Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Perang terhadap korupsi merupakan fokus yang sangat signifikan dalam


suatu negara berdasarkan hukum, bahkan merupakan tolak ukur keberhasilan
suatu pemerintahan. Salah satu unsur yang sangat penting dari penegakan hukum
dalam suatu negara adalah perang terhadap korupsi, karena korupsi merupakan
pennyakit yang meluas, permanen, dan merusak semua sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara termasuk perekonomian serta penataan ruang wilayah.
Di Indonesia korupsi dikenal dengan istilah KKN, singkatan dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme. Korupsi sudah menjadi wadah penyakit yang menular di setiap
aparat negara dari tingkat yang paling rendah sampai tingkatan yang paling tinggi.

I.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah

1. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?


2. Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia dan Jenis – Jenis Korupsi ?
3. Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
4. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
5. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi ?
6. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
7. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di
Indonesia ?
8. Upaya – upaya apa yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi
di Indonesia ?

I.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah

1. Mengetahui pengertian dari korupsi.


2. Upaya – upaya apa yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi
di Indonesia ?
3. Mengetahui Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
4. Melakukan diskusi mengenai Upaya Pelemahan KPK sebagai
Lembaga Pemberantasan Korupsi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus.


Arti harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity),
tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau
kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-
tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian
mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption;
Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda
terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi

Sedangkan Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan


membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan
perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai
pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Dan Nepotisme berarti lebih
memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan
kemampuannya.

Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31


Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Korupsi merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri
sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi) , yang secara langusng
maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang dari
segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan
nilainilai keadilan masyarakat

II.2 Ciri-Ciri Korupsi

Menurut Syed Hussein Alatas, ciri-ciri korupsi adalah sebagai berikut.

a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dai satu orang


b. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
d. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha
menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran
hukum.
e. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan
keputusankeputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk
memengaruhi keputusankeputusan itu.
f. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan
publik atau masyarakat umum.

2
g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.

II.3 Sebab-Sebab Korupsi

a. Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang


secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
b. Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau
instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka
kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
c. Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
d. Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi
yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan
melakukan kecurangan.

II.4 Kebijakan Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi

Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi,


Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi
sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Bambang
Yudhoyono telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada
Jalsa Agung Dan kapolri:

1. Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak


pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
2. Mencegah & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan
wewenang yg dilakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri
dalam rangka penegakan hukum.
3. Meningkatkan kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI,
selain denagan BPKP, PPATK, dan intitusi Negara yang terkait denagn
upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara
akibat tindak pidana korupsi. Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan
Rencana aksi nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009.
Langkah – langkah pencegahan dalam RAN-PK diprioritaskan pada :
a. Mendesain ulang layanan publik .
b. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan
pemerintah yg berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
c. Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung
dalampencegahan korupsi.

3
II.5 Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi

Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam


mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi, merupakan komisi
independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak
KKN.

Tujuan pembentukan komisi tersebut adalah meningkatkan daya guna dan


hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Serangkaian
tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya
koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di siding pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan
peraturan perundangundangan yang berlakudisebut pemberantasan tindak pidana
korupsi. Dalam tugas-tugasnya, KPK bekerja sama dengan Tim Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor), Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggara Negara (KPKPN), dan Komisi Ombusman Nasional.

Komisi Pemberantasan Korupsi berkedudukan di ibu kota negara Republik


Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik
Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi dapat membentuk perwakilan di
daerah provinsi. Komisi Pemberantasan Korupsi bertanggung jawab kepada
publik atas pelaksanaan tugasnya dan menyampaikan laporannya secara terbuka
dan berkala kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

4
II.5 Hasil Diskusi Mengenai Upaya Pelemahan KPK sebagai Lembaga
Pemberantasan Korupsi

Berikut merupakan berita yang kami jadikan bahan diskusi

Koalisi Masyarakat Sipil: Upaya Pelemahan


KPK Semakin Nyata

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Beberapa perwakilan Koalisi Masyarat Sipil


Anti Korupsi menyambangi Gedung KPK Jakarta pada Kamis (27/9) siang.
Kedatangannya kali ini untuk menyampaikan dukungan kepada lembaga
antikorupsi atas upaya-upaya pelemahan dari sejumlah pihak khususnya DPR RI.

"Kondisi saat ini sudah kritis, tidak ada bangsa yang bisa maju dan sejahtera kalau
korupsinya masih ada. Kondisi ini juga sedemikian genting karena ada variabel
aksi politik melalui Pansus Hak Angket yang dilakukan bersamaan dengan
pemelahan dalam bentuk lain," ucap Dylon, salah satu perwakilan Koalisi
Masyarakat Sipil Anti Korupsi di Gedung KPK, Kamis (28/9).

Hal senada diungkapkan Miko Ginting, menurutnya saat ini pelemahan KPK
sudah semakin nyata. "Kehadiran kami disini untuk memberikan dukungan penuh
ke KPK dalam konteks kami merasa kerja pemberantasan korupsi oleh KPK
semakin genting," ucapnya.

Menurutnya, beberapa pelemahan KPK bisa dirasakan sejak adanya pembentukan


Pansus Hak Angket. Terlebih, perpanjangan masa kerja pansus Hak Angket KPK

5
bertentangan dengan Pasal 206 ayat (1) dan ayat (2) UU tentang MPR, DPD, DPR
dan DPRD (UU MD3).

