air jernih, mata air yang mendapat
sinar matahari langsung. Di kolam dengan air jemih juga ditemukan jentik nyamuk ini, meskipun
densitasnya rendah. Densitas An. Maculatus tinggi pada musim kemarau, sedangkan pada musim
hujan vektor jenis ini agak berkurang karena tempat perindukan hanyut terbawa banjir (Hiswani,
2004).
6. Anopheles subpictus
Spesies ini terdapat diseluruh wwilayah Indonesia. Nyamuk ini dapat dibedakan menjadi dua
spesies yaitu (Hiswani, 2004):
a) Anopheles subpictus subpictus
Jenik ditemukan di daratan rendah, kadang-kadang ditemukan dalam air payau dengan kadar air
tinggi.
b) Anopheles subpictus malayensis
Spesies ini ditemukan pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Jentik ditemukan pada air
tawar, pada kolam yang penuh dengan rumput pada selokan parit.
7. Anopheles balabacensis
Spesies ini terdapat di Purwakarta, Jawa Barat, Balik Papan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan
Selatan. Jentik ditemukan pada genangan air bekas tapak binatang, pada kubangan bekas roda,
dan parit yang aliran airnya terhenti.
A.1 Siklus Hidup Anopheles
Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan oleh nyamuk
betina, menetas menjadi larva yang kemudian melakukan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali,
lalu tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina. Waktu yang
diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai menjadi dewasa bervariasi antara 2-
5 minggu, tergantung kepada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara (Gandahusada,
1998).
Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari
kepompong, baru disusul nyarnuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat
sarang, sampai nyamuk betina keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk
jantan akan langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina
hanya sekali kawin. Dalam perkembangan telur tergantung kepada beberapa faktor antara lain
temperatur dan kelembaban serta species dari nyamuk (Nurmaini, 2003).
A.1.1 Perkembangan Telur Anopheles
Stadium telur Anopheles diletakkan satu persatu di atas permukaan air, biasanya peletakkan
dilakukan pada malam hari. Telur berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan
bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebuah lateral
sehingga telur dapat mengapung di permukaan air. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk
betina Anopheles bervariasi, biasanya antara 100-150 butir (Santoso, 2002).
Telur Anopheles tidak dapat bertahan lama di bawah permukaan air. Telur-telur Anopheles yang
terdapat di bawah permukaan air dalam waktu lama (melebihi 92 jam) akan gagal menetas,
sedangkan kondisi suhu yang menguntungkan bagi telur Anopheles adalah antara 280C-360C.
Suhu di bawah 200C dan di atas 400C adalah suhu yang tidak menguntungkan bagi
perkembangan telur. Pada suhu 520C seluruh telur akan mati dan suhu 500C adalah suhu
terendah bagi telur untuk dapat bertahan (Santoso, 2002).
A.1.2 Perkembangan Larva Anopheles
Larva Anopheles bersifat akuatik yakni mempunyai habitat hidup di air. Larva ini mempunyai 4
bentuk (instar) pertumbuhan. Masing-masing instar mempunyai ukuran dan bulu yang berbeda
(Santoso, 2002). Stadium larva Anopheles yang di tempat perindukan tampak mengapung sejajar
dengan permukaan air dan spirakelnya selalu kontak dengan udara luar. Sekali- sekali larva
Anopheles mengadakan gerakan-gerakan turun ke dalam/bawah untuk menghindari
predator/musuh alaminya atau karena adanya rangsangan di permukaan seperti gerakan-gerakan
dan lain-lain.
Perkembangan hidupnya larva nyamuk memerlukan kondisi lingkungan yang mengandung
makanan antara lain mikroorganisme terutama bakteri, ragi dan protozoa yang cukup kecil
sehingga dapat dengan mudah masuk mulutnya (Santoso, 2002).
A.1.3 Perkembangan pupa Anopheles
Stadium pupa merupakan masa tenang. Pada umumnya pupa tidak aktif bila memasuki stadium
ini, pupa nyamuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang aktif, dan bila sedang tidak aktif maka
pupa ini akan berada mengapung pada permukaan air. Kemampuannya mengapung disebabkan
oleh adanya ruang udara yang cukup besar yang berada pada sisi bawah sefalotoraks. Pupa tidak
menggunakan rambut dan kait untuk dapat melekat pada permukaan air, tetapi dengan bantuan
dua terompet yang cukup besar yang berfungsi sebagai spirakel dan dua rambut panjang stellate
yang berada pada segmen satu abdomen (Santoso, 2002).
Stadium pupa mempunyai tabung pernapasan (Respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan
pendek dan digunakan untuk pengambilan O2 dari udara (Gandahusada, 1998). Perubahan dari
pupa menjadi dewasa biasanya antara 24 jam sampai dengan 48 jam. Tetapi hal ini akan sangat
bergantung pada kondisi lingkungan terutama suhu (Santoso, 2002).
A.1.4 Perkembangan Nyamuk Dewasa

Gambar 1. Nyamuk Anopheles dewasa


Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan dan nyamuk betina mempunyai panjang hampir
sama dengan panjang probosisnya. Perbedaannya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian
apikal berbentuk gada (club form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Sayap
pada bagian pinggir (kosta dan vena) ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk
gambaran belang-belang hitam dan putih. Di samping itu, bagian bagian ujung sisik sayap
membentuk lengkung (tumpul). Bagian posterior abdomen tidak seruncing nyamuk Aedes dan
juga tidak setumpul nyamuk Mansonia, tetapi sedikit melancip (Gandahusada, 1998).
A.2 Bionomi Anopheles
A.2.1 Perilaku Berkembang Biak
Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat
untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang
senang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung (An. sundaicus), ada pula yang
senang pada tempat-tempat teduh (An. umrosus). Species yang satu berkembang dengan baik di
air payau (campuran tawar dan air laut) misalnya (An. Aconitus) dan seterusnya Oleh karena
perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk
inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan.
Kepadatan populasi nyamuk Anopheles sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi. Jentik-jentik
nyamuk ini mulai ditemukan di sawah kira-kira pada padi berumur 2-3 minggu setelah tanam
dan paling banyak ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga sampai menjelang panen.
Di daerah yang musim tanamnya tidak serempak dan sepanjang tahun ditemukan tanaman padi
pada berbagai umur, maka nyamuk ini ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan
yang terjadi sekitar bulan Pebruari-April dan sekitar bulan Juli-Agustus. An. balabacencis dan
An. maculatus adalah dua spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah-daerah pegunungan
non persawahan dekat hutan. Kedua spesies ini banyak dijumpai pada peralihan musim hujan ke
musim kemarau dan sepanjang musim kemarau.
Gambar 2. Tempat Perkembangbiakan Anopheles (Sukadi, 2009)
Tempat perkembangbiakannya di genangan-genangan air yang terkena sinar matahari langsung
seperti genganan air di sepanjang sungai, pada kobakan-kobakan air di tanah, di mata air-mata
air dan alirannya, dan pada air di lubang batu-batu (Barodji, 1987 dalam Saputra, 2001).
Kepadatan jentik nyamuk An. balabacencis bisa ditemukan baik pada musim penghujan maupun
pada musim kemarau. Jentik-jentik An. balabacencis ditemukan di genangan air yang berasal
dari mata air, seperti penampungan air yang dibuat untuk mengairi kolam, untuk merendam
bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki kerbau dan kebun salak. Dari gambaran di atas tempat
perindukan An. balabacencis tidak spesifik seperti An. maculatus dan An. aconitus, karena jentik
An. Balabacencis dapat hidup di beberapa jenis genganan air, baik genangan air hujan maupun
mata air, pada umumnya kehidupan jentik An. balabacencis dapat hidup secara optimal pada
genangan air yang terlindung dari sinar matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi yang
homogen seperti kebun salak, kebun kapulaga dan lain-lain. An. maculatus yang umum
ditemukan di daerah pegunungan, ditemukan pula di daerah persawahan dan daerah pantai yang
ada sungai kecil-kecil dan berbatu-batu (Barodji 1987 dalam Saputra 2001)
Puncak kepadatan An. maculatus dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau kepadatan
meningkat, hal ini disebabkan banyak terbentuk tempat perindukan berupa genangan air di
pinggir sungai dengan aliran lambat atau tergenang. Perkembangbiakan nyamuk An. maculatus
cenderung menurun bila aliran sungai menjadi deras (flushing) yang tidak memungkinkan
adanya genangan di pinggir sungai sebagai tempat perindukan (Saputra, 2001).
Gambar 3. Tempat Perkembangbiak Nyamuk Anopheles (Sukadi, 2009)

Gambar 4. Tempat Perkembangbiak Nyamuk Anopheles (Sukadi, 2009)


