Anda di halaman 1dari 38

MODUL II BLOK 22 – MOSQUITO BORNE DISEASE

PRASYARAT (TIDAK ADA DI MODUL)


1. Nyamuk penyebar “Mosquito Borne Disease”
• Vektor demam dengue
o Aedes aegypti
o Aedes albopictus
• Vektor malaria
o Anopheles sundaicus
o Anopheles subpictus
o Anopheles aconitus
o Anopheles maculatus
• Vektor filariasis: 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia,
Aedes dan Armigeres
Pelajari bahan praktikum parasit untuk ciri2 masing2 nyamuk

2. Siklus hidup etiologic penyebab “Mosquito Borne Disease”


• Siklus hidup plasmodium dibahas pada bagian MALARIA, siklus hidup virus
dengue seperti virus ssRNA pada umumnya
• Siklus hidup Filaria

1
DEMAM BERDARAH DENGUE
DEFINISI

Penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk.

ETIOLOGI

• Virus Dengue
o Genus: Flaviviridae
o Diameter 30 nm
o ssRNA dengan berat molekul 4 x 106
o 4 serotipe virus, semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue:
▪ DEN-1
▪ DEN-2
▪ DEN-3 (terbanyak di Indonesia)
▪ DEN-4
• Terdapat reaksi silang antara serotipe virus dengue dengan flavivirus lain seperti Yellow
fever, Japanese Encephalitis dan West Nile Virus

EPIDEMIOLOGI

• Epidemi dengue dilaporkan sepanjang abad kesembilan belas dan awal abad kedua
puluh di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania Timur, Asia dan Australia
dan pada beberapa pulau di Samudra India, pasifik selatan dan tengah serta Karibia.
• Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan
Karibia. Di Indonesia, insidensi tertinggi terdapat di Bali, Kalimantan Timur dan
Tenggara
• Dengue fever telah meningkat sepanjang 40 tahun
• Pada tahun 1996, 2500-3000 juta orang tinggal di area yang secara potensial beresiko
terhadap penularan virus dengue
2
• Setiap tahun terdapat 20 juta kasus infeksi dengue, melibatkan 24 juta kematian
• Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh WHO 2001 
tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD khususnya pada anak
1-3 tahun (?)
• Insidensi di Indonesia:
o 6-15 per 100.000 penduduk (1989-1995)
o Pernah meningkat tajam sampai 35 per 100.000 penduduk (1998)
o Dari tahun 2005 ke 2006 terjadi peningkatan jumlah penduduk yang terjangkit
penyakit ini
• Angka mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999
• Case Fatality Rate (CFR) DBD di Indonesia pada awal kasus DBD merebak adalah
41,4%, namun tahun 2007 menurun menjadi sebesar 1,01%, lalu tahun 2015 menurun
menjadi 0,97%.

FAKTOR RISIKO

• Tinggal di daerah endemis padat penduduk


• Pada musim panas (28-32 derajat Celsius) dan kelembaban tinggi
• Sekitar rumah banyak genangan air

KLASIFIKASI

• Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO 1997), yaitu:


o Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah saat uji tourniquet
o Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan
lain
o Derajat 3: didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut,
kulit dingin dan lembab, tampak gelisah
o Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur

3
PATOGENESIS

• Faktor yang diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue:


o Vektor
▪ Perkembang biakan vector
▪ Kebiasaan menggigit
▪ Kepadatan vector di lingkungan
▪ Transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain
o Pejamu
▪ Terdapat penderita di lingkungan/keluarga
▪ Mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk
▪ Usia, jenis kelamin
o Lingkungan
▪ Curah hujan
▪ Suhu
▪ Sanitasi dan kepadatan penduduk

4
PATOFISIOLOGI

• Immune enhancement  mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterology
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat

MANIFESTASI KLINIS

• Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari, diikuti fase kritis selama 2-3 hari (pasien sudah
tidak demam, tetapi memiliki resiko untuk terjadi renjatan jika tidak diobati adekuat)
• Sakit kepala hebat
• Sakit di belakang mata
• Nyeri otot dan sendi
• Hilang nafsu makan
• Mual-mual