"Oleh karena itu, penyelidikan seharusnya terbatas hanya untuk waktu 1 x 60 hari
saja," kata Miko.

Menurutnya, KPK adalah lembaga negara yang bersifat independen dan bebas
dari kekuasaan manapun. Lebih lanjut Miko mengatakan, pansus Hak Angket
KPK seharusnya menghentikan semua proses pemeriksaan, karena belum adanya
putusan Judical Review dari MK.

Kemudian, bukti pelemahan KPK yang nyata lainnya adalah semua proses yang
dilakukan pansus Hak Angket KPK terlihat jelas ingin 'menelanjangi' KPK. Di
antaranya, kunjungan ke LP Sukamiskin, mengundang terpidana korupsi yang
telah berkekuatan hukum tetap, hingga mengundang pihak-pihak yang
berseberangan dengan KPK.

Tak hanya itu, perpanjangan masa kerja pansus Hak Angket KPK tidak bisa
dipisahkan dengan persidangan Ketua DPR RI Setya Novanto yang terjerat kasus
dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el).

"Dinamika pengungkapan pemeriksaan kasus KTP-el sama sekali tidak bisa


dipisahkan dari pembentukan Pansus Hak AngketKPK," ucap Miko.

Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo menyambut baik kedatangan dan
dukungan dari Koalisi Maysarakat Sipil Anti Korupsi untuk lembaganya.
Menurutnya, semua dukungan masyarakat termasuk koalisi ini dapat menguatkan
pemberantasan korupsi di tanah air.

"Terimakasih untuk dukungan dan masukan-masukan kalau dukungan menyebar


dari komponen bangsa ini bagus untuk memberantas korupsi," kata Agus.

Sumber : REPUBLIKA.CO.ID Kamis , 28 September 2017, 16:17 WIB

Hasil diskusi :

TAP MPR no. VII/MPR/2001 menimbang bahwa “permasalahan korupsi,


kolusi, dan nepotisme yang melanda bangsa Indonesia sudah sangat serius, dan
merupakan kejahatan yang luar biasa dan menggoyahkan sendi-sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara.” Kemudian salah satu cara untuk memberantas korupsi
adalah dengan membentuk KPK

KPK merupakan suatu lembaga yang ditetapkan melalui Undang-Undang


Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi, merupakan komisi
independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak

6
KKN. KPK dibentuk juga untuk mengawasi negara karena pelaksana kewenangan
negara dalam kekuasaan trias politika ditakutkan akan terkena konflik
kepentingan jika diperiksa sendiri. Oleh karena itu KPK didesain independen.
Lembaga independen negara dibentuk untuk memperkuat negara. Sehingga KPK,
dibuat untuk memperkuat negara dalam menghilangkan, setidaknya mengurangi,
korupsi.

Kami mempercayai bahwa selama korupsi masih marak di Indonesia,


maka keberadaan KPK masih sangat dibutuhkan, sebab pada kenyataannya, kasus
korupsi masih terjadi di semua lini. Dari semua lembaga, baik eksekutif, legislatif
bahkan yudikatif yang merupakan lembaga penegak hukum. Tugas KPK untuk
memberantas korupsi di Indonesia merupakan perwujudan dari pembukaan UUD
1945 alinea ke 4, "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada…..” .

Selain memberantas korupsi KPK juga dapat memberikan suatu


pemahaman mengenai bahaya korupsi kepada masyarakat. Sehingga dapat
meningkatkan wawasan pengetahuan masyarakat dan mereka dapat mengetahui
efek buruk dari korupsi, dan berharap bahwa pemikiran korupsi merupakan
budaya di Indonesia perlahan-lahan hilang.

7
BAB III
PENUTUP

Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi


serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber
dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem
administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya. Keburukan
hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik
hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih
begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hokum
menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk
menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun
sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya
kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat
dipastikan gagal.

KPK merupakan lembaga yang bertugas untuk memberantas korupsi.


Akhir-akhir ini terdengar isu bahwa adanya pelemahan, pembatasan gerak dalam
tugasnya, atau bahkan adanya wancana agar KPK dibubarkan. Menurut kami
keberadaan KPK masih sangat dibutuhkan, sebab pada kenyataannya, kasus
korupsi masih terjadi di semua lini. Dari semua lembaga, baik eksekutif, legislatif
bahkan yudikatif yang merupakan lembaga penegak hukum, dan KPK merupakan
salah satu perwujudan dari pembukaan UUD 1945 alinea ke 4.

8
Daftar Pustaka

1. http://harissoekamti.blogspot.com/2011/10/makalah-tentang-upaya-
upaya.html
2. Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian,
Kemakmuran, Kesejahteraandan Keadilan.
3. Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas
4. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA
Kelas X. Jakarta:Erlangga
6. Waluyo, Budi. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas 10. BSE
7. https://www.putra-putri-indonesia.com/pembukaan-uud.html
8. http://www.tatanusa.co.id/tapmpr/01TAPMPR-VIII.pdf
9. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/09/28/owzgho354
-koalisi-masyarakat-sipil-upaya-pelemahan-kpk-semakin-nyata

9
10
11

Anda mungkin juga menyukai