An. sundaicus dijumpai di daerah pantai, tempat perindukannnya adalah di air payau dengan
salinitas antara 0-25 per mil, seperti rawa-rawa berair payau, tambak-tambak ikan tidak terurus
yang banyak ditumbuhi lumut, lagun, muara-muara sungai yang banyak ditumbuhi tanaman air
dan genangan air di bawah hutan bakau yang kena sinar matahari dan berlumut (Hiswani, 2004).
A.2.2 Tempat Perindukan
Tempat perindukan nyamuk Anopheles bermacam-macam tergantung kepada spesies dan dapat
dibagi menurut 3 kawasan (zone) yaitu kawasan pantai, kawasan pedalaman, dan kawasan kaki
gunung dan gunung (Gandahusada, 1998). Di kawasan pantai dengan tanaman bakau danau di
pantai atau laguna, rawa dan empang sepanjang pantai , ditemukan Anopheles Sundaicus dan An.
Subpictus yang menggunakan tempat perindukan tersebut terutama danau di pantai dan empang.
Di kawasan pedalaman yang ada sawah, rawa, empang, dan saluran air irigasi ditemukan An.
Aconitus, An. Barbirostris, An. Subpictus, An. Nigeerrimus, dan An. Sinesis. Di kawasan kaki
gunung dengan perkebunan atau hutan ditemukan An. Balabacencis , sedangkan di daerah
gunung ditemukan An. Maculatus (Gandahusada, 1998). Hal tersebut juga dijelaskan oleh
Hiswan (2004) bahwa penyebaran nyamuk jenis ini mempunyai hubungan cukup kuat dengan
curah hujan disuatu daerah.
A.2.3. Tempat Istirahat (Resting Place)
Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang sebenarnya selama waktu
menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang
aktif mencari darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab dan
aman untuk beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap species ternyata mempunyai
perilaku yang berbeda-beda. Ada spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah
(An. Aconitus) tetapi ada pula species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi
(An.Sundaicus) (Damar, 2002).
Pada waktu malam ada nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk menghisap darah orang
dan kemudian langsung keluar. Ada pula yang baik sebelum maupun sesudah menghisap darah
orang akan hinggap pada dinding untuk beristirahat. Tempat istirahat alam nyamuk Anopheles
berbeda berdasarkan spesiesnya. Tempat istirahatnya An. aconitus pada pagi hari umumnya
dilubang seresah yang lembab dan teduh (Damar, 2002).
Tempat istirahat An. aconitus pada umumnya di tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan
intensitas cahaya rendah, serta di lubang tanah bersemak. An. aconitus hinggap di tempat-tempat
dekat tanah. Nyamuk ini biasanya hinggap di daerah-daerah yang lembab, seperti di pinggir-
pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab (Hiswani, 2004).
Tempat istirahat An. balabacencis pada pagi hari umumnya di lubang seresah yang lembab dan
teduh, terletak ditengah kebun salak (Damar, 2002). An. balabacencis juga ditemukan di tempat
yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya yang rendah serta di lubang tanah
bersemak (Harijanto, 2000). Di luar rumah tempat istirahat An. maculatus adalah di pinggiran
sungai-sungai kecil dan di tanah yang lembab. Perilaku istirahat nyamuk An. sundaicus ini
biasanya hinggap di dinding-dinding rumah penduduk (Hiswani, 2004).
A.2.4 Tempat mencari makan (Feeding place)
Hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Nyamuk Anopheles aconitus lebih suka berada di
luar rumah dan menggigit di waktu senja sampai dengan dini hari (eksofagik) serta mempunyai
jarak terbang yang jauh 1,6 km sampai dengn 2 km. nyamuk ini bersifat suka menggigit binatang
(zoofilik) dari pada sifat suka gigit manusia (antrophofilik). Perilaku mencari darah nyamuk
dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu (Hiswani, 2004).
Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk anopheles pada umumnya aktif
mencari darah pada waktu malarn hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies
mempunyai sifat yang tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang tengah
malam dan sampai pagi hari (Hiswani, 2004)..
Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan metode yang sama kita adakan.
Penangkapan nyarnuk didalam dan diluar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat
diketahui ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar
rumah dan endofagik yang lebih senang mencari darah didalam rumah (Hiswani, 2004).
Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang
disenangi, kita dapat membedakan atas: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan
zoofilik apabila nyamuk lebih senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak
mempunyai pilihan tertentu (Hiswani, 2004).
Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu kali
selama hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya, nyamuk betina
hanya memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk
akan mencari darah. Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur
dan kelembaban, dan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu antara
48-96 jam (Hiswani, 2004).
A.2.5 Lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh pada penyebaran nyamuk Anopheles adalah sebagai berikut:
1) Lingkungan fisik
Menurut Harijanto (2000), Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan
transmisi nyamuk Anopheles di Indonesia, seperti :
a) Suhu
Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga proses metabolisme dan siklus kehidupannya
tergantung pada suhu lingkungan, tidak dapat mengatur suhu tubuhnya sendiri terhadap
perubahan-perubahan di luar tubuhnya. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi
proses metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis. Pada suhu
yang lebih tinggi dari 35 ºC, juga mengalami perubahan. Suhu rata-rata optimum untuk
pertumbuhan nyamuk 25º – 27ºC. Toleransi suhu tergantung pada species nyamuknya, species
nyamuk tidak tahan pada suhu 5º – 6ºC (Harijanto, 2000).
Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan metabolisme yang sebagian diatur
oleh suhu seperti lamanya masa pra dewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap,
pematangan dari indung telur, frekuensi mengambil makanan atau mengigit berbeda-beda
menurut suhu (Harijanto, 2000).
b) Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk. Tingkat kelembaban 60 % merupakan
batas paling rendah untuk memungkinkan hidup nyamuk. Kelembaban juga berpengaruh
terhadap kemampuan terbang nyamuk. Badan nyamuk yang kecil mempunyai permukaan yang
besar oleh karena sistem pernapasan dengan trachea. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan
oksigen lebih banyak sehingga trachea terbuka. Dengan demikian penguapan air dari tubuh
nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan,
maka jarak terbang nyamuk terbatas. Kelembaban udara menjadi faktor yang mengatur cara
hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang tinggi dan pada suatu ekosistem
kepulauan atau ekosistem hutan. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif
dan lebih sering menggigit (Harijanto, 2000).
c) Hujan
Hujan menyebabkan naiknya kelembaban udara dan menambah jumlah tempat
perkembangbiakan (breeding places). Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan
derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan
memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles (Harijanto, 2000).
d) Ketinggian
Setiap ketinggian naik 100 meter maka selisih udara dengan tempat semula ½ ºC. Bila perbedaan
tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan mempengaruhi faktor-
faktor yang lain, termasuk penyebaran nyamuk (Harijanto, 2000).
e) Angin
Angin secara langsung berpengaruh pada penerbangan nyamuk dan ikut menentukan jumlah
kontak antara nyamuk dan manusia. Kecepatan angin 11 – 14 m/det atau 25 – 31 mil/jam akan
menghambat penerbangan nyamuk (Harijanto, 2000).
f) Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih
suka tempat yang teduh. An. hyrcanus dan An. punctulatus lebih menyukai tempat yang terbuka.
An. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang (Harijanto, 2000).
g) Arus air
An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir lambat, sedangkan An.
minimus menyukai aliran air yang deras dan An. letifer menyukai air tergenang (Harijanto,
2000).
2) Lingkungan Biologik
Keadaan lingkungan sekitar penduduk seperti adanya tumbuhan salak, bakau, lumut, ganggang
dapat mempengaruhi kehidupan larva, karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau
melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemangsa larva
seperti ikan kepala timah (Panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mengurangi
populasi nyamuk di suatu daerah. Begitu pula adanya hewan piaraan seperti sapi, kerbau dan
babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, bila ternak tersebut kandangnya
tidak jauh dari rumah (Harijanto, 2000).
3) Lingkungan Sosial Budaya
Sosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian malaria seperti: kebiasaan keluar rumah
sampai larut malam, di mana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan
kontak dengan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan
mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria seperti penyehatan
lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan racun
nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan,
pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan
lingkungan yang menguntungkan penyebaran nyamuk Anopheles (Harijanto, 2000).
B. Metodologi Pengendalian
Dalam pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang
mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi kesuatu
tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar
segala kegiatan dalam rangka memurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik.
Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting
di dasarkan prinsip dan konsep yang benar ( Nurmaini, 2003).
Adapun prinsip dasar dalam pengendalian vektor yang dapat dijadikan sebagai pegangan sebagai
berikut ( Nurmaini,2003):
1) Pengendalian vektor harus menerapkan bermacam-macam cara pengendalian agar vektor tetap
berada di bawah garis batas yang tidak merugikan/membahayakan.
2) Pengendalian vektor tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan ekologis terhadap tata
lingkungan hidup
B.1 Pengendalian Penyakit Malaria
Penanggulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara Host,
Agent dan Environment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada sasaran yang
tepat, yaitu :
1) Pemberantasan Vektor
Penanggulangan vektor dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan
rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk maka parasit yang ada dalam tubuh,
pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi penyakit dapat
terputus (Depkes RI, 2003)
Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat-tempat
perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan akan
berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria (Depkes RI, 2003)
Menurut Marwoto (1989) penangulangan vektor dapat dilakukan dengan memanfaatkan ikan
pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa prospek terbaik
adalah ikan, karena mudah dikembangbiakkan, ikan suka memakan jentik, dan sebagai sumber
protein bagi masyarakat.
Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor telah dilakukan.
Menurut Nurisa (1994), ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi diberbagai jenis air. Nila dapat
hidup di air tawar, air payau, dan di laut.
2) Pengendalian Vektor
Kontrol vektor malaria ini dimaksudkan untuk melindungi individu terhadap gigitan nyamuk
yang infektif, menurunkan populasi nyamuk, mencegah vektor menjadi infektif dan pada tingkat
masyarakat berguna untuk mengurangi intensitas transmisi malaria secara lokal (Peter dan Gilles,
2002; WHO, 2009).
Pengendalian vektor malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal, Efektif,
Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu :
a) Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang terjadi penularan
(ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi criteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah
pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah pemberantasan PR > 3% .
b) Effective : Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua
metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau
menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan Laporan masyarakat.
c) Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus dilaksanakan secara
berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai
harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara lain dengan
penemuan dan pengobatan penderita.
d) Acceptable : Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat
setempat (Depkes RI, 2005)
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut (Depkes,
2005):
a) Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang ada, pada malam
hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.
b) Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di
lakukan dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding
Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang
permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang
lambat.
c) Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan pemakan
jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di mana terdapat banyak tempat perindukan
vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air
persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.
d) Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara kimiawi yang digunakan di
Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan
insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.
e) Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup
perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor
lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi perkembangan
vektor dan mengurangi kontak antara manusia dan Vektor .
f) Pemandulan nyamuk dengan radiasi gamma Co-60
Pengendalian nyamuk Anopheles sp sebagai vektor penyakit malaria dapat dilakukan dengan
Teknik Serangga Mandul (TSM). Setelah nyamuk jantan diiradiasi nyamuk dikawinkan dengan
betina normal dengan jumlah yang sama dan diamati jumlah telur yang dihasilkan, prosentase
penetasan telur untuk setiap dosis radiasi, dan kelangsungan hidup nyamuk. Dari hasil
pengamatan diperoleh data bahwa dosis radiasi 90 Gy dapat memandulkan 65%, 100 Gy
memandulkan 77%, 110 Gy memandulkan 97%, dan 120 Gy memandulkan 99% dibandingkan
dengan kontrol. Keturunan yang dihasilkan dari perkawinan antara nyamuk jantan yang
diirradiasi 110 dan 120 Gy dengan nyamuk betina normal tidak dapat diikuti perkembangan
hidupnya karena mengalami kematian (Nurhayati, 2008).
Radiasi gamma dan neutron dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor penyakit melalui
teknik TSM. Faktor yang berpengaruh terhadap proses kemandulan pada nyamuk ialah
terjadinya infekunditas (tidak dapat menghasilkan telur), inaktivasi sperma, mutasi letal
dominan, aspermia, dan ketidakmampuan kawin dari serangga betina atau jantan. Radiasi dapat
mengurangi produksi telur yang disebabkan karena tidak terjadinya proses oogenesis sehingga
tidak terbentuk oogenia atau telur. Aspermia dapat menyebabkan kemandulan karena radiasi
merusak spermatogenesis sehingga tidak terbentuk sperma. Inaktivasi sperma juga dapat
menyebabkan kemandulan karena sperm tidak mampu bergerak untuk membuahi sel telur.
Faktor penyebab kemandulan yang lain ialah ketidakmampuan kawin, hal ini karena radiasi
merusak sel-sel somatik saluran genetalia interna sehingga tidak terjadi pembuahan sel telur .
Irradiasi gamma menyebabkan penurunan yang sangat drastis terhadap presentase penetasan
telur, dosis 90 Gy mampu menurunkan persentase penetasan telur hingga lebih dari 50%, bahkan
untuk dosis 110 Gy mampu menurunkan persentase penetasan telur hingga 96 % (Nurhayati,
2008).
Faktor yang dianggap menyebabkan kemandulan pada serangga yang diiradiasi adalah mutasi
lethal dominan. Dalam hal ini inti sel telur atau inti sperma mengalami kerusakan sebagai akibat
radiasi sehingga terjadi mutasi gen. Mutasi lethal dominan tidak menghambat proses
pembentukan gamet jantan maupun betina, dan zigot yang terjadi juga tidak dihambat, namun
embrio akan mengalami kematian. Prinsip dasar mekanisme kemandulan ini untuk selanjutnya
dikembangkan sebagai dasar teknik pengendalian vektor penyakit, seperti malaria, DBD dan
filariasis yang disebut Teknik Serangga Mandul. TSM menjadi salah satu alternatif pilihan cara
yang dapat dipilih dan dipertimbangkan, karena lebih aman, apesies spesifik, tidak menimbulkan
resistensi dan pencemaran lingkungan (Nurhayati, 2008).
Sebagai panduan untuk melakukan intervensi, WHO telah merekomendasikan kebijakan, target
dan sasaran untuk kontrol malaria meliputi melakukan diagnosa dan pengobatan yang tepat,
mencegah gigitan nyamuk dengan melakukan kontrol vektor malaria dan pencapaian target dan
sasaran (WHO, 2009).
Tabel 1. Kegiatan intervensi terintegrasi terangkum

No. Jenis Intervensi Efek


1 Perlindungan Pribadi Pengurangan kontak nyamuk
dengan manusia
a. Repelen (Mosquitos
repellent)

b. Kelambu berinsektisida
(Insecticide treated mosquito
nets)

c. Pakaian pelindung
(Protective clothing)

d. Treated clothing

e. House screening
f. House sitting

g. Memakai Aerosol Piretroid

h. Fumigasi antinyamuk
(antimusquito fumigation)

i. Memakai pembatas hewan


(deviation of animals)
2 Kontrol Vektor Reduksi tempat perindukan
vektor.
a. Modifikasi dan manipulasi
lingkungan Reduksi kepadatan vektor

b. Larvasida kimia dan Reduksi kepadatan vektor


biologi
Reduksi longevity populasi
c. Insecticide Outdoor space vektor
spraying

d. Indoor Residual Insecticide


spraying
3 Antiplasmodium Eliminasi parasit malaria dan
pencegahan transmisi
Penegakkan diagnose dini
dan pengobatan kasus malaria
akut
4 Kemoprofilaksis dan
penekanan infeksi malaria

a. Pengobatan radikal

b. Pengobatan massal
(Epidemik)
5 Partisipasi sosial Motivasi untik pribadi dan
perlindungan keluarga.
a. Penyuluhan kesehatan
Aksi simulasi komunitas untuk
b. Mobilisasi social control dan pencegahan
6 Komunikasi, Informasi, dan Kebutuhan untuk penyampaian
Edukasi control malaria.

a. Sistem kesehatan Mendapat pencapaian secara


berkesinambungan
b. Pengelolaan yang efektif
7 Intervensi seluruh program a. Pengelolaan kasus malaria

b. Pengelolaan vektor
terintegrasi

c. Pengumpulan informasi
geografis

d. Hubungan masyarakat,
pendidikan kesehatan

e. Koordinasi teknikoperasional,
termasuk kolaborasi intra dan
intersektoral baik dalam negeri
dan luar negeri