5
• Ruam
• Demam berdarah yang parah
o Suhu bisa mencapai 40-41 0C, demam selama 2-7 hari
o Wajah kemerahan
o Kecenderungan pendarahan seperti memar, hidung dan gusi berdarah, dan
perdarahan dalam tubuh
o Kasus sangat parah dapat berlanjut pada kegagalan pernapasan, shock dan
kematian

DIAGNOSIS BANDING

• Demam tifoid
• Campak
• Influenza
• Chikungunya
• Leptospirosis

DIAGNOSIS

• Anamnesis
o Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari)
o Gejala prodromal tidak khas: nyeri kepala, nyeri tulang belakang, perasaan Lelah
o Demam dengue sering berupa:
▪ Demam akut selama 2-7 hari ditandai dengan 2 atau lebih gejala berikut:
✓ Nyeri kepala
✓ Nyeri retro orbital
✓ Mialgia/artralgia
✓ Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bending positif)

6
✓ Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau
ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi
dan waktu yang sama
• Pemeriksaan fisik
o Tanda patognomonik untuk demam dengue:
▪ Suhu > 37,5 derajat Celsius
▪ Ptekie, ekimosis, purpura
▪ Perdarahan mukosa
▪ Rumple leed (+)
o Tanda patognomonis untuk demam berdarah dengue:
▪ Suhu > 37,5 derajat Celsius
▪ Ptekie, ekimosis, purpura
▪ Perdarahan mukosa
▪ Rumple leede (+)
▪ Hepatomegali
▪ Splenomegali
▪ Periksa tanda efusi pleura dan ascites untuk mengetahui kebocoran plasma
▪ Hematemesis atau melena
• Pemeriksaan penunjang
o Leukosit
▪ Dapat normal atau menurun, mulai dari hari ke 3 dapat ditemui
limfositosis relative (HJ >45%), disertai adanya limfosit plasma biru
(LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang meningkat pada fase syok
o Trombosit
▪ Trombositopenia pada hari ke 3-8
o Hematokrit
▪ Kebocoran plasma dibuktikan dengan peningkatan ht ≥ 20% dari ht
awal, umumnya dimulasi pada hari ke 3 demam
o Hemostasis
▪ Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah

7
o Protein/albumin
▪ Dapat terjadi hypoproteinemia akibat kebocoran plasma
o SGOT/SGPT (dapat meningkat)
o Ureum, kreatinin
o Elektrolit
▪ Parameter pemantauan pemberian cairan
o Golongan darah (bila akan dilakukan transfusi)
o Imunoserologi  IgM dan IgG terhadap dengue
• Temuan patologis:
o Pada autopsy semua pasien yang meninggal karena DBD, terdapat suatu tingkatan
hemoragi
▪ Hemoragi kulit dan jaringan subkutan
▪ Hemoragi mukosa saluran GIT
▪ Hemoragi jantung serta hati
▪ Hemoragi sunarachnoid atau serebral jarang terjadi
o Efusi serosa dengan kandungan tinggi protein (albumin) umumnya pada rongga
pleural dan abdomen, jarang pada rongga pericardial
o Pada jaringan limfoid menunjukkan peningkatan aktivitas sistem limfosit B,
dengan proliferasi aktif sel-sel plasma dan sel-sel limfablastoid dan pusat
germinal aktif
o Hepar: nekrosis fokal sel-sel hepar, pembengkakan, adanya Coincilman dan
nekrosis hialin dari sel-sel Kupfer
o Sumsum tulang: depresi semua sel-sel hematopoietic (membaik dengan
penurunan demam)
o Ginjal: kompleks imun yang ringan pada glomerulus (membaik setelah kira-kira
3 minggu dengan tidak ada perubahan residual)
o Kulit: edema perivascular dan mikrovaskular terminal papilla dermal dengan
infiltrasi limfosit dan monosit, pada edema tsb juga ditemukan sel MN pembawa
antigen
o Pembuluh darah: Deposisi komplemen serum, immunoglobulin dan fibrinogen
pada dinding pembuluh

8
DASAR DIAGNOSIS

• Dasar diagnosis DBD berdasarkan kriteria WHO 1997 bila semua hal dibawah
terpenuhi:
o Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
o Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
▪ Uji bending positif
▪ Ptekie, ekimosis atau purpura
▪ Perdarahan mukosa (tersering epstaksis atau perdarahan gusi) atau
perdarahan dari tempat lain
▪ Hematemesis atau melena
o Trombositopenia (<100.000 μl)
o Terdapat minimal satu tanda plasma leakage:
▪ Peningkatan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai ht sebelumnya
▪ Tanda kebocoran plasma: efusi pleura, ascites atau hipoproteinemia