f. Monitoring dan evaluasi

g. Penilaian independen sebagai


ukuran pencapaian

h. Mobilisasi pencapaian

i. Penguatan sistem kesehatan


Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa:
1. Pencegahan Individual (Protection individual)
Global Malaria Programme (GMP) merekomendasikan pemberian secara gratis ataupun
disubsidi kelambu celup insektisida atau insecticide treated net (ITN) dan kelambu celup
insektisida yang tahan lama ( Long-lasting insecticidal nets) (LLINs) pada semua orang-orang
yang tinggal di daerah-daerah yang berisiko terjanya penularan malaria dan menjadi target dalam
pencegahan malaria, termasuk anak-anak dan wanita hamil. (WHO, 2009)
Walaupun demikian perlu dipertimbangkan pemakaian kelambu celup akan efektif bila
penularan terjadi di dalam rumah, kebiasaan menggigit vektor di dalam rumah dan puncak
gigitan vektor setelah jam 22.00, penduduk tidak tidur sampai larut malam dan penduduk tidak
berada di luar rumah pada malam hari serta masyarakat mau menggunakan kelambu
(WHO,2009).
2. Pencegahan malaria melalui kontrol vektor
Pencegahan terhadap vektor dengan melakukan kontrol terhadap nyamuk Anopheles. Kontrol
malaria agar efefektif, efesien dan berkesinambungan dilakukan dengan pendekatan pengelolaan
terintegrasi. WHO telah merekomendasikan untuk kontrol malaria terintegrasi.
3. Reduksi longevity vektor
Tujuannya adalah mencegah nyamuk menjadi infektif sehingga tidak terjadi penularan. Kegiatan
dilakukan dengan penyemprotan indoors residual spraying (IRS) terdiri dari aplikasi insektisida
ke permukaan bagian dalam rumah di mana nyamuk endophylic Anopheles sering beristirahat
setelah mengggit manusia, dengan menggunakan alat semprot yang terstandar untuk kontrol
malaria.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa IRS efektif dalam mengendalikan transmisi malaria. Beberapa
bukti pengamatan menunjukkan bahwa kombinasi dari IRS dan LLIN lebih efektif dibandingkan
intervensi tunggal, terutama jika kombinasi ini untuk membantu meningkatkan keseluruhan
cakupan kontrol vektor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jamaludin (2010) ada
beberapa jenis IRS yang dalap digunakan dalam pengendalian vektor malaria, yaitu bendiocarb,
etofenproks, lamdasihalotrin.
Penyemprotan akan efektif apabila penularan terjadi di dalam rumah, vektor istirahat (resting) di
dinding, penduduk menerima penyemprotan dan tidak berada di luar rumah serta penyebaran
rumah yang tidak terpencar sehingga tidak menyulitkan operasional penyemprotan.
4. Modifikasi dan manipulasi lingkungan
Pengolahan lingkungan bertujuan untuk mengurangi kepadatan vektor dengan melakukan
modifikasi dan manipulasi lingkungan antara lain:
a) Penimbunan TPV: meniadakan meniadakan genangan air yang potensial sebagai tempat
berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Luas TPV terbatas dan mampu dikelola secara tekhnis
maupun ekonomis dan letaknya dalam radius jarak terbang nyamuk terhadap pemukiman
penduduk (2 km). Untuk TPV yang luas dilaksanakan pada musim kemarau dan TPV yang
sempit pada saat terbentuknya genangan air.
b) Pengeringan TPV: merupakan kegiatan untuk menghilangkan TPV dengan cara mengalirkan
air hingga kering. Luasnya terbatas dan mampu dikelola secara teknis maupun ekonomis,
letaknya dalam radius jarak terbang nyamuk terhadap pemukiman penduduk (2 Km).
c) Pembersihan TPV: kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan lumut dan tanaman air dari
TPV, luasnya terbatas dan bias dikelola. Letaknya dalam radius jarak terbang nyamuk terhadap
pemukiman penduduk (2 Km).
d) Pengeringan sawah secara berkala: adalah kegiatan mengeringkan sawah secara berkala dan
serempak di hamparan sawah sebagai TPV. Lokasi TPV pada hamparan sawah dalam radius
jarak terbang nyamuk (2 km). Dilakukan pada waktu padi berumur 2 minggu sampai dengan
menjelang panen.
5. Larvaciding
Bertujuan untuk menekan populasi larva nyamuk Anopheles. Dapat dilakukan secara kimia dan
biologi. Bila larvaciding secara kimia dapat dilakukan pada TPV yang potensial, terukur dan
terjangkau untuk diaplikasikan, tidak ada vegetasi yang menghalangi aplikasi larvasida, bukan
tipe TPV yang kecil dan menyebar sehingga sulit diidentifikasi dan diintervensi, sedangkan
secara biologi seperti Penebaran ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah ( Aplocheilus
panchax) dan ikan nila merah (Oreochromis nilaticum) pada TPV yang potensial dan airnya
permanen.

DAFTAR PUSTAKA
Anies. 2005. Manajemen Berbasis Lingkungan (Solusi Mencegah dan Menanggulangi Penyakit
Menular). Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Damar, T. 2002. Studi Epidemiologi Malaria di Daerah Endemi Malaria
Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. http://digilib.litbang.depkes.
go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-damar. Diakses pada tanggal 18 Maret 2011.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria. Direktorat
Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Direktorat Jenderal PPM&PLP.
Gandahusada, S; Ilahude, H; Pribadi, Wita. 2006. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Gandahusada,S. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi ke tiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Gaya Baru: Jakarta.
Harijanto, P. N. 2000. Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, dan
Penanganan EGC. Jakarta.
Hiswani. 2004. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani11.pdf. Diakses pada tanggal 18 Maret 2011.
Jamaludin, Agus. 2010. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Kerentanan
Vektor Nyamuk Anopheles spp di Kota Batam
Nurmaini. 2003. Mengidentifikasi Vektor Dan Pengendalian Nyamuk
Anopheles Aconitus Secarasederhana. http://library.usu.ac.id
/download/fkm/fkm-nurmaini.pdf. Diakses pada tanggal 18 Maret 2011.
Nurhayati, Siti. 2008. Pemandulan Anopheles macullatus Sebagai Vektor
Penyakit Malaria dengan Radiasi Gamma Co-60. http://nhc.batan
.go.id/dokumen/01SITI%20NURHAYATI_Pemandulan%20Anophel
es%20mocculatus.pdf. diakses pada tanggal 18 Maret 2011.
Prasetyo, A. Malaria. 2006. From URL: http://.www. Pusat Informasi Penyakit Infeksi
khususnya HIV-AIDS – Penyakit – Malaria. html. Diakses tanggal 19 Maret 2011.
Santoso, Budi. 2002. Studi karakteristik habitat Larva Nyamuk Anopheles
maculatus Theobald dan Anopheles balabacensis Baisas serta
beberapa faktor yang mempengaruhi populasi Larva di Desa
Hargotirto kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo, DIY.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7522/2002nbs.pdf?sequence=4. Diakses
pada tanggal 18 Maret 2011.
Saputra. 2011. Pengaruh Lingkungan Terhadap Nyamuk Anopheles pada
Proses Transmisi Malaria. http://uripsantoso.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 18 Maret 2011.
Sukadi, Winarno; Rogayah, Hanifah. Profile Monitoring of Insecticide
Resistance in Indonesia. www.actmalaria.net/IRW/IRW
Indonesia.pdf. Diakses pada tanggal 18 maret 2011.
Dec
17

PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA


UJI BIO ASSAY INSEKTISIDA BENDIOCARB 80 WP PADA PERMUKAAN DINDING
TEMBOK, PAPAN, DAN BEBAG TERHADAP KEMATIAN NYAMUK ANOPHELES
SPP DI DESA LIFULEO KABUPATEN KUPANG TAHUN 2014

THE BIO ASSAY TESTING OF BENDIOCARB INSECTICIDE IN THE SURFACE OF


MASONRY WALL, BOARD WALL AND BEBAG WALL CONCERNING THE DEATH
OF ANOPHELES SPP MOSQUITO AT LIFULEO VILLAGE, KUPANG REGENCY
2014

Nelson N.N. Ratu1, Yuliana R. Riwu2, Soleman Landi3


Jurusan Epidemiologi dan Biostatistika
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana

One of vector controlling in against Malaria is chemical controlling by IRS(Indoor Residual Spray) method to kill
the adult mosquito Anopheles spp. Bendiocarb 80 WP is a kind of insecticide often using in IRS. The aim of this
research is to know the effectiveness of Bendiocarb insecticide 80 WP with 53 gr dose/8,5 L of water in the surface
of masonry wall, board wall and bebag wall concerning the death of Anopheles spp. The research type is pra-
experiment, by Static Group Comparison designing. The data was analyzed using One Way Anova testing to know
the difference of Anopheles spp mosquito death in every kind of wall and then by LSD testing to know the smallest
real differences and which wall is the most effectively. The result showed the percentage average after spraying
Bendiocarb insecticide 80 WP with 53 gr dose/8,5 L of water in the surface of masonry wall 68,87 %, board wall
95,53% and bebag wall 48,87 %. The result of One Way Anova testing, there is the difference death of mosquito in
the third wall type in a certain time (p-value=0,001<0,05). The result of the LSD testing showed a significantly
differences in the pair of masonry wall, board wall and bebag wall (p-value= <0,05). Board wall is very effectivelly
in killing Anopheles spp mosquito and the percentage is the highest up to 95,53 %. Therefore can be suggested that
the IRS effective most be influenced by the kind of wall surface, so it will be important in further IRS programm.
Keyword : Bendiocarb, Anopheles spp, the surface wall

PENDAHULUAN

Malaria adalah salah satu penyakit menular yang penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Malaria disebabkan protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium family Plasmodiidae (Arsin, 2012).
The World Malaria Report 2014 melaporkan bahwa tahun 2013 diperkirakan 3,4 milyar penduduk dunia
memiliki resiko terkena malaria, 104 negara dianggap merupakan daerah endemis malaria terutama di Afrika dan
Asia Tenggara (WHO dalam Widyasari dkk, 2014).
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih terjadi trasmisi malaria (Risk-Malaria). Data kasus malaria
berdasarkan Annual Parasite Incidence (API) pada tahun 2010 sebesar 1,96 per 1000 penduduk, tahun 2011 sebesar
1,75 per 1000 penduduk, tahun 2012 sebesar 1,69 per 1000 penduduk dan tahun 2013 sebesar 1,38 per 1000
penduduk. Berdasarkan kejadian tahunan/API terus mengalami penurunan, namun hal tersebut belum mencapai
target nasional yang diharapkan yaitu API ≤ 1 per 1000 penduduk (Kemenkes RI, 2014).
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah di kawasan timur Indonesia yang hampir
90% desa endemis malaria. Kasus malaria di NTT sejak tahun 2011-2013 berfluktuasi. Tahun 2011 API sebesar 25
per 1000 penduduk, tahun 2012 menurun menjadi 23 per 1000 penduduk, dan tahun 2013 menurun lagi menjadi
16,37 per 1000 penduduk (Dinkes Prov.NTT, 2014).
Kabupaten Kupang merupakan salah satu daerah endemis malaria, kasus malaria selama tiga tahun terakhir
berfluktuasi. Tahun 2011 API sebesar 9,41 per 1000 penduduk, tahun 2012 sebesar 2,91 per 1000 penduduk, dan
tahun 2013 naik sebesar 21,14 per 1000 penduduk (Dinkes Kab.Kupang, 2014).
Kecamatan Kupang Barat merupakan salah satu kecamatan dari 24 kecamatan di Kabupaten Kupang yang juga
merupakan daerah endemis malaria. Desa Lifuleo termasuk wilayah Kecamatan Kupang Barat dengan kasus malaria
tertinggi dibandingkan desa lainnya. Kasus tiga tahun terakhir mengalami peningkatan dengan API tahun 2011
sebesar 7,14 per 1000 penduduk, tahun 2012 sebesar 15,29 per 1000 penduduk, dan tahun 2013 sebesar 28,28 per
1000 penduduk (Puskesmas Batakte, 2014).
Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor
serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penyakit tular vektor di suatu
wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit yang ditularkan oleh
vektor dapat dicegah (Kemenkes RI, 2010).
Salah satu jenis pengendalian vektor malaria untuk nyamuk Anopheles dewasa adalah pengendalian kimiawi
dengan metode Indoor Residual Spray/IRS, yaitu menyemprotkan insektisida tertentu dengan jumlah (dosis) yang
telah ditentukan secara merata pada permukaan dinding rumah dengan tujuan untuk memutuskan mata rantai
penularan malaria (WHO, 2006). Jenis insektisida yang dipakai salah satunya adalah Bendiocarb 80 WP.
Insektisida ini merupakan satu-satunya insektisida residual dari golongan karbamat yang diperbolehkan
penggunaannya dalam pengendalian nyamuk vektor malaria (Depkes RI, 1985).
Larutan yang digunakan dalam penyemprotan IRS umumnya berupa suspensi, sehingga meninggalkan lapisan
tipis serbuk putih (residu) pada permukaan dinding yang disemprot. Jenis permukaan dinding sangat mempengaruhi
efek residu karena komposisi dan porousitasnya yang berbeda. Untuk benda dengan komposisi padat, maka
porousitasnya semakin kecil, hal ini dapat menyebabkan larutan insektisida tidak dapat terserap secara utuh oleh
benda atau dinding sehingga akan mengurangi persistensi insektisida. Permasalahan yang ada adalah selama ini
cakupan penyemprotan pada permukaan dinding rumah penduduk dilakukan sama untuk setiap jenis dinding,
sementara jenis rumah yang ada sangat bervariasi, ada yang memiliki rumah dengan dinding tembok atau permanen,
semi permanen (papan) maupun non tembok atau berdinding bambu atau bebag.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Uji Bio Assay
Insektisida Bendiocarb 80 WP pada Permukaan Dinding Tembok, Papan, dan Bebag terhadap Kematian Nyamuk
Anopheles spp di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang Tahun 2014”.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Pra-Eksperimen, dengan desain penelitian The Static Group Comparison. yaitu
dengan menambahkan kontrol (Sulistyaningsih, 2011; Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian adalah semua nyamuk Anopheles spp di Desa Lifuleo. sedangkan sampel penelitian
adalah nyamuk Anopheles spp hasil penangkapan di Desa Lifuleo sebanyak 270 ekor .
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Aspirator bengkok (Sucking tube)
2. Bio assay test kit ( kerucut Bio assay)
3. Gelas Kertas (Paper cup)
4. Spray Can (Hudson X-pert)
5. Stopwatch ( pengukur waktu)
6. Insektisida ficam 80 WP berat 53 g
7. Air bersih 8.5 liter
8. Nyamuk Anopheles spp betina
9. Dinding yang akan di semprot (dinding papan, bebag, dan tembok)
10. Kotak nyamuk untuk nyamuk hidup
11. Larutan air gula dan kapas
12. Masking tape/dellopane untuk melekatkan cone pada permukaan dinding.

Jenis data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi terhadap genus
nyamuk Anopheles spp selama perlakuan. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas
Kesehatan Kabupaten Kupang dan Dinas Kesehatan Provinsi NTT.
Pengolahan data dilakukan melalui pengkodean, pemasukan, pengeditan, dan pembersihan data kemudian akan
dianalisis secara manual dan menggunakan komputer. Data yang telah dikumpulkan dianalisa dengan menggunakan
Uji ANOVA satu arah (One Way ANOVA). Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai
probabilitas (p). Hipotesis nol (Ho) ditolak bila nilai p ≤ 0.05, jika terdapat perbedaan hasil uji ANOVA, maka akan
dilanjutkan dengan LSD (Least significance Difference) untuk mengetahui beda nyata setiap media (Syamruth,
2009). Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel,grafik, dan narasi.

HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan selama tiga hari di Desa Lifuleo. Tahapan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Penangkapan nyamuk Anopheles spp betina
Nyamuk Anopheles spp betina ditangkap menggunakan metode umpan orang baik itu penangkapan dalam
rumah maupun di luar rumah, serta pada tempat yang disukai nyamuk seperti tambak ikan yang ada di desa
penelitian tersebut. Selain itu penangkapan dilakukan pada nyamuk yang resting di dinding rumah pada malam hari.
Penangkapan dilakukan menggunakan 4 buah aspirator bengkok, pada malam hari sebelum pukul 22.00 WITA.
Jumlah nyamuk yang ditangkap adalah 90 ekor untuk setiap perlakuan, yaitu 15 ekor untuk dinding tembok, 15
ekor untuk dinding papan, 15 ekor untuk dinding bebag dan 15 ekor sebagai kontrol untuk masing-masing dinding.
Nyamuk yang telah ditangkap, dimasukan dalam kurungan nyamuk ± 2 jam dan diberikan larutan air gula untuk
menjaga kondisi nyamuk agar tetap sehat. Indentifikasi nyamuk Anopheles spp betina dilihat dari perilaku menggigit
atau resting di dinding membentuk sudut 450-600 dengan permukaan dan waktu menggigit pada malam hingga dini
hari dengan ciri-ciri fisik palpus pada betina panjangnya sama dengan probosis, abdomen memiliki sisik jarang dan
memiliki sisik yang tidak merata pada sayap.
b) Penyemprotan Insektisida Bendiocarb 80 WP
Dosis insektisida Bendiocarb 80 WP adalah 53 gram untuk 8,5 liter air bersih, dicampurkan dalam alat
penyemprot jenis Hudson X-Pert, dipompa sebanyak 55 kali, kemudian disemprot pada dinding tembok, papan, dan
bebag dengan jarak nosle 46 cm dari masing-masing dinding dengan lebar pancaran 75 cm. Penyemprotan
dilakukan pada sore hari, pukul 18.00 WITA, dan pengujian dilakukan pada malam hari pukul 22.00 WITA dengan
mengontakkan nyamuk selama 60 menit menggunakan alat bio assay (Depkes RI, 1999).
c) Perlakuan dan Pengamatan
Langkah utama yang dilakukan sebelum perlakuan adalah persiapan semua alat dan bahan yang akan digunakan
seperti thermometer untuk suhu, hygrometer untuk mengukur kelembaban, paper-cup atau gelas plastik, bio assay
untuk mengontakkan nyamuk pada permukaan dinding yang telah disemprot, aspirator untuk menangkap dan
memindahkan nyamuk dan pengukur waktu untuk proses pengamatan selama 60 menit pertama, 3 jam, 6 jam, dan
24 jam.

1. Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding Tembok
Tabel 1.Jumlah kematian kumulatif nyamuk Anopheles spp betina setelah perlakuan pada dinding Tembok di Desa Lifuleo,
Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang tahun 2014

Tabel 1. Menunjukan bahwa selama 24 jam pada ulangan I, II , dan III pada dinding tembok, insektisida
Bendiocarb 80 WP efektif membunuh nyamuk Anopheles spp selama 3 jam, dengan rata-rata jumlah kematian
kumulatif 10,33 ekor (68,87%) dan untuk kematian kontrol pada ulangan I di atas sebesar 3 ekor (20%), kontrol
perlu dikoreksi dengan uji Abbot’s sebab, dalam uji bio assay apabila persentase kematian kontrol 5-20%, maka
digunakan rumus Abbot’s untuk koreksi. Hasil uji Abbot’s didapat 0,58 %, dengan demikian kematian kontrol < 5%
dapat interpretasi dalam uji bio assay.
2. Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding Tembok
Tabel 2.Jumlah kematian kumulatif nyamuk Anopheles spp betina setelah perlakuan pada dinding Papan di Desa Lifuleo,
Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang tahun 2014

Tabel.2 Menunjukan bahwa selama 24 jam pada ulangan I, II, dan III pada dinding papan, insektisida
Bendiocarb 80 WP efektif membunuh nyamuk Anopheles spp selama 6 jam, dengan rata-rata jumlah kematian
kumulatif 14,33 ekor (95,53 %) dan untuk kontrol tidak ada yang mati saat perlakuan.
3. Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding Bebag
Tabel 3.Jumlah kematian kumulatif nyamuk Anopheles spp betina setelah perlakuan pada dinding Bebag di Desa Lifuleo,
Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang tahun 2014

Tabel.3 Menunjukan bahwa selama 24 jam pada ulangan I, II, dan III pada dinding bebag, insektisida
Bendiocarb 80 WP efektif membunuh nyamuk Anopheles spp selama 6 jam, dengan rata-rata jumlah kematian
kumulatif 7,33 ekor (48,87 %) dan untuk kontrol tidak ada yang mati.
4. Perbedaan efektivitas insektisida Bendiocarb 80 WP pada permukaan dinding tembok, papan, dan bebag
terhadap kematian nyamuk Anopheles spp

Tabel 4.Hasil uji Oneway ANOVA perbedaan efektifitas insektisida Bendiocarb 80 WP permukaan dinding tembok, papan,
dan bebag terhadap kematian nyamuk Anopheles spp

Hasil analisis Oneway ANOVA pada tabel 4. menunjukan bahwa nilai signifikansi (p) = 0,001 (p < 0,05), Ho
ditolak, sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan efektifitas insektisida Bendiocarb 80 WP dalam membunuh
Anopheles spp pada permukaan dinding tembok, papan, dan bebag, sehingga perlu dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil atau LSD (Least Significan Difference).
Berdasarkan hasil uji beda nyata terkecil atau LSD menunjukan bahwa pada masing-masing pasangan dinding
memiliki perbedaan dengan nilai p-value < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa efektifitas insektisida Bendiocarb 80
WP pada semua pasangan dinding tembok, papan, dan bebag memiliki perbedaan yang signifikan dalam
membunuh nyamuk Anopheles spp.

BAHASAN

Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding Tembok
Hasil pengamatan terhadap kematian nyamuk Anopheles spp pada dinding tembok setelah disemprotkan
insektisida Bendiocarb 80 WP, setelah 3 kali pengulangan diperoleh rata-rata jumlah kematian kumulatif nyamuk
Anopheles spp yaitu 10,33 ( 68,87%), dengan suhu rata-rata 29,5 0C dan kelembaban rata-rata 86,1%. Waktu
pengamatan yang dilakukan yaitu 60 menit, 3 jam, 6 jam, dan 24 jam. Kematian berdasarkan waktu pengamatan,
efektif selama 3 jam. ketika nyamuk dikontakan pada dinding tembok menggunakan bio-assay cone, pada mulanya
nyamuk aktif bergerak di dalam cone, kemudian menempel pada tembok, kemudian nyamuk secara spontan jatuh
dengan respon tidak bergerak sama sekali (mati) dan diikuti oleh beberapa nyamuk yang mati yang sebelumnya
memperlihatkan gerakan melamban.
Untuk melihat efektifitas insektisida Bendiocarb pada kematian nyamuk Anopheles, diperlukan waktu
pengamatan selama 24 jam (Depkes RI, 1999). Nyamuk dengan perlakuan 60 menit pertama kemudian dipindahkan
pada paper-cup atau gelas plastik, dan diberi larutan gula. Dari 15 ekor nyamuk untuk setiap perlakuan, persentase
rata-rata jumlah kematian nyamuk tidak mencapai 100%. Hal ini dipengaruhi oleh sifat dinding tembok itu sendiri
yang sangat padat dan halus. Pada penyemprotan IRS, larutan insektisida Bendiocarb 80 WP umumnya berupa
suspensi, sehingga meninggalkan lapisan tipis serbuk putih (residu) pada permukaan dinding yang disemprot. Pada
permukaan tembok dengan komposisi padat maka porositasnya semakin kecil, hal ini menyebabkan larutan
insektisida tidak dapat terserap secara utuh oleh dinding tembok sehingga mengurangi persistensi insektisida.
Permukaan tembok yang halus membuat sebagian larutan menetes ke bawah yang pada akhirnya mengurangi dosis
insektisida pada dinding.

Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding Papan
Hasil pengamatan terhadap kematian nyamuk Anopheles spp pada dinding papan setelah disemprotkan
insektisida Bendiocarb 80 WP, setelah 3 kali pengulangan diperoleh rata-rata kematian kumulatif nyamuk
Anopheles spp yaitu 14,33 ekor (95,53%), dengan suhu rata-rata 29,5 0C dan kelembaban rata-rata 86,1%. Waktu
pengamatan yang dilakukan yaitu 60 menit, 3 jam, 6 jam, dan 24 jam. Kematian berdasarkan waktu pengamatan,
efektif selama 6 jam.
Dinding papan merupakan jenis dinding yang memiliki sifat yang mampu menyerap air, karena struktur atau
lapisan penyusunnya memiliki pori atau serat halus. Penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP dengan dosis 53
gram mampu diserap dengan baik pada permukaan papan, hal ini dapat dilihat pada saat penyemprotan, larutan
insektisida tidak menetes ke lantai dan kemampuanya untuk mempertahankan insektisida sangat baik dibandingkan
pada tembok dan bebag.
Kemampuan dinding kayu (papan) dalam mempertahankan dosis insektisida mampu bekerja optimal dalam
membunuh nyamuk. Dosis yang disemprot merata pada permukaan dinding membuat cara kerja insektisida tersebut
efektif.
Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding Bebag
Hasil pengamatan terhadap kematian nyamuk Anopheles spp pada dinding bebag setelah disemprotkan
insektisida Bendiocarb 80 WP, dalam 3 kali pengulangan diperoleh rata-rata kematian nyamuk 7.33 ekor (48,87%),
dengan suhu rata-rata 29,5 0C dan kelembaban rata-rata 86,1%. Waktu pengamatan yang dilakukan yaitu 60 menit,
3 jam, 6 jam, dan 24 jam. Dapat dilihat pada tabel 4. rata-rata jumlah kematian kumulatif nyamuk Anopheles spp
terhadap waktu terbukti efektif selama 6 jam.
Persentase kematian nyamuk Anopheles spp pada dinding bebag merupakan pesentase kematian paling rendah
dibandingkan pada dinding tembok dan papan. Persentase rata-rata kematian nyamuk pada dinding bebag tidak
mencapai 50% kematian nyamuk dari jumlah rata-rata 15 ekor. Sementara dosis yang digunakan pada masing-
masing dinding adalah 53 gram insekstisida Bendiocarb. Dapat dikatakan penyemprotan insektisida Bendiocarb 80
WP sangat efektif terhadap kematian nyamuk, namun residu yang dihasilkan pada dinding bebag sangat rendah.
Bebag dengan bahan dasar dari batang pohon Enau dengan nama ilmiah Arenga piñata, family Arecaceae,
sering dipakai masyarakat sebagai sekat (dinding) atau pembatas ruangan. Dalam pembuatannya struktur dinding
yang dihasilkan umumnya tidak merata, tepi atau kulit batang pohon enau sangat halus sehingga berpengaruh pada
proses penyemprotan, sehingga larutan insektisida yang disemprot cendrung tidak merata pada permukaan dinding
bebag, dan menetes ketika disemprotkan. Terbukti pada saat pemasangan bio assay yang sulit menutupi semua
permukaan. Sehingga pada saat nyamuk kontak dengan dinding tersebut, tidak semua sisi permukaan dihinggapi
nyamuk. Dengan demikian residu yang dihasilkan sama halnya dengan dinding tembok, akan mudah terhapus
akibat aktivitas manusia.
Perbedaan efektifitas insektisida Bendiocarb 80 WP pada permukaan dinding tembok, papan, dan bebag
terhadap kematian nyamuk Anopheles spp
Efektifitas insektisida Bendiocarb 80 WP dalam membunuh nyamuk Anopheles spp pada permukaan masing-
masing dinding rumah dalam waktu 24 jam pengamatan, terbukti efektif pada jenis dinding papan dengan rata-rata
jumlah kematian kumulatif dalam tiga kali pengulangan adalah 14,33 ekor (95,53%), sedangkan kematian terendah
pada jenis dinding bebag dengan jumlah rata-rata kematian kumulatif selama perlakuan 24 jam adalah 7,33 ekor
(48,87%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hariastuti (2006) bersama LokaLitbang P2B2
Banjarnegara yang menemukan bahwa insektisida Bendiocarb 80 WP efektif membunuh nyamuk Anopheles spp.
Persentase kematian nyamuk Anopheles spp setelah dilakukan uji bio assay, tertinggi pada jenis dinding kayu
(Papan) dengan kematian rata-rata 76,68 %, pada dinding bambu sebesar 47,01 % dan terendah pada jenis dinding
tembok dengan rata-rata kematian 44,12%.
Hasil uji oneway ANOVA dan LSD untuk perbedaan efektifitas insektisida Bendiocarb 80 WP dalam
membunuh nyamuk Anopheles spp menunjukan adanya perbedaan yang signifikan terhadap kematian nyamuk pada
masing-masing dinding tersebut, dan kematian nyamuk Anopheles spp terbanyak pada dinding papan, hal ini
dikarenakan permukaan dinding papan memiliki kemampuan untuk menyerap (mempertahankan) insektisida yang
mana sifat asli dari kayu adalah menyerap air karena terdapat serat/rongga sel kayu (UNDP, 2006).
Sementara pada permukaan tembok, penyemprotan larutan insektisida umumnya menetes dan residu yang
ditinggalkan sedikit dan mudah terhapus karena aktivitas penghuni rumah. Lain halnya pada bebag yang cendrung
memiliki kematian paling sedikit dikarenakan komposisi dan penyusunan bebag sebagai dinding rumah tidak merata
dan permukaan yang halus memudahkan larutan yang disemprot menembus lapisan dinding sehingga hanya sedikit
saja residu yang ditinggalkan pada ruas dinding bebag tersebut.
Kematian kontrol lebih dipengaruhi oleh proses perlakuan peneliti. Untuk itu dalam uji bio-assay, setelah
paparan terhadap insektisida Bendiocarb 80 WP selama 60 menit, maka nyamuk tersebut dipindahkan ke dalam
paper-cup atau gelas plastik, kemudian diberi larutan air gula, dan untuk menjaga suhu dan kelembaban nyamuk,
maka peneliti menggunakan baskom berisi air dingin dan handuk basah di atas gelas plastik tersebut yang mampu
menjaga kondisi nyamuk.
PENUTUP

Simpulan
1. Jumlah kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada permukaan
dinding tembok yaitu rata-rata 10,33 ekor (68,87 %) kematian nyamuk.
2. Jumlah kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada permukaan
dinding papan yaitu rata-rata 14,33 ekor (95,53 %) kematian nyamuk.
3. Jumlah kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada permukaan
dinding bebag yaitu rata-rata 7,33 ekor (48,87 %) kematian nyamuk.
4. Ada perbedaan efektifitas penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada masing-masing permukaan dinding
terhadap kematian nyamuk Anopheles spp dalam waktu tertentu. Hasil uji LSD menunjukan pasangan dinding
tembok (papan dan bebag), pasangan dinding papan (tembok dan bebag), dan pasangan bebag (tembok dan papan)
memiliki perbedaan yang signifikan (P value < 0,05), dalam membunuh nyamuk Anopheles spp. Jenis dinding papan
sangat efektif untuk penyemprotan insektisida dalam membunuh nyamuk Anopheles spp .
Saran
Diharapkan bagi Instansi terkait, dalam program IRS, cakupan permukaan dinding rumah penduduk yang
digunakan sebagai media penyemprotan perlu dilakukan tinjauan lebih lanjut karena efektifitas dan efisiensi
program IRS sangat dipengaruhi oleh jenis permukaan dinding yang akan disemprot, terlebih khususnya di Nusa
Tenggara Timur yang umumnya rumah penduduk sangat bervariasi seperti rumah permanen (tembok seluruh), semi
permanen (tembok dan papan), dan rumah non permanen (papan, bambu, dan bebag). Bagi peneliti lainnya, perlu
dilakukan penelitian lanjutan tentang daya bunuh insektisida Bendiocarb 80 WP pada permukaan dinding tembok
yang dicat dan yang tidak dicat terhadap kematian nyamuk Anopheles spp, selain itu juga perlu dilakukan penelitian
lanjutan terhadap nyamuk Anopheles spp yang hidup setelah 24 jam pengamatan dalam uji bio assay. Bagi
masyarakat, diharapkan kedepannya masyarakat lebih antusias dalam menerima program IRS. Efektifitas dan
efisiensi program IRS sangat tergantung dari sikap dan kepedulian masyarakat akan pentingnya pengendalian vektor
dalam memberantas malaria di NTT .

DAFTAR PUSTAKA

Arsin, A. Arsunan. (2012). Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar: Masagen Press
Depkes RI.1985. Pedoman Bidang Studi Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu. Surabaya : Akademik Penilik
Kesehatan Teknologi Sanitasi (APK-TS)
Depkes RI.1999. Modul Entomologi Malaria,Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan,
Jakarta
Dinkes Kabupaten Kupang.2014. Laporan Kasus Malaria di Kabupaten Kupang. Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang.Kupang
Dinkes Prov.NTT.2014. Profil Kesehatan NTT 2008-2013.Kupang: Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Hariastuti.2006. Tinjauan Hasil Penyemprotan IRS Melalui Bioassay Yang Dilaksanakan Loka Litbang P2B2 Banjarnegara.dari
Http://www.slideshare.net/ vini93 /bahan-dinding-materi-bahan-bangunan, (sitasi.Jumat, 7 Maret 2014,pukul 22.20
WITA).
Kementerian Kesehatan RI.2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374/MENKES/PER /III/2010
tentang Pengendalian Vektor.Jakarta : dari http://www.itd.unair.ac.id/files/pdf/protocol1/ Anopheles. pdf. (Sitasi :
Kamis, 27 Maret 2014, Pukul 17.20 WITA.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2013.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Diunduh dari : Error! Hyperlink
reference not valid.. (Sitasi : Kamis, 27 Maret 2014, Pukul 17.25 WITA.
Notoatmodjo,S.2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Puskesmas Batakte, 2014. Profil Kesehatan Puskesmas Batakte Tahun 2013
Sulistyaningsih.2011. Metodologi Penelitian Kebidanan : Kuantitatif-Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu, Edisi I
Syamruth. Y.K. 2009. Biostatistika Inferensial (Aplikasi Dalam Ilmu-Ilmu Kesehatan). Kupang : Undana Press
UNDP-RR-UNSYIAH. 2006. Buku Pegangan Disain dan Konstruksi Bangunan Rumah Sederhana yang Baik di Nanggroe Aceh
Darussalam dan Nias. Aceh : dari http://www.//k1125_20060700_ Buku_Pegangan_ Disain_Konstruksi_Rumah
_Sederhana_ Aceh_Nias. pdf. ( sitasi : Sabtu, 25 Oktober 2014, pukul 15.30 WITA).
Widyasari dkk. 2014. Jurnal penelitian : Hubungan Upaya Pencegahan gigitan Nyamuk dengan Keberadaan Kasus Malaria di
Puskesmas Bontobahari, Kabupaten Bulukumba. Unhas-Makasar.
World Health Organization (WHO). (2006). Indoor Residual Spraying: Use of Indoor Residual Spraying for Scaling Up Global
Malaria Control and Elimination. WHO/HTM/MAL/ 2006.1112:1–10

Diposting 17th December 2016 oleh Novan Ratu


0

Tambahkan komentar

Promosi Kesehatan
 Klasik
 Kartu Lipat
 Majalah
 Mozaik
 Bilah Sisi
 Cuplikan
 Kronologis

1.

Dec

17

PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA


UJI BIO ASSAY INSEKTISIDA BENDIOCARB 80 WP PADA PERMUKAAN
DINDING TEMBOK, PAPAN, DAN BEBAG TERHADAP KEMATIAN
NYAMUK ANOPHELES SPP DI DESA LIFULEO KABUPATEN KUPANG
TAHUN 2014

THE BIO ASSAY TESTING OF BENDIOCARB INSECTICIDE IN THE


SURFACE OF MASONRY WALL, BOARD WALL AND BEBAG WALL
CONCERNING THE DEATH OF ANOPHELES SPP MOSQUITO AT LIFULEO
VILLAGE, KUPANG REGENCY 2014

Nelson N.N. Ratu1, Yuliana R. Riwu2, Soleman Landi3

Jurusan Epidemiologi dan Biostatistika

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Nusa Cendana

One of vector controlling in against Malaria is chemical controlling by IRS(Indoor Residual Spray) method
to kill the adult mosquito Anopheles spp. Bendiocarb 80 WP is a kind of insecticide often using in IRS. The
aim of this research is to know the effectiveness of Bendiocarb insecticide 80 WP with 53 gr dose/8,5 L of
water in the surface of masonry wall, board wall and bebag wall concerning the death of Anopheles spp.
The research type is pra-experiment, by Static Group Comparison designing. The data was analyzed using
One Way Anova testing to know the difference of Anopheles spp mosquito death in every kind of wall and
then by LSD testing to know the smallest real differences and which wall is the most effectively. The result
showed the percentage average after spraying Bendiocarb insecticide 80 WP with 53 gr dose/8,5 L of water
in the surface of masonry wall 68,87 %, board wall 95,53% and bebag wall 48,87 %. The result of One
Way Anova testing, there is the difference death of mosquito in the third wall type in a certain time (p-
value=0,001<0,05). The result of the LSD testing showed a significantly differences in the pair of masonry
wall, board wall and bebag wall (p-value= <0,05). Board wall is very effectivelly in killing Anopheles spp
mosquito and the percentage is the highest up to 95,53 %. Therefore can be suggested that the IRS effective
most be influenced by the kind of wall surface, so it will be important in further IRS programm.

Keyword : Bendiocarb, Anopheles spp, the surface wall


PENDAHULUAN

Malaria adalah salah satu penyakit menular yang penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina. Malaria disebabkan protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium family Plasmodiidae
(Arsin, 2012).

The World Malaria Report 2014 melaporkan bahwa tahun 2013 diperkirakan 3,4 milyar penduduk
dunia memiliki resiko terkena malaria, 104 negara dianggap merupakan daerah endemis malaria terutama
di Afrika dan Asia Tenggara (WHO dalam Widyasari dkk, 2014).

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih terjadi trasmisi malaria (Risk-Malaria). Data
kasus malaria berdasarkan Annual Parasite Incidence (API) pada tahun 2010 sebesar 1,96 per 1000
penduduk, tahun 2011 sebesar 1,75 per 1000 penduduk, tahun 2012 sebesar 1,69 per 1000 penduduk dan
tahun 2013 sebesar 1,38 per 1000 penduduk. Berdasarkan kejadian tahunan/API terus mengalami
penurunan, namun hal tersebut belum mencapai target nasional yang diharapkan yaitu API ≤ 1 per 1000
penduduk (Kemenkes RI, 2014).

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah di kawasan timur Indonesia
yang hampir 90% desa endemis malaria. Kasus malaria di NTT sejak tahun 2011-2013 berfluktuasi.
Tahun 2011 API sebesar 25 per 1000 penduduk, tahun 2012 menurun menjadi 23 per 1000 penduduk,
dan tahun 2013 menurun lagi menjadi 16,37 per 1000 penduduk (Dinkes Prov.NTT, 2014).

Kabupaten Kupang merupakan salah satu daerah endemis malaria, kasus malaria selama tiga tahun
terakhir berfluktuasi. Tahun 2011 API sebesar 9,41 per 1000 penduduk, tahun 2012 sebesar 2,91 per
1000 penduduk, dan tahun 2013 naik sebesar 21,14 per 1000 penduduk (Dinkes Kab.Kupang, 2014).

Kecamatan Kupang Barat merupakan salah satu kecamatan dari 24 kecamatan di Kabupaten Kupang
yang juga merupakan daerah endemis malaria. Desa Lifuleo termasuk wilayah Kecamatan Kupang Barat
dengan kasus malaria tertinggi dibandingkan desa lainnya. Kasus tiga tahun terakhir mengalami
peningkatan dengan API tahun 2011 sebesar 7,14 per 1000 penduduk, tahun 2012 sebesar 15,29 per 1000
penduduk, dan tahun 2013 sebesar 28,28 per 1000 penduduk (Puskesmas Batakte, 2014).

Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan
populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penyakit
tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan
penyakit yang ditularkan oleh vektor dapat dicegah (Kemenkes RI, 2010).

Salah satu jenis pengendalian vektor malaria untuk nyamuk Anopheles dewasa adalah pengendalian
kimiawi dengan metode Indoor Residual Spray/IRS, yaitu menyemprotkan insektisida tertentu dengan
jumlah (dosis) yang telah ditentukan secara merata pada permukaan dinding rumah dengan tujuan untuk
memutuskan mata rantai penularan malaria (WHO, 2006). Jenis insektisida yang dipakai salah satunya
adalah Bendiocarb 80 WP. Insektisida ini merupakan satu-satunya insektisida residual dari golongan
karbamat yang diperbolehkan penggunaannya dalam pengendalian nyamuk vektor malaria (Depkes RI,
1985).

Larutan yang digunakan dalam penyemprotan IRS umumnya berupa suspensi, sehingga
meninggalkan lapisan tipis serbuk putih (residu) pada permukaan dinding yang disemprot. Jenis
permukaan dinding sangat mempengaruhi efek residu karena komposisi dan porousitasnya yang berbeda.
Untuk benda dengan komposisi padat, maka porousitasnya semakin kecil, hal ini dapat menyebabkan
larutan insektisida tidak dapat terserap secara utuh oleh benda atau dinding sehingga akan mengurangi
persistensi insektisida. Permasalahan yang ada adalah selama ini cakupan penyemprotan pada permukaan
dinding rumah penduduk dilakukan sama untuk setiap jenis dinding, sementara jenis rumah yang ada
sangat bervariasi, ada yang memiliki rumah dengan dinding tembok atau permanen, semi permanen
(papan) maupun non tembok atau berdinding bambu atau bebag.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Uji Bio
Assay Insektisida Bendiocarb 80 WP pada Permukaan Dinding Tembok, Papan, dan Bebag terhadap
Kematian Nyamuk Anopheles spp di Desa Lifuleo Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang Tahun
2014”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Pra-Eksperimen, dengan desain penelitian The Static Group Comparison.
yaitu dengan menambahkan kontrol (Sulistyaningsih, 2011; Notoatmodjo, 2010).

Populasi dalam penelitian adalah semua nyamuk Anopheles spp di Desa Lifuleo. sedangkan sampel
penelitian adalah nyamuk Anopheles spp hasil penangkapan di Desa Lifuleo sebanyak 270 ekor .

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Aspirator bengkok (Sucking tube)


2. Bio assay test kit ( kerucut Bio assay)
3. Gelas Kertas (Paper cup)
4. Spray Can (Hudson X-pert)
5. Stopwatch ( pengukur waktu)
6. Insektisida ficam 80 WP berat 53 g
7. Air bersih 8.5 liter
8. Nyamuk Anopheles spp betina
9. Dinding yang akan di semprot (dinding papan, bebag, dan tembok)
10. Kotak nyamuk untuk nyamuk hidup
11. Larutan air gula dan kapas
12. Masking tape/dellopane untuk melekatkan cone pada permukaan dinding.

Jenis data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi terhadap
genus nyamuk Anopheles spp selama perlakuan. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi
terkait seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang dan Dinas Kesehatan Provinsi NTT.