PENATALAKSANAAN

• Rencana terapi
o Terapi bersifat suportif dan simptomatis
▪ Dilakukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat plasma leakage
substitusi komponen darah bila diperlukan
• Non farmakologi
o Konseling dan edukasi
▪ Prinsip konseling adalah memberikan pengertian kepada pasien dan
keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tatalaksana sehingga pasien
mengerti tidak ada obat untuk penanganan DBD, terapi hanya suportif dan
mencegah perburukan penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai perjalanan
alamiah penyakit.

9
▪ Modifikasi gaya hidup:
✓ Melakukan kegiatan 3M (menguras, mengubur, menutup)
✓ Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan
bergizi dan olahraga rutin
o Terapi pemberian cairan
▪ Penting dilakukan pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris
✓ Proses kebocoran plasma dan trombositopenia umumnya terjadi
antara hari ke 4-6 sejak demam berlangsung. Hari ke 7 kebocoran
plasma berkurang dan cairan kembali dari interstitial ke
intravascular  terapi cairan pada kondisi tersebut secara
bertahap dikurangi
✓ Pantau apakah terdapat pemberian kelebihan cairan, serta
terjadinya efusi pleura atau ascites
▪ Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan
DBD dewasa mengikuti 5 protokol yang mengacu pada WHO. Protokol
tsb dibagi dalam 5 kategori:
✓ Penanganan tersangka DBD tanpa syok
✓ Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
✓ Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%
✓ Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
✓ Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
o Tirah baring (pada trombositopenia berat)
o Pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak, dan tidak
mengandung zat bumbu yang mengiritasi GIT
• Terapi simptomatik
o Antipiretik  parasetamol
o Obat dyspepsia
o Hindari pemberian aspirin/NSAID  resiko perdarahan pada saluran cerna
bagian atas (lambung, duodenum)
• Kriteria rujukan
o Terjadi perdarahan massif (hematemesis, melena)

10
o Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15 mL/kg/jam kondisi belum
membaik
o Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim seperti kejang, penurunan
kesadaran dan lainnya.
• Alur penanganan pasien dengan demam dengue/demam berdarah dengue:
o Tatalaksana berdasarkan keluhan DBD (WHO 1997)

o Tatalaksana suspek DBD:

11
o Pemberian cairan pada DBD tanpa syok (di simpo dr. Adrian bilang pelajari yang
ini aja):

12
o DBD dengan syok:

13
PENCEGAHAN

• Upaya pengendalian DBD:


o Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus dan gerakan 1 rumah 1
Jumantik
▪ 3M
✓ Menguras  membersihkan tempat yang sering dijadikan
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat
penampungan air minum, penampung air lemari es, dll.
✓ Menutup  menutup rapat tempat penampungan air seperti drum,
kendi, toren airm dll.
✓ Memanfaatkan kembali  mendaur ulang barang bekas yang
memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk
▪ Plus
✓ Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang
sulit dibersihkan
✓ Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk
✓ Menggunakan kelambu saat tidur
✓ Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
✓ Menanam tanaman pengusir nyamuk
✓ Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
✓ Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah
yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk.
o Promosi kesehatan kepada semua sector, termasuk pembentukan Juru Pembasmi
Jentik (Jumantik) pada anak sekolah dan pramuka
o Penemuan dini kasus DBD dan pengobatan segera
o Penyediaan Rapid Diagnostic Test (RDT) dan reagen untuk diagnosis serotype
virus DBD
o Pelaksanaan surveilans kasus DBD dan vector Aedes spp.

14
KOMPLIKASI

• Dengue shock syndrome (DSS)

PROGNOSIS

• Kematian akibat demam dengue hampir tidak ada


• Pada DBD/DSS mortalitas cukup tinggi
• Prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dari pada anak-anak

15
MALARIA
DEFINISI

Suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan
gejala demam, menggigil, anemia dan pembesaran limpa.