Pengolahan data dilakukan melalui pengkodean, pemasukan, pengeditan, dan pembersihan data
kemudian akan dianalisis secara manual dan menggunakan komputer. Data yang telah dikumpulkan
dianalisa dengan menggunakan Uji ANOVA satu arah (One Way ANOVA). Pengujian hipotesis
dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas (p). Hipotesis nol (Ho) ditolak bila nilai p ≤ 0.05,
jika terdapat perbedaan hasil uji ANOVA, maka akan dilanjutkan dengan LSD (Least significance
Difference) untuk mengetahui beda nyata setiap media (Syamruth, 2009). Data yang telah dianalisis
disajikan dalam bentuk tabel,grafik, dan narasi.

HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan selama tiga hari di Desa Lifuleo. Tahapan hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :

a) Penangkapan nyamuk Anopheles spp betina

Nyamuk Anopheles spp betina ditangkap menggunakan metode umpan orang baik itu
penangkapan dalam rumah maupun di luar rumah, serta pada tempat yang disukai nyamuk seperti
tambak ikan yang ada di desa penelitian tersebut. Selain itu penangkapan dilakukan pada nyamuk
yang resting di dinding rumah pada malam hari. Penangkapan dilakukan menggunakan 4 buah
aspirator bengkok, pada malam hari sebelum pukul 22.00 WITA. Jumlah nyamuk yang ditangkap
adalah 90 ekor untuk setiap perlakuan, yaitu 15 ekor untuk dinding tembok, 15 ekor untuk dinding
papan, 15 ekor untuk dinding bebag dan 15 ekor sebagai kontrol untuk masing-masing dinding.

Nyamuk yang telah ditangkap, dimasukan dalam kurungan nyamuk ± 2 jam dan diberikan larutan
air gula untuk menjaga kondisi nyamuk agar tetap sehat. Indentifikasi nyamuk Anopheles spp betina
dilihat dari perilaku menggigit atau resting di dinding membentuk sudut 450-600 dengan permukaan
dan waktu menggigit pada malam hingga dini hari dengan ciri-ciri fisik palpus pada betina
panjangnya sama dengan probosis, abdomen memiliki sisik jarang dan memiliki sisik yang tidak
merata pada sayap.

b) Penyemprotan Insektisida Bendiocarb 80 WP

Dosis insektisida Bendiocarb 80 WP adalah 53 gram untuk 8,5 liter air bersih, dicampurkan dalam
alat penyemprot jenis Hudson X-Pert, dipompa sebanyak 55 kali, kemudian disemprot pada dinding
tembok, papan, dan bebag dengan jarak nosle 46 cm dari masing-masing dinding dengan lebar
pancaran 75 cm. Penyemprotan dilakukan pada sore hari, pukul 18.00 WITA, dan pengujian
dilakukan pada malam hari pukul 22.00 WITA dengan mengontakkan nyamuk selama 60 menit
menggunakan alat bio assay (Depkes RI, 1999).

c) Perlakuan dan Pengamatan

Langkah utama yang dilakukan sebelum perlakuan adalah persiapan semua alat dan bahan yang
akan digunakan seperti thermometer untuk suhu, hygrometer untuk mengukur kelembaban, paper-cup
atau gelas plastik, bio assay untuk mengontakkan nyamuk pada permukaan dinding yang telah
disemprot, aspirator untuk menangkap dan memindahkan nyamuk dan pengukur waktu untuk proses
pengamatan selama 60 menit pertama, 3 jam, 6 jam, dan 24 jam.

1. Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP


pada permukaan dinding Tembok
Tabel 1.Jumlah kematian kumulatif nyamuk Anopheles spp betina setelah perlakuan pada dinding Tembok
di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang tahun 2014
Tabel 1. Menunjukan bahwa selama 24 jam pada ulangan I, II , dan III pada dinding tembok,
insektisida Bendiocarb 80 WP efektif membunuh nyamuk Anopheles spp selama 3 jam, dengan rata-
rata jumlah kematian kumulatif 10,33 ekor (68,87%) dan untuk kematian kontrol pada ulangan I di
atas sebesar 3 ekor (20%), kontrol perlu dikoreksi dengan uji Abbot’s sebab, dalam uji bio assay
apabila persentase kematian kontrol 5-20%, maka digunakan rumus Abbot’s untuk koreksi. Hasil uji
Abbot’s didapat 0,58 %, dengan demikian kematian kontrol < 5% dapat interpretasi dalam uji bio
assay.

2. Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP


pada permukaan dinding Tembok
Tabel 2.Jumlah kematian kumulatif nyamuk Anopheles spp betina setelah perlakuan pada dinding Papan
di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang tahun 2014

Tabel.2 Menunjukan bahwa selama 24 jam pada ulangan I, II, dan III pada dinding papan,
insektisida Bendiocarb 80 WP efektif membunuh nyamuk Anopheles spp selama 6 jam, dengan rata-
rata jumlah kematian kumulatif 14,33 ekor (95,53 %) dan untuk kontrol tidak ada yang mati saat
perlakuan.

3. Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP


pada permukaan dinding Bebag
Tabel 3.Jumlah kematian kumulatif nyamuk Anopheles spp betina setelah perlakuan pada dinding Bebag
di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang tahun 2014
Tabel.3 Menunjukan bahwa selama 24 jam pada ulangan I, II, dan III pada dinding bebag,
insektisida Bendiocarb 80 WP efektif membunuh nyamuk Anopheles spp selama 6 jam, dengan rata-
rata jumlah kematian kumulatif 7,33 ekor (48,87 %) dan untuk kontrol tidak ada yang mati.

4. Perbedaan efektivitas insektisida Bendiocarb 80 WP pada permukaan dinding tembok, papan,


dan bebag terhadap kematian nyamuk Anopheles spp

Tabel 4.Hasil uji Oneway ANOVA perbedaan efektifitas insektisida Bendiocarb 80 WP permukaan
dinding tembok, papan, dan bebag terhadap kematian nyamuk Anopheles spp

Hasil analisis Oneway ANOVA pada tabel 4. menunjukan bahwa nilai signifikansi (p) = 0,001 (p <
0,05), Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan efektifitas insektisida Bendiocarb 80 WP
dalam membunuh Anopheles spp pada permukaan dinding tembok, papan, dan bebag, sehingga perlu
dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil atau LSD (Least Significan Difference).

Berdasarkan hasil uji beda nyata terkecil atau LSD menunjukan bahwa pada masing-masing
pasangan dinding memiliki perbedaan dengan nilai p-value < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa efektifitas
insektisida Bendiocarb 80 WP pada semua pasangan dinding tembok, papan, dan bebag memiliki
perbedaan yang signifikan dalam membunuh nyamuk Anopheles spp.

BAHASAN
Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding Tembok
Hasil pengamatan terhadap kematian nyamuk Anopheles spp pada dinding tembok setelah
disemprotkan insektisida Bendiocarb 80 WP, setelah 3 kali pengulangan diperoleh rata-rata jumlah
kematian kumulatif nyamuk Anopheles spp yaitu 10,33 ( 68,87%), dengan suhu rata-rata 29,5 0C dan
kelembaban rata-rata 86,1%. Waktu pengamatan yang dilakukan yaitu 60 menit, 3 jam, 6 jam, dan 24 jam.
Kematian berdasarkan waktu pengamatan, efektif selama 3 jam. ketika nyamuk dikontakan pada dinding
tembok menggunakan bio-assay cone, pada mulanya nyamuk aktif bergerak di dalam cone, kemudian
menempel pada tembok, kemudian nyamuk secara spontan jatuh dengan respon tidak bergerak sama sekali
(mati) dan diikuti oleh beberapa nyamuk yang mati yang sebelumnya memperlihatkan gerakan melamban.

Untuk melihat efektifitas insektisida Bendiocarb pada kematian nyamuk Anopheles, diperlukan
waktu pengamatan selama 24 jam (Depkes RI, 1999). Nyamuk dengan perlakuan 60 menit pertama
kemudian dipindahkan pada paper-cup atau gelas plastik, dan diberi larutan gula. Dari 15 ekor nyamuk
untuk setiap perlakuan, persentase rata-rata jumlah kematian nyamuk tidak mencapai 100%. Hal ini
dipengaruhi oleh sifat dinding tembok itu sendiri yang sangat padat dan halus. Pada penyemprotan IRS,
larutan insektisida Bendiocarb 80 WP umumnya berupa suspensi, sehingga meninggalkan lapisan tipis
serbuk putih (residu) pada permukaan dinding yang disemprot. Pada permukaan tembok dengan komposisi
padat maka porositasnya semakin kecil, hal ini menyebabkan larutan insektisida tidak dapat terserap secara
utuh oleh dinding tembok sehingga mengurangi persistensi insektisida. Permukaan tembok yang halus
membuat sebagian larutan menetes ke bawah yang pada akhirnya mengurangi dosis insektisida pada
dinding.

Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding Papan
Hasil pengamatan terhadap kematian nyamuk Anopheles spp pada dinding papan setelah
disemprotkan insektisida Bendiocarb 80 WP, setelah 3 kali pengulangan diperoleh rata-rata kematian
kumulatif nyamuk Anopheles spp yaitu 14,33 ekor (95,53%), dengan suhu rata-rata 29,5 0C dan
kelembaban rata-rata 86,1%. Waktu pengamatan yang dilakukan yaitu 60 menit, 3 jam, 6 jam, dan 24 jam.
Kematian berdasarkan waktu pengamatan, efektif selama 6 jam.

Dinding papan merupakan jenis dinding yang memiliki sifat yang mampu menyerap air, karena
struktur atau lapisan penyusunnya memiliki pori atau serat halus. Penyemprotan insektisida Bendiocarb 80
WP dengan dosis 53 gram mampu diserap dengan baik pada permukaan papan, hal ini dapat dilihat pada
saat penyemprotan, larutan insektisida tidak menetes ke lantai dan kemampuanya untuk mempertahankan
insektisida sangat baik dibandingkan pada tembok dan bebag.

Kemampuan dinding kayu (papan) dalam mempertahankan dosis insektisida mampu bekerja optimal
dalam membunuh nyamuk. Dosis yang disemprot merata pada permukaan dinding membuat cara kerja
insektisida tersebut efektif.

Jumlah Kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding Bebag
Hasil pengamatan terhadap kematian nyamuk Anopheles spp pada dinding bebag setelah
disemprotkan insektisida Bendiocarb 80 WP, dalam 3 kali pengulangan diperoleh rata-rata kematian
nyamuk 7.33 ekor (48,87%), dengan suhu rata-rata 29,5 0C dan kelembaban rata-rata 86,1%. Waktu
pengamatan yang dilakukan yaitu 60 menit, 3 jam, 6 jam, dan 24 jam. Dapat dilihat pada tabel 4. rata-rata
jumlah kematian kumulatif nyamuk Anopheles spp terhadap waktu terbukti efektif selama 6 jam.

Persentase kematian nyamuk Anopheles spp pada dinding bebag merupakan pesentase kematian
paling rendah dibandingkan pada dinding tembok dan papan. Persentase rata-rata kematian nyamuk pada
dinding bebag tidak mencapai 50% kematian nyamuk dari jumlah rata-rata 15 ekor. Sementara dosis yang
digunakan pada masing-masing dinding adalah 53 gram insekstisida Bendiocarb. Dapat dikatakan
penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP sangat efektif terhadap kematian nyamuk, namun residu yang
dihasilkan pada dinding bebag sangat rendah.

Bebag dengan bahan dasar dari batang pohon Enau dengan nama ilmiah Arenga piñata, family
Arecaceae, sering dipakai masyarakat sebagai sekat (dinding) atau pembatas ruangan. Dalam
pembuatannya struktur dinding yang dihasilkan umumnya tidak merata, tepi atau kulit batang pohon enau
sangat halus sehingga berpengaruh pada proses penyemprotan, sehingga larutan insektisida yang disemprot
cendrung tidak merata pada permukaan dinding bebag, dan menetes ketika disemprotkan. Terbukti pada
saat pemasangan bio assay yang sulit menutupi semua permukaan. Sehingga pada saat nyamuk kontak
dengan dinding tersebut, tidak semua sisi permukaan dihinggapi nyamuk. Dengan demikian residu yang
dihasilkan sama halnya dengan dinding tembok, akan mudah terhapus akibat aktivitas manusia.

Perbedaan efektifitas insektisida Bendiocarb 80 WP pada permukaan dinding tembok, papan, dan
bebag terhadap kematian nyamuk Anopheles spp
Efektifitas insektisida Bendiocarb 80 WP dalam membunuh nyamuk Anopheles spp pada permukaan
masing-masing dinding rumah dalam waktu 24 jam pengamatan, terbukti efektif pada jenis dinding papan
dengan rata-rata jumlah kematian kumulatif dalam tiga kali pengulangan adalah 14,33 ekor (95,53%),
sedangkan kematian terendah pada jenis dinding bebag dengan jumlah rata-rata kematian kumulatif selama
perlakuan 24 jam adalah 7,33 ekor (48,87%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hariastuti (2006) bersama LokaLitbang P2B2 Banjarnegara yang menemukan bahwa insektisida
Bendiocarb 80 WP efektif membunuh nyamuk Anopheles spp. Persentase kematian nyamuk Anopheles spp
setelah dilakukan uji bio assay, tertinggi pada jenis dinding kayu (Papan) dengan kematian rata-rata 76,68
%, pada dinding bambu sebesar 47,01 % dan terendah pada jenis dinding tembok dengan rata-rata kematian
44,12%.

Hasil uji oneway ANOVA dan LSD untuk perbedaan efektifitas insektisida Bendiocarb 80 WP dalam
membunuh nyamuk Anopheles spp menunjukan adanya perbedaan yang signifikan terhadap kematian
nyamuk pada masing-masing dinding tersebut, dan kematian nyamuk Anopheles spp terbanyak pada
dinding papan, hal ini dikarenakan permukaan dinding papan memiliki kemampuan untuk menyerap
(mempertahankan) insektisida yang mana sifat asli dari kayu adalah menyerap air karena terdapat
serat/rongga sel kayu (UNDP, 2006).