ETIOLOGI

• Plasmodium
o Siklus hidup:

16
o Morfologi berbagai tipe plasmodium

Plasmodium vivax Plasmodium malariae Plasmodium falciparum

Cincin Cincin tebal, ireguler, Cincin tebal, lebih Cincin halus ≥1 (infeksi
kromatin agak besar, regular, kromatin multipel), kromatin
tunggal ukuran sedang ganda

17
Trofozoit muda Sangat ireguler, Reguler, kompak Cincin regular yang tidak
cenderung menyebar warna biru tua di sempurna, koma, daerah
dari bitnik kromatin sekitar kromatin perifer jarang ditemukan
tunggal

Trofozoit tua Sangat ireguler, Sitoplasma kompak Solid dan bulat regular,
menyebar, bitnik dan bulat, kadang kromatin tidak khas
kromatin kadang menghalangi kromatin
terisolasi

Skizon muda Banyak sitoplasma Band form (beberapa Sitoplasma kompak dan
yang mengelilingi sitoplasma yang warna gelap, daerah
kromatin yang mulai menyebar disertai perifer jarang
bersegmen segmentasi kromatin)

Skizon tua 12-24 merozoit, 6-12 merozoit, 12-24 merozoit, daerah


umumnya 12-16, kromatin ovoid, perifer jarang
relative besar seperti bunga seruni

Mikrogametosit Inti tidak eksentrik, Idem P. vivax Seperti ginjal (ujung-


ada halo di sekeliling ujung membulat), inti
inti, sitoplasma lebih muda, kurang kompak,
muda, kurang kompak sitoplasma lebih muda,
pigmen tersebar

Mikrogametosit Inti eksentrik, tua, Idem P. vivax Bulan sabit (ujung-ujung


kompak, sitoplasma runcing), Inti tua,
lebih tua, halo (-) kompak, sitoplasma lebih
tua, pigmen di sekeliling
inti

18
Eritrosit Membesar (kecuali Tidak membesar, Tidak membesar, tidak
yang berisi stadium tidak pucat, pucat, Maurer’s dots
cincin), pucat, Ziemann’s dots
Schuffner’s dots

• Vektor Malaria (genus Anopheles)


o Anopheles merupakan satu-satunya vektor penyakit Malaria, yang berperan
menyebarkan penyakit adalah nyamuk betina
o Anopheles dapat terbang sejauh 1,5 – 5 km
o Dari 460 species, > 100 spesies dapat mentransmisikan malaria pada manusia, dan
hanya 30-40 spesies yang sering mentransmisikan plasmodium penyebab malaria
o Taksonomi:
▪ Phylum: Arthropoda
▪ Kelas: Insecta
▪ Ordo: Diptera
▪ Famili: Culicidae
▪ Tribus: Anophelini
▪ Genus: Anopheles
o Siklus hidup:
▪ Telur  larva  pupa  nyamuk dewasa (metamorphosis sempurna),
berlangsung antara 5-14 hari.
▪ Telur:
✓ Nyamuk betina mengeluarkan sebanyak 50-200 butir telur
✓ Berukuran 0,5 x 0,2 mm
✓ Telur diletakkan satu persatu pada permukaan air payau
✓ Telur memiliki pelampung pada kedua sisinya
✓ Tidak tahan kering
▪ Larva:
✓ Bernapas dengan spirakel yang terdapat pada 8 segmen abdomen
✓ Larva harus menempel pada permukaan air untuk bernapas

19
✓ Terdiri atas 4 stadium, kemudian menjadi pupa
▪ Pupa:
✓ Berlangsung 2-3 hari pada lingkungan temperature yang sesuai
o Stadium dewasa memiliki posisi menghisap darah yang berbeda dengan nyamuk
culicinae

Posisi menghisap nyamuk


Anopheles

Posisi menghisap nyamuk


spesies lainnya

o Nyamuk betina dapat hidup selama sebulan dalam kurungan tapi hanya 1-2
minggu di alam bebas. Lamanya hidup tergantung pada suhu udara, kelembaban
dan kemampuannya mencari makanan (darah)
o Palpa nyamuk anopheles sama panjangnya dengan proboscis, baik pada nyamuk
jantan ataupun betina (ciri khas)