Sementara pada permukaan tembok, penyemprotan larutan insektisida umumnya menetes dan residu
yang ditinggalkan sedikit dan mudah terhapus karena aktivitas penghuni rumah. Lain halnya pada bebag
yang cendrung memiliki kematian paling sedikit dikarenakan komposisi dan penyusunan bebag sebagai
dinding rumah tidak merata dan permukaan yang halus memudahkan larutan yang disemprot menembus
lapisan dinding sehingga hanya sedikit saja residu yang ditinggalkan pada ruas dinding bebag tersebut.

Kematian kontrol lebih dipengaruhi oleh proses perlakuan peneliti. Untuk itu dalam uji bio-assay,
setelah paparan terhadap insektisida Bendiocarb 80 WP selama 60 menit, maka nyamuk tersebut
dipindahkan ke dalam paper-cup atau gelas plastik, kemudian diberi larutan air gula, dan untuk menjaga
suhu dan kelembaban nyamuk, maka peneliti menggunakan baskom berisi air dingin dan handuk basah di
atas gelas plastik tersebut yang mampu menjaga kondisi nyamuk.

PENUTUP

Simpulan

1. Jumlah kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding tembok yaitu rata-rata 10,33 ekor (68,87 %) kematian nyamuk.
2. Jumlah kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding papan yaitu rata-rata 14,33 ekor (95,53 %) kematian nyamuk.
3. Jumlah kematian nyamuk Anopheles spp setelah penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada
permukaan dinding bebag yaitu rata-rata 7,33 ekor (48,87 %) kematian nyamuk.
4. Ada perbedaan efektifitas penyemprotan insektisida Bendiocarb 80 WP pada masing-masing
permukaan dinding terhadap kematian nyamuk Anopheles spp dalam waktu tertentu. Hasil uji LSD
menunjukan pasangan dinding tembok (papan dan bebag), pasangan dinding papan (tembok dan
bebag), dan pasangan bebag (tembok dan papan) memiliki perbedaan yang signifikan (P value <
0,05), dalam membunuh nyamuk Anopheles spp. Jenis dinding papan sangat efektif untuk
penyemprotan insektisida dalam membunuh nyamuk Anopheles spp .

Saran

Diharapkan bagi Instansi terkait, dalam program IRS, cakupan permukaan dinding rumah penduduk
yang digunakan sebagai media penyemprotan perlu dilakukan tinjauan lebih lanjut karena efektifitas dan
efisiensi program IRS sangat dipengaruhi oleh jenis permukaan dinding yang akan disemprot, terlebih
khususnya di Nusa Tenggara Timur yang umumnya rumah penduduk sangat bervariasi seperti rumah
permanen (tembok seluruh), semi permanen (tembok dan papan), dan rumah non permanen (papan,
bambu, dan bebag). Bagi peneliti lainnya, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang daya bunuh
insektisida Bendiocarb 80 WP pada permukaan dinding tembok yang dicat dan yang tidak dicat terhadap
kematian nyamuk Anopheles spp, selain itu juga perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap nyamuk
Anopheles spp yang hidup setelah 24 jam pengamatan dalam uji bio assay. Bagi masyarakat, diharapkan
kedepannya masyarakat lebih antusias dalam menerima program IRS. Efektifitas dan efisiensi program
IRS sangat tergantung dari sikap dan kepedulian masyarakat akan pentingnya pengendalian vektor dalam
memberantas malaria di NTT.

DAFTAR PUSTAKA

Arsin, A. Arsunan. (2012). Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar: Masagen Press

Depkes RI.1985. Pedoman Bidang Studi Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu. Surabaya :
Akademik Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APK-TS)

Depkes RI.1999. Modul Entomologi Malaria,Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan, Jakarta

Dinkes Kabupaten Kupang.2014. Laporan Kasus Malaria di Kabupaten Kupang. Dinas Kesehatan
Kabupaten Kupang.Kupang

Dinkes Prov.NTT.2014. Profil Kesehatan NTT 2008-2013.Kupang: Dinas Kesehatan Provinsi Nusa
Tenggara Timur.

Hariastuti.2006. Tinjauan Hasil Penyemprotan IRS Melalui Bioassay Yang Dilaksanakan Loka Litbang
P2B2 Banjarnegara.dari Http://www.slideshare.net/ vini93 /bahan-dinding-materi-bahan-
bangunan, (sitasi.Jumat, 7 Maret 2014,pukul 22.20 WITA).
Kementerian Kesehatan RI.2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
374/MENKES/PER /III/2010 tentang Pengendalian Vektor.Jakarta : dari
http://www.itd.unair.ac.id/files/pdf/protocol1/ Anopheles. pdf. (Sitasi : Kamis, 27 Maret 2014,
Pukul 17.20 WITA.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Tahun 2013. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Jakarta. Diunduh dari : Error! Hyperlink reference not valid.. (Sitasi : Kamis,
27 Maret 2014, Pukul 17.25 WITA.

Notoatmodjo,S.2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Puskesmas Batakte, 2014. Profil Kesehatan Puskesmas Batakte Tahun 2013

Sulistyaningsih.2011. Metodologi Penelitian Kebidanan : Kuantitatif-Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu,


Edisi I

Syamruth. Y.K. 2009. Biostatistika Inferensial (Aplikasi Dalam Ilmu-Ilmu Kesehatan). Kupang : Undana
Press

UNDP-RR-UNSYIAH. 2006. Buku Pegangan Disain dan Konstruksi Bangunan Rumah Sederhana yang
Baik di Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias. Aceh : dari http://www.//k1125_20060700_
Buku_Pegangan_ Disain_Konstruksi_Rumah _Sederhana_ Aceh_Nias. pdf. ( sitasi : Sabtu, 25
Oktober 2014, pukul 15.30 WITA).

Widyasari dkk. 2014. Jurnal penelitian : Hubungan Upaya Pencegahan gigitan Nyamuk dengan
Keberadaan Kasus Malaria di Puskesmas Bontobahari, Kabupaten Bulukumba. Unhas-
Makasar.

World Health Organization (WHO). (2006). Indoor Residual Spraying: Use of Indoor Residual Spraying
for Scaling Up Global Malaria Control and Elimination. WHO/HTM/MAL/ 2006.1112:1–10
makalah malaria

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu

hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas

kerja. Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. Angka kesakitan penyakit ini

pun masih cukup tinggi, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Di daerah trasmigrasi dimana

terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemis dan tidak endemis malaria, di

daerah endemis malaria masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria Oleh karena

kejadian luar biasa ini menyebabkan insiden rate penyakit malaria masih tinggi di daerah tersebut.

Di Indonesia penderita malaria mencapai 1-2 juta orang pertahun, dengan angka kematian

sebanyak 100 ribu jiwa. Kasus tertinggi penyakit malaria adalah daerah papua, akan tapi sekitar 107 juta

orang Indonesia tinggal di daerah endemis malaria yang tersebar dari Aceh sampai Papua, termasuk di

Jawa yang padat penduduknya (Adiputro,2008).

Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, diare dan malaria klinis merupakan penyakit

terbanyak yang diderita masyarakat Bengkulu. Pada kurun waktu dari Januari 2011 sampai dengan

Maret 2011 ditemukan kasus malaria klinis sebanyak 4123 kasus (Mahfudin, 2011). Sedangkan menurut

data Data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu penderita malaria di Kota Bengkulu, Bengkulu sejak Januari

hingga April 2011 mencapai 4.295 orang (Sinambela, 2011)


B. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran penyakit malaria dan

penyebarannya di Provinsi Bengkulu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Malaria

Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh plasmodium falsifarum, plasmodium vivax,

plasmodium malariae, plasmodium ovale dan yang mix atau campuran yang penularannya melalui

gigitan nyamuk anopheles betina (Kemenkes,2011)

B. Nyamuk Anopheles

Menurut Hiswani (2004) Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan

nyamuk anopheles betina. Berdasarkan survai unit kerja SPP (serangga penular penyakit) telah

ditemukan di Indonesia ada 46 species nyamuk anopheles yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari

species-species nyamuk tersebut ternyata ada 20 species yang dapat menularkan penyakit malaria.

Dengan kata lain di Indonesia ada 20 species nyamuk anopheles yang berperan sebagai vektor penyakit

malaria.

Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo coccidiidae. Sampai

saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:

1. Plasmodium Falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat.

2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertina.


3. Plasmodium malaria penyebab malaria quartana.

4. Plasmodium ovale jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya banyak kasusnya terjadi

di Afrika dan Pasifik Barat.

Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium.

Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya

paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara plasmodium falcifarum dengan plasmodium

vivax atau P. malariae. Kadang-kadang di jumpai tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini jarang

terjadi,. infeksi campuran ini biasanya terjadi terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya.

1. Siklus Hidup Nyamuk Anopheles

Semua serangga termasuk nyamuk, dalam siklus hidupnya mempunyai tingkatan-tingkatan yang kadang-

kadang antara tingkatan yang sama dengan tingkatan yang berikutnya terlihat sangat berbeda.

Berdasarkan tempat hidupnya dikenal dua tingkatan kehidupan yaitu :

a. Tingkatan di dalam air.

b. Tingkatan di luar temp at berair (darat/udara).

Untuk kelangsungan kehidupan nyamuk diperlukan air, siklus hidup nyamuk akan terputus. Tingkatan

kehidupan yang berada di dalam air ialah: telur. jentik, kepompong. Setelah satu atau dua hari telur

berada didalam air, maka telur akan menetas dan keluar jentik. Jentik yang baru keluar dari telur masih

sangat halus seperti jarum. Dalam pertumbuhannya jentik anopheles mengalami pelepasan kulit

sebanyak empat kali.

Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan jentik antara 8-10 hari tergantung pada suhu, keadaan

makanan serta species nyamuk. Dari jentik akan tumbuh menjadi kepompong (pupa) yang merupakan

tingkatan atau stadium istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan kepompong ini memakan waktu satu
sampai dua hari. Setelah cukup waktunya, dari kepompong akan keluar nyamuk dewasa yang telah

dapat dibedakan jenis kelaminnya.

Setelah nyamuk bersentuhan dengan udara, tidak lama kemudian nyamuk tersebut telah mampu

terbang, yang berarti meninggalkan lingkungan berair untuk meneruskan hidupnya didarat atau udara.

Dalam meneruskan keturunannya. Nyamuk betina kebanyakan banya kawin satu kali selama hidupnya.

Biasanya perkawinan terjadi setelah 24 -48 jam dari saat keluarnya dari kepompong.

2. Beberapa Aspek Perilaku (Bionomik) Nyamuk

Bionomik nyamuk mencakup pengertian tentang perilaku, perkembangbiakan, umur, populasi,

penyebaran, fluktuasi musiman, serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi berupa lisan fisik

(musim. kelembaban. angin. matahari, arus air). lingkungan kimiawi (kadar gram, PH) dan lingkungan

biologik seperti tumbuhan bakau, gangang vegetasi disekitar tempat perindukan dan musim alami.

Jika kita tinjau kehidupan nyamuk ada tiga macam tempat yang diperlukan untuk kelangsungan

hidupnya. Hubungan ketiga tempat tersebut dapat dilukiskan dengan bagan sebagai berikut:

Tempat untuk berkembang


biak

Untuk
Tempat untuk beristirahat Tempat untuk mancari
darah menujang
program pemberantasan malaria perilaku vektor yang ada hubungannya dengan ketiga macam tempat

tersebut penting untuk diketahui yaitu :

a. Perilaku Mencari Darah.

Perilaku mencari darah nyamuk dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu:

1) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan waktu. Nyamuk anopheles pada umumnya aktif mencari darah

pada waktu malarn hari. apabila dipelajari dengan teliti. ternyata tiap spesies mempunyai sifat yang

tertentu, ada spesies yang aktif mulai senja hingga menjelang tengah malam dan sampai pagi hari.

2) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan tempat apabila dengan metode yang sama kita adakan.

Penangkapan nyarnuk didalam dan diluar rumah maka dari hasil penangkapan tersebut dapat diketahui

ada dua golongan nyamuk, yaitu: eksofagik yang lebih senang mencari darah diluar rumah dan

endofagik yang lebih senang mencari darah didalam rumah.

3) Perilaku mencari darah dikaitkan dengan sumber darah. Berdasarkan macam darah yang disenangi, kita

dapat membedakan atas: antropofilik apabila lebih senang darah manusia, dan zoofilik apabila nyamuk

lebih senang menghisap darah binatang dan golongan yang tidak mempunyai pilihan tertentu.

4) Frekuensi menggigit, telah diketahui bahwa nyamuk betina biasanya hanya kawin satu kali selama

hidupnya Untuk mempertahankan dan memperbanyak keturunannya, nyamuk betina hanya

memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Tiap sekian hari sekali nyamuk akan mencari

darah. Interval tersebut tergantung pada species, dan dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban,

dan disebut siklus gonotrofik. Untuk iklim Indonesia memerlukan waktu antara 48-96 jam.

b. Perilaku Istirahat.
Istirahat bagi nyamuk mempunyai 2 macam artinya: istirahat yang sebenarnya selama waktu menunggu
proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada waktu nyamuk sedang aktif mencari
darah. Meskipun pada umumnya nyamuk memilih tempat yang teduh, lembab dan aman untuk
beristirahat tetapi apabila diteliti lebih lanjut tiap species ternyata mempunyai perilaku yang berbeda-
beda. Ada spesies yang halnya hinggap tempat-tempat dekat dengan tanah (AnAconitus) tetapi ada pula
species yang hinggap di tempat-tempat yang cukup tinggi (An.Sundaicus). Pada waktu malam ada
nyamuk yang masuk kedalam rumah hanya untuk menghisap darah orang dan kemudian langsung
keluar. Ada pula yang baik sebelum maupun sesudah menghisap darah orang akan hinggap pada dinding
untuk beristirahat.

c. Perilaku Berkembang Biak.

Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat untuk

berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang pada

tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung (an. Sundaicus), ada pula yang senang pada tempat-

tempat teduh (An. Umrosus). Species yang satu berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar

dan air laut) misalnya (An. Aconitus) dan seterusnya Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat

bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif untuk inventarisasi tempat perindukan, yang

sangat diperlukan dalam program pemberantasan.

3. Keterangan mengenai vektor

a. Umur Populasi Vektor.

Umur nyamuk bervariasi tergantung pada species dan dipengaruhi keadaan lingkungan. Ada banyak cara

untuk mengukur unsur populasi nyamuk. Salah satu cara yang paling praktis dan cukup memungkinkan

ialah dengan melihat beberapa persen nyamuk porous dari jumlah yang diperiksa. Nyamuk parous

adalah nyamuk yang telah pernah bertelur, yang dapat diperiksa dengan perbedahan indung telur

(ovarium).

Misalnya dari 100 ekor nyamuk yang dibedah indung telurnya ternyata 80 ekor telah parous, maka

persentase parous populasi nyamuk tersebut adalah 80%. Penentuan umur nyamuk ini sangat penting

untuk mengetahui kecuali kaitannya dengan penularan malaria data umur populasi nyamuk dapat juga
digunakan sebagai para meter untuk menilai dampak upaya pemberantasan vektor (penyemprotan,

pengabutan dan lain-lain).

b. Distribusi Musiman.

Distribusi musiman vektor sangat penting untuk diketahui. Data distribusi musiman ini apabila

dikombinasikan dengan data umur populasi vektor akan menerangkan musim penularan yang tepat.

Pada umumnya satu species yang berperan sebagai vektor, memperlihatkan pola distribusi manusia

tertentu. Untuk daerah tropis seperti di Indonesia pada umumnya densitas atau kepadatan tinggi pada

musim penghujan, kecuali An.Sundaicus di pantai selatan Pulau Jawa dimana densitas tertinggi pada

musim kemarau

c. Penyebaran Vektor.

Penyebaran vektor mempunyai arti penting dalam epidemiologi penyakit yang ditularkan serangga.

Penyebaran nyamuk dapat berlangsung dengan dua cara yaitu: cara aktif, yang ditentukan oleh

kekuatan terbang, dan cara pasif dengan perantaraan dan bantuan alat transport atau angin.

4. Cara penularan malaria

Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:

a. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles.

b. Penularan yang tidak alamiah.

1) Malaria bawaan (congenital).

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali

pusat atau placenta.

2) Secara mekanik.
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik yang

tidak steril lagi. Cara penularan ini pernah dilaporkan terjadi disalah satu rumah sakit di Bandung pada

tahun 1981, pada penderita yang dirawat dan mendapatkan suntikan intra vena dengan menggunakan

alat suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana alat suntik itu seharusnya

dibuang sekali pakai (disposeble).

3) Secara oral (Melalui Mulut).

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan

monyet (P.Knowlesi).

C. Penyebaran Malaria

Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (RuBia) dan 32°LS (Argentina). Ketinggian yang

dimungkinkan adalah 400 meter dibawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas

permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling Juas, mulai dari

daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik. Plasmodium Falciparum jarang sekali terdapat

didaerah yang beriklim dingin Penyakit Malaria hampir sama dengan penyakit Falciparum, meskipun

jauh lebih jarang terjadinya. Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika dibagian yang beriklim

tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Di Indonesia Penyakit malaria tersebar diseluruh pulau

dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit didaerah dengan ketinggian

sampai 1800 meter diatas permukaan laut.

Angka kesakitan malaria di pulau Jawa dan Bali dewasa ini (1983) berkisar antara 1-2 per 1000

penduduk, sedangkan di luar Jawa-Bali sepuluh kali lebih besar. Sepcies yang terbanyak dijumpai adalah

Plasmodium Falciparum dan Plasmodium vivax Plasmodium malaria banyak dijumpai di Indonesia

bagian Timur. Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian dan Nusa Tenggara Timur.

D. Gejala Malaria
Adalah penyakit malaria yang ditemukan berdasarkan gejala-gejala klinis dengan gejala utama demam

mengigil secara berkala dan sakit kepala kadang-kadang dengan gejala klinis lain sebagai berikut :

1. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.

2. Nafsu makan menurun.

3. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.

4. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum.

5. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.

6. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.

7. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret

(diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal

dari daerah malaria.

8. Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium yang berurutan yaitu :

a) Stadium dingin (cold stage).

Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita

biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi

lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah

dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

b) Stadium demam (Hot stage).

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering

dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala menjadi-jadi dan muntah kerap terjadi, nadi

menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat hasil dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C

atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya sison

darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah kedalam aliran darah.
Pada plasmodium vivax dan P. ovate sison-sison dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam

sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama

malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada plasmodium malariaa, fenomena tersebut 72 jam

sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam di

ikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat

kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.

c) Stadium berkeringat (sweating stage).

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu

badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat

tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini

berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap

penderita, tergantung pada species parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya

teljadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh

adanya kecenderungan parasit (bentuk trofosoit dan sison). Untuk berkumpul pada pembuluh darah

organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada

organ-organ tubuh tersebut.

Gejala mungkin berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling

banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadang–kadang gejalanya mirip kholera atau dysentri. Black

water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang

menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah

ikterus dan muntah-muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya

dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup

berat.

E. Upaya pengendalian
Terdapat beberapa upaya yang dilakukan dalam program pencegahan malaria seperti pemakaian

kelambu, pengendalian vektor.

1. Pemakaian Kelambu

2. Pengendalian Vektor

Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian terhadap Anopheles sp

sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya

terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi,

menggunakan insektisida), biological control ( menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen

lingkungan, dan lain-lain. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan

dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual spraying) atau menggunakan kelambu

berinsektisida. Namun perlu ditekankan bahwa pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA

(rational, effective, efisien, suntainable, affective dan affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia

yang luas dan bionomik vektor yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku

nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders

dan masyarakat dalam pengendalian vektor malaria.

3. Diagnosis dan Pengobatan

Selain pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria juga merupakan upaya pengendalian malaria

yang penting.

BAB III

PEMBAHASAN

Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempat

untuk berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya Ada species yang senang
pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung, ada pula yang senang pada tempat-tempat

teduh, dan ada pula species yang berkembang dengan baik di air payau (campuran tawar dan air laut).

Oleh karena perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan suatu survai yang intensif

untuk inventarisasi tempat perindukan, yang sangat diperlukan dalam program pemberantasan.

Sebagian daerah Provinsi Bengkulu merupakan rawa dan area persawahan. Lingkungan rawa

dan persawahan yang banyak membuat genangan air tersebut merupakan tempat yang baik untuk

perkembang biakan nyamuk anopheles. Dari penelitian Hasan Husein (2007) nyamuk menyukai tempat

lembab dan kotor sebagi tempat istirahat. Sedangkan sebagian besar di Kota Bengkulu masyarakatnya

sudah terbiasa dengan lingkungan bersih seperti tidak adanya sampah di dalam rumah sehingga rumah

tidak kotor dan lembab. Hal ini juga didukung dengan fasilitas yang sudah memadai seperti peralatan

untuk kebersihan, alat-alat untuk memasak yang sudah banyak menggunakan barang elektronik,

sehingga tidak menimbulkan sampah. Sedangkan Nyamuk Anopheles biasanya menyukai tempat yang

lembab dan kotor sebagi tempat istirahat. Lain halnya dengan di pedesaan yang belum banyak yang

mengerti tentang penanggulangan penyakigt malaria. Sebagian masyarakat yang tinggal di pedesaan

masih terbiasa dengan lingkungan yang kotor dan lembab, sehingga memungkinkan perkembangan

nyamuk anopheles lebih cepat.

Untuk mencegah agar tidak terserang penyakit malaria maka warga yang tinggal di daerah

endemik penyakit tersebut sebaiknya tidur dengan menggunakan kelambu, memberantas sarang

nyamuk anopheles dengan menyemprotkan racun serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat

(PHBS). Untuk memberantas penyakit malaria, pemerintah membuat program yakni Program

pembebasan malaria yang dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri nomor 293 tahun 2009 yang

dilakukan di seluruh Indonesia secara bertahap dari 2010,2015 dan 2020 sehingga untuk keseluruhan

Indonesia ditargetkan bebas malaria pada 2030. Provinsi Bengkulu menargetkan pada 2020 bebas dari
penyakit malaria yang dapat mengakibatkan kematian di seluruh dunia. Pemberantasan malaria

dilakukan secara bertahap dengan lima kebijakan pemerintah yang baru untuk menyempurnakan

kebijakan pemberantasan malaria sebelumnya.

Kebijakan itu adalah diagnosa malaria yang harus dilakukan sampai ukuran mikroskopis dengan

Rapid Diagnostic Test (RDT), pengobatan dengan metode Artemisinin Combination Therapy (ACT),

pencegahan penularan dengan pembagian kelambu yang mengandung insektisida bagian dalamnya

yang bisa bertahan tiga sampai lima tahun, kerjasama lintas sektor dengan adanya Gerakan Berantas

Kembali (Gebrak) Malaria serta memperkuat desa siaga dengan pembuatan Pos Malaria Desa

(Posmaldes). RDT merupakan semacam tes darah yang hanya dengan waktu 15 menit bisa diketahui

hasil positif atau negatif malaria. Untuk ACT biaya pengobatan ditanggung APBN dan diberikan gratis

bagi penderita malaria.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, diare dan malaria klinis merupakan penyakit

terbanyak yang diderita masyarakat Bengkulu. Pada kurun waktu dari Januari 2011 sampai

dengan Maret 2011 ditemukan kasus malaria klinis sebanyak 4123 kasus. Provinsi Bengkulu

menargetkan pada 2020 bebas dari penyakit malaria yang dapat mengakibatkan kematian di

seluruh dunia. Pemberantasan malaria dilakukan secara bertahap dengan lima kebijakan

pemerintah yang baru untuk menyempurnakan kebijakan pemberantasan malaria

sebelumnya.

B. Saran
Diharapakan Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu Melakukan penyuluhan secara intensif

guna memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang cara mencegah dan

menanggulangi malaria yaitu dengan memasang kasa nyamuk pada ventilasi rumah,

menggunakan kelambu dan menggunakan obat anti nyamuk waktu tidur. Melakukan

kegiatan surveilens malaria secara menyeluruh, baik pemantauan parasit dan spesies vektor

serta kepadatan vektor malaria.

Bagi masyarakat agar memperbaiki lingkungan dalam rumah seperti pemasangan kasa

nyamuk pada ventilasi rumah. Menghindari gigitan nyamuk malaria dengan cara pemakaian

kelambu dan menggunakan obat anti nyamuk waktu tidur.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan husein,2007, “Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di Puskesmas Sukamerindu Kecamatan Sungai
Serut Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu” http://eprints.undip.ac.id/17530/1/Hasan_Husin.pdf diakses
tanggal 7 Mei 2012

Karimel Sinambela, 2011, “Wabah Malaria Ancam Kota Bengkulu” www.mediaindonesia.com


diakses tanggal 6 Mei 2012

Ministry of health RI, 2011, “Indonesian Health Profile 2010”, Ministry of Health Republic of
Indonesia, Jakar
Mahfudin, 2012, “Diare dan malaria penyakit terbanyak di Bengkulu” www.bengkulu-
online.com diakses tanggal 6 Mei 2012
Didiet Adiputro,2008 “Malaria Masih Menghantui Indonesia”, www.perspektif.net diakses
tanggal 6 Mei 2012
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Hanya spesies nyamuk Anopheles
tertentu yang mampu menularkan penyakit malaria dan spesies tersebut disebut
sebagai vektor. Lebih dari 400 spesies Anopheles didunia, hanya sekitar 67 yang
terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah
ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Nyamuk Anopheles sering menghisap darah diluar rumah dan suka
menggigit diwaktu senja sampai dini hari (Eksofagik) serta mempunyai jarak
terbang sejauh 1,6 Km sampai dengan 2 Km. Nyamuk Anopheles lebih suka
menghinggap dibatang-batang rumput, dialam atau luar rumah (Eksofilik) yaitu
tempat-tempat lembab, terlindung dari sinar matahari dan gelap. Nyamuk
Anopheles dapat berkembang biak ditempat-tempat yang airnya menggenang
seperti Sawah, Irigasi yang bagian tepinya banyak ditumbuhi rumput dan tidak
begitu deras airnya. Nyamuk Anopheles mempunyai siklus hidup yang termasuk
dalam metamorfosa sempurna. Yang berarti dalam siklus hidupnya terdapat
stage/fase pupa. Siklus hidup nyamuk tersebut secara umum terdiri dari telur,
larva, pupa dan dewasa.
Saran
Upaya pengendalian nyamuk Anopheles sepatutnya dapat dilakukan guna
mencegah dan melindungi diri dari risiko tertular malaria. Upaya yang dapat
dilakukan seperti penggunaan kawat kasa pada ventilasi, menggunakan kelambu
saat tidur, menggunakan Repellent hingga pengendalian dengan merubah
lingkungan (Environmental Modification) serta manipulasi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.slideshare.net/AriniUtami/identifikasi-nyamuk
http://www.itd.unair.ac.id/files/pdf/protocol1/Anopheles.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20312/4/Chapter%20II.pdf
Ambarningrum, Trisnowati Budi. Nyamuk Anopheles sp Sebagai Vektor Penyakit
Malaria. F.Biologi Unsoed

Anda mungkin juga menyukai