20
EPIDEMIOLOGI

• Komitmen global ke 3 dari Sustainable Development Goals (SDGs); menjamin


kehidupan yang sehat mengupayakan kesejahteraan bagi semua orang, sengan tujuan
spesifik yaitu mengakhiri epidemi AIDS, Tuberkulosis, Malaria, penyakit neglected-
tropical sampai dengan tahun 2030
• Morbiditas Malaria pada suatu wilayah ditentukan dengan Annual Parasite Incidence
(API). API merupakan jumlah kasus positif Malaria per 1000 penduduk dalam 1 tahun.
Secara nasional API tahun 2011 hingga 2015 mengalami penurunan
• Provinsi bebas Malaria; DKI Jakarta dan Bali (API nol)
• Provinsi dengan API tertinggi; Papua, Papua Barat, NTT

FAKTOR RISIKO

• Riwayat menderita malaria sebelumnya


• Tinggal di daerah endemis malaria
• Pernah berkunjung 1-4 minggu di daerah endemis malaria
• Riwayat mendapat transfusi darah

KLASIFIKASI

• Malaria falciparum  ditemukan Plasmodium falciparum


• Malaria vivax  ditemukan Plasmodium vivax
• Malaria ovale  ditemukan Plasmodium ovale
• Malaria malariae  ditemukan Plasmodium malariae
• Malaria knowlesi  ditemukan Plasmodium knowlesi

21
PATOGENESIS / PATOFISIOLOGI

• Penularan plasmodium pada manusia:


o Melalui cucukan nyamuk Anopheles betina yang infeksius
o Direk inokulasi
▪ Congenital malaria
• Patofisiologi terbentuknya radikal bebas (ada keterangan di bawah gambarnya :))

22
23
• Mekanisme terjadinya trombositopenia pada malaria:

• Walaupun infeksi P. vivax lebih tidak mengancam jiwa dibandingkan P. falciparum, P.


vivax juga dapat menyebabkan malaria berat dengan adanya:
o Sitoadheren pRBC dalam kapiler organ internal yang menyebabkan sekuestrasi
(angka kejadian 1/10 dibandingkan dengan infeksi oleh P. falciparum)  terjadi
melalui interaksi protein VIR dari P. vivax

24
o Cytokine-mediated inflammatory response yang lebih berat dengan threshold
febris yang lebih rendah
o Rosetting yang berpartisipasi dalam meningkatkan kerusakan NPRBC serta
menurunkan produksi eritrosit

MANIFESTASI KLINIS

• Demam
o Memiliki gejala klasik trias malaria, diawali dengan menggigil, kemudian panas
tinggi diikuti keluarnya keringat.
o Demam timbul pada saat eritrosit pecah dan melepaskan merozoite ke dalam
aliran darah sehingga pola demam dipengaruhi oleh jenis spesies plasmodiumnya
▪ Misalnya Plasmodium vivax: demam tertiana (berlangsung setiap 48
jam), diantara waktu tersebut demam tidak ada dan pasien merasa sehat
• Keluhan prodromal
o Timbul sebelum demam dan tidak khas, sering terjadi pada malaria karena
Plasmodium vivax dan ovale
o Sakit kepala, myalgia, mual, muntah, malaise
• Kelainan darah
o Anemia dan trombositopenia
• Splenomegali
o Teraba setelah 3-5 hari sejak terjadinya infeksi
o Dapat mencapai ukuran Hacket 4-5
• Malaria berat
o Ikterus
▪ Disebabkan anemia hemolitik, obstruksi intrahepatal atau gabungan
keduanya
▪ Biasanya terdapat peningkatan ringan sampai sedang bilirubin dan
transaminase

25
o Gagal ginjal akut
▪ Produksi urine < 400 mL/24 jam setelah rehidrasi disertai kreatinin > 3
mg/dL
o Tanda-tanda syok
o Kecenderungan perdarahan
o Hemoglobinuria (blackwater fever)
o Kejang, penurunan kesadaran sampai koma
o Edema paru / ARDS
o Hipoglikemia

DIAGNOSIS

• Pemeriksaan fisik
o Kepala: Konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir sianosis, pada malaria serebral
dapat ditemukan kaku kuduk
o Toraks: Pernapasan cepat
o Abdomen: pembesaran hepar dan limpa, ascites
o Ginjal: urine berwarna coklat kehitaman, oligouri atau anuria
o Ekstremitas: akral dingin, tanda menuju syok
o PF Patognomonis:
▪ Pada periode demam:
✓ Kulit memerah, panas, suhu meningkat diatas 40 derajat, kulit
kering
✓ Pasien terlihat pucat
✓ Nadi teraba cepat
✓ Pernapasan cepat
▪ Pada periode dingin dan berkeringat:
✓ Kulit teraba dingin dan berkeringat
✓ Nadi cepat dan lemah
✓ Penurunan kesadaran pada kondisi tertentu

26
• Pemeriksaan penunjang
o Apus darah tepi (gold standard)
Diulangi setiap 4-6 jam, diwarnai dengan Giemsa, Leishman, Wright, Field.
Kalau sudah berulang kali parasitnya tidak ditemukan dalam apus darah, dapat
dilihat adanya pigmen coklat granuler pada monosit dan leukosit. Kadang
ditemukan pula di apus sumsum tulang
▪ Apus darah tebal
✓ 20-40 kali lebih mudah ditemukan parasitnya dibandingkan apus
darah tipis, namun eritrositnya lisis dan Plasmodiumnya berubah
bentuk.
▪ Apus darah tipis
✓ Parasitnya lebih sulit untuk ditemukan dibandingkan apus darah
tebal tetapi eritrositnya tidak lisis dan Plasmodium tidak berubah
bentuk
✓ Biasanya digunakan untuk identifikasi spesies
Apus darah penting peranannya untuk menemukan infeksi P. falciparum, karena
prognosisnya paling buruk
o QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
▪ Tes floresensi (protein pada Plasmodium dapat mengikat acridine orange)
 eritrosit yang terinfeksi plasmodium akan teridentifikasi
▪ Mahal, cepat
▪ Tidak dapat mengidentifikasi jenis Plasmodium
o Dipstick test

27
o Serologis
▪ Pemeriksaan ini kurang penting
▪ Biasanya dipergunakan untuk skrining donor darah dan untuk kepentingan
epidemiologis
o Diagnosis molekuler
▪ PCR: yang diamplifikasi adalah gen 18S small subunit ribosomal RNA
(ssRNA), dielektroforesa memakai gel agarose dengan zat warna etidium
bromide

PENEGAKKAN DIAGNOSIS

• Berdasarkan anamnesis:
o Trias malaria: Menggigil  panas  berkeringat
• Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan penunjang:
o Ditemukan plasmodium pada pemeriksaan mikroskopis apus darah tebal/tipis

28
PENATALAKSANAAN

• Non farmakologi
o Konseling dan edukasi
▪ Pada malaria berat sampaikan pada keluarga mengenai prognosis
▪ Pencegahan malaria dapat dilakukan dengan:
✓ Menghindari gigitan nyamuk dengan kelambu/repellen
✓ Menghindari aktivitas di luar rumah pada malam hari
✓ Mengobati pasien hingga sembuh, awasi minum obatnya
o Kriteria rujuk
▪ Malaria dengan komplikasi
▪ Malaria berat (pasien lebih dulu harus diberi dosis awal
Artemisin/Artesunat IM/IV dengan dosis 3,2 mg/kgBB)
• Farmakologi
o Klasifikasi obat malaria
▪ Beberapa golongan obat antara lain:
✓ 4 Aminoquinolines: Chloroquine, Amodiaquine
✓ 8 Aminoquinolines: Primaquine
✓ Folate antagonist: Sulfadoxine, Pyrimetamine, Proguanil
✓ Quinoline methanols: Quinine, Mefloquine
✓ Phenanthrene methanol: Halofantrine
✓ Quinone: Atovaquone
✓ Endoperoxides: Artemisinin
✓ Antibiotics: Tetracycline, Doxycycline, Clindamycin,
Azithromycin, Erythromycin

29
▪ Skizontisida jaringan  mengeliminasi bentuk yang sedang berkembang
atau dorman dalam sel hati
▪ Skizontisida darah  membunuh parasit eritrositik
▪ Gametosida  membunuh tahap-tahap seksual dan mencegah transmisi
ke nyamuk
o KLOROKUIN
▪ Menyembuhkan infeksi P. falciparum dengan sempurna
▪ Memiliki efek gametosida terhadap 4 jenis plasmodium terutama P.
falciparum. Secara praktis tidak berharga karena onsetnya lambat
sedangkan waktu paruhnya singkat.

30
▪ Mekanisme kerja:
✓ Menumpuk dalam vakuola makanan parasit, mencegah
polimerisasi produk pecahan haemoglobin, heme, menjadi
hemozoin (suatu pigmen)
✓ Berhubungan dengan sintesa asam nukleat dan nukleoprotein
dengan menghambat DNA polymerase dan RNA polymerase
▪ Efek samping:
✓ Sakit kepala ringan
✓ Gangguan pencernaan
✓ Gangguan penglihatan
✓ Gatal-gatal
Bila digunakan dosis besar dalam 1 tahun:
✓ Gangguan daya akomodasi mata dan rambut memutih
Jika > 250 mg/hari selama beberapa tahun
✓ Retinopati menetap (karena akumulasi klorokuin di jaringan kaya
melanin)
▪ Sediaan: tablet (250 mg, 100 mg), syrup (80 mg/cth, fls 50 mL), injeksi
(100 mg/mL)
o PRIMETAMIN
▪ Mekanisme kerja: selektif menghambat dihidrofolat reductase
plasmodium, enzim utama dalam salur sintesis folat
▪ Efek non terapi: dosis besar terjadi anemia makrositik serupa yang terjadi
pada defisiensi asam folat
▪ Kombinasi dengan Sulfonamid memberikan aktivitas sinergis karena
keduanya mengganggu sintesa purin pada tahap berurutan
▪ Sediaan:
✓ Tablet Fansidar, Suldox terdiri dari Primetamin 25 mg dan
Sulfadoksin 500 mg

31
✓ Tablet 15 mg
➢ Dosis optimal untuk pengobatan radikal malaria vivaks
atau ovale 15 mg/hari untuk dewasa dan 0,3
mg/kgBB/hari untuk anak selama 14 hari, dikombinasi
dengan klorokuin basa 1,5 g dalam 3 hari
o PRIMAKUIN
▪ Mekanisme kerja: tidak banyak diketahui
▪ Memiliki aktivitas menonjol terhadap skizon jaringan, dan bersifat
gametosidal terhadap 4 jenis plasmodium terutama P. falciparum
▪ Efek samping: anemia hemolitik akut pada penderita yang mengalami
defisiensi enzim glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD)

32
o ARTEMISININ
▪ Merupakan senyawa trioksan yang diperoleh dengan cara ekstraksi dari
tanaman Artemisia annua (qinghaosu) merpakan suatu sesquiterpene
lactone endoperoxide (herbal antipiretik di China)
▪ Memiliki sifat skizontosid darah yang cepat secara in vitro maupun in
vivo, sehingga merupakan obat paling efektif, aman dan kerjanya cepat
untuk kasus malaria berat e.c P. falciparum resisten klorokuin dan obat
lain (khususnya artemisinin analog artesunate dan artemeter)
✓ Efektif juga terhadap malaria serebral
▪ Mekanisme kerja:
✓ Ikatan endoperoksida dalam senyawa ini berperan menghambat
sintesis protein
✓ Produksi radikal bebas yang diikuti dengan pemecahan jembatan
(bridge) endoperoksida artemisin yang dikatalisasi besi dalam
vakuola makanan parasit
33
▪ Relaps sering terjadi pada pemberian jangka pendek bahkan bila terapi
selama 5-7 hari, sehingga sebaiknya diberikan bersama obat lain seperti
meflokuin atau doksisiklin untuk mencegah relaps
▪ Tidak bermanfaat untuk profilaksis karena T1/2 pendek
Tidak memiliki efek pada parasit tahap hepatis
▪ Efek samping: mual, muntah, diare
▪ Cepat diabsorpsi dengan Tmax 1-2 jam, T1/2 1-3 jam setelah PO
▪ Hindari pada kehamilan jika memungkinkan
▪ Beberapa analog dari artemisinin:
✓ ARTESUNAT
➢ Larut air, pemberian dapat po / Iv / im / perektal
➢ Merupakan garam suksinil natrium artemisinin yang larut
air tapi tidak stabil dalam larutan
✓ ARTEMETER
➢ Larut lemak, pemberian dapat po / im / perektal
➢ Merupakan metil eter artemisinin
➢ Cepat mengatasi parasitemia malaria ringan/berat
➢ PO  Tmax: 2-3 jam
IM  Tmax: 4-9 jam
➢ Mengalami demetilasi di hepar menjadi dehidroartemisinin
✓ ARTEETHER ACID
✓ ARTELINI ACID
▪ Sediaan: Arfloquin tablet (Artesunate 200 mg + mefloquine 250 mg),
Artesiunate tablet 50 mg

34
• Pengobatan untuk pasien menurut Permenkes
o Malaria falciparum
▪ Lini pertama
✓ FDC terdiri atas DHA + DHP 40/320 mg
➢ BB < 60 kg diberikan:
FDC DHA + DHP po 1dd tab III selama 3 hari dan
Primakuin 1dd tab II single dose
➢ BB > 60 kg diberikan:
FDC DHA + DHP po 1dd tab IV selama 3 hari dan
Primakuin 1dd tab III single dose
✓ DHA (2-4 mg/kgBB single dose),
Piperakuin (16-32 mg/kgBB single dose),
Primakuin (0,75 mg/kgBB single dose)
▪ Lini kedua
✓ Kina + Doksisiklin/Tetrasiklin + Primakuin
➢ Kina: 10 mg/kgBB/kali 3dd selama 7 hari
➢ Doksisiklin:

35
❖ Dewasa: 3,5 mg/kgBB/hari 2dd selama 7 hari
❖ 8-14 thn: 2,2 mg/kgBB/hari 2dd selama 7 hari
➢ Tetrasiklin: 4-5 mg/kgBB/kali, 4dd selama 7 hari
o Malaria vivax dan ovale
▪ Lini pertama:
✓ DHA + DHP 1dd tab I selama 3 hari dan
Primakuin 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari
▪ Pengobatan malaria vivax resisten DHP:
✓ Tablet mengandung 250 mg atovaquone dan 100 mg proguanil (?)
hydrochloride untuk orang dewasa
➢ Tablet 100 mg Proguanil hydrochloride mengandung 87
mg proguanil basa dalam formulasi dengan atovaquone
✓ Tablet mengandung 62,5 mg atovaquone dan 25 mg proguanil
hydrochloride untuk anak-anak
▪ Lini kedua (dibahas di simpo):
✓ Kina + primakuin
➢ Kina 10 mg/kgBB/kali 3dd selama 7 hari dan
➢ Primakuin 0,25 mg/kgBB selama 14 hari
▪ Pengobatan malaria vivax relaps:
✓ Relaps: setelah pemberian primakuin dosis awal selama 14 hari,
pasien sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3
mgg – 3 bln setelah pengobatan
✓ Diberikan lagi regimen DHP yang sama tetapi dosis Primakuin
ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari
o Malaria malariae (dibahas di simpo)
▪ Berikan DHP 1dd selama 3 hari dengan dosis sama seperti pengobatan
malaria lainnya tanpa diberikan Primakuin
o Malaria pada ibu hamil (dibahas di simpo)
▪ Trimester pertama berikan Kina tablet 20 mg/kgBB + Klindamycin 10
mg/kgBB, 3dd selama 7 hari
▪ Trimester kedua dan ketiga berikan DHP tablet selama 3 hari

36
o Efek samping:
▪ Intoleransi gaster ringan, diare, kadang-kadang apthous ulceration (nanah
ulserasi) dan kerontokan rambut.
▪ Perubahan hematologi (anemia megaloblastic dan pansitopenia) telah
dilaporkan terjadi pada pasien dengan kerusakan ginjal berat.
▪ Kelebihan dosis dapat meyebabkan ketidaknyamanan epigastric, mual dan
haematuria

PENCEGAHAN

• Upaya pengendalian Malaria:


o Pemakaian kelambu berinsektisida
o Pengendalian vector:
▪ Larvaciding (pengendalian larva Anopheles secara kimiawi menggunakan
insektisida)
▪ Biological control (menggunakan ikan pemakan jentik)
▪ Penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/Indoors Residual
Spraying)
o Profilaksis Malaria

37
KOMPLIKASI

• Malaria serebral
• Anemia berat
• Gagal ginjal akut
• Edema paru / ARDS
• Hipoglikemia
• Gagal sirkulasi atau syok
• Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravascular
• Kejang berulang > 2 kali/24 jam pada hipertermia
• Asidemia atau asidosis
• Makroskopik hemoglobinuria karena infeksi malaria akut

SELAMAT BELAJAR 😊

38

Anda mungkin juga menyukai